"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja.
"Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah.
"Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.
Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu.
"Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah.
"Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa.
"Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.
Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketinggalan ijab kabul pengantin nanti, begitulah alasan dari tamu-tamu yang datang sangat pagi bahkan ketika embun masih berada diatas didaunan dan rumput-rumput liar.
Tenda penganti berwarna ungu muda berpadu dengan putih menambah kesan sangat indah dilihat oleh kedua bola mata orang yang melihatnya dan datang pada acara pernikahan Hana dengan Gus tampan.
Jam menunjukkan pukul 09.00 pas.
Tok ... tok ... tok ... suara pintu diketuk dengan keras. "Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam!" Hana langsung berlenggang menuju pintu kamarnya saat mendengar suara familiar milik sang ibu tercinta.
"Udah siap? Pengantin laki-laki udah datang," ucap Sumi dengan sangat bahagia.
"Udah Bu."
"Alhamdulilah!" Sumi mengusap wajahnya.
"Ayo, keluar kita akan melaksanakan ijab kabul dengan cepat!" Sumi memegang tangan anaknya dengan sangat hati-hati.
Hana terus merapal kan doa-doanya dalam hati. Agar ijab Kabul ya berjalan lancar.
"Hana sangat terlihat lebih cantik dari biasanya, ya?" Suara bisik-bisik dari tamu undangan terdengar jelas saling bersahutan.
Hazmi sudah terlihat dari kejauhan memakai baju hitam putih plus blazer, dengan peci hitam. Ketampanan dari wajahnya tidak pernah pudar tubuhnya sangat terlihat gagah dari sebelumnya.
*****
Hazmi memegang tangan penghulu dengan tegas raut wajahnya seperti tidak main-main.
"Bismillahirrahmanirrahim, saya terima nikahnya Hana Pratiwi binti Bapak Hadimullah dengan maskawin emas 5 gram dibayar tunai!"
"Gimana para saksi, sah?" tanya penghulu.
"Sah!" Terdengar suara para saksi dengan teriak-teriakanya bahkan ada yang bersiul gembira.
Hana mencium takjim tangan Hazmi, air matanya luruh, kini sudah Hana menjadi istri sah Gus yang berada dihadapannya ini. Tamu undangan berdatangan mengucapkan selamat serta doa-doa pada pengantin baru.
"Njenengan bahagia?" tanya Hazmi sesaat. Mereka duduk bersebelahan tanpa adanya penyekat sedikitpun.
"Alhamdulillah, kenapa sampean bertanya seperti itu?" Hana balik bertanya tanpa berani menatapnya.
"Tidak, saya hanya meyakinkan sampean saja!" Hazmi segera salah tingkah atas ucapannya, pasti menyingung perasaan Hana.
"Baik Gus!" sahut Hana pelan mulutnya tertahan saat ingin mengucapkannya.
*****
Baru beberapa jam yang lalu saat Hazmi memegang tangan penghulu, menjadikan dirinya menjadi sang istri yang sah. Kini Hana sudah berada di kamar pengantin dengan berbagai wangi-wangian tercium dan bunga-bunga mawar merah dan putih bertaburan dimana-mana tidak tanpa terkecuali.Hana segera membuka kerudung putihnya yang membalutnya seharian ini. Perlahan-lahan Hana mencabut jarum-jarum yang menjadi penguat kerudungnya itu.
"Kenapa Njenengan buka kerudungnya?" sanggah Hazmi matanya menatapnya tidak suka.
"Tapi Gus, apa salahnya membuka kerudung?"
"Jelas salah itu aurat!" tegas Hazmi rahangnya saling bertautan.
"Tapi, kita udah menikah Gus." Hana menunduk. Takut dirinya dianggap istri durhaka, apalagi umur pernikahannya baru beberapa jam yang lalu.
"Jangan banyak alasan, Njenengan tidak tahukah, saya belum mencintai Njenengan!" ucapnya dengan nada sedikts naik, tanpa basa-basi semata.
Deg!
'Cobaan apalagi ini yaallah, kemarin kau ambil mas Arman sekarang suamiku sendiri tidak mencintaiku!' bathin Hana terasa nyeri, hatinya seakan dihujam beberapakali dengan pedang yang tajam.
Hana segera mengambil kain putih itu dan kembali menutupi area kepalanya. Air matanya mengalir di pipi mulusnya.
Apa arti dari perjodohan jika rasa yang dipaksa bukan karena cinta beginilah jadinya suka meninggal jejak luka!
Hana berlenggang kearah kamar mandi yang masih menyatu dengan tempat tidurnya itu untuk membersihkan dirinya. Tidak selang beberapa lama sudah selesai membersihkan dirinya Hana memutarkan knop besi pintu kamar mandi, terlihat Hazmi sedang mematung diambang pintu.
"Kalo mau tidur, Njenengan bisa tidur duluan!" katanya dengan wajah datar tidak ada bahagia yang terukir di wajahnya.
"Baik Gus ... permisi!" Hana melewati suaminya itu dengan sopan.
Suara para tamu masih saja terdengar padahal ini sudah tengah malam. Hana mencoba memejamkan matanya beberapa kali, tapi itu tidak membuat dirinya pergi ke alam mimpi.
Hazmi segera merebahkan tubuhnya pada kasur bermotif bunga. Matanya menatap langit-langit kamar yang dihiasi dengan berbagai macam bunga-bungaan yang indah terkesan romantis. Hazmi buru-buru memejamkan matanya membelakangi Hana.
"Maafkan aku Hana, pernikahan ini bukan karena kejujuran, pembuktian pernikahan ini hanya belaka, aku tidak mencintaimu dan tidak akan pernah!" ucapnya pelan, tapi masih terdengar oleh Hana.
"Iya, Gus tidak mengapa, aku akan menjadi istri yang sebagaimana agama mengajarkan dan mengarahkan!" sahut Hana setengah berbisik.
Mata Hazmi langsung membola seketika mendengar penuturan istrinya itu. Hazmi pikir Hana sudah larut tidur, ternyata dugaannya salah.
"Maaf, saya pikir Njenengan sudah tidur," ujar Hazmi tanpa takut.
"Tidak Gus!" Hana beringsut bangun dan menyenderkan tubuhnya pada kepala ranjang kayu.
"Aku belum mencintaimu, maaf untuk saat ini, karena rasa tidak bisa dipaksakan!" Kembali kata itu terdengar pada telinga Hana. Hatinya tersayat kembali membuka luka baru. Padahal rasa sakit kemarin belum sembuh sepenuhnya.
"Jika ingin tidur, tidurlah!" sambungnya kembali suasana hening. Hazmi mengambil selimut berwarna coklat dan bantal bermotif bunga itu.
Hana sedikit melirik saat suaminya menjauh dari tempat tidur.
"Saya tidur di sofa saja, esok kita akan segera pergi dari sini dan tinggal bersama abah dan ummi, hari ini bukan hari istimewa bagiku dan bagimu!" ujarnya lalu menutup tubuhnya dengan kain tebal penghangat itu.
'Bermimpilah yang indah Gus, semoga mimpimu bertemu bidadari-bidadari cantik diantaranya adalah aku, sebesar apapun rasa benci jangan sampai membuat aku terluka kembali !' Hana memegang dadanya yang seakan sesak tidak tertahankan.
Dijodohkan bukan berarti semua tentang rasa benci dan penyalahan pada takdir.
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Tinggal satu Minggu lagi, pernikahan seorang gadis bernama Hana akan berlangsung dengan seorang pengusaha muda bernama Arman.Hana gadis cantik dan salehah, tidak jarang banyak orang menyukai Hana, apalagi dikalangan kaum Adam. Undangan sudah menyebar pada kerabat dan teman-temannya."Cieeee ... calon pengantin baru," goda Aisyah teman sejak kecilnya itu.Hana hanya mesem malu. "Aisyah juga calon pengantin kok," ujarnya sambil tersenyum."Hahaha ... iya nungguin calonnya yang datang."Hingga keduanya tertawa hangat.Hana berdiri dari sofa ruang tamu itu, bergegas mengambil kertas berukuran persegi panjang diatas nakas kecil."Aisyah, undangan ini tolong sebarin ya, buat santriwati dipondok, aku lupa memberikannya," titahnya dengan menyodorkan beberapa kertas yang bertulisan acara pernikahan."Baik bos." Dengan tangan yang terangkat tepat posisi hormat.Sesekali Aisyah meneguk jus alpukat yang disuguhkan oleh Hana sejak tadi."Han
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik
Suara gemericik air terdengar mengalir dari kamar mandi, tepat pukul 03.00 Hana terbangun untuk melaksanakan salat tahajjud, meminta petunjuk dari sang ilahi, Hana membentangkan sajadahnya kearah kiblat.Dengan mengucap bismillah, gadis itu memohon pada Allah agar segera didatangkan kebahagiaan serta harapan yang sudah terkubur kian hari."Allahuakbar." Suara takbir Hana terdengar pelan.Doa segera dipanjatkan antara takbir dan aamiin menjadi saksinya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh." Hana memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan.Gadis itu kini mengusap mukanya dengan kedua tangan."Ya ... Rabb izinkanlah hamba menemukan orang yang tepat untuk mengisi kekosongan ini, dan ikhlaskan hati hamba untuk melepaskan orang yang memang tidak di takdir kan bersama!" Tangannya terus menengadah ada secerca harapan yang dilangitkan, ada rasa sakit yang harus sembuh dan pulih kembali agar luka menjadi tawa bahagia untuk esok hari."Alha
Hari kini berganti malam, Hana masih mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan hal yang tadi ibunya lontarkan. Sebuah kesepakatan yang sudah sejak dulu dikatakan."Apa aku harus menerima perjodohan yang pernah ibu sepakati sejak dini?" gumam Hana menggigit ujung kuku jarinya.Jendela yang tertutup tirai putih, Hana buka dengan lebar terlihat bintang berkelap-kelip genit menatapnya.Hana menggeserkan kursi lebih dekat ke jendela. Angin malam menerpa wajahnya yang cantik tanpa sedikitpun poles dengan bedak make up begitu natural, Hana kini menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara napasnya sangat berat. Matanya sengaja di pejamkan berharap ada keajaiban malam, tapi itu sangat mustahil baginya."Jika aku memohon padamu, apa akan segera terkabulkan? Apa perjodohan ini juga adalah sebagian doaku malam itu? Dan kenapa dengan mudahnya aku dapat melupakan mas Arman apa ini yang dinamakan keikhlasan hati?" Hana memiringkan kepalanya melihat bayangan yang sam
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja."Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah."Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu."Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah."Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa."Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketingg
Rasa bimbang pada hati semakin besar. Hana menyembunyikan bimbang pada senyuman. Sumi buru-buru mencium kening putrinya yang masih saja dimanja, sebagai anak tunggal dan salehah Hana mendapatkan perlakuan layaknya anak kecil."Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi."Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah."Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was."Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya."Apa?" Hana semakin bertanya-tanya p
Hari kini berganti malam, Hana masih mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan hal yang tadi ibunya lontarkan. Sebuah kesepakatan yang sudah sejak dulu dikatakan."Apa aku harus menerima perjodohan yang pernah ibu sepakati sejak dini?" gumam Hana menggigit ujung kuku jarinya.Jendela yang tertutup tirai putih, Hana buka dengan lebar terlihat bintang berkelap-kelip genit menatapnya.Hana menggeserkan kursi lebih dekat ke jendela. Angin malam menerpa wajahnya yang cantik tanpa sedikitpun poles dengan bedak make up begitu natural, Hana kini menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara napasnya sangat berat. Matanya sengaja di pejamkan berharap ada keajaiban malam, tapi itu sangat mustahil baginya."Jika aku memohon padamu, apa akan segera terkabulkan? Apa perjodohan ini juga adalah sebagian doaku malam itu? Dan kenapa dengan mudahnya aku dapat melupakan mas Arman apa ini yang dinamakan keikhlasan hati?" Hana memiringkan kepalanya melihat bayangan yang sam
Suara gemericik air terdengar mengalir dari kamar mandi, tepat pukul 03.00 Hana terbangun untuk melaksanakan salat tahajjud, meminta petunjuk dari sang ilahi, Hana membentangkan sajadahnya kearah kiblat.Dengan mengucap bismillah, gadis itu memohon pada Allah agar segera didatangkan kebahagiaan serta harapan yang sudah terkubur kian hari."Allahuakbar." Suara takbir Hana terdengar pelan.Doa segera dipanjatkan antara takbir dan aamiin menjadi saksinya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh." Hana memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan.Gadis itu kini mengusap mukanya dengan kedua tangan."Ya ... Rabb izinkanlah hamba menemukan orang yang tepat untuk mengisi kekosongan ini, dan ikhlaskan hati hamba untuk melepaskan orang yang memang tidak di takdir kan bersama!" Tangannya terus menengadah ada secerca harapan yang dilangitkan, ada rasa sakit yang harus sembuh dan pulih kembali agar luka menjadi tawa bahagia untuk esok hari."Alha
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik