Home / Rumah Tangga / NODA PERNIKAHAN / BAB 6. KISAH DUA SEJOLI

Share

BAB 6. KISAH DUA SEJOLI

Author: Aina D
last update Last Updated: 2022-08-18 11:28:55

Ibu.

Aku berjalan mondar-mandir di dalam rumah besar putraku, Wildan. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam, namun Alana, menantuku, belum juga pulang kembali ke rumah. Entah mengapa aku merasa ada yang tak biasa dari wanita cantik yang sudah 5 tahun menemani putraku itu. Tadi pagi, saat mengajaknya untuk sholat berjamaah, aku merasa Alana berbeda, matanya bengkak seperti orang yang habis menangis semalaman.

Begitupun saat aku menawarkan sarapan dengan menu favoritnya, Alana menolak dan lebih memilih sereal untuk sarapan. Bahkan Alana terlihat seperti enggan menatapku dan berlama-lama berbicara denganku. Padahal biasanya Alana selalu terlihat senang berlama-lama mengobrol denganku, dia selalu mencari tau tentang masa kecil suaminya padaku. Kemudian kami akan tertawa bersama ketika aku menceritakan cerita-cerita lucu saat Wildan masih kecil.

“Bu, ini kok kulit Bagas masih merah-merah gini ya ... padahal sudah Lilis olesin salep yang dibeli Mas Wildan kemarin.” Suara Lilis membuyarkan lamunanku tentang Alana.

“Bagas? Kalian sudah memberinya nama?” tanyaku.

“Lilis yang memberinya nama Bagas, Bu. Mas Wildan sih belum bilang setuju, katanya masih belum ketemu nama yang pas. Tapi, Lilis maunya namanya Bagas. Itu adalah nama yang diinginkan Mas Fadli dulu jika kami menikah dan punya anak,” jawabnya. Kalimat terakhirnya terdengar lirih nyaris menggumam.

Aku menarik napasku panjang, menatap Lilis yang sedang menggendong bayinya. Lilis, gadis polos dan penurut. Lilis dulunya adalah kekasih dari Fadli, putra bungsuku. Fadli adalah putra kesayanganku, dia anak yang tidak terlalu berambisi seperti kakaknya, Wildan. Wildan sejak lulus SMA lebih memilih kuliah di kota, bahkan Wildan bisa membiayai kuliahnya sendiri, kudengar putra sulungku itu mengajar privat di beberapa tempat untuk mendapatkan penghasilan selama kuliah. Wildan memang sangat berprestasi, sejak SMA Wildan tak pernah lepas mendapatkan beasiswa. Berbeda dengan adiknya Fadli, saat aku menyuruhnya untuk kuliah di kota, Fadli malah memilih membantuku mengelola Toko Sembako peninggalan ayahnya. Alasannya karena tak mau meninggalkanku seorang diri, apalagi setelah Wildan menikah.

Maka saat Fadli membawa seorang gadis ke rumah dan memperkenalkan Lilis sebagai kekasihnya, aku langsung menyukai Lilis. Gadis itu terlihat sangat menyayangi Fadli, begitupun sebaliknya. 

Namun nahas, beberapa bulan sebelum rencana pernikahan mereka, Fadli dan Lilis mengalami kecelakaan motor ketika Fadli hendak mengantar Lilis pulang. Fadli kehilangan nyawanya dalam kecelakaan itu, motornya hancur, aku bahkan tak sanggup melihat kondisi motornya pada saat itu. Aku membayangkan bagaimana kondisi putra bungsuku itu sedangkan motornya saja sehancur itu setelah kecelakaan. Sedangkan Lilis tak sadarkan diri selama seminggu setelah kecelakaan.

“Jadi gimana ini, Bu? Kasihan ini paha Bagas sampai merah-merah karena alergi.” Suara Lilis lagi-lagi membuyarkan pikiranku.

“Rajin-rajin ganti popoknya, Lis. Juga salepnya harus diolesin rutin, titpis-tips aja olesnya,” jawabku.

“Tapi ini nggak berbahaya kan, Bu? Mas Wildan kapan sih pulangnya, sepertinya Bagas harus dibawa ke dokter deh, Bu.”

“Jangan terlalu panik, Insya Allah bayimu nggak apa-apa. Itu hanya alergi biasa. Rajin-rajin dibersihin aja biar alerginya hilang.”

Aku kembali melirik ke arah pintu, menunggu Alana pulang.

“Ibu lagi nunggu Mbak Alana?” tanya Lilis.

“Iya, Ibu khawatir. Sudah jam segini kok Alana belum pulang ya,” gumamku.

“Mungkin Mbak Alana memang sering pulang malam, Bu. Apalagi kalau Mas Wildan sedang nggak ada di rumah.”

“Kamu nggak usah ngomentari Alana, Lis. Konsentrasi saja mengurus bayimu. Bagaimana luka operasinya? Masih sering nyeri?” tanyaku.

“Sesekali masih teras nyeri, Bu. Ya sudah, Lilis dan Bagas masuk ke kamar dulu ya, Bu.”

Aku hanya mengangguk lalu meraih ponsel dan berusaha menghubungi Alana namun nomornya tidak aktif. Apakah Alana sudah mengetahui tentang Lilis? Apakah Alana sudah mengetahui bahwa bayi Lilis adalah anak kandung dari suaminya? Semoga saja Alana belum mengetahuinya, Wildan masih mencari cara yang halus untuk jujur pada Alana tentang Lilis. Aku merasa sangat bersalah, bagaimanapun akulah yang paling bertanggung jawab atas kondisi rumah tangga Wildan putraku.

Ingatanku kembali melayang pada saat kami kehilangan Fadli. Hampir sebulan lebih aku terpuruk dalam kesedihan karena kepergian putra bungsuku itu. Wildan dan Alana hanya menemaniku selama seminggu setelah pemakaman Fadli, karena Wildan tak bisa lama-lama meninggalkan pekerjaannya. Sedangkan Lilis masih terbaring di rumah sakit, gadis itu terlihat makin terpuruk saat mengetahui jika Fadli, kekasihnya, meninggal dalam kecelakaan motor yang menimpa mereka. 

Yang makin membuatku merasa iba, beberapa hari setelah Lilis keluar dari rumah sakit, ibunya meninggal dunia. Sehingga gadis itu menjadi yatim piatu karena ayahnya sudah meninggal sejak Lilis masih kecil. Karena kasihan dan merasa senasib ditinggal oleh orang-orang tersayang, aku pun menyuruh Lilis tinggal di rumah bersamaku. Lilis juga tak menolak, karena gadis malang itu pun merasa kesepian setelah Fadli kemudian ibunya meninggalkannya.

Drrrttt .... Drrrtttt .... Aku buru-buru menjawab ponselku yang berdering. Wildan menelpon.

"Nak, Alana ada hubungin kamu nggak?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Justru Wildan mau nanya Alana ada di rumah nggak, Bu? Nomornya nggak aktif nih."

"Alana belum pulang, Nak. Coba kamu hubungi teman-temannya. Ibu khawatir. Sungguh Ibu merasa takut, sepertinya Alana sudah mengetahui tentang Lilis dan bayinya. Kamu hubungi teman-temannya ya, Nak."

"Iya ... iya, nanti Wildan hubungi teman Alana, Bu. Ibu nggak usah khawatir, Alana itu wanita cerdas, Bu. Dia nggak mungkin melakukan hal-hal yang merugikan dirinya."

"Tetap saja Ibu merasa sangat bersalah pada istrimu itu, Nak. Kalau saja waktu itu Ibu tak memaksamu menikahi Lilis."

"Sudahlah, Bu. Jangan dibahas. Wildan sudah punya rencana ke depannya untuk hidup Wildan dan Alana, Bu. Biar Wildan konsentrasi pada kerjaan Wildan dulu. Setelah itu Wildan akan mengajak Alana untuk bicara. Ya sudah, Bu. Wildan nelpon teman-teman dekat Al dulu."

"Iya, Nak!"

Aku menyeka air mataku setelah Wildan mengakhiri panggilannya. Seandainya saja waktu itu aku tak menyuruhnya menikahi Lilis, sesalku. Sebulan setelah kepergian Fadli, Wildan selalu menyempatkan datang sesekali untuk menengokku. Tapi Wildan tak pernah mengajak Alana, karena katanya dia hanya mencuri-curi waktu di sela-sela padatnya pekerjaannya untuk mengunjungiku. Wildan pun beralasan tak ingin membuat istrinya kecapean karena harus bolak-balik. 

Wildan memang kelihatan sangat mencintai Alana, istrinya. Akupun sangat menyayangi Alana karena kulihat besarnya rasa cinta putraku pada wanita terpelajar itu. Rumah tangga mereka kelihatan sangat bahagia dan harmonis, meskipun Wildan sering sekali meninggalkan Alana sendirian di rumah mereka karena sering ke luar kota maupun saat sedang lembur di kantornya. Hanya satu kekurangan dari rumah tangga mereka, yaitu belum adanya anak yang hadir meramaikan rumah besar mereka. Padahal mereka sudah 4 tahun menikah pada saat itu.

“Alana dan aku nggak ada masalah, Bu. Kami berdua sehat dan subur. Hanya saja Wildan memang belum menginginkan Alana hamil, meskipun Alana sebenarnya sudah sangat menginginkannya.” Begitu jawaban dari Wildan saat aku menanyakan anak padanya.

Aku mengeryitkan keningku. “Belum menginginkannya? Jadi Alana KB?” tanyaku.

“Nggak lah, Bu. Alana malah rutin minum obat penyubur dari dokter. Tapi Wildan yang sengaja menghindar.”

“Astaghfirullah! Apa maksud kamu, Nak?”

“Ah, sudahlah, Bu. Pokoknya Wildan belum rela melihat tubuh Al berubah karena hamil.”

Aku terkejut dan heran mendengar pengakuan Wildan, namun aku akhirnya diam dan tak membahasnya lagi karena kulihat dia kecapean.

💫Bersambung💫

 

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
bagusnya memang tinggalkan Wildan karena ada yang menunggu JANDANYA Alana
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
egois laki,ibunya ,lilis murahan ,cerai al dpt yg lebih dari wildan
goodnovel comment avatar
Ma E
Wildan egois banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 7. PELUKAN PERTAMA

    Tiga bulan setelah kecelakaan yang merenggut nyawa Fadli, putra bungsuku. Kulihat Lilis pun sudah tidak terlalu sedih, gadis malang itu sudah mulai berinteraksi dengan beberapa tetangga yang sebaya dengannya. Lilis meminta izin padaku untuk tetap tinggal di rumah, menurutnya dia tak sanggup tinggal sendirian di rumahnya karena ibunya pun sudah meninggal. Itu akan membuatnya merasa sendiri dan kesepian.Aku pun menyetujuinya, karena selain aku juga merasa kesepian jika harus tinggal sendirian di rumah ini, aku juga sudah menyayangi Lilis, gadis itu sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Sebenarnya, beberapa kali Wildan dan Alana memintaku untuk tinggal bersama mereka, namun aku menolak. Aku lebih suka tinggal di sini, dan masih mengelola toko sembako kecil-kecilan peninggalan suamiku.Hingga suatu hari, ketika Wildan kembali mengunjungiku. Aku kembali mempertanyakan cucu padanya, namun seperti biasa, Wildan hanya menjawab dengan gelengan.“Wildan masih menikmati masa-masa indah pernika

    Last Updated : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 8. HARUS KAH MEMBUKA HATI

    LilisSubuh itu, saat aku hendak membangunkan ibu untuk sholat subuh bersama, aku terkejut mendapati tubuh renta ibu tergeletak di lantai kamarnya. Dengan panik aku berusaha mengangkat tubuh ibu ke atas tempat tidurnya. Subuh-subuh aku terpaksa menggedor-gedor rumah tetangga untuk meminta pertolongan.Ditengah kepanikanku, aku teringat untuk memberi kabar tentang ibu pada Mas Wildan. Kuraih ponselku kemudian mencari-cari kontak Mas Wildan. "Halo! Ini siapa?" Aku terkejut mendengar suara Mas Wildan yang terdengar setengah berteriak.“Aku ... aku Lilis, Mas. Maaf harus menelpon subuh-subuh. Lilis cuma mau mengabari Mas Wildan kalau Ibu pingsan, Mas.”“Astaghfirullah, Lilis! Kamu ngagetin aku tau nggak! Kamu pakai nomor Fadli? Aku kaget sekali ada panggilan dari nomor ponsel almarhum, nggak taunya kamu yang nelpon.”Suara Mas Wildan masih terdengar sedikit berteriak, mungkin dia memang sedang kaget karena aku memang menelpon pakai ponsel Mas Fadli. Saat kecelakaan motor waktu itu, ponse

    Last Updated : 2022-08-18
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 9. RUANG UNTUK PULANG

    “Lis, apa kamu tau Ibu memintaku untuk menikahimu?” tanyaku saat kami berdua sudah duduk di kursi yang ada di taman di area rumah sakit. Kulihat gadis itu menghela nafasnya. “Lilis tau, Mas. Ibu pun sudah mengatakannya pada Lilis,” jawabnya lirih.“Lalu bagaimana tanggapanmu, Lis?”“Aku tak tau, Mas. Masa depanku terasa gelap saat Mas Fadli meninggalkanku bersama impian-impian yang sudah kami bangun berdua. Aku merasa aku hidup, tapi terasa mati. Mas Fadli nyaris membawa pergi semua gairah hidupku.” Gadis itu menyeka sudut matanya. Aku terdiam, menunggunya meneruskan kalimatnya.“Yang kuinginkan saat ini hanyalah berada di sekitar Ibu, walaupun mungkin orang-orang akan memandang aneh padaku. Tapi tinggal di rumah Ibu dan melihat Ibu setiap hari membuatku merasa Mas Fadli tak pergi jauh-jauh dariku. Maka, ketika Ibu mengatakan niatnya meminangku untuk Mas Wildan, aku tak bisa mengiyakan maupun menolaknya. Sungguh, aku hanya ingin berpasrah karena aku pun tak tau mau ke mana arah hidu

    Last Updated : 2022-08-19
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 10. NASIHAT SANG SAHABAT

    Alana.Kuparkirkan mobilku di parkiran Kafe Jingga. Ini adalah kafe yang kubangun bersama Nafisa, sahabatku. Meskipun kami berdua jarang terlibat langsung dalam pengelolaan Kafe ini karena kesibukan kami dengan rumah tangga masing-masing. Aku dan Nafisa mempercayakan pengelolaan Kafe Jingga pada Handi, sepupu Nafisa. Entah kenapa, pagi ini setelah menemukan fakta-fakta mengejutkan tentang Mas Wildan, aku jadi ingin ke kafe ini. Di dalam ada ruangan khusus yang hanya aku dan Nafisa yang punya kuncinya. Aku ingin istirahat dan menghabiskan waktuku di sana. Kuraih gawaiku kemudian mencari kontak Handi, menyuruhnya sedikit agak pagi datang ke kafe karena Handi yang pegang kunci kafe."Mbak Alana mau sarapan? Mau dibikinin menu apa nih, Mbak?" tanya Handi setelah membuka kafe."Boleh deh, Han. Kebetulan Mbak laper nih belum sarapan. Tolong bikinin kopi kental dan roti bakar pakai selai cokelat ya," pintaku."Baik, Mbak. Nanti Handi antakan ke ruangan Mba Alana kalo udah siap."Kurebahkan

    Last Updated : 2022-08-19
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 11

    “Alana ....” Suara itu menyapaku lembut.“Darwin ....”“Wah, akhirnya aku bisa juga bertemu owner Kafe Jingga.”“Ka- kamu tau ini kafe aku?”“Ya, aku tau Kamu dan Nafisa adalah pemilik kafe ini. Kamu tau nggak, aku adalah pelanggan setia di kafe ini. Coba deh kamu tanya karyawan di sini, mereka semua mengenalku. Pelanggan tetap yang punya niat terselubung untuk bertemu pemilik kafe ini, dan ternyata setelah sekian lama jadi pelanggan, malam ini aku benar-benar bertemu dengannya.”Aku berusaha mengabaikan ucapan Darwin.“Nafisa tau kamu sering kemari?” tanyaku.“Taulah. Nafisa bahkan sering memberiku diskon jika kebetulan dia lagi berkunjung ke sini. Kuharap pemilik kafe yang ada di hadapanku sekarang juga sudi memberi harga khusus padaku malam ini.”“Kenapa Nafisa nggak pernah cerita?” Aku masih mengabaikan gurauannya.Pria itu menarik napas panjang. “Begitulah sahabatmu itu. Katanya kamu sudah sangat bahagia dengan kehidupanmu dan melarangku untuk muncul di hadapanmu, seolah-olah aku

    Last Updated : 2022-08-20
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 12

    Entahlah, beberapa bulan setelah menikahi Lilis. Disaat Lilis sedang hamil besar, aku kepikiran untuk menceraikannya setelah wanita itu melahirkan bayiku. Meskipun aku hanya sesekali pulang ke rumah Ibu sejak menikahi Lilis, namun aku makin merasa Lilis tak pernah menganggapku sebagai Wildan. Aku tau, setiap kali aku menggaulinya, matanya terus menatap ke arah fotonya dengan Fadli yang terpajang di atas meja. Kamar Fadli pun tak berubah sedikitpun, meski kamar itu sudah menjadi kamarku dan Lilis ketika aku pulang ke rumah Ibu.Harga diriku sebagai lelaki terkoyak, Lilis selalu membayangkan Fadli lah yang menggaulinya, bukan aku. Lilis bahkan tak segan menggumamkan nama Fadli ketika aku membawanya ke puncak kenikmatan. Meskipun Fadli adalah adikku, tapi aku tetap merasa terhina ketika Lilis membayangkan orang lain atas tubuhku. Padahal, sebenarnya aku pun seperti itu. Masih terbayang dalam ingatanku saat aku berusaha memberikan malam pertama sebagai sepasang suami istri sehari sebelum

    Last Updated : 2022-08-20
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 13

    "Hey, Sayang, kamu kenapa?" tanyaku lembut.Namun suara Alana masih saja terdengar terisak-isak di telepon."Al ... Sayang ... ada apa?""Aku ... aku mimpi buruk, Mas. Mas Wildan baik-baik saja, kan?" tanyanya terbata-bata.Aku menarik napas lega, rupanya Alana hanya mimpi buruk sampai menangis begitu. Tadinya kupikir ada sesuatu yang buruk terjadi di Bandung."Sayang, hanya mimpi buruk kok sampai nangis gitu, sih. Sudah, tidur lagi ya, Sayang. Masih tengah malam nih.""Tapi mimpiku enggak enak banget, Mas. Al mimpi Mas Wildan ninggalin Alana."Aku tersentak, Apakah ini firasat Alana atas apa yang baru saja kulakukan pada Lilis? Tiba-tiba saja ada rasa bersalah menelusup dalam hatiku."Itu hanya mimpi, Al. Nggak mungkin lah Mas ninggalin kamu, istri yang sangat Mas cintai." Aku berusaha menghiburnya."Iya, Mas. Oiya, Mas jadi nyusul ke Bandung nggak?""Maaf ya, Sayang. Mas nggak bisa nyusul ke sana. Sekarang Mas lagi di rumah Ibu.""Di rumah Ibu?""Iya, Sayang. Ibu kemarin sakit dan s

    Last Updated : 2022-08-20
  • NODA PERNIKAHAN   BAB 14

    “Lilis! Bayi itu anakku, darah dagingku! Bukan Fadli! Kenapa semua yang ada di kehidupanmu harus tentang Fadli hah??? Aku suamimu, Wildan Ramadhani, bukan Fadli!!” bentakku sebelum Lilis menyelesaikan kalimatnya.Kulihat Lilis terkejut mendengarku membentaknya, air matanya menetes, dadanya kembang kempis menahan perasaannya. Aku sudah tak peduli, kepergian Alana sudah membuatku pusing sekarang wanita di hadapanku ini malah menambahnya dengan kalimat-kalimat konyolnya.Hahh ... Fadli lagi ... Lilis benar-benar hidup dalam bayang-bayang Fadli. Mungkin benar apa yang dikatakannya, dia hidup namun terasa mati. Kurasa perasaan Lilis sudah mati terkubur bersama jasad Fadli, kekasihnya.“Ada apa ini? Kenapa teriak-teriak Wildan?” Ibu tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya.“Nggak apa-apa, Bu. Wildan hanya sedang pusing,” jawabku.“Wil, Lilis baru saja melahirkan putramu, Nak. Dia bahkan masih dalam masa nifasnya. Jangan membentaknya seperti itu. Harusnya kamu menjadi orang nomor satu yan

    Last Updated : 2022-08-20

Latest chapter

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 114

    Dengan senyum sumringah aku dan Darwin, juga Jessy dan Baby Gandhi bergantian menyalami semua tamu. Tak lupa sambil berfoto mengabadikan semua kebahagiaan yang tercipta hari ini. Darwin memang sengaja menyewa potografer profesional khusus untuk acara ini. Salah satu sudut ruang tamu bahkan sengaja didekorasi dengan indah.“Anggap aja pelaminan kita, Al. Kita kan nggak pernah menggelar resepsi pernikahan,” ucapnya saat aku menanyakan mengapa harus ada hiasan seperti itu.Ternyata sudut yang dihiasi dengan indah itu memanglah menjadi pelaminan kami, pelaminanku bersama suami dan kedua anakku. Tamu-tamu yang datang bergantian menghampiri sudut cantik itu dan mengajak kami berfoto bersama.Lalu tamu yang tak kusangka-sangka itu muncul di depan pintu. Mas Wildan datang dengan menggandeng Lilis sambil menggendong putra mereka. Aku melirik Darwin yang langsung melempar senyuman pada mereka.“Aku sengaja mengundangnya, Al. berdamailah dengan masa lalu, maka masa depan kita akan semakin indah,

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 113

    Alana.“Kita mau ke mana sih? Perasaan sejak pulang dari Surabaya Abang sering banget deh nyulik Al?” tanyaku ketika masih pagi Darwin sudah menyuruhku bersiap-siap tanpa mengatakan hendak mengajakku ke mana.“Udah nurut aja, Al. Masih banyak rencana masa depan kita yang ada di otakku.”“Tapi aku jadi sering ninggalin anak-anak.”“Justru semua ini demi kenyamanan kita semua nantinya, Al. Termasuk anak-anak kita.”Lalu akupun hanya menurut dan mengikutinya.“Ngapain kita ke rumah sakit? Abang sakit?” tanyaku heran bercampur panik ketika ia menghentikan mobilnya di parkiran rumah sakit.“Nggak ada yang sakit, Al. Aku mengajakmu ke sini untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan.”“Dokter kandungan?” Aku semakin heran dan kali ini menatapnya penuh curiga.“Jangan curiga gitu dong. Kita akan berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi apa yang cocok untukmu dan tidak membahayakan dirimu dan juga Baby Gandhi. Aku sudah membuat janji dengan dokter terbaik di rumah sakit ini.”“Kenapa harus kon

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 112

    “Tentu saja boleh, Sayang. Tapi untuk saat ini Opa belum bisa ikut dengan kita. Kondisi Opa belum memungkinkan. Opa juga masih punya banyak urusan di sini,” ucapku memberinya pengertian.Lalu kami bergantian berpamitan dan mencium punggung tangan Pak Leon. Pria tua itu kembali membungkuk ketika aku meraih punggung tangannya.“Terima kasih sudah hadir dalam hidup Jessy, Nak. Papa percayakan dia padamu dan Papa berharap bisa segera mendapat kabar baik kepindahan kalian ke rumah Jessy. Sejak kecil Jessy sangat menyukai rumah itu. Terima kasih juga sudah mau menandatangani semua berkas pelimpahan perusahaan.”“Tak perlu berterima kasih, Pa. Bukankah itulah gunanya keluarga? Bagi Alana Papa sekarang adalah orangtua Alana. Terima kasih juga sudah mempercayakan semua pada Alana,” jawabku lirih.***Darwin langsung berangkat ke kantormya setibanya kami semua di Jakarta. Sedangkan aku dengan dibantu Rita dan baby sitter Jessy yang ikut ke Jakarta bersama kami membereskan beberapa hal. Terutama

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 111

    Alana.Aku terbangun dan menggeliat. Kenapa tubuh terasa pegal-pegal? Perlahan kusibakkan bed cover berwarna putih yang menutupi tubuhku. Hahhh!! Aku polos!! Tak mengenakan sehelai pakaian pun. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruangan dan berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi. Lalu semua segera terjawab saat pintu kamar mandi di dalam kamar mewah ini terbuka, dan sesosok tubuh berbalut handuk putih mucul dari sana.“Good morning, Sweetie,” sapa lelaki itu sambil tersenyum padaku.Ingatanku pun melayang pada apa yang terjadi semalam di kamar ini. Aku menoleh pada box bayi yang terletak di dalam kamar. Mengapa aku sampai melupakan bayiku? Aku tidur terlelap sepanjang malam, itu artinya aku tak menyusui Baby Gandhi, padahal biasanya ia bisa terbangun sampai 2 atau 3 kali menyusu padaku sebelum akhirnya kembali tertidur.Karena panik memikirkan bayiku, tanpa sadar aku kembali menyibak kain yang menyelimuti tubuhku untuk melihat Baby Gandhi. Tubuh polosku kembali terekspos, la

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 110

    “Aku bahagia melihat hubunganmu sekarang, Al. Dari Inge pula aku tau jika Darwin pria yang baik, kurasa ia memang lebih pantas berjodoh dengan wanita yang tulus sepertimu. Maafkan aku, sekali lagi maafkan semua luka yang pernah kutorehkan dalam hidupmu. Mungkin ke depannya kita akan sering bersinggungan dalam urusan perusahaan Pak Leon yang jatuh ke dalam tanggungjwabmu. Kumohon jangan takut padaku dan jangan meragukanku. Mari kita bekerja sama dengan baik dan profesional, ini juga adalah salah satu permintaan terakhir Inge.”“Lalu apa yang akan Mas Wildan lakukan selanjutnya?”“Aku akan kembali pada Lilis, Al. Bagas memerlukan kasih sayangku. Aku yang sudah memulai semuanya, aku yang sudah menyetujui menikahi Lilis waktu itu meskipun masih terikat pernikahan denganmu. Maka aku harus bertanggungjawab pada mereka. Aku ikhlas meskipun Lilis tak pernah menganggapku ada. Inge mengajarkan padaku bahwa anak adalah mahluk suci yang lahir tanpa dosa, maka tak semestinya kita sebagai orang tua

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 109

    Alana.“Boleh bicara sebentar, Al?” Suara bariton Mas Wildan mengagetkanku. Rupanya lelaki itu belum pulang dan masih melakukan rapat di ruang kerja Pak Leon dengan beberapa orang kepercayaan Pak Leon lainnya saat aku, Darwin dan Pak Leon tengah berbincang di ruang tengah.“Boleh, bicara di sini aja,” jawabku sedikit gugup sambil melirik suamiku, sedangkan Pak Leon sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dengan dibantu oleh asistennya yang setia mendorong kursi roda pria tua itu.“Aku mau bicara empat mata denganmu, Al,” ucapnya lagi.Aku kembali melirik Darwin. Lelaki yang sudah memberiku seorang putra itu tersenyum tipis kemudian mengangguk tanda memperbolehkan.“Mas mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu sebentar,” ucapku saat sudah duduk di hadapan Mas Wildan.Lelaki itu tersenyum menatapku.“Pertama aku ingin mengucapkan terima kasih padamu, Al. Karena modal yang waktu itu kamu berikan padaku, perusahaanku bisa kembali berkembang hingga akhirnya menemukan kembali kepercayaan para pel

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 108

    Aku tergugu di samping batu nisan bertuliskan nama Inge Paramita di area pemakaman elit yang tersusun dengan sangat rapi. Bayangan wajah serta senyum tulus Inge membuatku menitikkan air mata kehilangan. Meski hanya sebentar mengenalnya, namun wanita itu serasa sangat dekat denganku. Bahkan Inge lah yang mendampingiku melalui proses persalianku dikala Darwin tak bisa mendampingiku.Kuusap batu nisan Inge sambil memanjatkan doa-doa untuk kebahagiaannya di sana. “Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah mempercayakan Jessy padaku. Aku berjanji akan menyayanginya setulus kamu menyayanginya. Tenang dan bahagia lah di sana,” bisikku lirih sambil mengusap batu nisannya. Lalu tangan kekar itu merengkuh bahuku.“Jangan menangisinya, Al. Inge sudah bahagia di sana.” Darwin melerai tangisku. Meski aku tau, dibalik kaca mata hitam yang dipakainya, lelaki itu pun meneteskan air matanya.Ternyata niatku dan Darwin untuk hanya mampir sebentar di Suarabaya tak berjalan dengan mulus.

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 107

    Darwin.Berkali-kali Harry dan bawahanku di kantor menelponku karena aku sudah seminggu lebih meninggalkan pekerjaanku. Memang sepulang dari Jepang kemudian mengurus pemakaman Inge hingga mencari keberadaan Alana di Bali kemudian menikahinya kembali aku melupakan semua urusan pekerjaanku. Padahal masih banyak sekali perkerjaan tertunda terutama laporan hasil pekerjaan kami sewaktu di Jepang. Sepertinya pihak kementrian juga sudah mendesak untuk perusahaanku segera melaporkan hasil dan meneruskan kontrak kerja.Maka rencanaku untuk memboyong Alana menginap di hotel malam ini sepertinya tak akan bisa terlaksana.“Al, kita harus segera kembali ke Jakarta. Banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Aku sudah meninggalkan kantor selama seminggu lebih,” ucapku pada Alana setelah sarapan pagi bersama keluarga Alana.“Jadi kapan rencananya kita pulang ke Jakarta?”“Secepatnya, Al. Kalau bisa hari ini juga.”“Lalu bagaimana dengan niatku untuk mengunjungi makam Inge?”Aku mengusap wajah

  • NODA PERNIKAHAN   BAB 106

    Alana.Ada keharuan yang menyeruak dalam hatiku ketika Darwin kembali menyebut namaku dalan ikrar ijab kabul. Ini yang kedua kalinya lelaki itu menyebut namaku dalam prosesi sakral ijab kabul. Dengan sepenuh hati aku mengamini semua doa-doa baik yang terus menerus dipanjatkan sepanjang acara. Aku sangat berharap hubungan pernikahanku kali ini langgeng hingga maut memisahkan. Saat ini, lelaki itu benar-benar telah mengisi penuh seluruh ruang hatiku. Ia hadir perlahan-lahan di sana kemudian dengan pasti memenuhi hatiku dengan perhatian dan cintanya, sehingga sakit yang dulu pernah kurasakan atas kegagalan rumah tanggaku yang dulu sudah tak lagi tersisa. Darwin telah berhasil menutupi semua rasa sakitku dengan kasih sayangnya.Kudengar para tokoh agama yang diundang Mas Sofyan memberi beberapa wejangan padanya ketika ia dengan gagahnya mengakui tentang kehadiran Baby Gandhi dalam hubunganku dengannya. Tanpa segan ia mengakui bahwa bayi yang sedang digendongnya itu hadir akibat dosa-dosan

DMCA.com Protection Status