Beranda / Romansa / Mémoire / 2. Penjelasan yang terlambat

Share

2. Penjelasan yang terlambat

     Liam kembali ke Seoul setelah dua minggu, selama itu pula pesannya pada Sèanne sama sekali tak di balas. Juga teleponnya yang hampir dia lakukan lima menit sekali, Liam bukan tidak tau tentang berita itu.

Bahkan Ruby menawarkan diri menutup berita itu, tapi Liam mengatakan percuma menutup berita yang hanya dalam waktu satu jam telah dilihat jutaan orang di dunia. Liam mendatangi agensi tempat Sèanne, tanpa banyak bicara apalagi bertingkah dia langsung saja masuk ke ruang latihan dimana tunangannya itu berada.

Sèanne kaget saat ruang latihan terbuka begitu saja dan tampak Liam orang yang memporak porandakan hatinya berdiri menjulang di sana. Sèanne ingin berlari dan memeluk tubuh Liam dengan erat, mengatakan betapa dia sangat merindukan Liam dan mengatakan betapa hatinya sakit karena berita itu.

Liam mendekati Sèanne yang segera bergeser menjauh darinya, Liam mengusap wajahnya kasar. Dia tahu harus menghadapi Sèanne yang marah, hanya saja ternyata Liam tak cukup kuat melihat tatapan terluka yang Sèanne layangkan padanya. "Hai, apa kabar? Kenapa kau tak mau mengangk-"

"Aku ingin membatalkan pertunangan kita, aku ingin fokus dengan karir menyanyiku." Sèanne memotong cepat, jika dia mendengar suara Liam lebih lama lagi dia tak yakin sanggup bertahan pada keputusannya. Liam kaget tapi hanya menghela nafas perlahan. Dia tahu dirinya salah tapi bukankah harusnya Sèanne mendengar penjelasannya dulu?

"Kau yakin? Bukannya aku berhak untuk-" Liam mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Dia sangat tahu tunangannya mudah cemburu buta tanpa mau menerima penjelasan apapun darinya.

"Melihat bagaimana interaksi kalian dan juga dia yang bebas mengangkat ponselmu itu cukup membuatku paham, aku juga menyesal telah memberimu segalanya. Cintaku, hatiku, tubuhku, duniaku jadi tolong jangan mempersulit ini. I'm done!!!" Liam menatap mata Sèanne, Sèanne tidak bohong dia sungguh-sungguh dengan ucapannya dan Liam merasakan sakit itu lagi.

Trauma akan kehilangan kedua orangtuanya kini kembali membayang didepan mata, padahal Sèanne lah yang menyembuhkannya.

Liam tersenyum muram."Hebat, kupikir kau adalah orang yang paling mengenalku diantara yang lain ternyata salah. Kau bahkan sama sekali tak tahu apa-apa tentangku dibanding yang lain." Liam menahan dirinya untuk tidak menangis kali ini, sesakit apapun rasa di hatinya dia harus tetap kuat.

Sharon menerobos masuk ke dalam ruangan itu mengabaikan semua orang yang menatapnya berlarian sejak tadi. Dia hanya mengkhawatirkan Liam mendapat reaksi keras Sèanne nantinya.

"Liam kau-" Liam menatap Sharon dengan sorot mata penuh luka, sorotan yang sama ketika kedua orangtuanya meninggal bertahun lalu. Liam berlalu begitu saja melewati Sharon, tatapan mata Liam cukup membuatnya paham akan apa yang terjadi. Sharon berbalik menatap Sèanne dengan tajam, seolah menyalahkannya atas apa yang dilakukan pada Liam.

"Kau ingin mengatakan bahwa aku tidak bisa mengerti dirinya? Di sini aku yang tersakiti. Katakan bagian mana yang tidak aku mengerti tentangnya?" Sharon mendekat pada Sèanne lalu menatapnya remeh, dia bahkan seolah engggan bicara pada Sèanne.

"Kau tak tahu apa-apa tentang Kayla, Liam sedang mencoba menjaga perasaanmu." Sèanne mencibir Sharon, bersama perempuan lain? Apakah itu masuk dalam istilah menjaga perasaan?

"Dengan berbagi ranjang bersama penggoda itu iya?" Sharon menatap tajam Sèanne, jika sebuah tatapan bisa membunuh maka Sèanne akan menjadi korban tatapannya.

"Aku tak menyangka pemikiranmu sama busuknya dengan sepupumu." Sèanne tidak mengerti kemana arah pembicaraan Sharon, disela aliran Air matanya dia mencoba tetap berbicara pada Sharon.

"Sepupu?" Sharon berjalan kesisi lain ruangan itu melihat tatapan bingung Sèanne yang lekat kearahnya.

"Kurt Phillip." Sharon melihat perubahan ekspresi Sèanne mendengar nama itu, Kurt adalah anak dari adik tiri Masson Phillip ayah Sèanne. Meski sepupu Sèanne sangat menyayangi Kurt dan menganggapnya sebagai kakaknya sendiri, mereka memang sangat dekat dan tampak akrab satu sama lain.

"Liam menjaga perasaanmu dengan tidak mengatakan bahwa Kurt dan sahabatnya James mencoba memperkosa Kayla, itu yang menyebabkan Kayla trauma pada pria asing dan juga itu juga alasan Liam pindah ke Thailand. Kayla adalah anak Nyonya Vanya ibu Liam sebelum menikah dengan Tuan Marco ayah Liam, well yeah ... mereka saudara tiri." Sèanne mencerna kalimat Sharon dengan cermat.

Dia ingin berteriak tidak mungkin pada apa yang baru saja dikatakan oleh sahabat pria yang sangat dia cintai. Tapi Sharon melemparkan kertas berisikan potongan surat kabar dan juga laporan kesehatan Kayla, matanya membulat tak percaya tapi semua bukti tak terbantahkan.

Sèanne tercekat seolah paru-parunya menolak pasokan oksigen di sana, dadanya terasa terbakar dan pipinya sudah basah oleh air mata.

"Sampai sekarang aku masih belum mengerti kenapa Liam bisa sangat memahamimu sementara kau tak pernah sekalipun mengerti tentangnya, bahkan karena tahu impianmu menjadi seorang penyanyi Liam sampai membangun agensi sialan ini hanya untukmu suatu saat nanti. Dia hanya melihat kearahmu, meski aku yakin banyak gadis yang sanggup membahagiakannya lebih darimu Nona Sèannon Phillip." Sharon sudah ingin beranjak dari sana tapi tangannya di tahan oleh Sèanne, tanpa disangka Sèanne berlutut di depan Sharon dengan isak tangisnya.

"Ak-ku mohon, aku ingin meminta maaf pada Liam" Sharon ingin mengatakan tidak tapi melihat Sèanne yang sudah sangat putus asa membuatnya tak bisa menolak, bagaimanapun Sharon tahu jika kebahagiaan Liam ada pada Sèanne.

****

Liam memukul setir dengan keras. Dia sangat ingin berteriak di depan Sèanne bahwa Kayla adalah kakaknya tapi Liam tidak mau membuat Sèanne sakit hati juga kecewa pada sepupu yang dia sayangi.

***

Sharon dan Sèanne bergegas memasuki mobil saat Kayla turun dari mobil yang dikemudikan Brian, Sharon kembali keluar dan menatap heran melihat keduanya tampak panik. "Kayla? Ada apa? Kenapa kau tampak panik? Kau kenapa?"

Kayla menggeleng tegas, matanya berkeliaran mencari dimana sosok Liam namun nihil tak ada tanda-tanda mobil adik tirinya itu di sana.

"Bukan aku, tapi Liam. Dia tak meminum obatnya, kepanikan dan kegelisahannya akan kambuh. Ini berbahaya." Kayla menunjukkan botol di tangannya, memang sejak memimpin perusahaan keluarganya Liam kembali mengkonsumsi obat penenang. Stres memicu munculnya ingatan tentang trauma masa kecilnya, tapi hari ini Kayla baru sadar jika Liam tak meminum obatnya.

"Oh shitt! Brian kejar Liam, aku tak memiliki ide dimana dia tapi hubungi Ailee dan minta dia melacak Liam." Sharon memekik panik. Brian mengangguk dan Sharon langsung melompat kedalam mobil dengan buru-buru, dia tak ingin terjadi apapun pada pria yang dia anggap keluarganya itu.

"Sharon, kenapa kau sangat panik?" Sharon menatap Sèanne menimbang apakah harus menceritakannya atau tidak, apalagi di saat kondisi Sèanne yang tampak kacau.

"Liam tak meminum obatnya, sejak kembali memimpin perusahaan dia kembali mengalami serangan panik. Aku hanya khawatir padanya, dia sedang kalut. Semoga tak terjadi apapun padanya." Sèanne menelan ludahnya kasar, serangan rasa panik? Kenapa dia tidak tahu? Kenapa Liam tak memberitahunya? Sejak kapan?

Ya tuhan Sèanne! Sebenarnya kau ini tunangan macam apa? Kenapa kau tidak tahu hal sepenting ini? Dulu kau hampir menghancurkan pertunanganmu karena cemburu pada Ruby, sekarang kau melakukan hal bodoh lagi?

***

Sharon mendapat koordinat dimana Liam berada, masih di jalanan tiga blok dari tempat mereka sekarang. Sharon menginjak pedal gas dalam, dia ingin secepatnya mengejar mobil Liam. Usaha itu tidak sia-sia, Liam ada dua mobil di depannya Sharon berusaha mengejar tapi mobil di belakang Liam seolah tak memberi jalan, mobil itu menempel ketat seolah sedang dalam perlombaan.

Sharon menekan klakson berkali-kali tapi tak digubris, saat melihat mobil itu bergerak lebih cepat Sharon mengira mobil itu akan menyalip tapi siapa yang menyangka jika mobil itu menabrak mobil Liam dengan keras dari belakang. Mobil Liam keluar dari jalur berguling sebelum akhirnya membentur pembatas jalan, bahkan beberapa bagian mobil tercecer di jalanan beraspal itu.

"LIAAAMMMMM!!!!" Keduanya berteriak dengan keras, Sharon menepikan mobil didekat mobil Liam yang terguling. Sèanne dan Sharon berteriak nyalang sembari menghampiri mobil Liam dengan panik. Sharon dengan air mata berlinang di pipinya berusaha mengeluarkan Liam yang terjebak di mobil yang sudah terbalik itu, Sèanne berusaha membantu dengan meraih sabuk pengaman itu hingga Lepas.

Sharon menarik tubuh Liam keluar dari mobil, membaringkan Liam di pangkuannya sementara Sèanne segera menelepon ambulance.

Senyuman lebar tercetak di bibir Liam, tubuh Liam berlumuran darah bahkan pelipisnya terdapat luka goresan melintang cukup dalam. Tangannya tak luput dari luka gores bahkan pipi Liam telah membiru akibat benturan hebat, lebam dan bengkak itu sekarang tercipta di wajah tampan Liam.

Dia menggerakkan tangannya kearah pipi Sharon, mengusap air mata yang terus membanjir karena melihat kondisi Liam. Isakan Sharon makin keras merasakan usapan Liam di pipinya, hatinya hancur melihat kondisi itu.

"Jangan menangis bodoh, kau sangat jelek saat menangis" Liam berkata seolah memarahi Sharon, Sharon mendongak agar air matanya tak jatuh tapi sia-sia sekuat apapun dia menggigit pipi dalamnya air matanya menerobos keluar tanpa bisa dicegah.

Liam menatap Sèanne yang sudah bersimpuh di depan Sharon, kembali tangannya terangkat untuk mengusap pipi Sèanne kali ini. Tapi Sèanne menahannya, menciumi tangan Liam yang berlumuran darah sementara bibirnya tergigit kuat.

"Sayang ma-afkan aku hiks, aku ingin menikah denganmu. Ayo kita harus kerumah sakit, bertahanlah." Senyuman Liam semakin lebar namun kini air matanya lolos begitu saja tak mampu dia tahan, Liam mengangguk pada Sèanne lalu kembali menatap Sharon.

"Aku kedinginan bear, aku lelah. Aku ingin tidur." Sharon menggelengkan kepalanya cepat, Sèanne menggigit kepalan tangannya untuk menahan isakan yang lebih hebat.

"Tidak, tidak. Jangan katakan hal konyol, kau akan tidur saat kita sampai di rumah sakit. Kita akan kesana sekarang, tetap terjaga." Liam menggeleng pelan tapi senyumannya makin lebar.

"Aku bangga padamu, tolong jaga Sèanne. Aku mencintainya lebih dari apapun di dunia ini, bahkan nyawaku sekalipun." Sèanne menubruk tubuh Liam memeluknya erat, isakan pilu terdengar dari bibir Sèanne dan Sharon. Entah kenapa firasat mereka mengatakan jika memaksa membawa Liam mereka akan kehilangan sebuah momen berharga, mereka menuruti Liam yang terus menolak saat diajak kerumah sakit.

"To-tolong sayang, bertahanlah. Ayo kita kerumah sakit, jangan tinggalkan aku sendirian. Aku mencintaimu dengan sangat, aku tak akan ragu lagi. Ku mohon, tetaplah bersamaku aku tak akan sanggup hidup tanpamu." Liam mengerjapkan matanya perlahan tatapan penuh cinta namun tampak sayu dan menyakitkan diberikan Liam pada Sèanne, Sèanne tak mau melepaskan pelukannya pada tubuh Liam.

"Jaga semua sahabat kita seperti aku menjaga mereka, termasuk kakakku Kayla." Mata Liam mengerjap sangat pelan sebelum menutup sempurna, Sharon mengguncangkan tubuh Liam dan Sèanne menatap tubuh lemah Liam tak percaya. Dia meringis merasakan hatinya yang seolah tercabik dan jantungnya yang seolah kehilangan iramanya untuk berdetak, matanya menatap kosong dan nanar.

"Sialan, Kau jangan bercanda monkey. Mana bisa aku menjaga semuanya sendirian, bangun sialan! Aku tidak akan bisa tanpamu" Sharon berteriak kencang. Sèanne terisak makin menjadi, dia menangis histeris melihat pria yang selama ini mengisi hidupnya sekarang tak bergerak sama sekali. Rasa bersalah, penyesalan, rasa sakit, rasa takut, rasa kehilangan memenuhi dadanya saat ini.

Sharon tak lagi menahan air matanya dia membungkuk memeluk tubuh Liam yang sama sekali tak bergerak, dia hancur berkeping. Dia masih ingat bagaimana Liam mengamuk di rumah sakit karena para dokter mengatakan bahwa kemungkinan Sharon akan lumpuh setelah kecelakaan. Sharon ingat bagaimana Liam mencengkeram kerah dokter yang menanganinya sebelum membawanya terbang ke New York menggunakan Jet pribadi miliknya, dia masih sangat ingat Liam mengancam siapapun yang berani bicara tentang kelumpuhan di depan mereka.

Liam, sosok yang sudah lebih dari saudara yang melindunginya. Sosok yang dia sayangi, dan sosok itu sekarang tak bergerak dalam pelukannya.

"Aku tak akan bisa menjaga sahabat kita sebaik dirimu,sayang. Bukankah kau ingin menonton konserku? Bukankah kau sudah berjanji? Bangun Liam hiks bangun hikss."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status