“Seperti biasa Zack.” Aku tersenyum pahit.
“Benar-benar anak kepala sekolah itu!” Judy mengepalkan tangannya, “Ah iya! Kau dicari oleh tim lomba! Untuk persiapan lomba beberapa hari lagi.”
Kalau dalam waktu seminggu aku belum menemukan pelakunya, ada kemungkinan Rudy akan diserang saat mengikuti lomba!
Bagaimana ini! Aku harus melakukan sesuatu!
“Ah Judy! Kemarin sepulang sekolah kau ke mana?” tiba-tiba saja pertanyaan itu keluar dari dalam mulutku.
“Ke-kemarin? Aku berbelanja! Ya! Aku berbelanja,” ucapnya dengan sedikit terbata.
Ada apa ini? Kenapa dia terlihat seolah menyembunyikan sesuatu? Mencurigakan!
“Rick...” Rose menepuk bahuku.
Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk menuduhnya, tapi dengan gelagatnya yang seperti ini, siapa yang akan menututp mata?
“Apa yang kau beli Judy?” Aku tersenyum ke arahnya.
“A-aku membeli buku tulis hahaha!” tawanya terdengar canggung.
“Kenapa kau tampak gelisah Judy?”
“I-itu bukan apa-apa!”
“Ricky... Sudah...” Rose menggelengkan kepalanya.
“Hentikan Rick! Aku merasa tengah kau interogasi saat ini!” Judy melipat kedua tangannya di depan dada.
“Hahaha perasaanmu saja!” tawaku sembari menepuk bahunya.
Ada apa ini? Kenapa suasananya terasa sedikit berbeda?
“Ricky... kau harus bertemu mereka...”
“Ah iya! Kau benar Rose!” ucapku sembari membersihkan pakaianku.
“Kalau begitu aku duluan!” Aku berjalan cepat sembari melambaikan tangan ke arah mereka berdua.
Setelah berjalan cukup jauh, aku menyadari sesuatu.
Aku tidak tahu mereka menungguku di mana hahaha!
Aku kembali berjalan menyusuri jalan yang telah aku lewati sebelumnya.
“Akhir-akhir ini kau dekat sekali dengan Ricky, Rose.” Suara Judy terdengar mengintimidasi.
“Benar... Akhir-akhir ini... aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ricky dan Rudy.”
“Jangan lupa perjanjian kita bertiga Rose!”
Perjanjian? Apalagi ini? Aku tidak tahu apa pun tentang hal ini!
“Aku tahu... Aku tidak akan melanggar...”
“Jangan katakan ini merupakan taktikmu untuk mendapatkan darah serta jantungnya!”
“Tidak... Aku tidak berniat seperti itu...”
“Oh? Benarkah?” suara Judy terdengar meragukan ucapan Rose.
“Aku mencintainya Judy...”
“A-apa? Apa aku tidak salah dengar?”
“Tidak... Aku memang benar-benar menyukainya... Sosoknya yang terlihat lemah membuatku ingin melindunginya...”
“Lalu kenapa kau tidak menolongnya? Kau lihat bukan Zack selalu mengganggunya?”
“Aku tidak bisa... Menggunakan kekuatanku... Aku mau melindunginya dengan kekuatanku sendiri... Sebagai seorang Rose... Bukan Rose Hyberis...”
Kenapa aku merasa seperti seorang putri yang diperebutkan?
“Dan Judy... Aku tahu yang semua kau katakan tadi... Semua bohong bukan?”
Benar! Aku mencurigai perkataannya.
“Hei! Kau!” tiba-tiba sebuah suara memanggilku.
Gawat! Aku harus bertindak!
“Ada apa?” teriakku.
“Kau temannya Rudy yang akan ikut perlombaan bukan!”
“Iya! Itu aku!”
“Cepat kemari! Ada sesuatu yang akan kita bahas!”
“Baik kak!” aku segera berjalan menuju orang itu.
“Ri-ricky? Kau belum pergi?” tiba-tiba suara Judy terdengar di belakangku.
“Aku? Sudah, bahkan aku hampir sampai depan kelas dan saat sampai sana aku lupa bertanya padamu untuk berkumpul di mana haha!”
“Oh begitu rupanya!” Judy mengangguk.
“Kalau begitu sampai nanti!” Aku melambaikan tanganku lagi ke arah mereka berdua.
*****
“Karena suatu alasan, Rudy Springfield dikeluarkan dari tim,” ucap tuan Frederick.
“A-pa dikeluarkan?” ucapku tak sadar.
“Benar dikeluarkan.”
Pasti ini semua karena kejadian itu!
“Kalau begitu saya mengundurkan diri,” ucapku sembari bangkit dari dudukku.
“Tunggu! Kenapa mengundurkan diri?”
“Jika ia dikeluarkan, aku tidak mau ikut perlombaan antar sekolah ini.”
Mereka tidak tahu betapa kerasnya Rudy belajar untuk mempersiapkan ini semua. Walau ini untuk keselamatannya, aku tetap tidak setuju.
“Tuan Brown! Jangan seenaknya begitu!” tuan Frederick tampak tak terima.
“Bukannya keputusan berada ditanganku? Kalau aku tidak mau bagaimana? Mau memaksa?” ucapku sembari berjalan keluar ruangan.
“Tuan Frederick, aku akan menyelesaikan masalah Rudy secepatnya. Mohon pertimbangkan lagi keputusan ini.”
Aku sedikit menunduk kemudian menutup pintu.
Aku harus segera menemukan pelakunya!
Aku segera berjalan menuju kelas untuk bertemu dengan Rose, dengan melewati pilar-pilar kokoh yang berjajar rapi di sekitar lorong.
“Rose!” pekikku kala melihat sosoknya yang berjalan mendekat.
Tanpa banyak bicara ia menarik tanganku dan membawaku ke belakang laboratorium.
“Arghh!” erangku kala dengan kasar ia membanting tubuhku ke dinding.
“Rose kau kenapa?” tanyaku sembari berusaha berdiri.
“Menjauhlah dariku!” ucapnya dengan ekspresi marah.
Ada apa dengannya? Apa aku berbuat kesalahan?
“Rose! Ada apa denganmu? Apa aku membuat kesalahan? Kalau memang benar begitu, aku minta maaf!”
Tiba-tiba ia mendorong kedua bahuku ke tembok dan menatap mataku.
“Rose! Katakan sesuatu! Jangan buat aku bingung!”
Tunggu! Ini bukan tatapan mata Rose! Tatapan matanya teduh dan menyejukkan hati bukan penuh hasrat dan membara seperti ini!
Jam pelajaran masih belum selesai! Tidak mungkin Rose keluar kelas!
Jika pun ke kamar mandi, arahnya bukan ke sini!
“Si-siapa kau sebenarnya!” pekikku sembari menatapnya.
“Ah? Kau menyadarinya? Aku terlalu meremehkanmu!” tiba-tiba ia tersenyum ke arahku.
Senyum ini! Kakaknya Rose!
“Ah! Aku bahagia kau mengenaliku hanya dari senyuman.”
“Kakak aku mohon lepaskan aku, aku Ahhh!” pekikku kaget kala sesuatu yang basah menyapu leherku.
“Ah! Aku ingin menikmatimu!”
“Kak aku mohon, lepaskan aku.”
Tak lama dorongan kedua bahuku melemah, ia melipat kedua tangannya di dada.
“Aku hanya ingin mengetesmu dan yang Rose katakan benar. Terima kasih telah berteman dengannya, semakin hari ia semakin ceria.”
Mendengar suara lain dengan tubuh Rose di hadapanku membuatku merasa sedikit aneh.
“Jika aku menunjuk penampilan asliku, mereka akan mencurigaiku!”
Benar juga!
“Aku tahu kalian dalam masalah, sebagai rasa terima kasihku aku akan membantu kalian.”
“Benarkah? Terima kasih Kak!” ucapku sembari tersenyum.
“Aku mau tanya satu hal, apa kau menyukai Rose?” Ia menatap mataku.
“Sebatas teman dan tidak lebih!”
“Ah sayang sekali! Padahal aku menunggu kau menjadi bagian keluarga kami.”
Me-menjadi keluarga?
“Kenapa? Bukannya kau tahu Rose menyukaimu?”
“Iya tapi, aku...”
“Jangan paksakan perasaanmu,” ia memegang bahuku, “aku tidak mau kau mencintai adikku dengan setengah hati.”
“Hyahhhh!” pekikku lagi.
“Hahaha! Keringatmu sangat menggoda!”
Aku merasa ternodai!
“Hei! Jangan bilang kau masih... Hahaha!”
“A-aku belum pernah melakukan hal itu!”
“Baiklah! Baiklah! Kalau begitu, Rick! Ricky!“
Tiba-tiba mataku memberat dan semua gelap gulita.
*****
“Ricky sadar!”
“Benarkah? Syukurlah...”
Perlahan aku membuka mata, cahaya terang menyeruak masuk dan tak lama aku melihat wajah Judy yang tampak khawatir.
“Kau tidak apa Ricky?”
“Hmm? Aku kenapa?” tanyaku sembari mengucek mata.
“Kau... Pingsan...”
“Pingsan? Benarkah?” aku mengerutkan dahiku tak mengerti.
Ah! Iya! Benar! Aku mengingatnya!
“Kalau begitu ayo kita pulang!” Judy mengulurkan tangannya ke arahku.
“Tidak! Aku masih ada urusan yang harus diselesaikan.”
Aku harus menangkap pelakunya! Secepatnya! Sebelum perlombaan!
“Eeh? Urusan apa?” Judy menatapku penasaran.
“Ricky... Kondisimu sedang tidak baik... Pulang saja...”
Ia mendekatiku dan membisikkan “kakakku yang akan mencari pelakunya.”
“Kalau begitu aku akan pulang.”
“Baiklah! Biar aku yang mengantarkan!” seru Judy sembari mengambil tasku dari atas meja.
“Biar Rose saja, biar Rose yang mengantarku pulang.”
“Oh baiklah...” wajah Judy berubah menjadi murung.
“Maaf Judy, aku memiliki urusan dengan Rose.”
“Kenapa meminta maaf? Ya sudah sana kalian pulang!” Judy tersenyum lalu berjalan menuju pintu, “Hati-hati di jalan!”
Setelah sosoknya menghilang, aku menghela napas lega.
Kenapa aku mencurigai Judy? Tapi jika dilihat dari sifatnya, pelaku lebih cenderung kepada Mary.
“Ricky... Kau tidak apa?”
“Ah! Tidak apa! Oh iya aku belum menceritakan tentang perjanjianku dengan paman Zanone!” ucapku sembari beringsut bangun dari tempat tidur.
“Apa itu?” Rose menatapku penasaran.
“Jika pelakunya ditangkap, paman Zanone akan menuntut penembak itu.”
“Hanya itu saja?”
“Tidak! Ia juga akan memberikan kita informasi tentang seseorang yang mungkin kita curigai.”
“Hmm... Sepertinya tidak buruk...”
“Jadi dengan kata lain, setelah pelaku ditangkap polisi. Paman Zanone yang akan mengurusnya.”
Rose hanya mengangguk tanpa berkata sepatah kata pun.
“Hmm... Aku penasaran bagaimana bisa aku di sini? Sebelumnya aku berada di belakang laboratorium bersama kakakmu.”
“Ia memanggilku dan membawamu ke sini.”
Untung saja aku tidak di “kerjai” oleh kakaknya...
“Ricky... Aku ingin bertanya... Ada apa dengan lehermu?”
“Leherku? Kenapa?” aku memegangi leherku sendiri.
“Lehermu memerah...”
Aku bangun dan mengambil ponselku di kantong celana, kemudian membuka kamera guna melihat sesuatu yang Rose katakan.
Yang benar saja! Ini bukan mimpi kan?
Bagaimana bisa ada Kissmark di sana!!!
“Rose! Kakakmu yang melakukan ini!” pekikku.
“Judy dan aku kira... Kau alergi...”
Aku harus berhati-hati! Jangan sampai lengah lagi!
“Hei! Merindukanku?” tiba-tiba suara seorang wanita terdengar dari balik gorden jendela.
Halo Semua 👋🏻 Meidyouze di sini! Terima kasih sudah membaca Novel pertamaku di sini! Mohon maaf kalau masih kurang greget! "Tidak Meidyouze... Kau sudah berusaha dengan baik..." Rose! Terima kasih! "Benar! Kau sudah melakukan yang terbaik! Semangat!" Judy! Terima kasih banyak! "Dan kau bilang ini sudah yang terbaik? Kau bercanda?" Mary! Jangan membunuh semangatku! "Aku tidak membunuh semangatmu." Tidak membunuh katamu? "Jangan macam-macam kau dengan pasak perak itu bodoh." "Rose! Tahan Meidyouze!" "Meidyouze... Jangan...." Dan Mary tidur dengan tenang~
“Kakak! Apa yang kau lakukan!” tiba-tiba suara Rose meninggi.“Hee? Kenapa?” jawab suara tanpa wujud itu.“Kakak yang melakukannya pada Ricky kan?”“Lalu? Ada yang salah?” suaranya terdengar tak merasa bersalah.“Tentu saja salah!” ucap Rose tak mau kalah.“Itu bayaran untuk pekerjaanku Rose...”“Pekerjaan?”“Benar pekerjaan! Kalau aku berhasil menangkap pelaku penembakan, Ricky akan menghabiskan malam denganku.”“Tu-tunggu! Aku tidak ingat aku mengatakan itu!” protesku.“Apa kau lupa? Kau memohon untuk menangkap pelaku itu agar Rudy bisa bersekolah lagi bukan? Dan sebagai gantinya, aku bisa menikmati tubuhmu itu.”Apa yang dia katakan! Aku tidak mengatakan hal itu sama sekali!“Rose dengarkan aku! Aku tidak berkata seperti itu!”Rose terdiam, kemudian menatap mataku.
“Ricky?” Wanita itu menatapku dengan terkejut, “padahal sebentar lagi akan ke sekolahmu ternyata malah bertemu di sini.”“Nyonya Julietta?” ucap paman Zanone.“Tuan Zanone?” balasnya tak kalah kaget.Jadi mereka saling mengenal? Apa ada sangkut pautnya?“Jadi paman Zanone mengenalnya?” tanyaku meyakinkan diri.“Benar, kami bekerja di tempat yang sama.”“Kalau begitu kita tidak usah bersusah payah lagi mencari orang itu Paman “ aku tersenyum ke arahnya.“Maksudmu Rick?” tanya paman Zanone tak mengerti.Aku menatap kolega wanita teman paman Zanone, lalu menatap kembali ke arah paman Zanone.“Ja-jadi orang itu?”Aku menganggukkan kepala.“Ada apa denganku?” wanita yang dipanggil nyonya Julietta tampak tak mengerti.“Bisa kita bicarakan ini di ruangan tertutup?” ajak paman Z
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“A-apa? Ibu ke rumah?” Rudy tergagap.“Benar, Yang Mulia ingin mengenalkan diri pada nenek,” sahut kak Daniel yang tengah memegang kemudi.“Dan sekarang terjebak di rumah,” tambah kak Rainer.“Terjebak bagaimana?” Aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Seseorang telah membocorkan informasi tentang kedatangan Yang Mulia,” kak Rainer membuka dasbor mobil, “dan lihat apa yang kami temukan!”“Bom!” Aku dan Rudy berteriak secara tak sadar.“Tenang saja ini sudah kami jinakkan!” Kak Rainer menutup kembali dasbor mobil.“Sepertinya seseorang berusaha membunuh Ibumu Rudy!” kak Daniel menatap Rudy dari pantulan kaca spion.“Apa kak Jasmine tidak bisa menolong?”“Jasmine sedang sibuk sekarang, ada keanehan dalam tubuh Rose” Kak Daniel melambatkan laju mobil, “dan sekarang aku harus mengantarmu ke rumah Rose.”Apa? Mengantarku ke rumah Rose?“Bagaimana dengan Rudy? Bukankah berbahaya kalau Rudy ada di sana?” tanyaku bingung.“Rudy akan kami bawa ke Lavenburg.”“Apa? Tidak! Aku tidak mau!” Rudy meni
“Kau! Sejak kapan kau memilikinya?”“Kenapa kau tidak memberi tahuku?”“Apa saja yang dapat kau lakukan?”Kak Jasmine membordir pertanyaan, tidak membiarkan aku menjawabnya.“Hei Jasmine, beri Ricky kesempatan untuk menjawab terlebih dulu!” Ujar kak Rainer sembari menepuk bahunya.“Kau juga! Bukankah kita sepakat untuk berbagi informasi tentang anak ini?” kak Jasmine mengerutkan alisnya kesal.A-apa? Berbagi informasi? Aku tidak tahu masalah ini.“Aku juga tidak mengetahui hal ini, aku hanya melihat Ricky yang bergerak dan mengambil pistol itu secara cepat.”“Baiklah aku terima alasan itu, sekarang kau Rick! Sejak kapan kau memiliki kekuatan itu?”“Aku tidak yakin kak,” aku mengerutkan dahi tak mengerti.“Semenjak kalung yang kau berikan Jasmine? Sepertinya aura Ricky terlihat sedikit berbeda setelah memakainya.”“Hhmm... Baiklah...” kak Jasmine mengangguk mendengar ucapan kak Rainer.“kalau begitu ayo kita pergi Rick!” kak Rainer bangun dari duduknya dan membuka pintu kelas yang tela
“Oh kalian bermusuhan? Sayang sekali!” Zack mendorongku hingga tersungkur ke tanah.“Jadi sekarang aku bisa dengan bebas menghajarmu!” Ia menendang tubuhku yang terjatuh ke tanah.Tanpa sengaja mataku dan mata Rudy saling menatap, Ia yang tak sengaja lewat berhenti sejenak.“Hei! Mau menolongnya?” Tanya Zack.Tak lama Ia menatapku lagi dan pergi tanpa mengucap sepatah kata pun.“Oh jadi kau membencinya sekarang? Baiklah!”Tiba-tiba Zack menarik tanganku sedangkan tangan kanannya memegang sebuah cutter.“Arghh!” pekikku kala pisau yang Ia pegang melukai urat nadiku.“Ah! Maaf aku tidak sengaja!” ucapnya tanpa merasa bersalah.Darah segar menetes dari tanganku membasahi tanah.“Cepat sembuhkan lukamu! Kalau tidak kau akan mati hahaha!” tawanya sembari berjalan menjauh.Bagaimana kalau ada seseorang yang mencium darahku? Aku ha
“Kita berhasil Rick!” Rudy merangkul bahuku.Aku menganggukkan kepala.Tapi apa maksud dari tuan Brigde menatapku seperti itu?"Kalian berhasil!”“Kalian hebat sekali!”“Tak salah tuan Frederick memilih kalian!"Kakak kelas dan teman kami menyanjung keberhasilan kami.“Kalian harus bersiap, sekolah elit Gradestone sangat hebat!”“Benar, bangunannya saja seperti ini, bagaimana pelajarannya?”“Hei bagaimana dengan anak-anak lain?”“Olimpiade matematika kita masuk ke final!”“Benarkah?”“Tim Ilmu pengetahuan alam kita juga masuk ke final!”Apa aku melakukan kesalahan? Apa pengetahuan yang aku ketahui adalah pengetahuan dari masa depan?“Ricky!”Apa yang harus aku lakukan, apa aku harus memilah informasi yang aku ketahui. Tapi bagaimana caranya?“Ricky!
“Kau tahu kenapa tidak ada yang mendekat walau aroma darah suci tercium dari tubuhmu?” tanya kak Jasmine.“Tidak kak...” jawabku dengan lemas.“Karena kau dekat dengan mereka,” kak Jasmine menepuk kedua jok mobil di depanku, “aromamu tertutup oleh mereka.”"Kami? Ada apa dengan kami?" Sahut kak Rainer."Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya jimat kalian yang berjasa."Kenapa seolah aroma tubuhku yang menjadi biang keladinya?“Kau harus memakai deodoran Rick! Hahaha!” tawa Rudy.“Kak... Aku tidak mau memakai ini!” Aku menatap ngeri kalung di balik kemejaku.Aku tidak mau memakai ini, ini terlalu mengerikan!Kalau kepala kucing masih bisa kuterima, tapi kalau ini janin yang masih kecil! Dia manusia! Aku bukan psikopat yang menggunakan bagian tubuh manusia untuk dijadikan aksesoris!“Jasmine aku tidak tahu kau dapat dari mana, tapi bagaimana
“Kenapa kak? Ada apa?” tanyaku bingung.“Kau adalah orang yang aku cari! Orang yang akan membantuku menemukan keluargaku!” ucapnya.Bisa begitu ya? Bagaimana ini bisa terjadi?“Kakak tahu dari mana aku dapat menemukan keluarga kakak?”“Seseorang mengatakan itu padaku! Jika jimat ini berpendar di tangannya maka orang itu akan membantumu mewujudkan mimpiku!” mata kelabu kak Rainer menatapku penuh harap.“Se-sebenarnya aku pernah melihat kalung itu kak, digunakan seorang wanita tapi aku tidak tahu kapan.”“Tidak apa, perlahan-lahan waktu akan menjawabnya!” kak Rainer menepuk bahuku, “tolong bantu aku!”“Tentu saja kak!” aku tersenyum ke arahnya.“Andai saja aku dapat bertemu dengan orang yang memberikan jimat ini,” ucap kak Rainer dengan nada kecewa.“Memangnya bagaimana ceritanya kakak dapat jimat itu?” t
Aku mengambil dan menatap kalung itu dengan seksama, kalung dengan bandul berbentuk bunga tulip berwarna merah dan mengeluarkan sesuatu seperti darah.“A-apa ini darah?” aku menatap ngeri kalung itu.“Benar... Tulip kematian adalah bunga yang berasal dari bibit bunga... Yang diberikan darah Succubus atau Incubus berdarah biru...”“Apa fungsinya?” tanpa takut Rudy memegang bunga itu.“Menyamarkan aroma... Semua manusia yang memakainya... Akan tercium seperti Succubus...” Rose menganggukkan kepala.“Darahnya menghilang!” pekik Rudy kaget.Aku menatap ke lantai dan benar saja tidak ada tetesan darah walaupun darah menetes dari kalung itu.“Bagaimana dengan bajuku?” aku menatap ragu kalung itu.“Tidak akan membekas...”“Baiklah!” Aku memakainya walau sedikit ragu.Tiba-tiba kalung itu bercahaya dan memaksaku menutup mata.
“Rudy dengarkan aku! Nyonya Julietta itu ibu kandungmu...”“Mana mungkin aku bisa percaya dengan mereka yang ingin membunuhku dan membunuhmu!” Rudy menatapku dengan mata berkaca-kaca.“Iya aku tahu, tapi bukan nyonya Julietta yang melakukannya.”“Kenapa hidup ini tidak adil! Kenapa mereka ingin membunuhku! Apa salahku! Dan kau yang malah menjadi korbannya!” Tangisnya.“Rudy,” paman Zanone menghampirinya, kemudian Ia mengelus pucuk kepala Rudy,” kalau kau berkata hidup ini tak adil, bagaimana dengan mendiang Harry anak Paman?”Aku terdiam, setelah dipikir-pikir kehidupan anak itu lebih tidak adil dan tidak menyenangkan. Di usianya yang masih muda, ia menjadi korban perpisahan orang tuanya. Memiliki penyakit bawaan sejak lahir dan menjadi korban salah tembak, seolah tidak ada kebahagiaan baginya.“Harry telah menjadi korban keegoisan kami, belum lagi penyakit di jant
“Ricky!” pekik Rose.Aku segera berlari ke arah Rose.“Ricky tetap di sini!” pintanya.“Ta-tapi Rose jika terjadi sesuatu padamu bagaimana?” bantahku.“Tenang saja... Aku dapat menjaga diri...”“Baiklah... Hati-hati Rose!” Aku menepuk bahunya, Ia membalas dengan anggukan kepalanya.Tak lama sosoknya menghilang di balik pintu.Apa aku harus meminta bantuan Mary atau Judy?Tidak! Aku harus menyelesaikan ini semua tanpa bantuan Mary ataupun Judy!Tiba-tiba suara tombol pintu terdengar, aku yang tengah berjalan menjauh, memutar tubuh guna melihat siapa yang masuk.Jantungku berhenti sejenak, tubuhku melemas setelah aku melihat sesosok orang asing menggunakan topeng dan memegang sebuah pisau berhiaskan darah segar.“A-ada yang bisa aku bantu?” tanyaku terbata.Tanpa menjawab ucapanku, orang itu berjalan mendekat. Pisau yang ia pegang