“Ricky?” Wanita itu menatapku dengan terkejut, “padahal sebentar lagi akan ke sekolahmu ternyata malah bertemu di sini.”
“Nyonya Julietta?” ucap paman Zanone.
“Tuan Zanone?” balasnya tak kalah kaget.
Jadi mereka saling mengenal? Apa ada sangkut pautnya?
“Jadi paman Zanone mengenalnya?” tanyaku meyakinkan diri.
“Benar, kami bekerja di tempat yang sama.”
“Kalau begitu kita tidak usah bersusah payah lagi mencari orang itu Paman “ aku tersenyum ke arahnya.
“Maksudmu Rick?” tanya paman Zanone tak mengerti.
Aku menatap kolega wanita teman paman Zanone, lalu menatap kembali ke arah paman Zanone.
“Ja-jadi orang itu?”
Aku menganggukkan kepala.
“Ada apa denganku?” wanita yang dipanggil nyonya Julietta tampak tak mengerti.
“Bisa kita bicarakan ini di ruangan tertutup?” ajak paman Zanone.
“Ada apa ini? Sepertinya hal ini sangat penting.”
“Sangat nyonya, ada hubungannya dengan kematian seseorang.” Paman Zanone tampak lebih serius dari sebelumnya.
“Baiklah kalau begitu,” nyonya Julietta memanggil seseorang dari dengan ponselnya, “bisa kau siapkan ruangan untuk berdiskusi dan sepasang pakaian untuk remaja pria.”
Nyonya Julietta memberikanku baju?
“Ti-tidak usah, aku tidak apa-apa.” Aku berusaha membatalkannya.
Tapi wanita berambut cokelat itu hanya menggelengkan kepala.
“Dan aku memiliki pertanyaan untukmu Ricky.” Ia meletakkan ponselnya ke dalam tas dan menatapku tajam.
Tak lama sebuah mobil berwarna gelap layaknya malam berhenti di depan cafe, dengan isyarat nyonya Julietta mengajak kami berdua masuk.
Mobil itu berjalan cukup cepat, melewati jajaran bangunan yang memiliki fungsi bermacam-macam. Mulai dari pertokoan hingga kantor. Tak lama, mobil itu berhenti di sebuah bangunan hotel bertingkat yang sepertinya tidak mungkin aku masuki dengan biaya sendiri.
*****
Setelah berganti baju, aku memasuki ruangan yang nyonya Julietta sewa. Sebuah ruangan VVIP yang biasa digunakan untuk rapat.
Ruangannya tidak terlalu besar tapi sangat mewah, dengan lampu kristal yang tergantung di tengah ruangan. Design dengan aksen emas di sana dan di sini.
“Silahkan duduk.” Nyonya Julietta mempersilahkanku duduk.
Aku duduk berhadapan dengan paman Zanone, sedangkan nyonya Julietta berada di ujung meja.
“Jadi begini, seseorang telah salah menembak dan anakku menjadi korbannya. Kebetulan targetnya adalah teman Ricky, Rudy Springfield. Kemudian beberapa waktu lalu, nyonya mencari Rudy dan bertemu Ricky.”
“Benar,” nyonya Julietta menganggukkan kepala, “lalu bagaimana pelakunya?”
“Sudah tertangkap, setelah melakukan interogasi pelaku mengaku mendapat perintah dari keluarga bangsawan di negeri tetangga, bangsawan itu bernama Bluezack.”
“A-apa? Bagaimana bisa?” nyonya Julietta menatap pria berambut hitam itu dengan mata bergetar.
“Aku tidak yakin, kalau Nyonya dalang di balik ini semua.”
“Tentu saja, aku tidak akan melakukan hal itu!” balasnya meyakinkan.
“Mungkinkah saudara Nyonya?”
“Tidak ada yang mengetahui hal ini selain Ayahku,” Ia beralihlah menatapku, “kemudian, aku ingin bertanya satu hal padamu Ricky. Bagaimana kau tahu aku mencari Rudy?”
Gawat! Apa yang harus aku katakan! Aku tidak sadar mengatakan hal itu kemarin!
“Benarkah itu Rick?” paman Zanone ikut bertanya.
Tidak mungkin aku mengatakan semuanya, tapi jika begini aku yang seolah di sudutkan.
Apa yang harus aku lakukan! Ayo berpikir! Berpikir!
“Hahaha! Kau mengetahuinya?” ucapku sembari menunduk.
Tidak ada cara lain! Hanya ini saja yang dapat aku lakukan!
“Kau mencari anak kandungmu bukan?”
Aku berpura-pura mengalami kerasukan.
“Hei Ricky!” ucap paman Zanone.
“Dan kau, aku tahu kau tengah mencari pendonor jantung untuk anakmu.”
Aku berupaya merubah suaraku. Akan aku keluarkan kemampuanku dalam membaca naskah saat menjadi voice actor saat itu!
“Ba-bagaimana kau tahu aku mencari anak kandungku? Bahkan keluargaku tidak ada yang tahu!”
“Untuk apa kau mengetahui alasannya manusia?”
Bagus! Semua berjalan dengan lancar!
“Kau... bagaimana kau tahu tentang pendonor jantung?”
“Tuan Zanone sebaiknya anda bersyukur, karena bila anak anda tidak meninggal, maka anda akan menjadi pembunuh!”
“Pe-pembunuh?”
“Benar! Karena kau begitu putus asa, akhirnya kau memutuskan untuk mencari sendiri pendonor jantung untuk anakmu. Dan kau tahu siapa? Anak ini yang akan menjadi korban!”
Semua hening seolah bergulat dengan pikiran mereka masing-masing.
“Anakmu sekarang sudah tenang di sana, ia sudah tidak lagi menderita. Jangan ratapi kepergiannya,” aku menghela napas, “waktuku tidak banyak, aku akan meninggalkan anak ini. Rahasiakan ini darinya atau tidak hahaha! Bersiaplah!”
Aku mengakhiri sandiwaraku.
“Maaf! Aku terlalu lelah jadi tertidur!” ucapku sembari bangun dari dudukku.
“Rick? Kau tidak apa-apa?” tanya paman Zanone dengan wajah khawatir.
“Tidak apa, aku ke kamar mandi sebentar!” aku segera beringsut menuju kamar mandi.
Berhasil! Aku berhasil!
*****
“Aku yakin orang itu ayahku!” terka nyonya Julietta.
“Ta-tapi kenapa?” tanyaku tak mengerti.
“Karena orang tuaku tidak menyetujui pernikahanku dengan Romero, setelah Romero meninggal ayahku membuang Rudy...” isaknya.
Kenapa ada cerita menyayat hati dalam game ini!?!
“Kalau begitu Nyonya, bagaimana kalau Nyonya bertemu dengan orang itu?” usul paman Zanone.
“Tuan Zanone, Aku ingin meminta maaf karena kelakuan Ayahku, tuan kehilangan anak tuan...”
“Tidak apa, Ia lebih bahagia di sisi Tuhan.” Paman Zanone tersenyum.
“Nyonya Julietta, apakah mau menemui Rudy?” tanyaku penasaran.
“Tentu saja, tapi aku harus menyelesaikan masalah ini dengan Ayahku.”
Orang tua yang keras kepala dan semaunya sendiri adalah orang yang merepotkan.
“Terima kasih telah memberi tahukan informasi ini, Aku akan segera melakukan sesuatu,” wanita itu bangkit dari kursi dan berjalan ke arah pintu, “terima kasih atas waktunya!”
Perlahan sosoknya menghilang di balik kayu pembatas bagian luar dan dalam ruangan.
“Ricky, aku harus ke kantor polisi. Kau tidak apa pergi sendiri?”
“Tidak apa, nyonya Julietta juga sudah menyiapkan taksi untukku.”
“Ricky,” Ia memegang tanganku, “terima kasih atas semuanya.”
“Aku tidak melakukan apa-apa Paman.”
Ia menggeleng kemudian menepuk bahuku.
“Kau penyelamat kami! Kalau begitu Paman pergi dulu!” ucapnya sembari berlari kecil menuju pintu.
Jadi pelakunya, kakek Rudy yang tidak suka dengan kehadiran Rudy. Apa yang harus aku lakukan, tidak ada jaminan orang itu akan berhenti mengirim pembunuh untuk membunuh Rudy.
“Ricky...” tiba-tiba suara Rose mengagetkanku.
Aku yang berjalan ke luar dari hotel itu sembari berpikir tidak memperhatikan keadaan sekitar.
“Ro-rose!” pekikku kaget.
“Ada apa?” tanyanya.
“Aku sudah tahu siapa- Tunggu! Kenapa kau ada di sini?” aku menatapnya yang telah duduk nyaman di kursi sebelahku.
“Aku mengikutimu...”
Perlahan mobil yang kami naiki mulai berjalan, melewati jalan yang sebelumnya aku lewati.
“Rose kau ingat wanita yang waktu itu?”
“Yang mencari Rudy?”
“Benar! Ternyata dia adalah ibu kandung Rudy!”
“Oh begitu rupanya...”
“Dan dalang dari percobaan pembunuhan itu adalah kakeknya sendiri.”
“Jadi Rudy seorang bangsawan?”
“Benar, ia dibuang saat masih kecil. Ibunya yang selalu mencari keberadaan, menemukan foto Rudy di akun sosial media.”
“Kau mau.... Memberi tahu Rudy?”
“Tidak sekarang, mungkin setelah perlombaan.”
Tiba-tiba Rose menamparku.
“Ro-rose... Kau kenapa?”
“Aku muak melihatmu...”
“Muak? Kenapa?” aku menatapnya tak mengerti.
“Orang tuamu saja masih tidak ada kabar... Tapi kau telah sibuk mengurusi hidup Rudy...”
“Ah itu...”
Semenjak aku menjadi Ricky Brown, aku tidak pernah menerima pesan atau telepon dari mereka. Aku kira mereka sibuk sehingga tidak sempat mengabari, tapi ternyata mereka menghilang.
“Kenapa kau selalu mementingkan Rudy...”
“Karena Rudy sudah kuanggap sebagai keluarga.”
“Kau tahu... Rudy sangat mengkhawatirkanmu... Terkadang ia merasa bersalah karena selalu membebankanmu...”
“Sebaliknya, akulah yang selalu merepotkannya hahaha.”
Tiba-tiba mobil berhenti, menandakan alamat yang dituju telah sampai.
“Rose, mau mampir ke rumahku?” ajakku.
“Boleh...” Ia menganggukkan kepala.
Kami berdua berjalan menaiki tangga, setelah puluhan anak tangga kami sampai di rumah peninggalan orang tuaku.
Aku membuka pintu dan dengan cepat, Rose mendorongku masuk dan menutup pintu kembali.
“Aduh! Rose ada apa?” tanyaku tak mengerti.
“Ada yang mengikuti...”
“Ada yang mengikuti?” ulangku.
“Benar... Kau ingat waktu... Saat pertama kali kita di serang?”
Ada apa dengan hari itu? Tunggu! Mary bertindak aneh!
“Mary bertindak aneh!”
“Mary melindungimu... Malam itu kau diikuti...”
“Be-benarkah?”
Jangan-jangan pembunuh itu menganggapku sebagai ancaman! Karena telah menghubungi nyonya Julietta!
“A-apa yang harus kita lakukan Rose?”
“Berhati-hati...”
Aku bangun dari jatuhku dan menuju dapur yang kebetulan tidak jauh dari pintu untuk mengurangi dahagaku.
“Rose kau mau minum sesuatu?” tanyaku padanya.
“Teh tapi... Campurkan dengan salivamu..” ucapnya tanpa ragu.
“A-apa? Saliva?”
Tidak mungkin aku melakukannya!
“Kalau darah bagaimana?”
“Tidak apa... yang penting cairan dalam tubuh...”
Benar Ia seorang succubus, semua cairan dalam tubuh termasuk sari kehidupan.
“Ahhhh!!!!!” tiba-tiba sebuah teriakan menggema dari luar.
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang