Home / Rumah Tangga / NODA PERNIKAHAN / BAB 5. SEMUA PASTI BAIK-BAIK SAJA

Share

BAB 5. SEMUA PASTI BAIK-BAIK SAJA

Author: Aina D
last update Last Updated: 2022-08-11 17:27:34

Aku bersiap menuju ke kantor cabang di Kota Balikpapan setelah menikmati sarapan pagiku. Ada beberapa masalah keuangan di kantor cabang Balikpapan yang mengharuskanku sebagai manager keuangan pusat harus turun tangan langsung dalam rangka megaudit laoporan keuangan cabang. 

Biasanya jika aku sudah turun tangan langsung seperti ini, beberapa pejabat di kantor cabang akan khawatir dengan posisi mereka. Karena pasti akan ada yang berubah setelah aku melakukan audit keuangan, entah itu penurunan jabatan atau bahkan pemecatan oleh pemilik perusahaan. Karena aku hanya akan turun tangan langsung jika memang kondisi keuangan sudah sangat banyak penyimpangan oleh oknum-oknum tertentu.

Kuraih laptopku di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas. Sebenarnya ini hanya laptop cadanganku di kantor karena laptop yang sehari-hari kugunakan ketinggalan di rumah saat aku mampir membawakan salep untuk mengobati iritasi bayi yang dipesan Lilis. 

Beruntung Alana bisa membantuku dengan mengirimkan semua berkas yang kuperlukan di laptop itu ke alamat emailku. Alana memang istri cerdas yang sangat bisa kuandalkan. Beda sekali dengan Lilis yang semuanya tergantung padaku dan Ibu, bahkan untuk urusan salep aja harus aku yang mencarikannya ke apotik.

Ponselku bergetar ketika kami sedang dalam perjalanan menuju kantor cabang, aku meraihnya dan menatap layar. Ibu menelpon. 

"Halo, ada apa, Bu?" Aku langsung bertanya pada Ibu.

"Wil, kamu ada nelpon istrimu?" tanya Ibu.

"Siapa, Bu? Alana atau Lilis?" Aku mengusap tengkukku bingung, istri yang mana yang dimaksud Ibu? Mereka berdua sedang berada di rumahku saat ini.

Kudengar di seberang telpon Ibu menghela napasnya.

“Alana, Wil. Kamu ada nelpon Alana nggak? Barusan dia pergi, ini masih pagi banget loh. Ibu nanya mau kemana tapi Alana hanya menjawab mau cari angin.”

“Ya udah nggak apa-apa, Bu. Mungkin Alana lagi suntuk di rumah.”

“Tapi, Nak ...”

“Kenapa lagi, Bu? Jangan bikin Wildan pusing deh, tolong jaga mereka selama Wildan di luar kota ya, Bu. Wildan lagi banyak kerjaan banget di sini.”

Kembali terdengar helaan napas Ibu.

“Alana tadi nggak sarapan, Wil. Padahal Ibu sudah masakin bubur ayam kesukaannya, dan tadi pagi saat Ibu membangunkannya untuk sholat subuh, Ibu lihat mata Alana bengkak seperti habis menangis semalaman.”

Aku terdiam. Aku memang tak menghubungi Alana lagi setelah kemarin menyuruhnya mengirim email. Jika benar apa yang dikatakan Ibu, apa yang membuatnya menangis?

“Wil, apa mungkin istrimu sudah mengetahui tentang Lilis dan bayi kalian?”

“Ah ... nggak mungkinlah, Bu. Memangnya Alana tau dari siapa? Ibu nggak ngomong sesuatu ke Al kan?”

Aku berusaha meyakinkan Ibu, padahal aku sendiri menjadi sedikit khawatir mendengar penjelasan Ibu tentang Alana.

“Nggak, Nak. Ibu nggak bahas apapun ke istrimu. Sebaiknya kamu cepat pulang, Wil. Ibu punya firasat kalau Alana tau sesuatu. Tak biasanya dia seperti ini pada Ibu.”

“Wildan baru saja tiba, Bu. Bahkan belum sampai di kantor cabang dan belum tau seberapa besar masalah di sini. Ibu doakan saja semua berjalan baik, dan tolong jaga Alana ya, Bu.”

Terus terang hatiku gelisah setelah berbicara dengan Ibu di telpon, namun aku berusaha meyakinkan diriku bahwa semua baik-baik saja. Aku sudah berhasil menyembunyikan ini selama setahun dari Alana, dan keberhasilanku sudah di depan mata. Aku hanya ingin hidup bahagia dengan Alana dan putraku setelah ini.

Beberapa pejabat penting cabang perusahaan Balikpapan menyambutku dan tim ku di depan pintu utama ketika mobil perusahaan yang menjemput kami di hotel tadi tiba di kantor cabang. Perusahaan tempatku bekerja bergerak di bidang pertambangan dan mempunyai beberapa cabang di daerah Sumatera dan Kalimantan bahkan sampai ke Papua. Aku sendiri menjabat sebagai Manajer Keuangan di kantor pusat di Jakarta. 

Kulangkahkan kakiku dengan gagah dan langsung menuju ke ruang keuangan untuk melakukan pekerjaan kami, mengaudit laporan keuangan cabang perusahaan yang belakangan terlihat mencurigakan. Sebenarnya aku sudah tau di mana kesalahannya dan siapa yang berada di balik permainan keuangan di cabang ini. Instingku sebagai akuntan tak pernah salah, namun kami mambutuhkan bukti otentik agar kasus penggelapan ini bisa diproses di pengadilan nantinya. Sejenak kulupakan masalah di rumah dan mulai berkonsentrasi pada pekerjaanku.

Saat istirahat untuk makan siang, aku membuka beberapa pesan di ponselku. Aku memang jarang membuka ponselku ketika sedang sibuk dengan pekerjaanku. Kubuka beberapa pesan dari Ibu.

[Alana belum pulang sampai sekarang, Wil.]

[Ibu khawatir dengan Alana.]

[Nggak usah terlalu khawatir, Bu. Nanti juga Alana pulang. Mungkin dia lagi jalan dengan teman-temannya.] balasku pada Ibu.

Kemudian pesan dari nomor Lilis yang tertera dengan nama “Fadli” di ponselku.

[Yang semangat Ayah kerjanya.] Tulisnya di bawah foto bayiku yang terlihat sedang tertidur pulas.

[Mas udah ketemu nama belum buat anak kita? Masa Lilis manggilnya baby baby mulu sih?]

[Kalau Lilis kasih nama Bagas, Mas setuju nggak? Nanti sisanya Mas Wildan yang nambahin.]

[Sabar dulu ya, Lis. Mas masih belum nemu nama yang pas untuk putra kesayangan Mas.] Begitu balasanku pada Lilis.

Bukan apa-apa, aku ingin Alana yang memberi nama pada putraku itu. Tapi aku belum ada waktu berdiskusi dengan Alana.

Kuscroll pesan-pesan di applikasi Whatsappku, masih ada beberapa pesan dari teman-temanku, kebanyakan dari mereka mengomentari foto putraku yang kupasang di status tadi. Tak ada satu pun pesan dari Alana. Kucoba menelpon ke nomornya namun Alana tak mengangkatnya.

Kuulangi berkali-kali namun Alana tetap saja tak mengangkat telponnya. Akhirkya kuputuskan mengirimkan pesan padanya.

[Lagi ngapain istri cantikku? Kok nggak angkat telpon? Aku kangen.]

Tak ada balasan, hanya centang dua berwarna abu-abu menandakan Alana belum membaca pesanku.

[Aku lanjut kerja dulu ya, Sayang. Doakan lancar dan cepat selesai biar bisa pulang dan memelukmu lagi. Love u Alana.]

Kusimpan kembali ponselku dan meneruskan makan siangku. Ada sedikit kekhawatiran dalam hatiku, seperti juga yang dirasakan Ibu. Tapi kutepis semua itu dan membayangkan yang indah-indah saja tentang rumah tanggaku.

💫Bersambung💫

Comments (4)
goodnovel comment avatar
husky mind
selamatkan surat2 berhargamu Alana,sewa pengacara laki2 yg sudah berbohong sekali pasti akan terus berbohong untuk menutupi kebohongannya itu.
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
masih banyak laki-laki yang mau padamu ngapain bertahan dengan suami DAJJAL
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
tidak tahu diri JEMAWA kamu pikir Alana kesetmu urus saja istri kamu yang KEGATELAN itu Alana beberes saja biar kalau laki-laki PECUNDANG itu pulang tinggal di omongin jangan beri kesempatan untuk menghindari tapi harus tunggu dia yang bicara duluan lebih baik pisah karena sudah mulai BOHONG
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • NODA PERNIKAHAN    BAB 6. KISAH DUA SEJOLI

    Ibu.Aku berjalan mondar-mandir di dalam rumah besar putraku, Wildan. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun Alana, menantuku, belum juga pulang kembali ke rumah. Entah mengapa aku merasa ada yang tak biasa dari wanita cantik yang sudah 5 tahun menemani putraku itu. Tadi pagi, saat mengajaknya untuk sholat berjamaah, aku merasa Alana berbeda, matanya bengkak seperti orang yang habis menangis semalaman.Begitupun saat aku menawarkan sarapan dengan menu favoritnya, Alana menolak dan lebih memilih sereal untuk sarapan. Bahkan Alana terlihat seperti enggan menatapku dan berlama-lama berbicara denganku. Padahal biasanya Alana selalu terlihat senang berlama-lama mengobrol denganku, dia selalu mencari tau tentang masa kecil suaminya padaku. Kemudian kami akan tertawa bersama ketika aku menceritakan cerita-cerita lucu saat Wildan masih kecil.“Bu, ini kok kulit Bagas masih merah-merah gini ya ... padahal sudah Lilis olesin salep yang dibeli Mas Wildan kemarin.” Suara Lilis membuya

    Last Updated : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 7. PELUKAN PERTAMA

    Tiga bulan setelah kecelakaan yang merenggut nyawa Fadli, putra bungsuku. Kulihat Lilis pun sudah tidak terlalu sedih, gadis malang itu sudah mulai berinteraksi dengan beberapa tetangga yang sebaya dengannya. Lilis meminta izin padaku untuk tetap tinggal di rumah, menurutnya dia tak sanggup tinggal sendirian di rumahnya karena ibunya pun sudah meninggal. Itu akan membuatnya merasa sendiri dan kesepian.Aku pun menyetujuinya, karena selain aku juga merasa kesepian jika harus tinggal sendirian di rumah ini, aku juga sudah menyayangi Lilis, gadis itu sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Sebenarnya, beberapa kali Wildan dan Alana memintaku untuk tinggal bersama mereka, namun aku menolak. Aku lebih suka tinggal di sini, dan masih mengelola toko sembako kecil-kecilan peninggalan suamiku.Hingga suatu hari, ketika Wildan kembali mengunjungiku. Aku kembali mempertanyakan cucu padanya, namun seperti biasa, Wildan hanya menjawab dengan gelengan.“Wildan masih menikmati masa-masa indah pernika

    Last Updated : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 8. HARUS KAH MEMBUKA HATI

    LilisSubuh itu, saat aku hendak membangunkan ibu untuk sholat subuh bersama, aku terkejut mendapati tubuh renta ibu tergeletak di lantai kamarnya. Dengan panik aku berusaha mengangkat tubuh ibu ke atas tempat tidurnya. Subuh-subuh aku terpaksa menggedor-gedor rumah tetangga untuk meminta pertolongan.Ditengah kepanikanku, aku teringat untuk memberi kabar tentang ibu pada Mas Wildan. Kuraih ponselku kemudian mencari-cari kontak Mas Wildan. "Halo! Ini siapa?" Aku terkejut mendengar suara Mas Wildan yang terdengar setengah berteriak.“Aku ... aku Lilis, Mas. Maaf harus menelpon subuh-subuh. Lilis cuma mau mengabari Mas Wildan kalau Ibu pingsan, Mas.”“Astaghfirullah, Lilis! Kamu ngagetin aku tau nggak! Kamu pakai nomor Fadli? Aku kaget sekali ada panggilan dari nomor ponsel almarhum, nggak taunya kamu yang nelpon.”Suara Mas Wildan masih terdengar sedikit berteriak, mungkin dia memang sedang kaget karena aku memang menelpon pakai ponsel Mas Fadli. Saat kecelakaan motor waktu itu, ponse

    Last Updated : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 9. RUANG UNTUK PULANG

    “Lis, apa kamu tau Ibu memintaku untuk menikahimu?” tanyaku saat kami berdua sudah duduk di kursi yang ada di taman di area rumah sakit. Kulihat gadis itu menghela nafasnya. “Lilis tau, Mas. Ibu pun sudah mengatakannya pada Lilis,” jawabnya lirih.“Lalu bagaimana tanggapanmu, Lis?”“Aku tak tau, Mas. Masa depanku terasa gelap saat Mas Fadli meninggalkanku bersama impian-impian yang sudah kami bangun berdua. Aku merasa aku hidup, tapi terasa mati. Mas Fadli nyaris membawa pergi semua gairah hidupku.” Gadis itu menyeka sudut matanya. Aku terdiam, menunggunya meneruskan kalimatnya.“Yang kuinginkan saat ini hanyalah berada di sekitar Ibu, walaupun mungkin orang-orang akan memandang aneh padaku. Tapi tinggal di rumah Ibu dan melihat Ibu setiap hari membuatku merasa Mas Fadli tak pergi jauh-jauh dariku. Maka, ketika Ibu mengatakan niatnya meminangku untuk Mas Wildan, aku tak bisa mengiyakan maupun menolaknya. Sungguh, aku hanya ingin berpasrah karena aku pun tak tau mau ke mana arah hidu

    Last Updated : 2022-08-19
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 10. NASIHAT SANG SAHABAT

    Alana.Kuparkirkan mobilku di parkiran Kafe Jingga. Ini adalah kafe yang kubangun bersama Nafisa, sahabatku. Meskipun kami berdua jarang terlibat langsung dalam pengelolaan Kafe ini karena kesibukan kami dengan rumah tangga masing-masing. Aku dan Nafisa mempercayakan pengelolaan Kafe Jingga pada Handi, sepupu Nafisa. Entah kenapa, pagi ini setelah menemukan fakta-fakta mengejutkan tentang Mas Wildan, aku jadi ingin ke kafe ini. Di dalam ada ruangan khusus yang hanya aku dan Nafisa yang punya kuncinya. Aku ingin istirahat dan menghabiskan waktuku di sana. Kuraih gawaiku kemudian mencari kontak Handi, menyuruhnya sedikit agak pagi datang ke kafe karena Handi yang pegang kunci kafe."Mbak Alana mau sarapan? Mau dibikinin menu apa nih, Mbak?" tanya Handi setelah membuka kafe."Boleh deh, Han. Kebetulan Mbak laper nih belum sarapan. Tolong bikinin kopi kental dan roti bakar pakai selai cokelat ya," pintaku."Baik, Mbak. Nanti Handi antakan ke ruangan Mba Alana kalo udah siap."Kurebahkan

    Last Updated : 2022-08-19
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 11

    “Alana ....” Suara itu menyapaku lembut.“Darwin ....”“Wah, akhirnya aku bisa juga bertemu owner Kafe Jingga.”“Ka- kamu tau ini kafe aku?”“Ya, aku tau Kamu dan Nafisa adalah pemilik kafe ini. Kamu tau nggak, aku adalah pelanggan setia di kafe ini. Coba deh kamu tanya karyawan di sini, mereka semua mengenalku. Pelanggan tetap yang punya niat terselubung untuk bertemu pemilik kafe ini, dan ternyata setelah sekian lama jadi pelanggan, malam ini aku benar-benar bertemu dengannya.”Aku berusaha mengabaikan ucapan Darwin.“Nafisa tau kamu sering kemari?” tanyaku.“Taulah. Nafisa bahkan sering memberiku diskon jika kebetulan dia lagi berkunjung ke sini. Kuharap pemilik kafe yang ada di hadapanku sekarang juga sudi memberi harga khusus padaku malam ini.”“Kenapa Nafisa nggak pernah cerita?” Aku masih mengabaikan gurauannya.Pria itu menarik napas panjang. “Begitulah sahabatmu itu. Katanya kamu sudah sangat bahagia dengan kehidupanmu dan melarangku untuk muncul di hadapanmu, seolah-olah aku

    Last Updated : 2022-08-20
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 12

    Entahlah, beberapa bulan setelah menikahi Lilis. Disaat Lilis sedang hamil besar, aku kepikiran untuk menceraikannya setelah wanita itu melahirkan bayiku. Meskipun aku hanya sesekali pulang ke rumah Ibu sejak menikahi Lilis, namun aku makin merasa Lilis tak pernah menganggapku sebagai Wildan. Aku tau, setiap kali aku menggaulinya, matanya terus menatap ke arah fotonya dengan Fadli yang terpajang di atas meja. Kamar Fadli pun tak berubah sedikitpun, meski kamar itu sudah menjadi kamarku dan Lilis ketika aku pulang ke rumah Ibu.Harga diriku sebagai lelaki terkoyak, Lilis selalu membayangkan Fadli lah yang menggaulinya, bukan aku. Lilis bahkan tak segan menggumamkan nama Fadli ketika aku membawanya ke puncak kenikmatan. Meskipun Fadli adalah adikku, tapi aku tetap merasa terhina ketika Lilis membayangkan orang lain atas tubuhku. Padahal, sebenarnya aku pun seperti itu. Masih terbayang dalam ingatanku saat aku berusaha memberikan malam pertama sebagai sepasang suami istri sehari sebelum

    Last Updated : 2022-08-20
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 13

    "Hey, Sayang, kamu kenapa?" tanyaku lembut.Namun suara Alana masih saja terdengar terisak-isak di telepon."Al ... Sayang ... ada apa?""Aku ... aku mimpi buruk, Mas. Mas Wildan baik-baik saja, kan?" tanyanya terbata-bata.Aku menarik napas lega, rupanya Alana hanya mimpi buruk sampai menangis begitu. Tadinya kupikir ada sesuatu yang buruk terjadi di Bandung."Sayang, hanya mimpi buruk kok sampai nangis gitu, sih. Sudah, tidur lagi ya, Sayang. Masih tengah malam nih.""Tapi mimpiku enggak enak banget, Mas. Al mimpi Mas Wildan ninggalin Alana."Aku tersentak, Apakah ini firasat Alana atas apa yang baru saja kulakukan pada Lilis? Tiba-tiba saja ada rasa bersalah menelusup dalam hatiku."Itu hanya mimpi, Al. Nggak mungkin lah Mas ninggalin kamu, istri yang sangat Mas cintai." Aku berusaha menghiburnya."Iya, Mas. Oiya, Mas jadi nyusul ke Bandung nggak?""Maaf ya, Sayang. Mas nggak bisa nyusul ke sana. Sekarang Mas lagi di rumah Ibu.""Di rumah Ibu?""Iya, Sayang. Ibu kemarin sakit dan s

    Last Updated : 2022-08-20

Latest chapter

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 114

    Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 113

    Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 112

    “Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 111

    Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 110

    “Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 109

    Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 108

    Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 107

    Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 106

    Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan

DMCA.com Protection Status