Megantara melihat Starla berjalan ke arahnya dengan wajah yang sulit diartikan. "Apa maksud dari semua ini?" Starla menunjukkan layar ponselnya.Megantara tak bisa melihat dengan jelas apa yang ditampilkan di layar sehingga mengambil ponsel Starla dari tangan Starla. Terdapat foto pemandangan pantai dan Megantara yang sedang tersenyum sambil bergandengan tangan dengan Nalini. Foto itu diambil saat mereka sedang berkencan. "Darimana kau mendapatkan foto ini?" Tanya Megantara sambil menyerahkan kembali ponsel itu ke tangan pemiliknya. "Temanku. Dia sedang melakukan pemotretan di sana dan dia mengenalimu. Dia mengenalimu sebagai kekasihku sehingga dia memotretmu dan melaporkannya padaku," jawab Starla dengan nada penuh penekanan."Lalu apa masalahnya?" Tanya Megantara dengan santai. Dia kira ada masalah serius apa. Ternyata hanya foto kencannya saja. Meskipun agak fatal jika Starla mengetahui hubungannya dengan Nalini karena Nalini tidak ingin ada yang mengetahuinya. "Kak. Apakah aka
Nalini memasuki ruang kerja Megantara. Dia melihat kekasihnya itu sedang duduk menghadap ke jendela besar di belakangnya yang menampilkan pemandangan kota. Entah apa yang sedang dipikirkan pria itu sehingga dia sampai tak menyadari kehadiran Nalini beserta troli makanannya yang berisik. "Makan siang sudah siap," kata Nalini dengan penuh semangat. Megantara masih tetap diam di tempatnya. Alis Nalini berkerut. Apakah terjadi masalah sehingga membuat Megantara terbebani pikirannya? Nalini berjalan ke arah Megantara dan menepuk pundak Megantara pelan. "Hey," sapa Nalini lembut. Megantara tersadar dari lamunannya dan sontak menoleh. Nalini memberikan senyuman terbaiknya tapi melihat ekspresi Megantara dengan senyum yang sepertinya dipaksakan membuat dirinya dirundung rasa khawatir. "Apakah terjadi sesuatu? Ada masalah apa?" Tanya Nalini. Megantara hanya menggeleng lalu melingkarkan lengannya di pinggang Nalini dan membawa Nalini mendekat. Membenamkan wajahnya di pelukan Nalini. Setela
Nalini membeku di hadapan Vero. Apa yang harus ia katakan. Sejujurnya dia ingin tetap diam. Dia tak ingin hubungannya dengan Megantara diketahui banyak orang salah satunya karena orang lain pasti menganggap dirinyalah yang menggoda Megantara. Memiliki maksud buruk dengan mendekati bosnya. Berusaha ingin meningkatkan karir dengan cara licik, dan pikiran-pikiran negatif lainnya. "Bukti apa yang harus aku tunjukkan padamu?" Akhirnya Nalini membuka mulutnya. "Chef Nalini, ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," panggil seorang pelayan. Nalini bersyukur karena dia bisa menghindari pembicaraannya dengan Vero yang sudah semakin berlebihan meskipun sesaat. Nalini berjalan menuju ke meja yang ditunjuk oleh pelayan yang tadi memanggilnya. Seorang perempuan berpenampilan glamor sedang duduk di sana. "Selamat sore. Ada yang perlu saya bantu?" Nalini menyapa sambil menunduk. Lalu saat dia sudah kembali tegak dan melihat siapa orang yang ada di hadapannya dia menjadi terpaku. Starla memper
"Mengapa tiba-tiba kau menyebut ayah curang?" tanya Megantara reflek ketika mendengar kalimat yang dilontarkan Sivia."Ayah bisa bertemu setiap hari dengan Bu Nalini. Bisa minta dimasakkan tiga kali sehari dan bisa minta ditemani makan. Aku iri. Aku cemburu," jawab Sivia sambil mengerucutkan bibirnya. Mulutnyapun masih berisi makanan. Nalini terkekeh di buatnya. Sedangkan Megantara baru menyadari selama ini dia sangat waspada dengan Pandu padahal sebenarnya anaknyalah yang akan menjadi saingan utamanya untuk memperebutkan Nalini. Sivia begitu menyukai sosok Nalini. "Kau tidak perlu merasa tercurangi. Ayahmu juga tidak meminta ditemani setiap waktu. Biasanya aku hanya mengantarkan makanan lalu kembali ke restoran," kata Nalini berusaha meredakan gerutuan gadis kecil di hadapannya itu. "Tapi aku memang lebih beruntung darimu. Teruslah iri pada ayah," Megantara justru bersikap sebaliknya. Dia semakin menggoda Sivia."Aaaayyyyyaaaaahhh," teriak Sivia. Sivia semakin kesal. Nalini member
"Masuklah, aku tidak suka mengobrol sambil berdiri di pintu seperti ini," kata Bobby mempersilakan Starla untuk masuk dan duduk di sofa minimalis yang ada di ruang tamunya. Apartemen tersebut tidak terlalu luas dan jujur kondisinya berantakan. Banyak botol-botol minuman dan makanan berserakan di meja sofa. Sepertinya semalam Bobby mengadakan pesta minum-minum di apartemennya. Starla menyingkirkan sebuah kemeja yang tergeletak di sofa dengan dua jarinya lalu duduk di sofa tersebut. "Bantuan apa yang kau inginkan, cantik?" Kata Bobby saat dirinya sudah duduk di samping Starla. Starla bergidik saat mendengar panggilan pria di hadapannya.Merupakan sebuah kenekatan yang dilakukan Starla ketika Starla menginjakkan kaki di apartemen Bobby. Bobby adalah pria yang sudah lama mengincar Starla untuk dijadikan kekasih namun selalu Starla tolak. Pria itu bukan pria baik. Hobinya menghamburkan uang orangtuanya untuk foya-foya. Mabuk-mabukan dan kenakalan-kenakalan lainnya. Betul-betul bukan ti
'Nalita? Bagaimana bisa foto Nalita ada di sini?' Batin Nalini saat melihat foto adiknya dengan ekspresi tersenyum sangat cantik. Sudah lama dia tidak pernah melihat senyuman itu. Dan tentu saja senyuman itu tak akan bisa ia lihat lagi. Nalini memegang figura kecil itu. Pikirannya berkecamuk. Ada sebuah hal melintas di pikirannya. Apakah Nalita adalah ibu dari Sivia? Oh tidak. Jika itu terjadi, maka takdirnya benar-benar kejam. Nalini menatap ke arah Sivia dan foto Nalita secara bergantian. Apakah ini jawaban dari pertanyaannya selama ini? Dia begitu menyayangi Sivia. Jatuh cinta pada Sivia di pertemuan pertama mereka. Merasa Sivia mirip seperti dirinya. Karena jika dilihat secara fisik, Sivia memang lebih mirip dengannya dibandingkan dengan Nalita. Matanya memerah. Ada bulir air yang siap meluncur kapan saja. Tidak. Dia harus menahannya. Nalini tidak boleh menangis di rumah ini. Nalini buru-buru meletakkan figura itu di tempatnya lagi lalu segera beranjak dari duduknya. Saat dia
"Bagus sekali. Ada seekor tikus kecil yang berani menyelinap ke dalam rumahku," suara bariton dari pria paruh baya yang notabene ayah dari Nalini mengagetkan Nalini dan sang ibu. Nalini menghapus secara kasar air mata di pipinya. Sejak dulu dia tak ingin terlihat lemah di hadapan sang ayah. Dan hari ini juga begitu. "Ayah. Tikus kecil apa? Jika kau menganggap anak kita sebagai tikus kecil, kali ini aku tidak terima. Dia juga anggota keluarga di rumah ini. Ini juga rumahnya. Berhentilah bersikap egois," sang ibu yang sejak dulu selalu diam tak bisa membela sang anak di hadapan suaminya kini ikut berbicara dengan nada sedikit kasar. Dia sudah muak dengan konflik diantara anak dan suaminya. "Kau masih bersedia menganggapnya seorang anak, setelah apa yang dia lakukan? Membangkang dari keputusanku. Pergi dari rumah. Menjalani kehidupan semaunya dan kini dengan gampangnya dia menginjakkan kaki di sini. Kau tidak merasa bersalah dan bersedih pada mendiang Nalita? Dia yang menanggung semua
Nalini berdiri di depan cermin sesaat setelah menutup sambungan teleponnya dengan Megantara. Kini dia harus keluar menemui Megantara. Tapi sebelum itu, dia harus bisa menutupi mata sembab yang diakibatkan oleh tangisannya sejak tadi. Nalini mencoba mengoleskan concealer di bawah matanya.Meskipun tak bisa menutup dengan sempurna karena matanyapun kini masih memerah. Tapi setidaknya bisa sedikit menyamarkan. Nalini berjalan menuju jalanan depan kontrakannya. Mobil Megantara terparkir di situ. Dan sosok Megantara terlihat berada di belakang kemudi. Nalini masuk ke dalam mobil dan bertemu dengan pria yang sudah menjadi kekasihnya. "Untuk apa datang kemari? Mengapa tidak menemani Sivia? Dia pasti ingin kau menemaninya di saat dia sakit," Nalini langsung memberondong Megantara dengan kalimatnya. Megantara tak langsung menjawab. Dia mengamati gadis di hadapannya. Gadis yang ia rindukan sekaligus khawatirkan sejak tadi. "Sivia sudah mendapatkan penanganan. Panasnya sudah turun. Dan kini