“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.
“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.
Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.
“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.
Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.
“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”
Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.
“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.
“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.
Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.
“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.
Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
Pagi itu aku terbangun dengan badan yang terasa sangat sakit, seolah tubuhku tertimpa sesuatu yang berat. Aku merenggangkan seluruh tubuhku, menghisap udara pagi dalam-dalam dan kemudian membuka kedua bola mataku.Aku terperangah, di depanku saat ini sebuah pemandangan kamar asing dan aku sangat yakin ini bukan kamarku. Beberapa rak kayu tampak rapi berjajar layaknya pasukan penjaga, lengkap dengan buku sebagai muatannya. Semua tampak rapi dan bersih tidak seperti kamarku yang biasanya seperti kapal karam.“Ini di mana?” ucapku tak mengerti.Aku melihat ke sekeliling sekali lagi, berusaha mengingat sesuatu dalam ingatanku.“Ini! Kamar ini! Jangan-jangan! Ini kamar itu!”Kamar yang selalu aku pandang dari balik layar ponsel, kamar yang selalu menjadi tempat peristirahatan orang itu.Aku bergegas mencari si pemilik kamar, tapi hasilnya nihil. Aku terus berjalan hingga sebuah bayangan asing terpantu
“Kau tak apa?” suara seorang wanita yang terdengar ceria memasuki ruang dengarku. “Ah! Ju-judy Wolfgang!” “Apa-apaan kau ini menggunakan nama lengkapku,” wanita berambut pendek itu duduk di sebelahku, “kau terlihat murung!” Jujur saja aku terkejut dengan suaranya yang tiba-tiba masuk ke dalam telingaku. “Aku sedikit tak enak badan.” “Aku dengar kau diganggu lagi oleh Zack!” ia memiringkan kepalanya ke arahku, membuat rambut hijaunya jatuh ke bawah tertarik gravitasi bumi. “Iya, seperti biasa dia akan terus menggangguku.” Aku tersenyum getir. Sial! Kenapa di dunia ini pun aku menjadi orang yang tertindas! “Kenapa kau tidak melawannya? Dasar anak kepala sekolah!” Ia menatapku dengan serius kemudian mengepalkan tangannya, “Kau tidak bisa terus-terusan di bawah perlakuannya! Kalau ada aku, pasti dia akan aku pukul!” “Tadi ada Mary yang menolongku, jadi ia tidak berbuat lebih jauh.” “Ma-Mary! Mary
“Kau kenapa Ricky?” Judy bertanya kepadaku dan duduk di sebelahku.“Tersedak,” ucapku sembari memukul dada pelan.“Zack berkata seperti itu?” Rudy bertanya memastikan.“Iya Zack berkata seperti itu.” Mary mulai duduk di sebelahnya tanpa membuang perhatian dari wajah Rudy.“Iya kami bertemu dengannya tapi aku segera mengajak Ricky pergi dari sana. Kalian tahu bukan apa yang ia lakukan siang tadi?” Rudy mengambil minumannya kemudian menenggak isinya, berusaha mengurangi ketegangan yang ia hadapi.“Aku ke kamar mandi sebentar.”Aku bangkit dan menatap Rudy yang tengah memasang wajah memelas ke arahku.Aku harus ke kamar mandi, bukan mau kabur! Sabar, tunggu aku kembali! Aku tidak mungkin meninggalkanmu.Hari ini panas sekali, ditambah dengan berlari ke sini, sepertinya aku harus mandi sesampainya di rumah.Aku berjalan masuk ke kamar mandi, kemudian suara
“Kau...” Suara lembut Rose yang biasanya terdengar.“Kenapa? Aku ikhlas kalau kau akan membunuhku.”Aku yang masih menutup mata berkata dengan sejujur-jujurnya.“Kau... benar-benar... tidak takut padaku?”“Tentu saja, kau temanku. Tapi aku memiliki permintaan kepadamu, kalau aku mati bisa kau menjaga Rudy?”Tiba-tiba sebuah pelukan terasa mendekap tubuhku dengan spontan aku membuka mataku.Ro-rose apa yang kau lakukan!“Dan di saat seperti... kau masih memikirkan Rudy?”“Ru-rudy sahabat terbaikku. Ro-rose bisa kau lepaskan aku?”“Oh! Jadi ini rahasianya?” tiba-tiba suara Rudy mengagetkan kami berdua.Dengan wajah memerah, Rose melepaskan pelukannya.“Tu-tunggu ini salah paham!” aku berusaha menjelaskan semuanya.“Ru...rudy sejak kapan... kau berada di sana?” Rose bertanya sembari menatap lantai
“Rahasia di antara para pria, benarkan Rick?” Rudy menyenggol kakiku.“Benar! Benar! Ini rahasia di antara kami!”Untung saja Rudy berpikir cepat!“Kenapa? Salah satu dari kalian menyukainya?” Judy mengedipkan sebelah matanya.“Rahasia,” ucapku singkat.“Benar! Rahasia!” Rudy mengangguk.“Kalian ini, padahal aku bisa saja membantu kalian untuk mendapatkannya,” ia membusungkan dadanya, “jika kalian tidak mau terbuka, apa boleh buat?”Judy menatapku dengan sorot mata yang tidak dapat aku artikan, kemudian berbalik dan duduk di kursinya yang kosong.“Kenapa dia?” gumamku tak sadar.“Hmm? Ada apa?” Rudy yang tengah membereskan buku ke dalam tas hitamnya menyahut.“Judy menatapku cukup lama sebelum kembali ke kursinya.”“Kau ini bodoh atau bagaimana Rick?” Rudy menggelengkan kepala.
Kalau aku bersikap baik, mungkin saja ia akan berubah pikiran!Aku harus tenang! Aku harus tenang!“Ka-kalau Paman mau, Paman bisa mengikutiku kebetulan aku juga menuju ke arah yang sama.”Aku tersenyum ke arahnya walaupun keringat dingin mengucur deras.“Terima kasih, tolong bantuannya!” Pria dewasa itu tersenyum.Walaupun ini terdengar gila, tapi aku sebagai calon korban dan dia calon tersangka berjalan bersama menuju alamat itu.Aku harus mengingat-ingat apa motif pria ini membunuhku.“Maaf paman kalau boleh tahu, ada urusan apa Paman?”Ia menghela napas, “sebenarnya Paman mencari rumah mantan istri Paman, kami memiliki seorang anak yang berumur tak jauh darimu, ia memiliki kelainan pada jantungnya.”Ah! Aku ingat! Ia membunuhku untuk mengambil jantungku!Kenapa kau selalu berakhir dengan kematian Ricky?Tiba-tiba Paman itu menangis, “tapi ia tewa
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang