Kalau aku bersikap baik, mungkin saja ia akan berubah pikiran!
Aku harus tenang! Aku harus tenang!“Ka-kalau Paman mau, Paman bisa mengikutiku kebetulan aku juga menuju ke arah yang sama.”
Aku tersenyum ke arahnya walaupun keringat dingin mengucur deras.
“Terima kasih, tolong bantuannya!” Pria dewasa itu tersenyum.
Walaupun ini terdengar gila, tapi aku sebagai calon korban dan dia calon tersangka berjalan bersama menuju alamat itu.
Aku harus mengingat-ingat apa motif pria ini membunuhku.
“Maaf paman kalau boleh tahu, ada urusan apa Paman?”
Ia menghela napas, “sebenarnya Paman mencari rumah mantan istri Paman, kami memiliki seorang anak yang berumur tak jauh darimu, ia memiliki kelainan pada jantungnya.”
Ah! Aku ingat! Ia membunuhku untuk mengambil jantungku!
Kenapa kau selalu berakhir dengan kematian Ricky?Tiba-tiba Paman itu menangis, “tapi ia tewas tertembak... Paman tidak sempat datang ke pemakamannya karena berada di luar negeri...”
Aku terdiam mendengar ceritanya, sedang Paman itu terus terisak seperti anak kecil.“Paman, sebenarnya aku tahu rumah mantan istri Paman. Kebetulan mendiang anak Paman bersekolah di sekolah yang sama denganku.”
“Benarkah? Terima kasih banyak...” Pria itu menatapku sejenak.
“Aku turut berduka cita atas kematiannya,” tiba-tiba Paman tadi memelukku, “Pa-paman ada apa?”
“Harry...” Ia menangis sembari memanggil nama anaknya.
Aku membalas pelukannya, kemudian mengusap punggungnya.
Paman ini benar-benar terpukul, Ia berani memelukku yang sama sekali tidak ia kenal.“Yang sabar Paman, Tuhan lebih menyayanginya.”
“Ah! Maaf!” Ia melepaskan pelukannya, “maaf Paman lepas kendali.”
“Tidak apa Paman,” ucapku sembari tersenyum.
“Kalau begitu, apa boleh Paman meminta tolong padamu?”
“Untuk diantarkan? Tentu saja boleh, tapi aku harus mengambil ponselku terlebih dahulu.” Aku tersenyum canggung.
“Baiklah, Paman akan menunggu.” Paman itu tersenyum dan mengangguk.
Kami berdua berjalan layaknya Ayah dan anak, menyusuri jalan berhiaskan lampu-lampu dengan detail yang menarik.
“Kalau boleh tahu siapa namamu?” sang Paman mengulurkan tangannya, “Saya Zanone.”
“Ricky Brown, senang bertemu dengan Paman.” Aku menerima uluran tangannya kemudian tersenyum.
Apa aku harus berkata tentang si penembak?
Jika aku menjadi paman Zanone, aku tidak akan diam dan mencari si penembang apa pun yang terjadi.“Paman, maaf bila saya lancang tapi kalau boleh tahu apa yang akan Paman lakukan setelah sampai di sana.”
“Tentu saja akan mencari pelakunya agar diadili seadil-adilnya,” ucapnya dengan tatapan kosong.
Apa paman Zanone akan bertindak nekat bila menemukan pelakunya?
Jangan terpengaruh oleh ingatanmu tentang game itu Ricky!“Sebentar Paman, aku akan mengambil ponselku,” ucapku setelah tempat reparasi yang memperbaiki ponselku berada di depan kami.
“Baiklah.” Paman Zanone mengangguk.
*****
“Paman sebenarnya... aku dan temanku sedang berusaha mencari pelakunya.” Aku memberanikan diri untuk mengatakannya.“Lalu bagaimana? Apa kalian menemukan sesuatu?” Matanya tampak berapi-api.
“Sepertinya anak Paman korban salah tembak, karena sempat ada penelpon misterius yang meminta ambulance. Tapi setelah sampai di TKP tidak ada orang sama sekali. Jika pelaku berniat membunuhnya, ia tidak akan bersusah payah menelpon ambulance,” jelasku sembari berjalan.
“Bagaimana dengan teleponnya? Apa bisa dilacak?”
Aku membalas ucapannya dengan menggelengkan kepala.
“Ricky, bisa Paman meminta bantuanmu?”
“Apa itu Paman?” Aku menatapnya penasaran.
“Bisa kita bertukar nomor telepon atau e-mail?”
Apa-apaan ini? Bukannya seorang gadis yang melakukannya, tapi seorang pria berkeluarga!
“Jika kau keberatan tidak, mungkin ini terlalu berlebihan haha!” tawanya yang terdengar tidak enak.
Dia membaca ekspresi wajahku!
“Tidak Paman, tidak apa-apa,” aku menunjukkan nomorku kepadanya, “ini Paman silahkan.”
“Baiklah, terima kasih.”
Ia mengeluarkan ponsel model terbaru dari dalam tasnya, kemudian menyimpan nomorku.
“Apa kau tahu siapa yang dia incar?” Paman Zanone tampak penasaran.
“Iya Paman, ia mengincar temanku. Sore tadi kami diserang, seseorang menembak kami, beruntung kami berhasil selamat.”
Paman Zanone menatapku dengan mata membulat.
“A-ada a-apa Paman?” Tanyaku yang kebingungan.
“Kau pulang sendiri? Setelah kejadian itu?”
“Iya Paman, ke-kenapa?”
“Apa kau tidak takut akan diserang?”
Sebenarnya itu yang aku takutkan juga Paman, tapi aku bergaya keren di hadapan Rose.
“Sebenarnya takut...”
“Rick Paman punya tawaran untukmu, bagaimana?”
“Tawaran apa itu?”
“Kau pasti setuju, dengarkan saja dulu.” Paman Zanone menyeringai ke arahku.
*****
Setelah mengantar paman Zanone ke rumah mantan istrinya, aku segera berjalan pulang tetapi secara mengejutkan Mary sudah berada di sebelahku.
“Apa yang kau lakukan malam-malam begini?” ucapnya dengan nada dingin.
Aku menatap ke arahnya dan menemukan sekantong penuh belanjaan di tangannya.
Apa ia makan camilan juga? Dia Vampire bukan?“Ma-mary! Kau mengagetkanku saja! Apa yang kau lakukan di sini?” balasku tak mau kalah.
“Aku habis berbelanja.”
Aku mulai berjalan dan menikmati suasana malam yang cukup membuat bulu kudukku merinding.
“Hei Ricky, temani aku pulang.”
Seorang Vampire meminta di temani pulang?
“Baiklah...” ucapku dengan berat hati.
“Apa kau melakukan hal yang aneh hari ini?”
Apa dia tahu masalah penyerangan Rudy?
“Kenapa? Ada apa?” tanyaku berpura-pura tidak tahu.
“Kemarikan ponselmu!” ia meminta ponselku, “Aku akan menuliskan nomorku, jika terjadi sesuatu aku bisa meminta tolong padamu.”
Sayang kau orang nomor dua di ponselku.
“Jika terjadi sesuatu telepon aku.”
“Ha? Meneleponmu?” tanyaku kaget.
“Kenapa? Orang linglung sepertimu pasti mudah terkena masalah.”
“Baiklah...”
Dan akhirnya aku menuruti ucapannya.
Kami berjalan di bawah temaramnya lampu jalan hingga kami tiba di sebuah bangunan yang tidak asing bagiku.Hah? Ini apartemenku? Sejak kapan aku berjalan ke arah sini?“I-ini rumahku?” ucapku tak percaya.
“Bodoh! Cepat masuk!” Ia menatapku dengan dingin.
“Bagaimana denganmu?” tanyaku khawatir.
“Cepat masuk!” Dengan kasar Mary mendorongku masuk ke dalam apartemen.
“Baiklah! Baiklah!”
*****
“Kenapa? Kau tidak punya teman yang melindungimu lagi?” Zack menarik kerah bajuku dan melemparku ke tanah.
Kenapa developer game ini begitu kejam?
Kenapa tidak memberikan kemampuan melindungi diri pada Ricky!“Hei! Hebat juga kau bisa mendapatkan nilai tertinggi dalam ujian kemarin,” ia menjambakku ,”apa yang kau lakukan pada otakmu?”
“Kenapa kau selalu menggangguku...” ucapku lemas.
“Kenapa? Hahaha! Kenapa? Karena bosan?” ia memandangku rendah.
Ia menendang perutku dan spontan saja aku meringkuk menahan sakit.
“Kenapa aku selalu kesal melihat wajahmu, sampai aku ingin menghajarmu seperti ini!”
Dan sebuah tendangan lagi bersarang di perutku.“Selamat tinggal pecundang!” Zack meninggalkanku seorang diri.
Aku yang masih meringkuk di tanah, bergerak bangun berjalan perlahan menuju muka laboratorium.
“Ricky... Kau tidak apa-apa?” Rose mendatangiku dengan wajah khawatir.
“Aku sudah biasa Rose tenang saja hehe.”
“Ricky... maaf aku... tidak bisa menolongmu...” Rose menundukkan kepalanya.
“Tidak apa Rose.” Aku tersenyum ke arahnya.
Ia mengeluarkan sapu tangan dan mengelap wajahku.“Kenapa... Kau tidak... Melawannya?”
“Aku tidak memiliki kemampuan seperti itu.”
“Selamat Siang, maaf mengganggu sepertinya saya tersesat. Bisa kalian tunjukkan di mana kelas-“
“I-Ibu mencari Rudy?”
“Benar Rudy Springfield! Apa bisa kalian tunjukkan di mana kelasnya?”
“Hari ini... Rudy tidak masuk...”
“Tapi benar Rudy bersekolah di sini?” matanya tampak berseri.
“Benar kami teman sekelasnya!” jawabku.
Dia Ibu kandung Rudy! Seorang bangsawan dari negara sebelah!
“Sebenarnya ada masalah yang terjadi padanya, ia di-“
“Kenapa? Ada masalah apa dengannya?”
Belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, wanita dewasa ini memotong perkataanku.“Ia sedang sakit...” ucap Rose.
“Oh begitu rupanya...” Ia mengangguk.
Tiba-tiba dua orang berbadan kekar berpakaian formal lengkap dengan kacamata hitam mendatangi kami.
“Kalau begitu saya permisi dulu, lain kali saya akan mampir ke sini. Boleh tahu siapa nama kalian?” Ia tersenyum ke arah kami berdua.
“Rose...”
“Ricky.”
“Rose dan Ricky? Hmm... Sepertinya kalian berjodoh.. Terima kasih banyak dan selamat siang!”
“Selamat siang!” balas kami bersamaan.
Perlahan sosoknya yang anggun menghilang ke dalam mobil, meninggalkan aroma parfum yang cukup sedap dihirup.
“Rose semalam aku bertemu dengan ayah dari anak yang terbunuh waktu itu.”
“Kemudian?”
“Ia menawarkan perja-“
Apa yang aku katakan! Seharusnya ini menjadi sebuah rahasia!
Tapi Rose orang yang dapat dipercaya seperti Rudy!
“Perjanjian?” terkanya.
“Benar, perjanjian tentang kasus itu. Tidak ada pihak yang dirugikan di sini , hanya sa-“
“Hei! Rose! Ricky! Sedang apa kalian di sini?” tiba-tiba Judy datang menghampiri kami dengan senyum lebar.
Judy! Kau datang di saat yang tidak tepat!
“Seperti biasa Zack.” Aku tersenyum pahit. “Benar-benar anak kepala sekolah itu!” Judy mengepalkan tangannya, “Ah iya! Kau dicari oleh tim lomba! Untuk persiapan lomba beberapa hari lagi.” Kalau dalam waktu seminggu aku belum menemukan pelakunya, ada kemungkinan Rudy akan diserang saat mengikuti lomba! Bagaimana ini! Aku harus melakukan sesuatu! “Ah Judy! Kemarin sepulang sekolah kau ke mana?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari dalam mulutku. “Ke-kemarin? Aku berbelanja! Ya! Aku berbelanja,” ucapnya dengan sedikit terbata. Ada apa ini? Kenapa dia terlihat seolah menyembunyikan sesuatu? Mencurigakan! “Rick...” Rose menepuk bahuku. Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk menuduhnya, tapi dengan gelagatnya yang seperti ini, siapa yang akan menututp mata? “Apa yang kau beli Judy?” Aku tersenyum ke arahnya. “A-aku membeli buku tulis hahaha!” tawanya terdengar canggung. “Kenapa kau tampak gelis
“Kakak! Apa yang kau lakukan!” tiba-tiba suara Rose meninggi.“Hee? Kenapa?” jawab suara tanpa wujud itu.“Kakak yang melakukannya pada Ricky kan?”“Lalu? Ada yang salah?” suaranya terdengar tak merasa bersalah.“Tentu saja salah!” ucap Rose tak mau kalah.“Itu bayaran untuk pekerjaanku Rose...”“Pekerjaan?”“Benar pekerjaan! Kalau aku berhasil menangkap pelaku penembakan, Ricky akan menghabiskan malam denganku.”“Tu-tunggu! Aku tidak ingat aku mengatakan itu!” protesku.“Apa kau lupa? Kau memohon untuk menangkap pelaku itu agar Rudy bisa bersekolah lagi bukan? Dan sebagai gantinya, aku bisa menikmati tubuhmu itu.”Apa yang dia katakan! Aku tidak mengatakan hal itu sama sekali!“Rose dengarkan aku! Aku tidak berkata seperti itu!”Rose terdiam, kemudian menatap mataku.
“Ricky?” Wanita itu menatapku dengan terkejut, “padahal sebentar lagi akan ke sekolahmu ternyata malah bertemu di sini.”“Nyonya Julietta?” ucap paman Zanone.“Tuan Zanone?” balasnya tak kalah kaget.Jadi mereka saling mengenal? Apa ada sangkut pautnya?“Jadi paman Zanone mengenalnya?” tanyaku meyakinkan diri.“Benar, kami bekerja di tempat yang sama.”“Kalau begitu kita tidak usah bersusah payah lagi mencari orang itu Paman “ aku tersenyum ke arahnya.“Maksudmu Rick?” tanya paman Zanone tak mengerti.Aku menatap kolega wanita teman paman Zanone, lalu menatap kembali ke arah paman Zanone.“Ja-jadi orang itu?”Aku menganggukkan kepala.“Ada apa denganku?” wanita yang dipanggil nyonya Julietta tampak tak mengerti.“Bisa kita bicarakan ini di ruangan tertutup?” ajak paman Z
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang