Beranda / Pendekar / NAJENDRA / Berhadapan dengan Abimanyu

Share

Berhadapan dengan Abimanyu

Penulis: Ndaka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Di Kota Purnama, di pendopo ada seorang wanita yang tengah menatap cermin dengan wajah serius.

“Aku sengaja berbuat begitu karena aku tidak punya pilihan lain, Najendra. Jadi tolong ampuni aku.” Dia menyatukan kedua tangan ke depan sambil meminta maaf.

“Astaga, aku tidak boleh menyebut namanya. Ya ampun dasar pelupa. Padahal aku tidak diberitahu namanya, nanti bisa gawat kalau dia kembali curiga,” lanjutnya.

Dia berdiri di depan cermin hanya untuk sekadar berakting.

“Maafkan aku yang sudah berbuat jahat pada kalian berdua. Lagi pula aku sudah datang ke sini untuk menyelamatkan kalian. Jadi maaf ya.” Dia kembali mengatur kalimat yang akan dikatakannya nanti pada mereka.

“Iya, begitu saja.” Dia menganggukkan kepala dan berpikir itu sudah cukup.

Lekas dia mengambil dua buah belati yang kemudian diselipkan di belakang pinggang. Tak lupa dia menggunakan jubah hitam sebelum pergi.

“Bagus, dengan begini aku hanya perlu menyelamatkan mereka sebelum terlambat.”

***

Dini hari yang masih
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • NAJENDRA   Menyelinap ke Istana

    Penjagaan di istana Kerajaan Mulia sangat ketat. Di luar, dalam bahkan di setiap sisi ada penjagaannya. Di tempat Bhayangkara pun cukup banyak yang beraktivitas tapi ada satu yang tidak ada.“Yang paling terkenal justru tidak ada di sini.” Sesosok wanita familiar, bernama Dwi Rahma datang menyelinap masuk ke istana. Dia menggunakan rupa Abimanyu yang secara kebetulan tidak ada di sekitar. Memanfaatkan seseorang yang berpangkat tinggi bukan ide yang buruk namun Rahma tetap berhati-hati terutama saat bertemu dengan para prajurit. “Anda sudah menyelesaikan urusannya?” tanya salah satu prajurit penjaga benteng.“Ya, aku sudah menyelesaikannya.” Rahma memiliki kemampuan berkat jin yang dimilikinya. Jin yang mampu merubah wujud seseorang dari penampilan hingga suara. Sehingga takkan mudah dicurigai dan takkan seorang pun sadar bahwa Abimanyu yang mereka temui itu palsu. Dengan langkah santai dia bersenandung riang seolah tak ada beban, padahal dia baru saja mengkhianati dua orang sekali

  • NAJENDRA   Diburu Bagai Mangsa

    Abimanyu mengeluarkan mereka dari benteng. Saking lemasnya kedua kaki Rahma, dia terjatuh ke lantai. Tubuhnya tak berhenti gemetar. Dia begitu ketakutan dengan sosok Abimanyu yang ternyata lebih sadis dari bayangannya. “Hah ... hah ... apa-apaan? Benarkah prajurit yang murah senyum seperti Abimanyu sanggup melakukan kekejaman seperti itu? Dia sengaja tidak membunuhnya di sini bukan karena tidak mampu tapi karena hal lain.” Terasa sesak di dada, Rahma menangis sesenggukan. Dia berharap waktu bisa diputar kembali namun itu adalah hal mustahil di dunia ini. “Aku menyesal karena membuat mereka dalam masalah besar. Nyawa mereka dalam bahaya tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku sungguh bodoh.” Rahma menyalahkan diri sendiri akibat dari ketidakmampuannya dalam menolong. “Apakah sudah terlambat menyelamatkan mereka?” pikirnya. “Tidak!” Dia kembali bangkit meski kedua kaki itu masih terasa lemas. Efek dupa juga berpengaruh padanya namun untungnya aroma itu tidak tercium lama karena

  • NAJENDRA   Akhir dari Wira

    Kejadian itu terjadi begitu singkat. Najendra hanya bisa diam lantaran tak cukup kuat tuk melawan. Kekuatannya masih melemah karena efek dupa yang menyimpang. Tubuhnya gemetar dan terus mengingat wajah pria itu. Abimanyu tersenyum licik, dia tampak sangat senang ketika melihat sosok yang dianggap penjahat tak lama lagi akan mati di tangan manusia biasa. "Datang lagi orang dungu yang perlu kuhabisi." Najendra membatin. Setelah menyelesaikan urusannya di sana, Abimanyu pergi ke gudang tak terpakai. Letaknya tidak terlalu jauh dari pusat Kota Purnama yang dipadati banyak orang. “Apa kau sudah bangun?” Dia bertanya pada sosok pria yang kedua tangan dan kakinya terikat. Wira hanya menggerutu sepanjang waktu, dan menatap tajam Abimanyu. Dia sedang amarah besar.“Aku tahu kau khawatir tentang temanmu, tapi tenang saja karena kau sebentar lagi akan menyusulnya,” ucap Abimanyu.“Di mana dia?” “Sampai sekarang pun kau tidak mau menyebutkan namanya. Apakah nama dia sangat terkenal atau sej

  • NAJENDRA   Penghakiman Orang Luar

    Terjatuh dan terbaring di jalanan, terasa dingin dan lengket akibat banjir darah dari tubuhnya. Sekujur tubuh mulai mati rasa namun tak satu pun dari mereka mau mengampuninya. Satu persatu dari mereka melancarkan serangan, memukul, menendang bahkan ada juga yang menyerang dengan benda tajam ataupun balok kayu. Lagi dan lagi, proses itu berulang dengan kejam dan tanpa ampun. Pria itu, Najendra hanya bisa diam dengan pasrah lantaran kekuatannya cenderung kembali tak stabil karena syok setelah ditusuk dari belakang sebelumnya. "Ah .... aku akan mati sebentar lagi. Aku menyusul mereka lebih cepat dari dugaanku, ini situasi yang aneh." Ucapan dalam benaknya mulai melantur, dengan wajah pucat yang tercerminkan dari genangan darah, dia tersenyum tipis, menertawakan dirinya yang lemah tak bertenaga. “Mampus kau! Siapa suruh mengacaukan tempat tinggal kami dan membuat kehebohan?”“Tidak hanya di Kota Purnama, Kota Lama juga jadi korban. Apa kau tahu perasaan kami?”“Rumah kami hancur se

  • NAJENDRA   Amukan Najendra

    Tubuh Najendra menerima dampak serangan secara berulang tanpa henti. Ditambah efek dupa dan bekas luka dari serangan ilmu hitam, tubuhnya sulit meregenerasi sehingga tanpa sadar Najendra membangkitkan sisi lain yang berkebalikan dengannya. Najendra memiliki sifat dingin, dia berpikir secara logika, penuh perhitungan dan selalu membuat rencana ke depan jika suatu waktu keadaan berubah namun sekarang dia menjadi liar tak terkendali, seperti hewan buas pada umumnya yang tidak punya akal. Hawa membunuh Najendra tersebar hingga memenuhi Kota Purnama di dalam pelindung magis, membuat semua penduduk berlari dalam ketakutan. Tentu saja ningrat termasuk Raja dan Ratu hingga para prajurit pun menyadarinya. “Tragedi akan datang jika anak itu tetap hidup.” Inilah yang pernah dipikirkan oleh Raja Anshar terkait keberadaan Najendra. Bahkan Abimanyu mulai gelisah karena hawa membunuh ini membuat dia sedikit tertekan.Putra dari Kawula Dalem Aji Trisatya tak sanggup lagi berdiri. Ekspresi kebenci

  • NAJENDRA   Alam Bawah Sadar

    Hidup dan mati dalam genggaman Najendra sendiri. Jika memikirkan akan mati maka dia pun akan mati dan begitu pula sebaliknya. Di alam bawah sadar, dua Najendra saling berhadapan satu sama lain. Sisi jahat yang mempunyai pikiran aneh itu tertawa lepas seakan beban berat sudah tidak ada. Sementara Najendra yang asli terlihat menikmati pertarungan ini meski sedikit kesal karena kembarannya selalu pandai menghindar. “Hahaha! Kau tidak akan bisa menangkapku, Najendra!” “Berisik! Kau sendiri juga Najendra!” Bertarung saling bersahutan satu sama lain. Waktu yang berjalan di sini pun sangat lama, tidak begitu berpengaruh di dunia nyata walaupun saat sisi jahat itu mendominasi maka tubuh Najendra di dunia nyata akan bersikap liar seperti sebelumnya. “Jangan mengacau!”“Aku tidak sedang mengacau, aku hanya ingin bermain sebentar. Sebentar saja.”“Kemari kau, dasar peniru!” pekik Najendra. Kekuatan mereka setara, fisik dan magis tidak ada bedanya dan sama kuatnya. Kepribadian yang saling b

  • NAJENDRA   Pertarungan Harga Diri

    Abimanyu datang sambil membawa kepala Wira yang sudah terpisah dari tubuhnya. Sesaat Najendra terdiam kaku, dia sangat terkejut dan terpukul karena kejadian buruk telah menimpa Wira. Sedikit memiliki perasaan bersalah namun di sisi lain Najendra marah. “Lihat apa yang aku bawa? Ini adalah yang sedang kau cari-cari bukan?” Abimanyu menenteng kepala itu seperti sedang menenteng barang atau semacamnya. Penghinaan yang membuat semua orang merasa geram, Najendra mengepalkan kedua tangan dan menatap tajam ke arahnya. Lantas bertanya, “Kau membunuh Wira dengan tanganmu sendiri?”“Ya,” jawab Abimanyu,“aku yang membunuhnya sendiri.” Pagi menjelang siang hari, di perkotaan yang terlihat semakin sepi ini terdapat beberapa orang dan ratusan jin yang berada di sekitar mereka. Cuaca yang tadi sangat menyengat panas sekarang tidak lagi, langit mulai terlihat mendung. Tanda-tanda cuaca buruk akan datang. Tidak lama setelah mereka bertukar tatap sembari memperhatikan celah masing-masing, hujan pu

  • NAJENDRA   Ritual Mengikat Jiwa

    Tindakan agresif yang hanya memperdulikan lawan di depan mata, cenderung akan menunjukkan celah di samping ataupun bawah. Najendra memanfaatkan hal itu, lalu mencekik lehernya. “Apakah ini cara ... pendekar bertarung? Caramu bertarung sama sekali tidak mencerminkannya.” Dengan suara serak, dia memaksa berbicara, Abimanyu bertanya sembari mengenggam tangan Najendra yang mencekik lehernya. Abimanyu hendak melepaskan tangan itu.“Persetan dengan caraku bertarung. Salahmu sendiri yang terlalu percaya diri karena berpikir kau akan menang dengan mudah,” tutur Najendra, masa bodoh. Di tengah hujan deras, masa hidup seorang prajurit kerajaan berada di ambang batas. Tangan yang mencekik lehernya semakin kuat namun Najendra tak bermaksud menghabisinya dengan cara seperti ini. “Kau sudah memenggal kepala rekanku, jadi aku harus melakukan hal yang sama.” Abimanyu kesulitan mengeluarkan tangannya dari lubang, dan dalam keadaan terpaksa dia pun memotong lengannya sendiri dengan ajian Saifi Ang

Bab terbaru

  • NAJENDRA   Jadilah Langit Untukku

    Segala jenis jin berkumpul dalam satu tempat dan mengepung mereka. Tidak ada waktu untuk mengurus antek-antek itu, Najendra berlari dengan kecepatan penuh menuju siluman laba-laba yang merupakan ibunya sendiri. “Aku ibumu, jadi turuti aku! Jangan membantah!”Najendra menghela napas kasar, dahinya berkerut, tidak ada ekspresi bahagia di wajahnya lagi seperti saat pertemuan mereka sebelumnya. Mahluk yang sudah bukan berwujud manusia, seekor laba-laba besar, Tarantula. “Ibu seharusnya sudah mati. Aku yakin dengan hal itu.”Ratu Cahyaningrum memang benar-benar sudah mati sejak awal dan itu karena sang raja sendiri. Karena Mahendra sadar apa rencana busuk istrinya maka dengan tangan sendiri dia membunuhnya. “Aku hidup mengorbankan jiwaku, Najendra! Jadi kemarilah, ikuti aku menuju ke langit! Lalu menguasai kota, negeri, benua dan dunia ini!” Ambisinya sebesar ini, padahal sudah jelas ambisi itu tergolong mustahil. “Seseorang pernah berkata, tak ada yang mustahil tapi kau pikir ada man

  • NAJENDRA   Menghadapi Amukan Sang Ratu

    Wira berhadapan dengan Rahma yang memiliki tubuh aneh. Tubuhnya tidak merasakan sakit, tidak terdengar pula suara detak jantung bahkan setelah kepalanya tertusuk belati, dia dengan mudahnya mencabut belati itu tanpa mengeluarkan darah setetes pun. Wira yang melihat fenomena aneh ini lantas terdiam di tempat sembari memikirkan terbuat dari apa tubuh wanita itu.“Yang benar saja?” “Kau pasti sangat terkejut melihatku seperti ini. Apa barusan kau mengira aku ini sama sepertimu?” “Tidak. Aku berpikir kita berdua tetap berbeda. Aku ini merasuki tubuh mayat, meskipun tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan di tubuh ini tapi aku bisa merasakan sakit karena jiwaku yang terhubung dengan tubuh ini.” “Yang kau katakan masuk akal,” ucap Rahma setuju. Dia melempar-tangkap belati itu sendiri seakan sedang bermain.“Sekilas kita terlihat sama, tapi aku hanyalah hantu.”“Hantu itu 'kan roh? Bukankah sama saja?” pikirnya kembali, merasa ada yang tidak beres. “Roh manusia yang bergentayangan bisa dis

  • NAJENDRA   Mengubah Wujudnya

    Kebebasan dan hak yang dimiliki oleh Najendra ternyata telah benar-benar mempengaruhinya. Ucapan ratu didengar dan dilakukan oleh Najendra tanpa ragu. Hal itu membuat ratu semakin senang. “Benar, pergilah sepuasmu, putraku. Dengan begitu kau tidak perlu merasa canggung dengan dunia yang akan kau pimpin nanti,” celetuk Cahyaningrum.***Semua, segala hal diberikan oleh Cahyaningrum pada Najendra seorang. Dia yang terlihat sebentar lagi akan mati itu kini menyunggingkan senyum lebar. “Aku ingin menjadikanmu sebagai Raja yang ideal bagiku, sosok pemimpin yang akan menguasai dunia hingga alam jin sekalipun.” Dia berkata dengan bangga seakan mimpi itu akan terwujud. “Itu tidak mungkin,” sangkal Najendra. “Kamu hanya tidak terlalu paham, Najendra. Suatu saat nanti kamu akan benar-benar melampaui langit itu sendiri,” ucap Cahyaningrum. Mimpinya bahkan terdengar lebih konyol dari mimpi anak-anak. Dia memiliki fantasi yang luar biasa kuat sehingga membuatnya mengambil langkah hina dan men

  • NAJENDRA   Ambisi serta Kerakusan

    Cahyaningrum merupakan gadis yang serakah. Tidak cukup hanya posisi ratu di tempat itu, dia berniat merenggut posisi raja juga. “Akan aku buktikan bahwa aku jauh lebih pantas menyandar gelar yang lebih berharga darimu!” Sembari melampiaskan emosinya, Cahyaningrum membuat rencana diam-diam. Mulai dari mencari setiap kesalahan Mahendra dan berbagai hal yang akan membuatnya dibenci oleh para pejabat atau prajurit lainnya. Namun semua hal itu ternyata tidak bisa. “Melakukan ini sia-sia. Aku bisa dihukum jika melakukannya terang-terangan.”Selama kurang lebih dua tahun lamanya, dia pun mengandung anak raja. Saat lahir, anak lelaki itu memiliki kemiripan dengan ayahnya. Saking miripnya membuat ratu muak. “Anak ini adalah anak dia,” gumam Cahyaningrum. Berbeda dengan Cahyaningrum yang tidak senang dengan kehadiran buah hatinya, Mahendra justru sangat senang. Dia menangis bahagia.“Aku sangat senang akhirnya kita punya keturunan, istriku.” Mahendra kemudian mengecup keningnya lembut.“Iy

  • NAJENDRA   Ibu

    Rahma mendorong dua pintu di hadapannya dengan sekuat tenaga. Pintu itu sedikit berat sehingga membutuhkan waktu beberapa saat agar pintunya terbuka lebar. Ruangan di dalamnya begitu luas bahkan juga minim barang yang tertata. Hanya sekarang kursi dan meja di bagian sudut kiri. Lalu meja dengan belasan laci disertai beberapa pot kecil di bagian sudut kanan.Tidak ada pilar yang menjadi pembatas, selain karpet yang terbuat dari kulit harimau di lantai depan sana, ada seseorang sedang duduk santai di kursi panjang. Sekilas terlihat seperti singgasana seorang raja. Dialah sosok pengkhianat itu, seorang wanita. Namun belum ada setengah langkah setelah memasuki ruangan, Najendra terkejut dan mematung diam di tempat. “Najendra, apa yang sedang kau lakukan? Lihat ke depan dan beritahu aku itu siapa?” tanya Wira berbisik-bisik.“Dia ibuku,” jawab Najendra.“Hah?!” Tanpa sengaja Wira berteriak, saking dia terkejutnya dengan jawaban barusan. Setelah sadar dia berteriak, dengan cepat Wira mem

  • NAJENDRA   Dibuat Menunggu

    Pendopo yang dibangun di atas bukit, rasanya tidak masuk akal namun mengingat ini adalah alam jin, ini bukanlah hal yang mustahil. “Kalian semua jangan keluar dari tubuhku sebelum aku menyuruh,” titah Najendra yang kemudian berjalan mendaki bukit.Bukit yang mereka daki seharusnya tidak begitu tinggi namun lambat laun mulai terasa bahwa pemilik wilayah tidak mengijinkan dia masuk dengan mudah. Najendra menyeringai bukan karena senang melainkan tertantang. Sedangkan Wira yang berada di bawahnya justru terlalu sering menghela napas saking lelahnya dia mendaki. Padahal tubuh yang dia gunakan adalah mayat. “Kau masih bisa merasakan lelah meskipun kau sekarang adalah mayat?” tanya Najendra.“A-aku ...,”“Jangan bilang kau ingin kabur. Aku butuh kekuatanmu, jadi jangan harap kau melarikan diri.” Tinggal selangkah lagi mereka sampai, melihat Wira yang begitu lamban, Najendra lantas menarik kerah pakaian pria pengecut itu lalu melemparnya ke atas. “Wah!!” teriak Wira terkejut. “Tak kus

  • NAJENDRA   Pendopo di Alam Jin

    Surat balasan datang begitu cepat. Najendra hari itu terlihat sangat bersemangat sekali. Tentu saja penyebabnya adalah surat itu. Sesampainya di balai, dia pun menceritakannya. “Ada surat yang datang setelah aku mengirim surat untuk dia,” ucap Najendra seraya menunjukkan isi surat tersebut. “Surat ini dari siapa?” tanya Wira.“Dari pengkhianat,” jawab Najendra. Seketika semua yang ada di sana pun terkejut dalam diam. Termasuk Wira yang tidak menyangka akan hal itu. “Jangan bercanda.”“Aku tidak bercanda, Wira.” Najendra terkekeh mendengar Wira masih saja tidak mempercayai perkataannya. Kemudian Najendra menceritakan apa saja yang terjadi sampai seperti sekarang ini.Bermula saat bertemu dengan Abimanyu di dalam benteng, di sana Tuyul dan Najendra menyepakati sesuatu. Najendra memintanya untuk terus mengawasi wanita bernama Rahma, maka Najendra akan memberikan uang sebanyak yang dia mau. Tuyul itu tidak bisa menolak karena tawarannya, terlebih dia sudah menjadi bagian dari Najend

  • NAJENDRA   Surat Penentuan

    Sebulan telah berlalu, waktu yang cukup panjang untuk meningkatkan kekuatan. Hari-hari yang tidak cukup tenang mengingat Najendra masih dicari banyak orang. Di suatu tempat, berdekatan dengan gunung mati, terdapat sebuah pendapa yang dibangun di atas bukit kecil. Rahma kembali bersama burung gagaknya lalu berlutut memberi hormat pada sosok wanita yang duduk di kursi panjang. Wanita itu duduk dengan anggun sambil tersenyum, dia menyambut kedatangan Rahma. “Gusti Kanjeng Ratu, saya telah kembali. Sesuai permintaan ratu, saya bersikap akrab dengan pangeran lalu mengawasinya dari kejauhan.”“Ya, aku sudah memanggilmu kembali sudah sejak lama, tapi sepertinya kau betah juga.”“Ratu bicara hal yang sudah jelas. Tentu saja Dwi Rahma adalah bagian dari ratu sendiri,” ucap Rahma. “Kau benar. Kau betah di sana karena aku menginginkannya ... berada dekat dengan putraku,” tutur sang ratu lantas tertawa lirih.Pakaian khas ningrat masih melekat, dengan minim aksesori dan rambut yang disanggu

  • NAJENDRA   Sosok Keris Sakti

    Ritual malam yang dilakukannya untuk memanggil jiwa Wira telah berhasil. Jiwa Wira muncul dengan wujud transparan sebagai mahluk setengah siluman. Ternyata jiwa manusia Wira telah menyatu dengan jiwa siluman yang hidup di dalam tubuhnya. Alasan Najendra menginginkan Wira selain pengetahuannya tentang negeri ini, dia juga menginginkan kemampuan wujud siluman itu. Pada awalnya Najendra sangat tidak suka jika mengandalkan kekuatan siluman namun selama beberapa waktu dia sadar, ajian saja tidak cukup. Di lain sisi, Najendra merasa enggan jika harus menyatu dengan pelindungnya sendiri sehingga dia berpikir untuk memanfaatkan Wira yang memiliki kemampuan itu. Sebagai kawan lama, Wira tidak berniat menolak setelah akhirnya dia menyalahpahami sesuatu terkait "mengikat jiwa." Najendra mengorbankan tubuh sebagai perantara agar Wira dapat menggunakan kekuatan silumannya.Wira pun berpikir, “Bukankah itu sama saja? Siluman milikmu juga bisa melakukan itu. Bahkan tanpa diriku, kau mampu, Najen

DMCA.com Protection Status