Liam berjalan memasuki gedung LS entertainment bersama Lauren yang sedang digandengnya mesra. Semua mata membulat melihat Liam tak percaya. Seperti Lazarus Liam bangkit dari kematiannya, Liam masuk ke ruang rekaman yang sudah ada Jhonny music director di sana.
Sebenarnya Jhonny juga begitu kaget dengan hadirnya lagi Liam. Dia tak menyangka ada manusia yang sanggup bangkit dari kematiannya tapi dia juga tak mau kehilangan pekerjaannya dengan menunjukkannya di depan Liam. "Master, senang anda kembali."
Liam menepuk bahu Jhonny lalu mengambil duduk dengan Lauren di pangkuannya. Lauren sebenarnya enggan duduk di pangkuan Liam tapi menolak Liam hanya akan memicu pertengkaran mereka pada akhirnya. Sèanne masuk dan mendapati Liam di sana, Liam menatap senang melihat kedatangan Sèanne.
"Ah, kau teman Kayla, kan? Hebat! Tak menyangka teman Kayla penyanyi terkenal. Sekarang kita lihat apa yang kau punya." Liam berkata serius.
Sèanne langsung masuk untuk melakukan take vocal, memang itu jadwalnya hari ini. Jhonny juga sudah menyuruhnya untuk bersiap. Liam sendiri yang mengawasi take vocal setelah mendapatkan laporan bahwa Sèanne dikabarkan dapat bersaing di industri Hollywood. Liam dengan serius mengamati sambil berdiri di sisi Jhonny, matanya bahkan terpejam untuk berfokus pada pendengarannya saja. Entah kenapa Liam merasa sesuatu di hatinya terusik mendengarkan suara nyanyian Sèanne.
Setelah lagu berakhir Liam membuka mata dan bertepuk tangan diikuti oleh Lauren dan juga Jhonny. Dia mengabaikan perasaannya yang terusik dan mengakui jika Sèanne memang pantas dikatakan penyanyi berbakat.
"Aku tak menyangka suaramu memang luar biasa, ya kan babe?" Liam menatap Lauren yang tersenyum pada Sèanne sementara Sèanne hanya sanggup tersenyum kikuk. Mereka sudah mengenal satu sama lain tapi harus menyembunyikannya.
"Ok, sekarang tuan Jhonny giliran Lauren yang melakukan take, sudah siap?" Liam menatap lurus kepada Jhonny.
Jhonny menggangguk dan Lauren bangkit lalu mengecup pipi Liam singkat. Sèanne membuang pandangannya tak mau melihat Liamnya dicium oleh orang lain sekalipun itu merupakan kekasihnya saat ini.
Lauren mulai bernyanyi dengan menatap Liam lekat, bukan sebuah lagu romantis memang justru lagu yang menceritakan tentang dua orang yang terikat dalam satu hubungan tapi perempuannya mengkhawatirkan perubahan pada si pria. Lauren tersenyum setelah menyelesaikan lagunya, Sèanne bisa melihat tatapan cinta dan apa itu luka? Di mata Lauren bahkan Sèanne yakin seolah lagu itu ditujukan untuk Liam. Lauren memeluk Liam sangat erat setelah sampai di depan Liam, senyuman mereka kembali mengembang.
"Woah, apa kau punya niat pindah ke agensiku, babe? Aku belum memiliki warna suara seperti milikmu."
Lauren terkekeh dan memutar bola matanya malas, itu hanya semacam candaan Liam karena Liam tak akan benar-benar mengajaknya bergabung di agensinya. Liam paham Lauren nyaman di Hollywood.
"Aku yakin setelahnya kita setiap hari akan bertengkar." Lauren memasang wajah malasnya.
Sèanne menoleh seolah tertarik dan bertanya sambil lalu, dia hanya tak ingin terlihat seolah tak tertarik pada pembicaraan mereka.
"Kenapa begitu?" Cicitnya,Lauren menatap Sèanne ramah sebelum menjawab.
"Liam tidak suka aku mengenakkan pakaian yang serba terbuka, bahkan bulan lalu kami bertengkar hanya karena gaun sialan yang kukenakan di fashion week." Lauren cemberut.
Liam tertawa sementara Sèanne berhenti bernapas, Sèanne lupa Liam selalu posesif dan overprotektif dengan semua hal yang dia sayangi dan jelas Liam sangat mencintai Laurennya yang tanpa perlu memakai pakaian terbuka memancarkan aura seksi yang membahayakan bagi semua orang, Sèanne lagi-lagi harus menahan rasa sakit di hatinya.
"Pasti, apalagi jika kau harus menyanyi dan menari." Liam dengan wajah tak sukanya membuat Semua orang tertawa mendengar ucapan Liam.
Sèanne hanya sanggup meringis perih dalam hati, rasa sakit itu semakin menjadi dan tak bisa dia tanggung terlalu lama. Dia ingin menangis kencang karena hal ini.
*Sèanne berlari cepat melihat Lift yang hampir tertutup dan menahannya dengan kedua tangannya, betapa terkejutnya dia saat melihat Liam berdiri melipat tangan di dadanya sendirian. Suara denting lift membuat Sèanne sadar dan langsung masuk ke dalam, berkali-kali dia menelan ludahnya karena merasa gugup hanya berduaan dengan Liam.Liam merogoh saku dan memainkan ponselnya di sana, seolah hanya dia sendiri yang ada di sana. Sementara itu Sèanne sama sekali tak bisa mengalihkan tatapannya dari Liam. Dia merasa sedih karena Liam sama sekali tak mengingatnya bahkan sebagian sahabatnya.
Terlebih Liam tidak mengingat sosok Lauren yang bekerja untuknya mengurus semua keuangan, bahkan Sèanne masih ingat betul dia dan Lauren bertemu di Paris sebelum pesta pertunangan mereka. Lauren beruntung karena saat Liam tidak mengingat apapun justru Lauren menjadi bagian dalam kisah cintanya, Sèanne bahkan sama sekali tidak mendapatkan peran di hidup Liam saat ini.
Sèanne tahu Lauren mencintai Liam, dari tatapannya Lauren memang tulus mencintai Liam hanya saja Sèanne juga tahu jika Lauren paham suatu saat ketika Liam mengingat segalanya mereka akan berpisah.
"Ok, jadi sampai kapan kau akan menatapku seperti itu? Kau juga artis, kan? Bukankah kau sangat paham jika sangat tidak nyaman terus ditatap seperti itu?" Liam merendahkan suaranya.
Sèanne sadar dari lamunannya dan langsung membuang muka, jantungnya berdebar karena nada tajam Liam padanya. Liam mengantongi ponselnya dan mendekati Sèanne. Sèanne menjilat bibirnya yang terasa kering karena sadar sekarang posisi mereka sangat dekat.
Liam menyentak dagu Sèanne pelan, dan menatap kedua mata Sèanne dengan tajam dan dingin. Tatapan yang dibenci oleh Sèanne karena membuatnya tak nyaman dan merinding ketakutan belum lagi seringaian di bibir Liam, tanpa sadar Sèanne menggigit bibir bawahnya menahan kegugupan. Jantungnya yang tak bisa dikontrol berdebar tak karuan, hanya berdua di lift yang sempit dan ditatap seperti mangsa oleh Liam membuat kaki Sèanne lemas.
"Pertama aku tidak suka dilihat dengan begitu lekat, kedua jangan menggodaku dengan bibir pink segarmu itu. Atau aku-" Liam menggantung kalimatnya tepat saat denting lift berbunyi, seolah dia tahu aktifitas mereka akan terganggu.
Liam mengutuk dirinya sendiri yang hampir menyambar bibir segar milik Sèanne yang menggoda dirinya, Liam keluar tanpa mempedulikan Sèanne yang kesulitan mengatur napas dan hatinya.
Sèanne nyeri melihat Liam seperti tadi, bukan sikap Liam yang biasanya lembut dan penuh cinta padanya memang tapi mengingatkan pertemuan pertama mereka di bangku kuliah. Liam yang dingin dan arogan, Liam yang benci dengan cinta karena dia menganggap bahwa cintalah yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
*"Jadi kau sudah menikah, bear? Dan kau mendahuluiku, suamimu juga tampan. "Liam menyandarkan dirinya di sofa dikelilingi oleh orang-orang yang ada di Lithium beberapa hari lalu, tapi kali ini mereka ada di kantor Liam hanya sekedar mengunjunginya dan memastikan bahwa mereka tidak berkhayal tentang Liam yang masih hidup."Kau juga akan menikah." Sharon melirik ke arah Sèanne sekilas, Sèanne yang sadar hanya tersenyum getir padanya. Bagaimanapun mungkin jika dia dulu tidak peduli pada berita itu mungkin sekarang dia telah memiliki bayi lucu dari pernikahannya dan Liam, sangat disayangkan segalanya terjadi begitu tragis dan sulit diprediksi.
"Ah, ya, Lauren, aku belum memikirkan tentang itu. Kau tahu Hollywood, kan?" Liam bicara santai.
Sèanne kaget mendengar nama Lauren tapi dia mencoba tak menunjukkannya pada semua orang. Sèanne mengerti maksud Sharon adalah Liam hampir menikah dengannya tapi nama Lauren dari bibir Liam membuatnya menyadari satu hal, Saat ini Liam bukan miliknya dan entah sampai kapan.
"Why? Kau tak mencintainya,dude?" Ben sahabatnya yang paling tegas menembakkan pertanyaan itu, tapi Liam tertawa lebar mendengarkan itu dari Ben.
"Ck! Aku akan mengingatkan jika kau lupa, Cinta membawa petaka dan aku tidak mau tertimpa petaka. Aku sudah cukup bahagia dengan kalian, jadi kenapa aku harus melibatkan diriku dengan petaka. Benar?" Liam tidak sadar beberapa orang menahan nafas mendengar ucapan Liam.
Sèanne bangkit berdiri dan izin ke kamar mandi mendengar ucapan Liam yang membuat hatinya teremas kuat, benar itu adalah Liam jauh sebelum bertemu Sèanne dulu. Liam yang menyalahkan adanya cinta, Liam yang percaya bahwa cinta selalu membawa kesengsaraan. Liam selalu mengatakan cinta kedua orangtuanya padanya adalah alasan kecelakaan itu terjadi, orangtuanya meninggal karena mencintai dirinya. Sisi dingin Liam kembali, Sèanne menyadari jika Liam mengingat segalanya dia akan menguatkan gagasannya tentang cinta yang penuh petaka itu.
Sèanne ingat bagaimana kata-kata tajam dan kasarnya sebelum kecelakaan itu terjadi bahkan Sèanne telah menghina kakak kesayangan Liam sebagai penggoda, jika Liam tahu maka Sèanne akan berakhir mengenaskan mengingat bagaimana posesif dan sayangnya Liam pada sang kakak. Harapan Sèanne agar Liam mengingatnya dan kembali bersamanya pupus bersamaan dengan ucapan Liam tadi. Kemungkinan Liam mengingat dirinya belum pasti tapi bisa jadi Laurenlah yang sanggup membuat Liam jatuh hati selalu menghantuinya.
*
"Aku tak percaya kau melakukan ini, apa sebenarnya tujuanmu?"
Tak ada jawaban hanya tatapan datar yang membuat tulang belakang terasa membeku karena sensasi dingin.
**"Wah, wah, kalian pikir bisa menyingkirkanku secepat itu, ya? Kalian tak tahu berhadapan dengan siapa!" Liam menyentak kepala pria di depannya dengan kasar sementara Bobby hanya mengamati dari sudut ruangan, sudah biasa baginya melihat kepribadian Liam yang konyol dan sering tertawa berubah menjadi dingin dan kejam hingga sanggup melakukan apapun."M-maaf. Tolong ampuni kami, kami berjanji tak akan mengusik hidup kalian lagi. Kumohon lepaskan kami." Liam tertawa keras mendengarnya tapi makin mengeratkan cengkeramannya rambut pria itu. Matanya menajam dengan seringaian iblis di kedua sisi bibirnya.
Ruby membanting pintu dan masuk begitu saja tanpa bisa dicegah oleh siapapun, mata kucingnya berbinar meski bibirnya mencebik kesal. Senyuman miring menghiasi bibirnya dan dia langsung menoleh pada Liam yang sedang menikmati rintihan dan permohonan dari pria yang sedang menjadi mainannya itu, bagi Ruby Liam yang dingin dan kejam benar-benar tipenya.
"Bersenang-senang tanpa mengajakku, huh?" Ruby mengangkat dagunya tinggi. Liam terkekeh lalu menyerahkan cambuk di tangannya pada Ruby, gadis itu hampir melompat kegirangan menerimanya. Liam berjalan ke sofa dan duduk dengan kaki di atas meja menyesap wine di gelasnya perlahan, baginya menonton Ruby bermain sambil meminum Wine atau latte sangat menyenangkan.
"Ampun, ampun saya mohon ampun maafkan saya maafkan saya." Liam menyeringai mendengarnya dan menghentikan Ruby yang akan mencambuknya lagi, Ruby menurut meski dia belum puas melecutkan cambuk kesayangannya itu."Ampun? Kalian hampir membuat LS entertainment bangkrut dengan skandal sialan yang kalian buat dan aku harus memberi kalian pengampunan? Kalian meminta pada orang yang salah." Liam geram bukan main karena ulah dua orang di depannya, mereka memanfaatkan bukti kedekatan Ryouta dan Lesley untuk memeras agensi Liam demi bukti yang mereka miliki.Dan mereka sangat salah, Liam sangat kejam dalam bisnisnya jika sudah ada orang yang mengusik. Sama persis dengan Ruby, karena Liam berinvestasi di perusahaan Ruby juga kantor berita milik gadis itu.Ruby dengan senang hati datang saat Liam meneleponnya mengatakan bahwa Liam memiliki mainan untuk mereka mainkan. Siapapun tak menyangka bahwa Ruby memiliki sisi gelap yang jauh dari kata normal untuk seseorang sepertinya
Liam tengah disibukkan dengan pekerjaan yang menumpuk, kerjasama yang terjalin antara perusahaannya dengan perusahaan yang dipimpin Ruby mengalami sukses besar.Banyak perusahaan yang ingin menjalin kerjasama dengan perusahaannya namun Liam sangat selektif tentang itu, Kayla membantu Liam untuk memilih perusahaan mana saja yang cukup layak bekerjasama dengan mereka sebelum berkas itu diberikan pada Liam yang menjadi pengambil keputusan.Liam membaca dengan teliti kontrak seorang model yang baru saja menjadi bagian dari agensinya, keningnya berkerut beberapa kali saat membaca uraian yang ada di sana.“Ternyata kertas-kertasmu ini lebih menarik dari kekasihmu? Hmm?” Ruby yang baru saja masuk berjalan dengan anggun menghampiri meja Liam, sebelah tangannya meletakkan Clutch di atas sofa.Mendengar suara tersebut Liam mengangkat wajahnya, pria tampan itu tersenyum manis dan menegakkan duduknya menyambut sang kekasih dengan hangat.“Ten
Pertemuan itu diadakan di ruang bawah tanah Mansion milik keluarga Mcgregory, bukan sembarang ruang bawah tanah karena ruangan luas itu dilapisi baja setebal lima senti dan juga titanium dengan ketebalan enam puluh.Tak ada satupun alat komunikasi yang dapat di gunakan di dalam ruangan itu, dan tidak ada pelacak yang bisa menembus ruangan favorit Liam itu. Ruangan teraman yang memang dibutuhkan oleh mereka saat ini.Liam duduk di ujung meja, meski dia masih muda namun pengaruhnya di dunia bawah sungguh tak bisa di remehkan.Aura menyeramkan menguar pekat saat Liam mulai membuka rapat itu, diawali dengan Liam yang dengan detail menceritakan tentang pencurian XOXO dan rencananya yang sangat rinci tentang bagaimana mengambil kembali milik mereka."Saya akan membuat sebuah kelompok kecil di luar dari kerjasama kita, kelompok yang berisi penerus klan dan juga anggota lain yg akan membantu semua pergerakan ketiga klan. Silahkan lakukan pengambilan suara."
"Kupikir dia belum siap menceritakan pada kita jika dia mengencani seorang Liam Mcgregory, ayolah! Jangan ganggu Ruby di depan kekasihnya." Victoria menengahi, Jordy bersaudara memang sangat suka menggoda putri bungsu keluarga Kimberly itu di setiap kesempatan."Kau Liam bukannya kau baru saja kembali ke Korea?" Tiffany menatap Liam penuh penasaran, semua orang di Korea tahu tentang kecelakaan hebat yang dikabarkan menewaskan Liam tapi sekarang pria tampan itu tampak sangat bugar seperti tidak pernah sekarat sebelumnya.Wajah Ruby makin menampakkan kegugupannya saat mendengar pertanyaan itu, dia takut semua orang tahu bahwa Liam mengalami hilang ingatan.Ruby menatap wajah Liam yang masih tenang seperti biasanya, bahkan tak menunjukkan keterkejutan atau kebingungan sedikitpun."Aku menjalani pemulihan yang cukup memakan waktu di Jerman, dan ku pikir itu kenapa Ruby tidak mau menceritakan tentangku. Dia masih menganggapku orang asing karena terlalu lama di
Liam menyeringai saat membuka koper kecil di tangannya , tanpa menoleh dia mengulurkan koper itu kebelakang. Séanne menerimanya dan langsung membuka tablet di tangannya, ketukan cepat terdengar.Setelah beberapa saat Sèanne mendongak dan menatap Liam dengan lekat, "ini asli."Liam menyeringai, lalu berbalik dari sana. Liam menuangkan beberapa cairan yang dia ambil secara acak dan mencampurkannya dalam tabung reaksi, asap putih tipis muncul dari dalam tabung. Liam kembali memasang topengnya.Sharon mencampur cepat cairan yang dia bawa dan memasukkannya kedalam syringe , dan secepat kilat menyintikkannya di leher belakang dokter James yang masih menatap Liam dengan waspada."Aaargghh!" Dokter James mengerang memegangi leher belakangnya, sementara Sharon dengan santai kembali merapikan perlengkapannya. Cairan yang dia suntikkan adalah Azt27, sebuah senyawa yang menyebabkan gagal jantung. Namun senyawa itu tak akan bisa di temukan
Séanne menatap keluar jendela melihat orang yang lalu lalang dan terburu-buru mencari tempat berteduh, gerimis turun sejak Séanne memasuki Cafe kecil yang dulu sering menjadi saksi kemesraannya dengan Liam. Bahkan tempatnya duduk di dekat jendela ini adalah tempat favorit mereka menghabiskan waktu, Séanne memejamkan matanya perlahan akhir-akhir ini dia lebih tersiksa dari biasanya. Hubungan Liam dengan Ruby mulai diketahui beberapa pihak termasuk ayahnya, tentu saja Masson prihatin pada apa yang terjadi dengan putrinya. Namun sekali lagi tak ada yang bisa mereka lakukan selain pasrah dengan keadaan dan berharap Liam akan kembali mengingat segalanya, ya mereka hanya bisa berdo'a. "Séanne? Itu kau?" Suara seorang pria membuat Séanne membuka matanya dan menoleh cepat, pria tinggi mengenakan jaket kulit hitam dan jeans berdiri di sisi meja Séanne dengan mata terbelalak seolah hampir lepas. "Hans? Itu kau?" Séanne menatap dari atas ke bawah citra pria di depan
"Aku hanya ingin tahu pola pertemuan mereka, bukankah kau tahu Hans sangat susah dicari?" Sèanne berusaha melepaskan cengkeraman Jolly di tangannya. Jolly melepaskan tangannya sembari memutar bola matanya malas, dengan langkah buru-buru dan menahan kesal Jolly duduk di kursi kebesaran miliknya. "Liam akan membunuhku jika tahu tentang ini, tugasmu baru di setujui dan rencananya kau akan melaksanakannya lusa." "Ayolah, Jolly. Aku mendapatkan kesempatan sekarang, bisa saja rencana itu tidak berjalan lancar." Sèanne mendekat dan duduk di hadapan Jolly yang sedang memijit pangkal hidungnya ringan. *** Ruby menatap Layar Laptopnya dengan kening berkerut, saat dia memperbesar pencitraan di layar dengan kaget dia berdiri dan berlari keluar ruangannya. Beberapa staf yang melihat Ruby bingung. Namun mereka tidak berani bertanya dengan apa yang di lakukan CEO mereka. *** "Berita t
Liam yang mendengar Ruby segera menghampiri dan menyatukan alisnya melihat apa yang ditunjukkan oleh Ruby, sesosok perempuan tergeletak tanpa mengenakan apapun di tengah ruangan itu. Rambut panjangnya yang hitam adalah satu-satunya hal yang menghalangi pemandangan punggung putihnya.Ruby melirik Liam sekilas lalu masuk kedalam ruangan. Ruby memeriksa keadaan perempuan tanpa busana yang mereka temukan. Perlahan Ruby memutar langkahnya kedepan dan matanya seketika membelalak kaget melihat kondisi perempuan tersebut."Panggil bantuan, kita harus membawanya ke rumah sakit." Ruby berlutut di depan perempuan itu lalu menelentangkan tubuh lemah tak berdaya tersebut.Mata Ruby mengamati sekitar lalu menemukan selembar kain penutup jendela. Dengan cepat Ruby menariknya lalu menutupkan kain pada tubuh tak berdaya itu.Pilot serta Co pilot helikopter menyeruak masuk di belakang Liam, Mereka dengan segera membawa perempuan itu pergi dari sana."Mereka sa