Nalini menatap ke arah Megantara dengan serius. Nalini lupa, pria di hadapannya begitu pemberani dan memiliki kekuasaan. Untuk bisa berhadapan dengan sang ayah pasti bukanlah hal sulit dan menakutkan. Namun dia tidak ingin memanfaatkan Megantara untuk menyelesaikan masalahnya. Seharusnya dia menyelesaikan masalahnya sendiri sebelum dia bisa benar-benar mencapai kebahagiaan yang sempurna bersama Megantara. "Tidak perlu. Aku ingin menyelesaikannya sendiri. Aku harus bisa," jawab Nalini setelah berpikir. "Kau jangan lupa, kekasihmu ini adalah Megantara. Aku ingin menjadi orang yang bisa kau andalkan," kata Megantara menyombongkan diri. "Aku tau dan tidak akan pernah lupa. Tapi untuk urusan ayahku, lebih baik aku menyelesaikannya sendiri," Nalini yakin dia bisa. Hanya saja dia masih membutuhkan waktu dan harus lebih bersabar."Baiklah, tapi melihat wajahmu yang muram seperti itu aku merasa aku bukanlah pria yang baik untukmu. Pria yang tak bisa membahagiakanmu karena tak bisa kau andal
Megantara terjatuh tepat di atas sofa. Jadi dia tidak merasa kesakitan. Nalini panik melihat sosok di pintu. "Ups.. tak perlu mendorongnya dengan terlalu keras, aku sudah menonton adegan kalian. Dan sudah mencapturenya dalam otakku," kata Niko dengan senyum jahilnya. Nalini masih kaku di tempatnya sedangkan Megantara membenarkan letak dasinya sambil memberengut kesal karena Nalini mendorongnya terlalu kencang. Adegan romantis mereka menjadi buyar."Megantara, kau belum mengatakan apa-apa padaku. Kau selalu hutang penjelasan," Niko beralih pada Megantara.Megantara menghela napas, "Kami sudah resmi menjadi sepasang kekasih. Tapi dia tidak mau oranglain tau. Tapi karena kau bukan orang lain maka tidak masalah jika kau tau."Nalini menunduk malu. Niko jadi berniat menggoda, "Banyak wanita di luar sana yang ingin mengaku memiliki hubungan spesial dengan pria itu. Mengapa kau yang jelas-jelas kekasihnya justru ingin menyembunyikannya?"Megantara mengangguk-angguk setuju dengan penuturan
Megantara dan Nalini begitu menikmati perjalanan kencan mereka berdua. Sepanjang jalan mereka banyak mengobrol. Nalini menceritakan pengalamannya bersekolah di Swiss dan mencari pengalaman kerja di sana. Megantara menjadi pendengar yang baik. Sebaliknya, ketika Megantara menceritakan perjalanan karirnya, Nalinipun mendengarkan dengan senang hati. Satu hal yang sama-sama belum mau mereka ceritakan satu sama lain. Kehidupan keluarga mereka. Dari obrolan-obrolan ringan mereka, mereka merasakan kecocokan dan kenyamanan. Mereka mensyukuri itu. Saat ini mereka sudah sampai di pantai, berjalan menyusuri bibir pantai sambil bergandengan tangan. Merasakan angin sepoi dan suara deburan ombak yang tak setiap hari bisa mereka dengar. Mereka seperti anak remaja yang baru merasakan indahnya pacaran meskipun usia mereka sudah memasuki kepala tiga. Dan saat ini, Megantara melupakan statusnya sebagai seorang ayah dari satu putri sejenak. Dia benar-benar menikmati kebersamaannya dengan Nalini. Hany
Pagi ini Nalini datang ke hotel lebih pagi dari biasanya. Dia berharap pagi ini tidak berpapasan dengan kekasihnya sekaligus bos besar di hotel ini karena akan sangat canggung sekali. Firasatnya mengatakan pagi ini Megantara pasti akan menunjukkan kekesalannya. Sambungan telepon mereka tadi malam berakhir buruk. Dia memasuki restoran dengan aman. Tepat sekali keputusannya pagi ini. Megantara belum datang. Nalini bisa fokus mempersiapkan pekerjaannya dengan tenang. Meskipun tetap saja, setelah ini mau tak mau dia sendirilah yang harus mengantarkan sarapan ke ruang Megantara. Tapi dengan tak bertemu dengan Megantara yang sedang kesal membuat moodnya di pagi hari bagus. Sarapan untuk Megantara baru saja selesai disiapkan. Kebetulan sekali, baru saja dia mendapatkan perintah dari kepala chef untuk mengantarkan makanan Megantara lebih awal karena Megantara harus mengikuti rapat. Nalini menurut. Dia membawa makanan itu ke lantai di mana kantor Megantara berada. "Masuklah," jawab Megantar
Megantara melihat Starla berjalan ke arahnya dengan wajah yang sulit diartikan. "Apa maksud dari semua ini?" Starla menunjukkan layar ponselnya.Megantara tak bisa melihat dengan jelas apa yang ditampilkan di layar sehingga mengambil ponsel Starla dari tangan Starla. Terdapat foto pemandangan pantai dan Megantara yang sedang tersenyum sambil bergandengan tangan dengan Nalini. Foto itu diambil saat mereka sedang berkencan. "Darimana kau mendapatkan foto ini?" Tanya Megantara sambil menyerahkan kembali ponsel itu ke tangan pemiliknya. "Temanku. Dia sedang melakukan pemotretan di sana dan dia mengenalimu. Dia mengenalimu sebagai kekasihku sehingga dia memotretmu dan melaporkannya padaku," jawab Starla dengan nada penuh penekanan."Lalu apa masalahnya?" Tanya Megantara dengan santai. Dia kira ada masalah serius apa. Ternyata hanya foto kencannya saja. Meskipun agak fatal jika Starla mengetahui hubungannya dengan Nalini karena Nalini tidak ingin ada yang mengetahuinya. "Kak. Apakah aka
Nalini memasuki ruang kerja Megantara. Dia melihat kekasihnya itu sedang duduk menghadap ke jendela besar di belakangnya yang menampilkan pemandangan kota. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu sehingga dia sampai tak menyadari kehadiran Nalini beserta troli makanannya yang berisik. "Makan siang sudah siap," kata Nalini dengan penuh semangat. Megantara masih tetap diam di tempatnya. Alis Nalini berkerut. Apakah terjadi masalah sehingga membuat Megantara terbebani pikirannya? Nalini berjalan ke arah Megantara dan menepuk pundak Megantara pelan. "Hey," sapa Nalini lembut. Megantara tersadar dari lamunannya dan sontak menoleh. Nalini memberikan senyuman terbaiknya tapi melihat ekspresi Megantara dengan senyum yang sepertinya dipaksakan membuat dirinya dirundung rasa khawatir. "Apakah terjadi sesuatu? Ada masalah apa?" Tanya Nalini. Megantara hanya menggeleng lalu melingkarkan lengannya di pinggang Nalini dan membawa Nalini mendekat. Membenamkan wajahnya di pelukan Nalini. Setela
Nalini membeku di hadapan Vero. Apa yang harus ia katakan. Sejujurnya dia ingin tetap diam. Dia tak ingin hubungannya dengan Megantara diketahui banyak orang salah satunya karena orang lain pasti menganggap dirinyalah yang menggoda Megantara. Memiliki maksud buruk dengan mendekati bosnya. Berusaha ingin meningkatkan karir dengan cara licik, dan pikiran-pikiran negatif lainnya. "Bukti apa yang harus aku tunjukkan padamu?" Akhirnya Nalini membuka mulutnya. "Chef Nalini, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," panggil seorang pelayan. Nalini bersyukur karena dia bisa menghindari pembicaraannya dengan Vero yang sudah semakin berlebihan meskipun sesaat. Nalini berjalan menuju ke meja yang ditunjuk oleh pelayan yang tadi memanggilnya. Seorang perempuan berpenampilan glamor sedang duduk di sana. "Selamat sore. Ada yang perlu saya bantu?" Nalini menyapa sambil menunduk. Lalu saat dia sudah kembali tegak dan melihat siapa orang yang ada di hadapannya dia menjadi terpaku. Starla memper
"Mengapa tiba-tiba kau menyebut ayah curang?" tanya Megantara reflek ketika mendengar kalimat yang dilontarkan Sivia."Ayah bisa bertemu setiap hari dengan Bu Nalini. Bisa minta dimasakkan tiga kali sehari dan bisa minta ditemani makan. Aku iri. Aku cemburu," jawab Sivia sambil mengerucutkan bibirnya. Mulutnyapun masih berisi makanan. Nalini terkekeh di buatnya. Sedangkan Megantara baru menyadari selama ini dia sangat waspada dengan Pandu padahal sebenarnya anaknyalah yang akan menjadi saingan utamanya untuk memperebutkan Nalini. Sivia begitu menyukai sosok Nalini. "Kau tidak perlu merasa tercurangi. Ayahmu juga tidak meminta ditemani setiap waktu. Biasanya aku hanya mengantarkan makanan lalu kembali ke restoran," kata Nalini berusaha meredakan gerutuan gadis kecil di hadapannya itu. "Tapi aku memang lebih beruntung darimu. Teruslah iri pada ayah," Megantara justru bersikap sebaliknya. Dia semakin menggoda Sivia."Aaaayyyyyaaaaahhh," teriak Sivia. Sivia semakin kesal. Nalini member
Nalini menunggu penjelasan dari Megantara dengan terus menatap pria itu. "Apakah kau ingat bahwa saat kita masih kecil kita pernah bertemu? Di acara ulang tahun perusahaan ayahku. Kau datang bersama ayahmu," kata Megantara. Nalini mencoba mengingat. "Kau menolongku yang sedang dirundung oleh beberapa teman seusiaku. Gadis kecil pemberani," Megantara memberikan petunjuk. Nalini mengingat sesuatu."Tunggu dulu, apakah kau laki-laki gembul berkacamata?" tanyanya saat mengingat kejadian beberapa tahun silam. Megantara mengangguk. "Kau menjatuhkan jepit rambut ini. Sepertinya begitu khusus dibuatkan oleh seseorang untukmu," kata Megantara. "Ya. Ini pemberian ibuku. Ibuku membuatkan milikku dengan inisial NN dan milik Nalita dengan NT. Aku menangis semalaman karena kehilangan jepit rambut ini. Tapi mengapa kau masih menyimpannya sampai sekarang? Ini sudah sangat lama.Megantara tersenyum menatap jepit rambut itu. "Seperti di film-film. Aku jatuh cinta dengan gadis pemilik jepit rambut i
"Mengapa kau memintaku yang membebaskanmu?" tanya Megantara mendengar penuturan Nalini dengan raut wajah serius. "Karena hanya kau yang bisa. Aku sadar, yang selama ini paling terluka adalah kau, maafkan aku," kata Nalini tulus. Megantara tersenyum miris. Dia memasukkan kedua tangannya di dalam saku celananya. "Aku sudah mencoba memilih untuk pergi agar kau tidak semakin terluka. Tapi ternyata caraku salah. Tuhan tidak merestui itu karena pada akhirnya kau bisa kembali menemukanku. Saat ini aku tau, kau membawaku dan menempatkanku disampingmy semata-mata agar aku bisa menebus kesalahanku. Kau sengaja bersikap dingin, acuh, seolah tak peduli padaku," Nalini berkata panjang lebar lalu menunggu respon dari Megantara yang masih saja diam. "Lalu kau menerima sikapku?" Megantara justru balik bertanya. "Tidak masalah jika kau bersikap seperti itu karena rasa kecewamu yang begitu mendalam. Tapi sampai kapan? Aku memang egois, tapi tidak bisakah aku berharap bahwa takdir memberikanku kese
Megantara menoleh ke arah pria yang kini berdiri di sampingnya. "Rupanya Anda punya rasa percaya diri yang tinggi. Bisa memuji seorang wanita di hadapan suaminya," kata Megantara sarkas. "Sama seperti Anda. Anda juga sangat percaya diri karena Anda berani memasuki ruangan yang hanya pegawai saja yang boleh masuk meskipun Anda sudah membooking seluruh restoran," balas Haris tak kalah sarkas. Nalini sudah menyelesaikan pekerjaannya dan juga sudah meminta pelayan untuk menyajikan menu makan siang pada para tamu yang sudah datang. Nalini melirik ke arah pintu dan melihat dua pria tinggi dan tampan berdiri di sana. Nalini lantas menghampiri mereka. "Bagaimana bisa kau masuk kesini?" tanya Nalini pada Megantara. "Tentu saja menemuimu. Aku ingin mengenalkanmu pada rekan bisnisku," seulas senyum terbit di wajah Megantara. Membuat Nalini justru mengerutkan alisnya. Hal yang tak disangka juga Megantara lakukan. Memeluk pinggang Nalini di hadapan Haris. Seolah menunjukkan hak milik bahwa N
Megantara mengancingkan kerah kemejanya sambil menatap dirinya di pantulan kaca. Sesekali dia melirik Nalini yang juga masuk ke dalam pantulan kaca di belakangnya. Masih terlelap tidur di bergelung selimut. Tadi malam sesampainya di hotel mereka tidak banyak berkomunikasi. Saling diam dengan aktivitasnya masing-masing sampai pada akhirnya Nalini sudah tertidur lebih dulu disaat Megantara sedang berada di depan laptopnya. Mempersiapkan bahan yang harus dibahas untuk rapat hari ini. Sepertinya Nalini begitu lelah sampai saat Megantara sudah siap berangkatpun dia belum juga terbangun. Setelah selesai memakai jasnya, dia berjalan mendekat ke arah tempat tidur. Menuliskan di secarik kertas yang berada di nakas lalu pergi meninggalkan Nalini tanpa berniat membangunkan. Tiga puluh menit kemudian Nalini terbangun dengan sendirinya. Dia mengedarkan penglihatannya di sekeliling ruangan dan sepi. Tidak ada pria tampan yang merupakan suaminya. Nalini melihat jam yang tertata di nakas dan melo
Megantara mengatur nafasnya. Berada di dekat Nalini membuat detak jantungnya tak beraturan. Apalagi semenjak menikah, Nalini terlihat lebih cantik di matanya. Sulit rasanya untuk mengelak. Tapi dia harus ingat misi balas dendamnya saat menikahi Nalini. Membiarkan Nalini tetap di sampingnya. Tapi tidak dengan memberikan cintanya. Baru berapa hari namun rencananya terancam gagal jika dia tak bisa mempertahankan egonya dan juga luluh dengan Nalini.Megantara membasuh wajahnya dengan air keran. Menatap pantulan dirinya di kaca. Megantara merutuki kebodohannya sendiri. Dia harus mengembalikan akal sehatnya lalu memperingatkan dirinya untuk menjaga jarak dari Nalini. Mungkin itu yang harus ia lakukan agar bisa mempertahankan pendiriannya. Megantara membuka pintu kamar mandi dan keluar. Nalini sedang duduk di atas tempat tidur sambil menatap ke arah kamar mandi. Menunggu suaminya muncul. "Untuk apa kau melihat kesini. Tidurlah. Sudah malam," perintah Megantara. "Aku menunggumu. Kau terli
"Aku tidak tau harus mendefinisikan seperti apa tentang pernikahanku," jawab Megantara terhadap pertanyaan dari Niko. "Jujur saja, kau pasti bahagia karena bisa menikah dengan gadis yang kau cintai. Aku tidak bisa membayangkan jika saat itu kau jadi menikah dengan adikku. Akan jadi seperti apa kehidupanmu nantinya," kata Niko dengan senyum tulusnya dan menunduk di akhir kalimatnya karena malu. "Entahlah. Cinta? Aku tidak yakin apakah masih ada cinta dihatiku untuk gadis itu," Megantara mendesah. "Tapi kaupun juga tidak yakin apakah kau benar-benar membencinya atau tidak. Aku rasa ini tentang waktu, waktu yang akan berbicara," kata Niko. Megantara mengerutkan alis. Dia tau bahwa perkataan Niko ada benarnya. Megantara juga tak bisa terlalu yakin terhadap rasa benci dan marahnya pada Nalini. ***Megantara pulang larut. Semestinya di hari-hari awal pernikahannya, seorang suami tak akan meninggalkan pengantinnya hingga larut. Tapi Megantara seperti sengaja. Sengaja menjaga jarak dari N
Niko berlari menuju ke kamar Starla saat mendengar Mona memanggil namanya dengan berteriak. Starla tergeletak tak berdaya di lantai. Di sekelilingnya ada obat yang bertaburan tak beraturan. Mona menduga bahwa Starla sengaja mengkonsumsi obat secara berlebihan karena ingin mengakhiri hidupnya. Impiannya untuk menikah dengan orang yang ia cintai pupus. Lalu ia justru dihamili oleh pria lain. Niko menggendong Starla lalu berlari membawa adiknya itu ke mobil. Ibu Starla hanya bisa merapalkan doa. Semoga tidak terjadi hal buruk pada anaknya dan calon cucunya. Dia ikut masuk ke dalam mobil bersama Niko dan juga Mona. Starla segera mendapat pertolongan medis sesampainya di rumah sakit, beruntunglah Starla karena belum terlambat untuk menyelamatkan nyawanya dan juga bayi yang ada di dalam kandungannya. "Harusnya aku mati saja," keluh Starla saat dia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap dan sudah sadarkan diri. Niko tertawa mencemooh, "Kau pikir dengan bunuh diri urusannya akan selesai?
Nalini merasa bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan mertuanya. Dia memang tidak terbiasa memanggil Megantara dengan namanya saja atau sebutan lain. Selalu dengan sebutan Pak. Dulu saat masih berpacaranpun dia kesulitan dan tidak biasa memanggil dengan sebutan tidak formal. Sivia terkekeh melihat ekspresi Nalini. Megantara tak menolong sama sekali. Dia sedang berkutat pada makanannya yang sebetulnya sama sekali tidak penting karena tidak ada rasanya bagi lidah pria itu. "Kau bisa memanggilnya dengan sebutan kak, mas, atau sayang," ujar ibu mertuanya. "Maaf, aku belum terbiasa," jawab Nalini sambil menggeleng pelan. "Tara, menurutmu istrimu harus memanggilmu dengan sebutan apa? Ajarilah dia," goda sang ayah. Megantara terlihat berpikir lalu menatap Nalini dengan tatapan yang sulit diartikan. Nalini paling tidak bisa ditatap dengan intens seperti itu jadi dia menunduk. "Aku terserah saja, pilihan ketiga juga tidak buruk," jawab Megantara dengan nada datar. Nalini buru-buru me
Nalini baru saja selesai membersihkan dirinya. Badannya sangat lelah karena seharian berdiri menjadi ratu sehari. Dia berjalan ke arah tempat tidur dan mendapati Megantara sudah tertidur. Dia menatap Megantara agak lama. Pria itu, pria yang kini menjadi suaminya. Akan jadi seperti apa hubungan mereka kedepannya. Nalini tiba-tiba takut, berada di sampingnya dalam kondisi tak dicintai namun dibenci pasti akan sangat sulit. Tapi mau bagaimana lagi. Dia harus menjalaninya. Takdir menuntunnya untuk bisa pasrah dan menerima. Nalini berjalan ke arah kasur. Membaringkan tubuhnya di samping Megantara. Memiringkan tubuhnya membelakangi Megantara lalu menarik selimutnya sampai menutupi sebagian wajahnya. Itu yang bisa ia lakukan sekarang karena Nalini sangat membutuhkan tidur nyenyak. Keesokan harinya, Megantara terbangun lebih dahulu dan melihat Nalini masih tertidur pulas di sampingnya. Kini giliran Megantara yang menatap lekat wajah gadis polos yang kini menjadi istrinya. Tersirat rasa lela