Beranda / Romansa / Mémoire / 3. Kutukan terwujud

Share

3. Kutukan terwujud

Pernah merasakan bagaimana kutukanmu terwujud? Sèanne merasakannya, dia masih ingat jelas dalam amarahnya dia meminta Liam untuk mati saja. Dan itu terwujud, tapi sayangnya kutukan itu juga yang menghancurkannya.

Kutukan yang seumur hidup akan menghantuinya. Dia menyesal setelah kutukannya menjadi kenyataan hari-harinya penuh dengan penyesalan yang tak akan sanggup dia tebus sampai kapan pun.

Mungkin Tuhan sedang menghukumnya karena menyia-nyiakan sosok nyaris sempurna seperti Liam. Dia merasa hukumannya terlalu berat. Kali ini dia pertama kali merasakan jatuh cinta namun harus kehilangan sosok yang dia cintai di hadapannya. Dia terus menerus merasa kehilangan setiap bayangan sosok Liam berkelebat di hadapannya.

Sèanne kehilangan sosok yang dia butuhkan. Sosok yang akan menjadi tujuannya pertama kali saat dia berlari dan sosok yang selalu sanggup menyediakan waktu untuknya. Sosok yang rela meninggalkan rapat pentingnya hanya untuk mengantarkan Sèanne sekotak donat atau sup favoritnya saat makan siang. Sosok yang mau bekerja sangat keras demi memiliki masa depan yang mapan untuk mereka berdua.

Sosok yang berlagak seperti pengangguran dan menemani Sèanne seharian saat moodnya buruk padahal kantornya sedang sibuk dengan puluhan kontrak, Pria yang sama sekali tak mengenal malu karena jelas terlihat menjadi budak cinta tunangannya.

Sèanne akhirnya tahu, Liam sengaja membangun agensi karena ceritanya tentang cita-cita dan impian menjadi seorang penyanyi terkenal sekelas diva dunia. Liam tak mau Sèanne tertekan di agensi lain, dan LS Entertainmen dibuat khusus untuknya. Setelah Liam tiada Sèanne baru tahu seberapa besar kerajaan bisnis Mcgregory hingga pria itu disebut sebagai raja dunia bisnis, bisnis yang nilainya triliunan dolar di semua cabang perusahaannya.

Sèanne sekuat tenaga menjaga pesan Liam untuk menjaga sahabat-sahabatnya dan selalu memantau bagaimana kehidupan mereka memastikan tak ada yang salah dengan mereka. Setiap waktu secara berkala Sèanne akan menghubungi semua sahabatnya. Menelepon Brian, Julian, Shawn, Ben, Sharon dan Aaron yang ada di luar Korea.

Memastikan Joyce, Jolly dan Ruby baik-baik saja, sementara Ben seolah menghilang ditelan bumi bersama Marlo.

Dan Kayla memilih mengasingkan dirinya di London. Sèanne tak menyangka jika Liam bisa terlihat sangat santai mengurus kemanjaan para sahabatnya padahal pekerjaan di kantornya sudah cukup membuat kepala nyaris pecah. Liam memiliki banyak perusahaan, sahabat yang selalu mengadu atau merengek manja namun tak pernah sekalipun mengabaikan Sèanne. Dia kagum akan hal itu.

**l

Sharon dan Aaron baru saja pulang dari bulan madunya setelah mereka menikah di Paris, dan sekarang sahabat mereka berkumpul lengkap di Lithium.

Lithium adalah club terbesar di Korea, menjadi langganan mereka setiap ingin menghabiskan waktu santai karena club itu milik Liam.

"Yak!!! Aaron, jangan coba-coba mengambil ayam dari piring Jolly!" Sèanne menyalak garang melihat Aaron yang tangannya terulur hampir saja mengambil ayam itu, Sèanne telah diberitahu bahwa pria itu memiliki alergi parah pada semua olahan daging ayam.

"Yak!!! Jolly, buang saus itu. Itu pedas, jangan coba-coba memakannya!" Jolly tersenyum canggung lalu meletakkan saos itu kembali ke meja, Jolly memiliki lambung yang sangat sensitif dan selalu berakhir di rumah sakit saat dia mencoba memakan sesuatu yang pedas. Joyce datang membawa Pizza di tangannya yang langsung membuat Sèanne mendelik kesal.

"Joyce kenapa kau memesan pizza? Kau tahu kan Ruby tak bisa memakannya." Semua orang diam mendengar ucapan Sèanne, Sèanne baru merasakan suasana sendu di antara mereka semua. Mendadak semua tertunduk dalam enggan menatap satu sama lain, atau menatap ke depan mereka.

"Aku masih tak menyangka, biasanya Liam yang mengamuk pada kita semua saat kita memakan apa yang membuat kita sakit." Sharon meneteskan air matanya yang mati-matian dia tahan, mendongakkan kepalanya sambil terpejam tak ingin air matanya mengalir deras.

Hanya Liam yang mereka patuhi, dan takuti. Mereka tak mau membuat Liam marah hanya karena mereka sakit, atau masuk ke rumah sakit.

"Oh, ayolah! Ini sudah satu tahun kematian Liam, dia akan bersedih jika kita terus mengingatnya dan menangis karenanya." Brian bicara dengan tenang.

Semuanya tertunduk dalam, pintu terbuka dan menampakkan Mark yang tersenyum canggung menatap semua orang di sana.

"Baby girl, maafkan aku di bawah sangat ramai." Mark mendekat pada Jolly dan mengecup singkat bibirnya, Mark tahu semuanya tengah mengingat Liam jadi dia sengaja melakukan itu agar tak lagi ada kecanggungan.

"Ehmm, so? Kapan kalian akan menyusulku?" Aaron berusaha memperbaiki suasana dan itu sangat berhasil, mereka langsung teralihkan melemparkan ejekan pada Mark yang tak kunjung melamar Jolly.

**

"Kau yakin ingin kembali ke Korea?" Kayla menatap lekat orang di hadapannya yang hanya menaikkan sebelah alisnya, Kayla mengangguk pelan karena sangat tahu bukan waktunya dia bertanya. "Ok ... kita lihat bagaimana kau di Korea."

***

Kim Yunseok terjengkang dari Kursinya menatap orang di depannya yang hanya tersenyum miring, matanya membulat siap lepas dari cangkangnya. "Wah wah wah , lihat apa itu tadi?"

"Ma-master, Anda-" pria malang itu berusaha bicara namun sayangnya tak ada yang keluar kecuali suara tercekiknya yang membuat siapapun iba.

"Alihkan semua perusahaan dan pastikan aku tercatat sebagai CEO di semua perusahaan paham?" Orang itu memerintah dengan tegas. Yunseok mengangguk lalu orang itu berjalan keluar ruangan mengabaikan pria paruh baya yang menatapnya nanar.

**

"Kayla mengajak kita semua bertemu di Lithium, kalian bisakan?" Semua orang hanya mengangguk senang menatap Sharon, Sharon sebenarnya merasa sangat bersalah atas kematian Liam tapi Kayla meyakinkan bahwa dia baik-baik saja dan keputusannya tinggal di London adalah untuk mengatasi traumanya.

**

Suara musik di bawah yang hingar-bingar kalah dengan suara tawa di ruangan VIP di sana. Mereka menikmati minuman dengan santai dan saling berpandangan menggoda satu sama lain terhadap sahabat mereka. Mereka menunggu Kayla, yang beberapa saat kemudian datang dengan senyuman canggungnya. "Ah, kalian lama menungguku ya?"

Semua orang memeluknya satu persatu sebelum dua orang masuk dengan santainya ke dalam ruangan, mendadak hening menatap orang itu. Antara percaya atau tidak dan antara ingin menangis atau tertawa keras, semua orang mematung menghentikan aktifitas apapun yang sedang mereka lakukan. "Hai guys? Kalian tak mau memelukku? Kau Sharon bear, kau hanya akan diam saja?"

Sharon berlari menubruk orang yang memakai hoodie kuning itu dan memeluknya sangat erat. Dia menggigit bibirnya dan menahan tangisannya pecah. Dia tak memperbolehkan dirinya sendiri untuk menangis saat ini, dia ingin tertawa membuat perayaan yang sangat besar dan lain sebagainya.

"Aku merindukanmu selama di Berlin, aku heran kenapa aku yang awalnya ingin menghilang ke Thailand justru dibawa ke Jerman." Sosok berhoodie itu sedikit merajuk.

Sharon memandang orang di hadapannya tak mengerti, Berlin? Thailand? Menghilang? Yang dia tahu adalah Liam meninggal karena kecelakaan itu. Tubuh Liam dibawa oleh ambulans yang datang setelah mereka kehilangan Liam, dan seingat Sharon dia sama sekali tak menemui kejadian seperti yang Liam ceritakan.

"Li-Liam?" Suara Sèanne menginterupsi keheranan semua orang. Gadis itu menatap lurus pada Liam dengan binar kerinduan yang begitu membuncah. Kedua tangannya menutupi mulutnya yang menganga tak percaya dengan apa yang dia lihat, Liam.

Pria tampan dengan mata hazel tajam, rambut pirang dan alis tebal itu semakin tampak tampan dengan tubuhnya yang lebih atletis dari terakhir kali Sèanne ingat. Sementara itu Liam menyatukan alisnya seolah mengingat siapa gadis cantik yang memanggilnya, dia sama sekali tak bisa mengingatnya. Liam menoleh pada Kayla.

"Emm ... apa dia temanmu?" Liam berkata dengan canggung.

Semua orang saling berpandangan satu sama lain tanpa mengucap satu kata pun, Sèanne adalah gadis yang sangat dicintai oleh Liam. Sebenci apapun Liam padanya, tentu Liam tak akan tega berpura-pura tidak mengenali Sèanne bukan? Itu terlalu kejam. "Iya dia temanku, kau tak ingin mengenalkan siapa yang bersamamu?"

Liam menoleh lagi pada kerumunan, semua sahabatnya menatap penasaran sekaligus bahagia. Tak ada yang tahu seperti apa kebahagiaan mereka semua mendapati Liam berdiri dengan gagah di depan mereka, bahkan mereka mengakui jika Liam lebih tampan dari terakhir kali mereka bertemu.

"Sharon, Julian, Ben, Brian, Shawn, Bobby dan nona-nona cantik kenalkan ini Lauren Michelle, kekasihku." Liam bicara dengan senyuman lebarnya, pria tampan itu makin menawan karena senyumannya.

Semua orang menyapa canggung pada Lauren yang memeluk lengan Liam dengan manja. Diam-diam mereka melirik Sèanne yang tampak menahan tangisnya melihat pemandangan menyakitkan di depan mata kepalanya sendiri. Kayla mendesah lalu mendekati Liam memegang bahunya lembut. Dia tahu akan ada banyak hal yang harus dia jelaskan nanti pada banyak orang.

"Kenalkan yang di sebelah Sharon namanya Aaron, yang itu Joyce, sebelahnya lagi Jolly yang tersenyum itu Ruby dan ini Sèanne." Kayla menunjuk satu persatu orang yang dia sebutkan namanya.

Liam mengangguk senang lalu menyapa mereka bergantian sambil memuji penampilan mereka, Ruby sangat bahagia dengan hadirnya Liam di sana lagi, dulu dia mencari cara agar bisa dekat dengan Liam karena memang dia menyukainya jauh sebelum Liam dan Sèanne menjalin hubungan.

"Babe, aku ingin ke bawah. Ayo, turun!" Lauren, gadis bermata zamrud itu mulai berbisik manja.

Liam tersenyum lalu mengecup gadisnya penuh sayang. Semua orang saling bertukar pandang namun tak ada yang berkomentar akan apa yang mereka lihat. "Well, aku ke bawah dan Kayla tolong kau suruh Sharon berhenti menatapku seolah aku vampir yang baru saja bangkit dari peti mati."

Liam pergi menutup pintu dengan pelan, semua orang memandang Kayla penasaran. Sèanne dengan mata berkaca-kacanya menatap Kayla penuh harap. Dia ingin Kayla mengatakan bahwa semuanya hanya lelucon dan Liam marah padanya makanya dia mengakui gadis lain sebagai kekasih untuk membalasnya.

"Bisa jelaskan yang baru saja terjadi? Aku hampir pingsan di tempat ini." Sharon bertanya penuh kefrustasian.

Kayla mendesah putus asa mendengar pertanyaan Sharon. Dia lalu berjalan ke mini bar dan menuangkan minumannya perlahan. Dia butuh beberapa gelas alkohol untuk meningkatkan keberaniannya demi menjelaskan hal ini. Dia sangat tahu akan ada yang tersakiti saat dia mengatakan kejujuran saat ini.

"Liam masih hidup, saat dia berada di dalam ambulans jantungnya berdetak lemah. Aku membawanya ke Jerman langsung. Aku memalsukan berita tentang kematiannya karena James dan Hans masih mengincar Liam. Mobil yang menabrak Liam dari belakang itu mobil suruhan Hans dan mereka berdua sudah masuk penjara. Aku terus mencegah Liam kembali sebelum keduanya mendapatkan vonis tapi dia bersikeras." Suara Kayla bergetar di akhir kalimat.

Semua orang ingin sekali tidak percaya tapi melihat Liam yang berdiri dan tersenyum ke arah mereka itu berita yang sangat baik, belum lagi mereka bersyukur para pengacau sudah ditangani oleh polisi.

"Lalu? Kenapa dia tak mengenaliku?" Sèanne berkata lirih, hampir tak terdengar.

Kayla menghela napasnya berat. Dia cepat-cepat menatap Sèanne, sorot iba tak dapat lagi disembunyikan dari kedua manik matanya yang bening. "Dia kehilangan sebagian ingatannya, dia hanya mengingat kejadian saat aku hampir mendapat musibah. Selebihnya dia tak bisa mengingat apa-apa lagi. Aku sudah mencoba segala cara agar dia mengingatnya, tapi itu justru membuatnya stres dan hampir celaka."

Tatapannya tak beralih dari Sèanne yang sedang menunduk menyembunyikan air matanya.

"Dan perempuan itu tadi?" Shawn, sahabat yang sudah seperti kakak bagi Liam bertanya penasaran, memang sangat sulit melihat Liam bersama gadis lain selain Sèanne.

"Kekasih Liam, Lauren sebenarnya salah satu staff di Mcgregory Kingdom Ltd. Dia juga seorang penyanyi cukup terkenal. Sialnya mereka bertemu di Berlin dan Liam tertarik dengannya. Mereka berkencan, beberapa kali bertengkar hebat tapi yeah ... kalian bisa melihatnya sendiri, kan?" Kayla menunduk tak mampu menatap Sèanne.

Sèanne bangkit dan berdiri menatap Liam dari atas. Liam sedang menari bersama Lauren dengan tawa yang tergambar di wajahnya. Hatinya merasa dicubit, biasanya tawa lebar dan candaan Liam hanya untuknya sekarang ada gadis lain yang mendampingi Liam dan menikmati tawa dan canda itu.

Tapi lebih baik melihat Liam di sana yang tak mengingatnya daripada mendengar kabar jika Liam sudah meninggal, meski dia juga harus merelakan tempatnya tergantikan dengan gadis lain. Gadis yang membuat Liam tersenyum dan tertawa sekarang, Sèanne tersenyum pedih.

Kutukanku menjadi kenyataan, kematian atau aku harus mengatakan jika itu kecelakaan? Dan sekarang gadis lain mendampingi Liam. Mulut sialan!

Sèanne berbicara dengan dirinya sendiri, menangis dalam diam tak ingin menarik perhatian para sahabatnya yang mulai mencoba mencairkan suasana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status