"Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.
Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi.
"Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"
Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah.
"Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was.
"Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya.
"Apa?" Hana semakin bertanya-tanya pada hatinya.
"Kamu harus hormat dan patuh pada suamimu, turuti perintahnya, dengarkan nasehatnya, bertutur lemah lembut, dengarkan ucapannya jangan bicara kasar padanya. Karena wanita salehah itu wanita yang patuh pada suaminya!" jelasnya sekilas menatap Putrinya yang menunduk mendengarkan ucapan Ibunya.
"Iya, Bu inshaa Allah."
"Jangan kemana-mana, jangan keluar rumah walaupun itu hanya kewarung, harus ingat satu hal besok kamu akan menikah!" Sumi mencolek hidung mancung milik Hana.
Hana tertawa mendapatkan perlakuan itu. Hana beranjak dari ruang keluarganya itu. Baru satu langkah kaki, Sumi buru-buru mencegah anaknya.
"Ibu, sudah bilang jangan keluar rumah!"
"Hana, mau ke kamar mandi Ibu," ungkapnya.
"Ibu, pikir kamu mau keluar." Sumi tertawa dengan renyah, menertawakan kesalah pahamannya itu.
'Aku, bahagia saat melihat lengkung sabitmu Ibu, esok aku akan merindukan itu!' bathin Hana saat wanita tua itu terus tertawa.
*****
"Ummi, kenapa harus dijodohkan, apa tidak ada jalan lain?" tanya Hazmi pada Umminya.
Ummi Salamah melihat putranya samar-samar, mengusap pucuk kepalanya dengan lembut yang ditumbuhi rambut lebat itu.
"Nduk, lihat Hana dengan imanmu jangan dengan nafsumu, dia wanita baik salehah pinter, apa kamu akan menyia-nyiakan kesempatan ini?" Tatapannya meyakinkan putranya itu.
Hazmi menghembuskan napasnya dengan kasar. Mengedarkan pandangannya dengan tatapan kosong. Berpikir atau menyagah atas ucapan Ibunya itu tidak penting, sekarang pilihannya sudah ditentukan lebih awal sebelumnya.
"Apa, kamu menyesal saat melamar Hana?" tanya Ummi Salamah.
"Tidak, hanya saja dia sangat ...!" Hazmi tidak meneruskan ucapannya lagi.
"Hanya saja dia sangat? Apa?" Ummi Salamah semakin mengerutkan keningnya.
'Dia sangat malang, di tinggal mati sama calon suami!' ucap Hazmi dalam hati, dan tersenyum licik.
"Dia sangat apa Hazm?" Kembali Ummi Salamah bertanya untuk ke-dua kalinya, dan menggoyangkan tubuh kekar putranya.
"Dia sangat cantik Ummi, rasanya aku tidak pantas buat Hana, aku malu sama kekuranganku!"
"Cinta itu bukan melihat kekurangan, tapi saling menutupi kekurangannya untuk menyempurnakan rasa!" Abah Umar menimpali dengan cepat dan menggambil posisi duduk ternyamannya di sebelah Ummi Salamah, menambah kesan sangat harmonis hidup keluarganya.
Ummi Salamah mengacungkan dua jempolnya keatas. "Iya betul itu!"
Hazmi hanya manggut-manggut kepala seperti orang yang sudah paham betul apa yang dikatakan kedua orangtuanya.
"Siapkan mentalmu untuk ijab kabul 'esok!" bisik Abah Umar pada telinga anaknya.
"Iya ... Bah!" Hazmi tersenyum tipis.
Nasehat demi nasehat selalu dilontarkan oleh Abah Umar pada putranya itu. Harapannya agar Hazmi tidak keras kepala saat berumah tangga, begitulah pikirannya.
"Abah, Ummi izinkan aku sendiri dulu disini," ujar Hazmi lalu menatap satu persatu orang tuanya agar memberikan waktu luang untuknya.
"Iya ... Nduk, silahkan," timpal keduanya.
"Maafin Hazmi, Ummi dan Abah, bukan maksud mengusir!" Hazmi menempelkan tangannya meminta maaf.
"Gapapa, kami tahu kamu butuh waktu sendiri!" ucap mereka lalu pergi meninggalkan Hazmi sendiri ditaman belakang rumahnya.
Perlahan Hazmi mengusap wajahnya dengan kasar. Napasnya naik turun tidak berarturan.
"Besok, aku akan resmi menikahi Hana, apa yang harus aku lakukan jika, tidak mempunyai rasa pada perempuan itu!" gumam Hazmi seorang diri.
"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja."Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah."Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu."Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah."Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa."Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketingg
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Tinggal satu Minggu lagi, pernikahan seorang gadis bernama Hana akan berlangsung dengan seorang pengusaha muda bernama Arman.Hana gadis cantik dan salehah, tidak jarang banyak orang menyukai Hana, apalagi dikalangan kaum Adam. Undangan sudah menyebar pada kerabat dan teman-temannya."Cieeee ... calon pengantin baru," goda Aisyah teman sejak kecilnya itu.Hana hanya mesem malu. "Aisyah juga calon pengantin kok," ujarnya sambil tersenyum."Hahaha ... iya nungguin calonnya yang datang."Hingga keduanya tertawa hangat.Hana berdiri dari sofa ruang tamu itu, bergegas mengambil kertas berukuran persegi panjang diatas nakas kecil."Aisyah, undangan ini tolong sebarin ya, buat santriwati dipondok, aku lupa memberikannya," titahnya dengan menyodorkan beberapa kertas yang bertulisan acara pernikahan."Baik bos." Dengan tangan yang terangkat tepat posisi hormat.Sesekali Aisyah meneguk jus alpukat yang disuguhkan oleh Hana sejak tadi."Han
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik
Suara gemericik air terdengar mengalir dari kamar mandi, tepat pukul 03.00 Hana terbangun untuk melaksanakan salat tahajjud, meminta petunjuk dari sang ilahi, Hana membentangkan sajadahnya kearah kiblat.Dengan mengucap bismillah, gadis itu memohon pada Allah agar segera didatangkan kebahagiaan serta harapan yang sudah terkubur kian hari."Allahuakbar." Suara takbir Hana terdengar pelan.Doa segera dipanjatkan antara takbir dan aamiin menjadi saksinya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh." Hana memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan.Gadis itu kini mengusap mukanya dengan kedua tangan."Ya ... Rabb izinkanlah hamba menemukan orang yang tepat untuk mengisi kekosongan ini, dan ikhlaskan hati hamba untuk melepaskan orang yang memang tidak di takdir kan bersama!" Tangannya terus menengadah ada secerca harapan yang dilangitkan, ada rasa sakit yang harus sembuh dan pulih kembali agar luka menjadi tawa bahagia untuk esok hari."Alha
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja."Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah."Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu."Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah."Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa."Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketingg
Rasa bimbang pada hati semakin besar. Hana menyembunyikan bimbang pada senyuman. Sumi buru-buru mencium kening putrinya yang masih saja dimanja, sebagai anak tunggal dan salehah Hana mendapatkan perlakuan layaknya anak kecil."Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi."Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah."Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was."Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya."Apa?" Hana semakin bertanya-tanya p
Hari kini berganti malam, Hana masih mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan hal yang tadi ibunya lontarkan. Sebuah kesepakatan yang sudah sejak dulu dikatakan."Apa aku harus menerima perjodohan yang pernah ibu sepakati sejak dini?" gumam Hana menggigit ujung kuku jarinya.Jendela yang tertutup tirai putih, Hana buka dengan lebar terlihat bintang berkelap-kelip genit menatapnya.Hana menggeserkan kursi lebih dekat ke jendela. Angin malam menerpa wajahnya yang cantik tanpa sedikitpun poles dengan bedak make up begitu natural, Hana kini menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara napasnya sangat berat. Matanya sengaja di pejamkan berharap ada keajaiban malam, tapi itu sangat mustahil baginya."Jika aku memohon padamu, apa akan segera terkabulkan? Apa perjodohan ini juga adalah sebagian doaku malam itu? Dan kenapa dengan mudahnya aku dapat melupakan mas Arman apa ini yang dinamakan keikhlasan hati?" Hana memiringkan kepalanya melihat bayangan yang sam
Suara gemericik air terdengar mengalir dari kamar mandi, tepat pukul 03.00 Hana terbangun untuk melaksanakan salat tahajjud, meminta petunjuk dari sang ilahi, Hana membentangkan sajadahnya kearah kiblat.Dengan mengucap bismillah, gadis itu memohon pada Allah agar segera didatangkan kebahagiaan serta harapan yang sudah terkubur kian hari."Allahuakbar." Suara takbir Hana terdengar pelan.Doa segera dipanjatkan antara takbir dan aamiin menjadi saksinya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh." Hana memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan.Gadis itu kini mengusap mukanya dengan kedua tangan."Ya ... Rabb izinkanlah hamba menemukan orang yang tepat untuk mengisi kekosongan ini, dan ikhlaskan hati hamba untuk melepaskan orang yang memang tidak di takdir kan bersama!" Tangannya terus menengadah ada secerca harapan yang dilangitkan, ada rasa sakit yang harus sembuh dan pulih kembali agar luka menjadi tawa bahagia untuk esok hari."Alha
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik