Kensky tersentak. "Apa ibumu meninggal?"
Dean menunduk menatap Kensky. "Ya."
Flashback On:
Saat fajar menanti, Dean tebangun akibat suara sentakan kasar dari pemilik toko. Mereka diusir dan Dean bingung akan membawa ibunya ke mana, sementara kondisi ibunya semakin parah.
Dean dengan penuh ketakutan terpaksa meminta tolong siapa saja yang ada di sana untuk menampung mereka, namun karena kondisi mereka seperti itu__ kotor akibat debu lantai__ membuat orang-orang tidak mau membantunya.
Dean ingin membeli obat untuk ibunya, tapi tidak punya uang sementara dirinya juga lapar. Dia mengemis-ngemis pada orang yang lewat, tapi tidak ada satupun orang yang memeberikan uang padanya. Bahkan ada yang mendorongnya hingga jatuh karena tidak mau didekati.
"Bu?"
"Hmm," erangnya dengan mata yang masih terpejam. Badannya menggigil.
Jadi ikut nangis... Hiksss
Kensky memeluknya. "Berarti kau memang sudah ditakdirkan untuk hidup bahagia selamanya." Dean balas memeluknya. "Hidupku akan lebih bahagia jika sudah memilikimu seutuhnya." Kensky mendongak menatap Dean. "Aku mencintaimu." Pria itu memunduk kemudian melumat bibir Kensky. Mereka berciuman. Ciuman yang panas dan membawa mereka ke atas ranjang. Dean perlahan melepaskan gaun tidurnya, sementara Kensky dengan penuh cinta menatap pria itu dengan mata sayu akibat gairah yang bergolak. "Kau mencintaiku?" tanya Kensky. "Sangat. Aku sangat mencintaimu." Kensky mengalungkan kedua tangan di lehernya. "Kalau kau mencintaiku, apa kau akan menuruti semua kemauanku?" Dean mengecup dahinya. "Apapun. Apapun itu akan kuberikan. Aku bahkan rela mati jika itu yang kau inginkan." Wanita itu tertawa. "Aku tidak ingin kamu mati, kalau kau mati aku juga bisa mati. Aku hanya ingin satu hal darimu malam ini." Dean menunduk untuk menjilat
Rebecca tak bisa berkata apa-apa. Keputusan Soraya sudah bulat dan itu artinya gadis itu rela melakukan apa saja demi mendapatkan Dean. "Soraya, kau tenang dulu. Nanti kalau Bernar sudah pulang dari Jerman, biar Mama yang akan bicara padanya." Soraya menatapnya. "Selama ini aku lihat Mama tidak ada pergerakan sama sekali. Mama terlalu takut pada Bernar, padahal bukti semuanya ada pada Mama. Harusnya Mama bisa mengambil keputusan sendiri dengan memanfaatkan semua bukti-bukti yang ada, bukannya ingin bertemu dan mendiskusikannya dengan dia. Buang-buang waktu itu namanya." Rebecca tersinggung. "Apa maksudmu, Soraya?" "Mulai sekarang urusan pernikahan adalah urusanku. Biar aku yang akan mencari cara bagaimana dia mau menikahiku. Mama urus saja urusan Mama sendiri." Soraya berlalu dan meninggalkan Rebecca sendiri di ruang makan. "Soraya! Soraya!" *** B
Kensky segera memutuskan panggilan. Tak ingin menunda waktu lagi karena memikirkan kondisi sang ayah, Kensky segera mencari kontak Dean dan menghubunginya. Dengan posisi yang masih sama ia menatap dinding sambil menunggu panggilannya terhubung. "Halo, Sayang?" sapa Dean dari balik telepon. Kensky tersenyum sayang. "Apa kabar? Apa aku mengganggumu?" "Kabarku buruk." Ekspresi Kensky mendadak berubah. "Kenapa, Sayang? Apa ada masalah di kantor?" Terdengar Dean tertawa. "Aku merindukanmu." Kensky mengendus. "Aku pikir kenapa." "Kamu sendiri sedang apa? Apa kau merindukanku?" "Aku sangat merindukanmu. Hari-hariku rasanya berat tanpamu, Dean." "Kalau begitu besok aku ke sana saja, bagaimana?" Kensky terkejut. "Jangan, Dean. Tidak usah. Justru aku yang mungkin akan ke sana." "Kau tidak perlu ke sini, Sayang. Biar aku saja yang ke sana." "Tidak, Dean. Aku ingin minta ijin padamu beberapa
Beberapa hari pun berlalu. Dengan bias cahaya terang akibat cuaca yang begitu cerah pagi itu, Dean sekarang sudah berada di dalam apartemennya dengan suasana hati yang tidak secerah langit. Ia sedang duduk sambil menatap layar laptop dengan wajah garang bagaikan hewan buas siap menerkam mangsa yang berani melewatinya."Hubungi Mr. Bla, Matt. Katakan aku ingin bicara," kata Dean tanpa menatap pria yang kini berdiri di hadapannya dengan setelan jas rapi."Baik, Bos."Dengan cepat pria itu merogoh ponsel dari saku jas dan mencari kontak Mr. Bla. Dan begitu panggilannya terhubung, Matt segera memberikan benda pipih itu kepada Dean."Ini, Bos."Dean meraihnya. "Halo?""Iya, Bos?""Apa Eduardus bersamamu?""Dia sedang istirahat, Bos.""Bagus. Jangan sampai dia mendengar pembicaraan kita," Dean beranjak dari kursi dan berdiri di depan jendela kaca, "Apa dia menanyakan alasan kenapa kau menculiknya?""Ada, Bos. Tapi aku m
Kensky terkejut. "Kenapa papi melakukan itu?" Airmatanya merebak.Soraya yang melihatnya pun berpura-pura baik dan membawa Kensky untuk duduk di sofa."Aku dan mama juga sempat kaget, Sky. Tapi kau tahu kan kondisi ayah seperti apa? Jadi begitu kami mengeluarkan ayah dari bak air, aku langsung menghubungi dokter, sedangkan mama melakukan segala cara agar ayah kembali sadar. Tapi belum sempat dokter datang, ayah sudah tidak ada. Ayah meninggal malam itu juga."Kensky semakin menangis. "Ya, ampun. Kenapa kalian tidak langsung menghubungiku? Kalau tahu akan jadi begini, malam itu juga aku langsung terbang ke sini.""Kami panik, Kensky. Kami juga sedikit takut memberitahukanmu, karena tidak ingin terjadi sesuatu padamu."Kensky terus menangis, sedangkan Soraya yang kini menatap adik tirinya tersenyum samar karena gadis itu termakan kebohongannya.Rebecca pun demikian. Meski dalam posisi sedang berpura-pura menangis, ia sesekali melirik Kensky da
Setelah berpamitan di atas pusara yang bertuliskan nama Eduardus Oxley, Kensky mengajak Soraya untuk kembali ke rumah. Sambil berjalan pelan mereka bercerita."Kau yakin ingin menikah dengan orang itu?" Soraya memulai.Kensky tersenyum sambil menatap kaki yang langkahnya menginjak rumput gajah mini. "Aku yakin. Aku sangat yakin dengan pilihan orangtuaku. Jika bagi mereka dia adalah sosok yang baik, berarti buatku juga dia pasti yang terbaik.""Kalau aku ... pasti aku tidak akan mau.""Kenapa?" tanya Kensky."Menikah dengan orang yang belum kita kenal itu berisiko, Sky. Apalagi kita sama sekali tidak memiliki rasa pada orang itu. Sama saja kita beli kucing dalam karung."Kensky tersenyum lagi. "Tapi kan cinta itu bisa tumbuh dengan sendirinya. Lagi pula aku tidak akan langsung menikah, aku ingin menjalaninya dulu. Saat ini pak Dean sudah menugaskanku di Jerman, dan beliau mempercayakanku untuk memonitor segala operasional di sana. Jadi, ada b
"Rebecca benar-benar kelewatan," geram Dean, "Hubungi Mr. Pay. Aku harus bicara dengannya."Tanpa menunggu lagi Matt langsung mencari nama Mr. Pay dalam kontak kemudian menghubunginya."Ini, Bos," kata Matt seraya memberikan ponsel itu pada Dean."Halo, Mr. Pay?" sapa Dean."Halo, Pak Dean.""Maaf telah mengganggu Anda. Ada hal penting yang harus saja sampaikan kepada Anda, Mr. Pay.""Tidak apa-apa, Pak Dean. Eh, kalau boleh tahu hal penting apa ya, Pak?"Dean mendudukan dirinya di kursi. "Soal Rebecca, dia telah membuat kuburan di belakang rumah dengan pusara yang bertuliskan nama Eduardus Oxley.""Apa? Anda tahu mana, Pak Dean?" Nada Mr. Pay terdengar kaget."Aku telah menyuruh orang untuk mematai-matai rumahnya. Sebenarnya aku tidak ingin melakukannya, tapi karena Kensky minta cuti untuk pulang karena ayahnya sekarat, aku menyuruh seseorang untuk memantau Rebecca dan anak perempuannya. Mungkin kalau aku tidak tahu mas
Di dalam kamarnya yang selalu ia rindukan selama berada di Eropa, Kensky tampak cantik dengan balutan gaun putih panjang bertali satu. Karena tahu Dean suka dengan warna putih, ia sengaja memilih gaun itu untuk pertemuannya kali ini.Meski hampir setiap hari mereka bertemu, tapi Kensky ingin sesuatu yang beda di pertemuan mereka kali ini. Apalagi malam ini mereka akan bertemu layaknya pasangan yang sudah dijodohkan. Jadi Kensky berusaha sebaik mungkin agar tidak kelihatan seperti karyawan Dean.Dan begitu pikirannya teringat pada lelaki itu, saat itulah Kensky meraih ponsel dan menghubunginya. Dengan senyum manis ia menempelkan ponsel ke telinga sambil menatap diri di cermin."Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah___"Tut! Tut!Kensky memutuskan panggilan. "Kok ponselnya tidak aktif?" katanya pelan. Ia mencoba lagi. Jika tadi wajahnya tersenyum saat menatap cermin, kini wajah cantik itu berkerut saat balasan
Kensky bergairah. Dari awalnya hanya iseng saat mulutnya yang kecil mengulum pucuk buah dadanya Dean, kini sambil memejamkan mata ia memindah posisi dan berlutut di hadapan lelaki itu. Tangannya yang halus dengan lembut bergerak ke arah handuk dan melepaskannya. Dean terkejut. Dengan mata sayu ia menatap Kenksy yang sedang menyerang perutnya dengan kecupan-kecupan kecil hingga membuatnya terasa nikmat. Kensky yang semakin lama dilanda gairah ketika merasakan elusan lembut dari tangan Dean, kini menunduk dan melihat bagian yang mengeras dan tegas. Ia terkejut melihat bagian itu untuk pertama kalinya yang ternyata lumayan panjang dan berisi. Sambil menatap Dean ia tersenyum dan berkata, "Ini ukuran yang sangat menakjubkan, Dean." Lelaki itu mencondongkan badan dan melumat bibir Kensky. Setelah puas saling melumat, mereka melepaskan bibir dan saling bertatap. "Kau tidak perlu melakukannya, Sayang."
Di dalam kamar vila mewah dan terbesar di Amerika, Dean sedang berdiri sambil menghadap jendela kaca dengan tubuh yang hanya mengenakan celana pendek. Tubuh bagian atasnya terbuka, sedangkan sebelah tangannya menahan ponsel yang menempel di telinga."Maafkan aku, Dean. Padahal aku dan istriku ingin sekali menghadiri pernikahanmu, tapi kakak iparku mendadak menyuruh kami ke Rusia pagi tadi. Mertuaku meninggal, karena kecelakaan.""Aku turut berduka cita. Kapan pemakamannya?""Terima kasih, Dean. Pemakamannya besok. Anak-anaknya ingin mempercepat pemakaman, karena bagian tubuhnya hancur. Jadi mereka tidak mau menahan jenazah-nya lebih lama lagi.""Maafkan aku, Mister. Aku ingin sekali hadir ke pemakaman itu, tapi Anda sendiri tahukan?""Aku mengerti, Dean. Tapi ngomong-ngomong soal vila, kau suka kan tempat itu, kan? Aku sengaja memberikan kamu vila di atas puncak biar kau bisa men
"Enam sembilan?""Iya," balas Tanisa, "Tunggu di sini. Aku akan mengambil laptop dulu."Kensky menatap bingung ke arah Tanisa yang kini berjalan memasuki kamarnya."Kau harus melihat ini, Sky," kata Tanisa yang tiba-tiba muncul sambil membawa laptop. Ia duduk di sebelah Kenksy kemudian mengotak-atik benda itu, "Ini adalah situs terbaik yang pernah aku lihat."Zet!Kensky terkejut. "Kau sering melihatnya di situs ini, ya?"Tanisa tertawa. "Memangnya kenapa? Kan mencari pengalaman bukan harus mempraktekkannya saja. Sama seperti sekolah, kita akan mendapat materi dulu, baru dipraktekkan. Bukan begitu?"Kensky terdiam karena apa yang dikatakan Tanisa ada benarnya. Ia tidak perlu bercinta dulu baru mendapatkan pengalaman, tapi hanya dengan berbagi pengalaman bersama Tanisa dan melihat video di situs itu sudah cukup bagi Kensky untuk mempraktek
Mata Dean berubah sayu. Perlahan ia mulai membuka kancing kemeja Kensky hingga semuanya terlepas. Setelah semua kancing terlepas, ia membuka lebar kemeja itu hingga terlihat bagian suburnya yang tegas. Perlahan Dean membenamkan wajah di sana untuk menghirup aroma di balik pelindung tipis yang masih melekat di tubuh Kensky.Gadis itu mendesah saat Dean menyentuh bagian itu dengan lidahnya. "Dean ...."Lelaki itu mendongak menatap wajah Kensky. Tangannya perlahan menyusup ke balik punggung untuk membuka pengait yang menghalanginya.Kensky pasrah dan sama sekali tidak mengalihkan pandangan dari wajah Dean. "Aku ingin sesuatu yang beda di malam pengantin kita nanti."Tepat di saat itu pengait bra gadis itu terlepas. Sambil mengangkat pelindung itu dengan pelan ia berkata, "Kau ingin apa?" Dean menunduk dan mencium pucuknya yang berwarna cokelat.Kensky memejamkan mata sambil mengusap
Dengan perasaan sedih dan bahagia Eduardus mengangguk. Ia bahkan tak bisa mengeluarkan suara, akibat air mata yang kini membasahi pipinya.Mata Kensky ikut berkaca-kaca. "Apa itu artinya Papi menerima lamaran ini?"Eduardus menarik cairan hidungnya. "Tentu saja. Tentu saja, Sayang. Papi menerima lamaran Dean merestui hubungan kalian."Dengan cepat Kensky beranjak dari sofa dan mendekati ayahnya. Mereka saling berpelukan dan menangis bersama. "Terima kasih, Pi. Terima kasih karena Papi telah mengijinkan Dean menjadi suamiku."Mrs. Stewart ikut menangis. Dalam hati ia bertanya-tanya, "Jika Eduardus tahu kalau Kensky adalah cucu kandungnya, apakah dia akan menerima Dean sebagai suami Kensky?"Dean yang duduk sambil menatap mereka pun sama pemikiran. Ia bertanya-tanya dalam hati, "Seandainya Eduardus tahu aku punya hubungan dengan keluarga Barbara, apakah dia akan menerima lamaranku
Seminggu pun berlalu. Kensky yang seharusnya sudah kembali ke Eropa akhirnya tertunda akibat permintaan Dean."Aku terlalu lama di sini. Kalau aku lebih lama lagi, yang ada pekerjaanku semakin tertunda. Aku tidak mau meskipun kau pacarku, tapi melalaikan tugas sebagai karyawanmu."Dean tersenyum sayang. Saat ini mereka sedang berada di restoran langganan sambil menikmati makan siang. "Kau tidak perlu khawatir, aku sudah menghubingi Mr. Bon dan menyuruhnya untuk menangani semuanya. Kau tenang saja.""Aku tidak ingin mereka menganggap aku dispesialkan olehmu, Dean. Aku tidak ingin mereka menilai bahwa kau membeda-bedakan karyawan."Lelaki itu menyudahi makannya. "Kenapa kau harus khawatir? Kau kan memang orang yang spesial bagiku dan Kitten Group. Hanya saja mereka tidak tahu bahwa kaulah pemilik Kitten Group yang sebenarnya, bukan aku."Kensky menatap haru. Perlahan ia meraih sebe
Ekspresi Dean langsung berubah. "Saat malam ulangtahunmu yang ketujuh tahun, ibumu menemuiku waktu itu."Kensky tampak berpikir. "Kalau itu aku ingat, tapi mami tidak bilang kalau mau ke mana.""Malam itu dia datang untuk meramaikan acara yang aku, kakek da nenekmu laksanakan demi memperingati hari ulangtahunmu. Jadi setiap tanggal lima belas juni, kami merayakan ulangtahunmu tanpa kau ketahui."Mata Kensky kembali berkaca-kacaa. "Benarkah?"Dean tersenyum. "Iya. Dan saat itulah kami sepakat membuat ulang tahun Kitten Group tepat di tanggal yang sama dengan tanggal kelahiranmu.""Ya, Tuhan. Jadi barusan peringatan itu bukan karena ulang tahun kantor?""Iya, tapi peringatan untuk tanggal kelahiranmu. Dan itu tidak ada yang tahu kecuali aku dan semua keluargamu."Kensky kembali menangis. "Aku tak menyangka, ternyata keluarga mami tidak pernah melupakanku
"Dean, kumohon kabulkanlah permintaanku ini . Mungkin bagimu ini sangat tidak mungkin, tapi hanya kamulah orang yang kupercaya. Kumohon, Dean. Berjanjilah padaku bahwa kau akan menikah dengan Kensky. Hanya kau laki-laki yang kupercaya untuk menjaganya. Aku tak peduli kau mau atau tidak, pokoknya yang aku tahu Kensky harus menikah denganmu. Aku tak peduli bagaimapun caramu mendapatkannya, pokoknya kau harus menikahinya. Dan aku harap setelah membaca surat ini, kau mau berjanji dan melakukan apa yang sudah aku minta. Bertanda tangan, Barbara Stewart."Zet!Lagi-lagi Kensky terkejut. "Nama belakang mami Stewart?""Iya.""Sumpah, selama ini aku tidak tahu nama belakang mami. Yang aku tahu nama mami hanyalah Barbara Oxley."Dean mengusap pipi Kensky. "Kau ingat wanita yang kuceritkan padamu tempo hari ... wanita yang telah menolongku di depan tokonya?""Iya."
Tanpa berkata apa-apa lagi Kensky pun langsung berdiri dan memeluk Dean. "Aku juga sangat merindukanmu.""Cium aku," kata Dean.Kensky melepaskan pelukannya dan menatap Dean. "Cium?""Iya."Kensky mendunduk dan mencium dahi Dean. "Sudah.""Bibir."Wajah Kensky berubah merah. "Ini rumah sakit, Dean. Kalau perawat datang dan memperkogi kita, bagaimana?""Ini sudah larut, mereka tidak akan datang.""Tapi___""Sudah, cepat. Jangan membantah."Dengan malu-malu Kensky pun mendudukkan tubuhnya di atas ranjang. Perlahan ia menunduk kemudian mencium Dean.Lelaki itu tak hanya diam. Tangan sebelahnya terulur dan menehan kepala Kensky lalu membalas ciuman Kensky. Ciuman yang awalnya hanya sebuah kecupan lembut, berubah menjadi lumatan yang penuh perasaan.&nbs