"Ampun, ampun saya mohon ampun maafkan saya maafkan saya." Liam menyeringai mendengarnya dan menghentikan Ruby yang akan mencambuknya lagi, Ruby menurut meski dia belum puas melecutkan cambuk kesayangannya itu.
"Ampun? Kalian hampir membuat LS entertainment bangkrut dengan skandal sialan yang kalian buat dan aku harus memberi kalian pengampunan? Kalian meminta pada orang yang salah." Liam geram bukan main karena ulah dua orang di depannya, mereka memanfaatkan bukti kedekatan Ryouta dan Lesley untuk memeras agensi Liam demi bukti yang mereka miliki.
Dan mereka sangat salah, Liam sangat kejam dalam bisnisnya jika sudah ada orang yang mengusik. Sama persis dengan Ruby, karena Liam berinvestasi di perusahaan Ruby juga kantor berita milik gadis itu.
Ruby dengan senang hati datang saat Liam meneleponnya mengatakan bahwa Liam memiliki mainan untuk mereka mainkan. Siapapun tak menyangka bahwa Ruby memiliki sisi gelap yang jauh dari kata normal untuk seseorang sepertinya, tapi Liam dan Bobby mengetahui rahasia itu, karena kerja sama mereka dulu mengambil alih Dpc News yang secara kebetulan menguak siapa sosok Ruby yang sebenarnya.
Meskipun Liam harus diingatkan oleh Bobby tentang hal sepenting ini, tapi Liam senang mengetahui Ruby memiliki hal yang sama dengannya untuk dikerjakan bersama.
Pintu terbuka lebar menampakkan Kayla yang bergidik ngeri melihat Ruby dengan senyuman manis mencambuk dua pria di depannya, Ruby selalu memasang wajah manis dengan senyuman menawannya saat menyiksa korbannya.
"Liam apa yang kau lakukan pada mereka? Astaga ini bisa menjadi runyam!" Kayla menahan diri agar tidak berteriak pada Liam.
Liam memeluk Kayla dan mencium pipi kakak tirinya itu dengan sayang, tersenyum sangat manis pada Kayla yang tampak gusar dan khawatir.
"Siapa yang memberimu izin kemari hmm?" Liam menatap lembut, namun suara dalam dan mengerikan.
Tatapan mata Kayla berubah takut. Dia takut saat Liam mengubah suaranya menjadi dalam dan tanpa penekanan. Kayla menyodorkan satu foto di depan Liam yang membuatnya tersenyum senang bahkan tersenyum ceria seolah baru saja memenangkan undian, Kayla menghela napas sebelum kembali bicara. "Aku kemari untuk memberitahumu, Hans berhasil mencari seseorang yang menjaminnya hingga dia bebas lebih cepat dari masa hukuman yang dijatuhkan. Aku tak mau dia kembali mengacau hidup kita, aku hanya memilikimu dan kau juga hanya memilikiku. Kita akan saling mendukung satu sama lain, aku akan mendukungmu semampuku."
Liam mengecup kening Kayla lembut sambil merogoh sesuatu di belakang hoodie yang dia pakai, Liam melirik Ruby yang sudah menyingkir mengembalikan cambuk ke tempatnya dan meneliti alat-alat yang ada di sana.
Liam menarik pelatuk, seketika suara tembakan terdengar bersamaan dengan bau mesiu yang menyengat.
Kayla terhenyak dari pelukan Liam dan menatap dua orang pria yang sedang diikat telah ambruk ke lantai dengan lubang peluru di dahi mereka. Kepala mereka terkulai ke depan seolah tak lagi bertulang. Liam bosan dengan rengekan mereka, jadi dia mengakhiri permainan itu agar bisa memainkan permainan lain yang lebih seru, lagi pula mereka terlalu lemah dan pasrah untuk Liam.
*
Lauren pulang ke negaranya meninggalkan Liam di Korea, bukannya sedih Liam justru bahagia karena Lauren tidak perlu diberi alasan saat Liam tak pulang yang kadang berhari-hari atau satu minggu penuh. Ruby memeluk Liam yang sudah tak karuan. Matanya nanar dan beberapa luka di sana mengeluarkan darah segar, tapi Liam tak mau berhenti begitu saja. Liam mencoba Lepas dari pelukan Ruby yang berusaha mencegah.
"Liam! Jangan seperti anak kecil, diam kubilang!" Ruby memekik.
Ruby menarik Liam duduk di kursi sudut ruangan mencoba menenangkannya, mungkin Liam hanya terluka di pelipisnya tapi Ruby tak mau Liam melanjutkan kekonyolan Liam hanya karena marah.
"Kenapa kau berkelahi?" Ruby bertanya penasaran.
Liam menatap Ruby dengan kesal karena seolah tidak tahu kenapa Liam sangat marah seperti sekarang hingga berkelahi di restoran miliknya, mungkin jika pria bodoh pengunjung restorannya sedikit menahan mulutnya ini tak akan terjadi.
"Serius? Kau tak mendengar apa yang bajingan itu katakan, Ruby?" Liam bertanya hampir kesal.
Ruby memutar bola matanya malas, tentu saja dia belum tuli untuk mendengar apa yang dikatakan orang-orang tentangnya. Restoran itu sudah ditutup oleh Bobby sejak Liam menerjang leher pria tinggi yang sekarang terduduk menatap Liam tak suka. Kondisinya jauh lebih mengenaskan dengan wajah lebam berdarah juga bibir pecah yang terus mengalirkan darah.
"Konyol! Tentu aku mendengarnya, dia mengatakan bahwa aku seksi dan ingin meniduriku bukan?" Ruby mengerling dengan seringai seksinya.
Liam melipat tangan di dada mendengar jawaban Ruby yang seolah menggodanya seperti anak kecil yang merajuk karena kehilangan es krimnya.
Sebenarnya sejak pria itu masuk tatapannya tak lepas dari Ruby padahal gadis bermata kucing itu hanya memakai crop top putih dengan jeans sobek membalut kakinya yang indah. Liam tak sengaja mendengar ucapan pria itu pada temannya menilai penampilan dan tubuh Ruby.
Memang Ruby memiliki ukuran dada idaman semua perempuan belum lagi pantatnya yang sempurna membuat kesan bahwa tubuh mungilnya tak berarti dia tidak seseksi itu. Pria itu lalu mengatakan bahwa dia akan meniduri Ruby jika punya kesempatan. Itu sangat menjengkelkan bagi Liam karena ucapan kotor yang ditujukan pada sahabat perempuannya.
"Kau sudah tahu alasannya bukan?" Liam merajuk.
Ruby mengusap wajah Liam pelan menghilangkan debu dan noda darah di sana akibat perkelahian tadi. Dia menggigit bibirnya saat tatapan keduanya bertemu. Liam tampak sangat menggairahkan dengan bekas darah dan ekspresi garang itu di mata Ruby, Ruby tergoda untuk mencicipi bibir tebal pria tampan yang berkelahi hanya karena ucapan kotor pria asing yaang ditujukan padanya itu.
"Hentikan itu, aku bisa jatuh cinta padamu." Ruby berbisik di akhir kalimat. Liam menyeringai menatap mata kucing Ruby dengan lekat.
"Ah, aku akan memberimu hadiah karena mengatakan hal itu." Liam berkata riang. Ruby menaikkan kedua alisnya tinggi tapi justru Liam menyuruhnya menutup mata, meski heran Ruby menurut. Liam membalikkan tubuh Ruby ke depan lalu Liam berdiri di belakangnya, senyuman mempesona itu sama sekali tak luntur meski Ruby menutup kedua matanya. Ruby merasakan benda dingin di tangannya juga tangan lebar Liam yang menangkup tangan mungilnya, sungguh membuat jantung Ruby ingin melompat keluar dari dadanya.
"Buka mata!" Liam berbicara sangat dekat dengan telinga Ruby.
Liam berbisik di telinganya yang otomatis langsung dituruti oleh Ruby. Dia melihat sudah ada glock 19c kaliber 9mm di tangan kanannya yang ditangkup oleh Liam. Dan dia harus memuji kejeniusan Liam karena sudah memasang peredam agar tak terlalu berisik.
Bagaimanapun Restoran itu di kawasan pertokoan elit dan jika terdengar bunyi letusan senjata maka ratusan orang akan segera mencari sumber suara.
"Bolehkah kubilang ini sangat romantis? Aku bisa melirik dengan jelas wajah tampan itu di samping wajahku. Ah, apakah aku boleh mengambil keuntungan dari Liam yang lupa ingatan? Bagaimanapun aku masih menyimpan cinta untuknya."Ruby berdebat dengan hatinya sendiri karena tahu Liam masih bersama dengan Lauren meskipun mereka terpisah jarak. Ruby merasa gemas sendiri karena hal itu.
"Terima kasih sudah mengatakan tentang jatuh hati padaku, ini hadiahnya." Liam berbisik.
Ruby merinding merasakan hembusan napas hangat Liam di telinganya, tapi dia tak mau melepaskan tatapan dari bidikan di depannya. Ruby memasang senyuman manis dan juga wajah mempesona nan cantiknya. Dia meyakini tak ada manusia yang mau menghadapi kematiannya dengan malaikat pencabut nyawa yang menyeramkan, jadi dia selalu memberikan wajah cantik penuh senyumnya sebelum mengakhiri hidup seseorang.
Gagasan tentang mengakhiri masa hidup pria mesum itu berdua dengan Liam membuat dia merasa itu adalah momen termanis yang pernah dia rasakan. Ruby sangat menyukai gagasan itu.
Liam menuntun jari Ruby untuk menarik pelatuk, detik berikutnya pistol menyalak tanpa suara. Senyuman Liam dan Ruby langsung mengembang melihat pria itu jatuh tersungkur ke lantai dengan darah merembes dari dadanya, mendengar tawa keduanya Bobby berlari ke arah mereka dan mendapati pria tadi tewas di tempat.
Bobby menggelengkan kepalanya pelan menatap dua orang yang saling tertawa satu sama lain. Dia hanya tak habis pikir dengan keduanya. "Jika aku tidak tahu keseluruhan ceritanya, aku akan mengatakan kalian adalah pasangan tidak waras yang serasi."
Liam menoleh dan makin terkikik geli melihat ekspresi kesal Bobby karena ulahnya dan juga Ruby. Dia tahu Bobby tidak setuju dengan apapun tindakan kejam yang mereka lakukan tapi Bobby juga tak bisa melarang keduanya.
"Terima kasih atas pujiannya, aku menaikkan gajimu bulan ini." Liam berseru senang.
Bobby memutar matanya kesal lalu memanggil beberapa anak buahnya untuk membereskan kekacauan keduanya yang baru saja selesai.
**"Bagaimana jika kita berkencan?" Ruby manatap wajah Liam dengan senyuman nakalnya di sana dan Liam membalas senyuman itu, dia tergoda dengan tawaran Ruby.
"Asal kau tak keberatan dengan Lauren, kurasa itu tidak masalah." Liam mengedipakan sebelah matanya. Ruby memutar bola matanya mendengar jawaban Liam, Ruby tahu Lauren meminta mereka berpisah dan Lauren tidak akan keluar dari pekerjaannya asal Liam mau berpisah dengannya. Tentu saja Liam setuju dengan itu.
"Untuk apa keberatan? Kalian sudah berpisah, jadi tak masalah untukku." Ruby tersenyum manis. Liam terkikik lalu mengangguk begitu saja, dia tidak keberatan tentu saja memiliki kekasih seperti Ruby yang seksi.
**
"Jangan memohon padaku, bagaimana jika memohon pada kekasih seksiku ini?" Liam menoleh pada Ruby yang tersenyum sambil menggeleng penuh arti, mereka kembali fokus pada pria di depan mereka berdua."Nona Ruby tolong maafkan saya, saya akan kembalikan semua uang perusahaan secepatnya." Ruby tampak berpikir sejenak lalu tersenyum sangat manis pada pria itu, senyuman yang menyimpan bahaya yang akan segera merenggut jiwa siapa saja yang sudah melihatnya.
"Baiklah Mr.Day saya beri waktu dua puluh empat jam dari sekarang." Ruby bicara dengan sopan.
Day langsung berlarian keluar ruangan mendengar ucapan Ruby, bahkan Ruby tertawa kencang saat pria itu terantuk kaki meja karena terlalu buru-buru.
"Wow, aku tak menyangka kau semurah hati itu nona Ruby Jane Kimberly." Liam tampak takjub karena Ruby melepaskan mainan mereka begitu saja, Ruby mengedipkan sebelah matanya pada Liam dengan aura seksinya yang biasa.
"Kau seperti tak mengenalku, sayang" keduanya tertawa bersama, Ruby naik untuk duduk di pangkuan Liam. Keduanya bertatapan dengan sangat intens sebelum kedua manusia itu menyatukan bibir mereka, keduanya melumat dan mengecup dengan suka cita sebelum pintu terbuka tiba-tiba.
Tampak dua pengawal Liam menyeret tali yang mengikat leher Mr.Day yang beberapa saat lalu meninggalkan ruangan itu, Liam mengusap bibir Ruby dengan seringaian kejamnya. Ruby yang melihat kekasihnya siap bermain turun dari pangkuan dan memeluk lengan Liam dengan manja, mata kucingnya menatap Mr.Day seolah meminta maaf pada pria itu meski bibirnya menampilkan senyuman licik.
“kau lupa? Aku bahkan belum mengatakan menyetujui atau tidak keputusan kekasihku” Liam bergerak maju yang membuat Ruby melepaskan rengkuhannya, Liam mengamati bagaimana tali itu mengikat leher Mr.Day selayaknya tali penuntun. Liam memiringkan kepalanya saat melihat lebam di pipi kanan pria itu, dengusan lucu keluar dari mulut Liam.
“Mari bermain bersama.”
Liam tengah disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, kerjasama yang terjalin antara perusahaannya dengan perusahaan yang dipimpin Ruby mengalami sukses besar.Banyak perusahaan yang ingin menjalin kerjasama dengan perusahaannya namun Liam sangat selektif tentang itu, Kayla membantu Liam untuk memilih perusahaan mana saja yang cukup layak bekerjasama dengan mereka sebelum berkas itu diberikan pada Liam yang menjadi pengambil keputusan.Liam membaca dengan teliti kontrak seorang model yang baru saja menjadi bagian dari agensinya, keningnya berkerut beberapa kali saat membaca uraian yang ada di sana.“Ternyata kertas-kertasmu ini lebih menarik dari kekasihmu? Hmm?” Ruby yang baru saja masuk berjalan dengan anggun menghampiri meja Liam, sebelah tangannya meletakkan Clutch di atas sofa.Mendengar suara tersebut Liam mengangkat wajahnya, pria tampan itu tersenyum manis dan menegakkan duduknya menyambut sang kekasih dengan hangat.“Ten
Pertemuan itu diadakan di ruang bawah tanah Mansion milik keluarga Mcgregory, bukan sembarang ruang bawah tanah karena ruangan luas itu dilapisi baja setebal lima senti dan juga titanium dengan ketebalan enam puluh.Tak ada satupun alat komunikasi yang dapat di gunakan di dalam ruangan itu, dan tidak ada pelacak yang bisa menembus ruangan favorit Liam itu. Ruangan teraman yang memang dibutuhkan oleh mereka saat ini.Liam duduk di ujung meja, meski dia masih muda namun pengaruhnya di dunia bawah sungguh tak bisa di remehkan.Aura menyeramkan menguar pekat saat Liam mulai membuka rapat itu, diawali dengan Liam yang dengan detail menceritakan tentang pencurian XOXO dan rencananya yang sangat rinci tentang bagaimana mengambil kembali milik mereka."Saya akan membuat sebuah kelompok kecil di luar dari kerjasama kita, kelompok yang berisi penerus klan dan juga anggota lain yg akan membantu semua pergerakan ketiga klan. Silahkan lakukan pengambilan suara."
"Kupikir dia belum siap menceritakan pada kita jika dia mengencani seorang Liam Mcgregory, ayolah! Jangan ganggu Ruby di depan kekasihnya." Victoria menengahi, Jordy bersaudara memang sangat suka menggoda putri bungsu keluarga Kimberly itu di setiap kesempatan."Kau Liam bukannya kau baru saja kembali ke Korea?" Tiffany menatap Liam penuh penasaran, semua orang di Korea tahu tentang kecelakaan hebat yang dikabarkan menewaskan Liam tapi sekarang pria tampan itu tampak sangat bugar seperti tidak pernah sekarat sebelumnya.Wajah Ruby makin menampakkan kegugupannya saat mendengar pertanyaan itu, dia takut semua orang tahu bahwa Liam mengalami hilang ingatan.Ruby menatap wajah Liam yang masih tenang seperti biasanya, bahkan tak menunjukkan keterkejutan atau kebingungan sedikitpun."Aku menjalani pemulihan yang cukup memakan waktu di Jerman, dan ku pikir itu kenapa Ruby tidak mau menceritakan tentangku. Dia masih menganggapku orang asing karena terlalu lama di
Liam menyeringai saat membuka koper kecil di tangannya , tanpa menoleh dia mengulurkan koper itu kebelakang. Séanne menerimanya dan langsung membuka tablet di tangannya, ketukan cepat terdengar.Setelah beberapa saat Sèanne mendongak dan menatap Liam dengan lekat, "ini asli."Liam menyeringai, lalu berbalik dari sana. Liam menuangkan beberapa cairan yang dia ambil secara acak dan mencampurkannya dalam tabung reaksi, asap putih tipis muncul dari dalam tabung. Liam kembali memasang topengnya.Sharon mencampur cepat cairan yang dia bawa dan memasukkannya kedalam syringe , dan secepat kilat menyintikkannya di leher belakang dokter James yang masih menatap Liam dengan waspada."Aaargghh!" Dokter James mengerang memegangi leher belakangnya, sementara Sharon dengan santai kembali merapikan perlengkapannya. Cairan yang dia suntikkan adalah Azt27, sebuah senyawa yang menyebabkan gagal jantung. Namun senyawa itu tak akan bisa di temukan
Séanne menatap keluar jendela melihat orang yang lalu lalang dan terburu-buru mencari tempat berteduh, gerimis turun sejak Séanne memasuki Cafe kecil yang dulu sering menjadi saksi kemesraannya dengan Liam. Bahkan tempatnya duduk di dekat jendela ini adalah tempat favorit mereka menghabiskan waktu, Séanne memejamkan matanya perlahan akhir-akhir ini dia lebih tersiksa dari biasanya. Hubungan Liam dengan Ruby mulai diketahui beberapa pihak termasuk ayahnya, tentu saja Masson prihatin pada apa yang terjadi dengan putrinya. Namun sekali lagi tak ada yang bisa mereka lakukan selain pasrah dengan keadaan dan berharap Liam akan kembali mengingat segalanya, ya mereka hanya bisa berdo'a. "Séanne? Itu kau?" Suara seorang pria membuat Séanne membuka matanya dan menoleh cepat, pria tinggi mengenakan jaket kulit hitam dan jeans berdiri di sisi meja Séanne dengan mata terbelalak seolah hampir lepas. "Hans? Itu kau?" Séanne menatap dari atas ke bawah citra pria di depan
"Aku hanya ingin tahu pola pertemuan mereka, bukankah kau tahu Hans sangat susah dicari?" Sèanne berusaha melepaskan cengkeraman Jolly di tangannya. Jolly melepaskan tangannya sembari memutar bola matanya malas, dengan langkah buru-buru dan menahan kesal Jolly duduk di kursi kebesaran miliknya. "Liam akan membunuhku jika tahu tentang ini, tugasmu baru di setujui dan rencananya kau akan melaksanakannya lusa." "Ayolah, Jolly. Aku mendapatkan kesempatan sekarang, bisa saja rencana itu tidak berjalan lancar." Sèanne mendekat dan duduk di hadapan Jolly yang sedang memijit pangkal hidungnya ringan. *** Ruby menatap Layar Laptopnya dengan kening berkerut, saat dia memperbesar pencitraan di layar dengan kaget dia berdiri dan berlari keluar ruangannya. Beberapa staf yang melihat Ruby bingung. Namun mereka tidak berani bertanya dengan apa yang di lakukan CEO mereka. *** "Berita t
Liam yang mendengar Ruby segera menghampiri dan menyatukan alisnya melihat apa yang ditunjukkan oleh Ruby, sesosok perempuan tergeletak tanpa mengenakan apapun di tengah ruangan itu. Rambut panjangnya yang hitam adalah satu-satunya hal yang menghalangi pemandangan punggung putihnya.Ruby melirik Liam sekilas lalu masuk kedalam ruangan. Ruby memeriksa keadaan perempuan tanpa busana yang mereka temukan. Perlahan Ruby memutar langkahnya kedepan dan matanya seketika membelalak kaget melihat kondisi perempuan tersebut."Panggil bantuan, kita harus membawanya ke rumah sakit." Ruby berlutut di depan perempuan itu lalu menelentangkan tubuh lemah tak berdaya tersebut.Mata Ruby mengamati sekitar lalu menemukan selembar kain penutup jendela. Dengan cepat Ruby menariknya lalu menutupkan kain pada tubuh tak berdaya itu.Pilot serta Co pilot helikopter menyeruak masuk di belakang Liam, Mereka dengan segera membawa perempuan itu pergi dari sana."Mereka sa
Sèanne meneguk ludahnya kasar saat Liam memanggilnya kedalam ruangan. Liam langsung mengunci pintu ketika Sèanne duduk gelisah di kursi.Liam menatap Sèanne tajam lalu berjalan seperti seekor singa kembali ke kursi kebesarannya, mata dinginnya menatap tajam seolah bisa membunuh siapa saja yang bertatapan dengannya.Liam yang sempurna duduk di hadapan Sèanne mengangsurkan amplop, Sèanne langsung membukanya dan matanya membulat seolah hendak keluar dari cangkangnya."Jadi? Nona Sèanne bisa jelaskan ini? Apa saya harus mengkonfirmasi jika kabar anda berkencan dengan Justin benar?" Liam menatap Sèanne tajam sementara Sèanne menggeleng kuat hingga rambutnya bertebaran di sekelilingnya."S-saya tidak berkencan, waktu itu Justin meminta saya menemui penggemar yang mengidolakan saya dan gadis itu terkena kanker." Sèanne menatap sekeliling dengan gugup. Aura Liam yang entah kenapa sangat gelap me