“Kau...” Suara lembut Rose yang biasanya terdengar.
“Kenapa? Aku ikhlas kalau kau akan membunuhku.”
Aku yang masih menutup mata berkata dengan sejujur-jujurnya.
“Kau... benar-benar... tidak takut padaku?”
“Tentu saja, kau temanku. Tapi aku memiliki permintaan kepadamu, kalau aku mati bisa kau menjaga Rudy?”
Tiba-tiba sebuah pelukan terasa mendekap tubuhku dengan spontan aku membuka mataku.
Ro-rose apa yang kau lakukan!
“Dan di saat seperti... kau masih memikirkan Rudy?”
“Ru-rudy sahabat terbaikku. Ro-rose bisa kau lepaskan aku?”
“Oh! Jadi ini rahasianya?” tiba-tiba suara Rudy mengagetkan kami berdua.
Dengan wajah memerah, Rose melepaskan pelukannya.
“Tu-tunggu ini salah paham!” aku berusaha menjelaskan semuanya.
“Ru...rudy sejak kapan... kau berada di sana?” Rose bertanya sembari menatap lantai.
“Sejak kau berubah dan memeluknya?” ia tersenyum tak enak.
Kenapa kau tidak berbohong Rudy!
“Aku tidak melarang kalian berpacaran, tapi sebagai Succubus tolong jangan lukai Ricky. Aku yakin kau orang baik Rose.”
“Kau... percaya padaku?” Rose menatap Rudy.
“Tentu saja, ka-kau ada apa Rose?” Rudy tersentak kala Rose mendekat dan mencium udara di sekitarnya.
“Kalian... kenapa dengan kalian?” Rose tiba-tiba menangis.
“Kenapa Rose? ada yang salah? Ricky! Kau! Apa yang kau lakukan padanya!” Rudy menatapku tajam kemudian mendekatiku.
“A-aku tidak melakukan apapun! A-aku bersumpah!” Aku berusaha menyangkal tuduhannya.
“Katakan yang sebenarnya Ricky!” Rudy mengguncang tubuhku.
“Benar! Aku tidak melakukan apa-apa!”
Tiba-tiba Rose tertawa dan membuat kami mengalihkan pandangan ke arahnya.“Kalian ini... benar-benar... hahaha!”
Dan untuk pertama kalinya kami berdua melihat Rose Hyberis yang selalu diam tertawa dengan begitu lepasnya.“Hatchu!” aku menutup hidung dan mulutku dengan kedua tanganku.
“Kau sedang sakit kenapa kau mandi! Bukannya kau sudah kubersihkan?”
“Aku tidak biasa kalau tidak mandi, hatchu!”
“Kau ini benar-benar!”
Telinga bertahanlah, kau harus siap mendengarkan ocehan Rudy!
*****
“Sebenarnya... kalian orang pertama menerimaku... apa adanya, selain Judy serta Mary. Dan aku... tidak mencium ketakutan dari kalian sama sekali...” Rose duduk di samping ranjangku sembari menatap kedua ibu jarinya yang bergerak tak tenang.
Aku yang berbaring sembari memakai selimut, mendengarkan ucapannya yang lembut itu dengan seksama.
“Sekarang baru aku sadar, kau tidak berbicara selain pada kami dan mereka berdua.” Rudy mengerutkan dahinya.
“Itu... karena aku bisa melihat kepribadian seseorang... dan menurutku kalianlah yang dapat aku percaya... Jadi itu alasannya, kenapa aku tidak berbicara pada sembarang orang.”
“Lalu bagaimana dengan perasaanmu pada Ricky?” Rudy melirik ke arahku.
Rudy! Apa yang kau lakukan!
“Itu...”
“Ro-rose jangan dengarkan ucapannya! Otaknya sedang bermasalah!” aku bangun kemudian melemparkan bantal ke arah Rudy.
“Kenapa? Bukannya kau juga penasaran?” Rudy menangkap bantal itu kemudian melemparkannya kembali ke arahku.
“Sudah Rose jangan dijawab,” aku menatapnya, “bagaimana dengan kakakmu?”
“Berbeda denganku... kakakku dapat membaca pikiran orang lain...”
“Bukan, maksudku apa yang harus aku lakukan? Apa kita korban kan seseorang saja?” aku tersenyum sembari melirik Rudy.
“Hah! Pasti ada seseorang yang akan memohon untuk tidak melukaiku, tapi aku lupa siapa ya?” Rudy menatapku dengan ekspresi yang membuatku kesal.
Kau benar-benar Rudy!
“Hahaha!” Rose tertawa kembali.
“Jujur aku belum pernah melihatmu tertawa lepas seperti itu Rose.” Rudy tersenyum ke arahnya tapi tangannya menggelitikku.
“Hentikan! Hentikan! Hahaha!” tawaku tak tertahankan.
“Aku... tidak tahu...” Rose memalingkan wajahnya, “untuk kakakku... Aku akan melakukan sesuatu, jangan khawatir.”
“Rose jika terjadi apa-apa padaku tolong jaga mahluk ini!” ucapku sembari membalas gelitikkan Rudy.
“Hei! Hahaha! Hentikan! Hahaha!”
“Tentu saja... tapi kalian bisa memenuhi janji kalian bukan?” Rose menatap kami berdua secara bergantian.
“Berpura-pura tidak tahu apa-apa dan tidak berkata apa pun tentang itu! Aku mengerti!” Rudy meletakkan jarinya yang rapat di sudut pelipisnya layaknya seorang komandan yang melapor.
“Baiklah... Aku pulang dulu... terima kasih semuanya...” Rose tersenyum kemudian bangkit dan menghilang di balik persegi panjang yang memiliki knop.
“Jadi bagaimana?” Rudy menatapku sembari menaikkan kedua alisnya dan tersenyum.
“Apanya yang bagaimana?” aku mengernyitkan dahi tak mengerti.
“Rose! Apa kau tak ingin membalas perasaannya?” Rudy yang sibuk mempersiapkan tempat tidurnya sesekali mencuri pandang ke arahku, menunggu jawaban dariku.
“I-itu a-aku...”
Aku tidak memiliki rasa apa pun kecuali sebatas teman terhadapnya.
“Kau tidak menyukainya?” Rudy membaca pikiranku.
Aku menganggukkan kepala.
“Kalau begitu aku tidak memaksa,” Rudy mulai merebahkan tubuhnya di atas matras, “tapi kenapa aku tidak takut melihatnya?”
“Aku juga merasakan hal yang sama, tapi kenapa?”
“Apa karena kita selalu melihatnya yang lemah lembut? Jadi merasa kalau ia melukai orang lain adalah hal yang tidak mungkin?”
Rudy tiba-tiba bangun dan menatapku, “benar! Dan melihatnya dalam bentuk Succubus membuatku sadar betapa cantiknya dia!”
“Hei! Jangan-jangan kau menyukainya Rudy!”
“Bukankah hal wajar kalau pria tertarik pada Succubus? Apalagi kalau hanya berdua seperti kalian tadi Ah... Aku akan menaiki tangga kedewasaan Au-“ belum sempat ia menyelesaikan ucapannya, aku telah melemparkan sebuah bantal ke arahnya.
“Hentikan pikiran kotormu Rudy! Tidak pantas seorang bangsawan berkata seperti itu!”
“Apa yang barusan kau katakan Rick?” Ia menatapku aneh.
Gawat aku tak sengaja berkata seperti itu!
Aku tidak boleh membocorkan rahasia bahwa ia seorang bangsawan!Dalam rute Mary, ia cemburu pada seorang wanita yang mencari keberadaan Rudy. Dan wanita itu, Ibu kandung Rudy.
“Ah! Tidak! Aku tidak berkata apa-apa! Ayo tidur! Besok kita akan bersekolah bukan?” aku berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Besok ada ulangan! Dan kita belum belajar!” Rudy melemparkan bantal ke arahku.
“Hei! Ini bukan salahku!” aku menerima bantal darinya.
“Besok pagi! Kita harus belajar!” Rudy menatapku dengan penuh semangat.
“Baiklah, semoga aku merasa lebih baik besok.” Aku menarik selimut dan mulai menutup mata.
*****
“Ricky! Bangun! Kau harus belajar!” suara Rudy memasuki telingaku bersamaan dengan tubuhku yang berguncang pelan.
“Hmmm...?” aku mengucek mataku dan bangun dari tidurku, “belajar?”
“Tentu saja! Ayo cepat!” Rudy menarikku dari tempat tidur.
“Hoamm! Ah!” aku memegang perutku sendiri, “aku lapar, aku belum makan malam kemarin, kau mau?”
“Tidak perlu ditanya, aku juga belum sempat makan malam hehehe!” Rudy menatapku sembari tertawa tak enak.
“Baiklah, tunggu sebentar!” aku beringsut ke kamar untuk mencuci muka.
Apa yang akan aku masak? Sesuatu yang mudah tentu saja! Mie instan saja hahaha!
Aku mengambil 2 bungkus mie instan, kemudian mulai memanaskan air. Sembari menunggu air mendidih, aku mencuci beberapa buah tomat kemudian memotongnya.Sedikit rasa asam dari tomat akan menyegarkan tubuh!
Setelah itu aku memasak mie instan seperti biasa, tetapi aku memasukkan potongan tomat ke dalamnya. Setelah mie matang, aku memasukkan susu sebagai pengganti kuahnya.
“Rudy! Ini!” aku memberikan semangkuk mie instan berhiaskan potongan tomat dengan kuah yang putih.
“Ini? Mie instan?” ia menatap aneh mangkuk yang kuberikan.
“Sudah makan saja, aku yakin kau akan suka!” aku meletakkannya di atas meja, “aku akan belajar di meja makan.”
Aku mengambil sebuah buku dari dalam rak kemudian pergi meninggalkan Rudy.
“Rick kau tidak mau menggunakan meja belajarmu?” Rudy tampak tak enak.
“Sudah pakai saja, aku tahu kau tidak bisa berkonsentrasi kalau ribut bukan?” Aku menepuk bahunya, “semangat Rudy!”
“Terima kasih Rick!” Rudy mengangguk lalu tersenyum.
Aku membalas senyumannya lalu pergi meninggalkannya menuju dapur.
*****
“Rudy apa kau tidak aneh dengan ujian kali ini?” aku mengetukkan jari ke meja.
Pertanyaan tentang pengetahuan umum, tapi sepertinya jangkauannya lebih luas. Bukan seperti pelajaran umum yang kami pelajari.
“Benar, ini seperti soal untuk seleksi perlombaan waktu itu. Pengetahuan umumnya lebih luas dan mendetail.” Rudy tampak menimbang pertanyaanku dalam benaknya.
“Selamat siang semua, maaf Saya lupa memberi tahu bahwa siapa pun yang mendapatkan nilai paling tinggi akan menjadi anggota pengganti pada perlombaan antar sekolah 2 minggu lagi.” tuan Frederick, guru pengetahuan umum memberikan pengumuman tiba-tiba.
“Maaf bukannya yang menjadi anggota pengganti murid dari kelas sebelah?” Rudy yang ikut menjadi salah satu anggota tim angkat bicara.
“Kemarin sore, ia ditemukan tewas. Saya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut karena saya tidak tahu apa-apa.” Tuan Frederick tampak menyembunyikan sesuatu.
Jangan-jangan! Ia yang telah Mary bunuh!
“Ricky kau kenapa?” Rudy tampak melihat tanya dalam benakku.
“Apa Mary yang membunuhnya?” aku menatap Mary yang tampak duduk tenang di barisan depan.
“Eh? Ada apa dengan Mary?” tiba-tiba suara Judy menyentak kaget kami berdua.
“Ju-judy! Kau mengagetkanku!” aku memegang dadaku sendiri.
“Iya mengagetkan saja! Haha!” tawa Rudy yang terdengar tak alami.
“Kenapa? Ada apa dengan Mary?” Judy tersenyum sembari menatap kami bergantian, “Apa ada yang kalian sembunyikan?”
Bagaimana ini? Bagaimana ini? Bagaimana ini!
“Rahasia di antara para pria, benarkan Rick?” Rudy menyenggol kakiku.“Benar! Benar! Ini rahasia di antara kami!”Untung saja Rudy berpikir cepat!“Kenapa? Salah satu dari kalian menyukainya?” Judy mengedipkan sebelah matanya.“Rahasia,” ucapku singkat.“Benar! Rahasia!” Rudy mengangguk.“Kalian ini, padahal aku bisa saja membantu kalian untuk mendapatkannya,” ia membusungkan dadanya, “jika kalian tidak mau terbuka, apa boleh buat?”Judy menatapku dengan sorot mata yang tidak dapat aku artikan, kemudian berbalik dan duduk di kursinya yang kosong.“Kenapa dia?” gumamku tak sadar.“Hmm? Ada apa?” Rudy yang tengah membereskan buku ke dalam tas hitamnya menyahut.“Judy menatapku cukup lama sebelum kembali ke kursinya.”“Kau ini bodoh atau bagaimana Rick?” Rudy menggelengkan kepala.
Kalau aku bersikap baik, mungkin saja ia akan berubah pikiran!Aku harus tenang! Aku harus tenang!“Ka-kalau Paman mau, Paman bisa mengikutiku kebetulan aku juga menuju ke arah yang sama.”Aku tersenyum ke arahnya walaupun keringat dingin mengucur deras.“Terima kasih, tolong bantuannya!” Pria dewasa itu tersenyum.Walaupun ini terdengar gila, tapi aku sebagai calon korban dan dia calon tersangka berjalan bersama menuju alamat itu.Aku harus mengingat-ingat apa motif pria ini membunuhku.“Maaf paman kalau boleh tahu, ada urusan apa Paman?”Ia menghela napas, “sebenarnya Paman mencari rumah mantan istri Paman, kami memiliki seorang anak yang berumur tak jauh darimu, ia memiliki kelainan pada jantungnya.”Ah! Aku ingat! Ia membunuhku untuk mengambil jantungku!Kenapa kau selalu berakhir dengan kematian Ricky?Tiba-tiba Paman itu menangis, “tapi ia tewa
“Seperti biasa Zack.” Aku tersenyum pahit. “Benar-benar anak kepala sekolah itu!” Judy mengepalkan tangannya, “Ah iya! Kau dicari oleh tim lomba! Untuk persiapan lomba beberapa hari lagi.” Kalau dalam waktu seminggu aku belum menemukan pelakunya, ada kemungkinan Rudy akan diserang saat mengikuti lomba! Bagaimana ini! Aku harus melakukan sesuatu! “Ah Judy! Kemarin sepulang sekolah kau ke mana?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari dalam mulutku. “Ke-kemarin? Aku berbelanja! Ya! Aku berbelanja,” ucapnya dengan sedikit terbata. Ada apa ini? Kenapa dia terlihat seolah menyembunyikan sesuatu? Mencurigakan! “Rick...” Rose menepuk bahuku. Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk menuduhnya, tapi dengan gelagatnya yang seperti ini, siapa yang akan menututp mata? “Apa yang kau beli Judy?” Aku tersenyum ke arahnya. “A-aku membeli buku tulis hahaha!” tawanya terdengar canggung. “Kenapa kau tampak gelis
“Kakak! Apa yang kau lakukan!” tiba-tiba suara Rose meninggi.“Hee? Kenapa?” jawab suara tanpa wujud itu.“Kakak yang melakukannya pada Ricky kan?”“Lalu? Ada yang salah?” suaranya terdengar tak merasa bersalah.“Tentu saja salah!” ucap Rose tak mau kalah.“Itu bayaran untuk pekerjaanku Rose...”“Pekerjaan?”“Benar pekerjaan! Kalau aku berhasil menangkap pelaku penembakan, Ricky akan menghabiskan malam denganku.”“Tu-tunggu! Aku tidak ingat aku mengatakan itu!” protesku.“Apa kau lupa? Kau memohon untuk menangkap pelaku itu agar Rudy bisa bersekolah lagi bukan? Dan sebagai gantinya, aku bisa menikmati tubuhmu itu.”Apa yang dia katakan! Aku tidak mengatakan hal itu sama sekali!“Rose dengarkan aku! Aku tidak berkata seperti itu!”Rose terdiam, kemudian menatap mataku.
“Ricky?” Wanita itu menatapku dengan terkejut, “padahal sebentar lagi akan ke sekolahmu ternyata malah bertemu di sini.”“Nyonya Julietta?” ucap paman Zanone.“Tuan Zanone?” balasnya tak kalah kaget.Jadi mereka saling mengenal? Apa ada sangkut pautnya?“Jadi paman Zanone mengenalnya?” tanyaku meyakinkan diri.“Benar, kami bekerja di tempat yang sama.”“Kalau begitu kita tidak usah bersusah payah lagi mencari orang itu Paman “ aku tersenyum ke arahnya.“Maksudmu Rick?” tanya paman Zanone tak mengerti.Aku menatap kolega wanita teman paman Zanone, lalu menatap kembali ke arah paman Zanone.“Ja-jadi orang itu?”Aku menganggukkan kepala.“Ada apa denganku?” wanita yang dipanggil nyonya Julietta tampak tak mengerti.“Bisa kita bicarakan ini di ruangan tertutup?” ajak paman Z
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang