Hari kini berganti malam, Hana masih mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan hal yang tadi ibunya lontarkan. Sebuah kesepakatan yang sudah sejak dulu dikatakan.
"Apa aku harus menerima perjodohan yang pernah ibu sepakati sejak dini?" gumam Hana menggigit ujung kuku jarinya.
Jendela yang tertutup tirai putih, Hana buka dengan lebar terlihat bintang berkelap-kelip genit menatapnya.
Hana menggeserkan kursi lebih dekat ke jendela. Angin malam menerpa wajahnya yang cantik tanpa sedikitpun poles dengan bedak make up begitu natural, Hana kini menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara napasnya sangat berat. Matanya sengaja di pejamkan berharap ada keajaiban malam, tapi itu sangat mustahil baginya.
"Jika aku memohon padamu, apa akan segera terkabulkan? Apa perjodohan ini juga adalah sebagian doaku malam itu? Dan kenapa dengan mudahnya aku dapat melupakan mas Arman apa ini yang dinamakan keikhlasan hati?" Hana memiringkan kepalanya melihat bayangan yang samar pada kaca jendelanya yang berwarna sedikit gelap.
Malam semakin larut, bulan sabit yang tadi menampakkan ronanya kini sudah sedikit tertutup awan yang bergelembung bergeseran dengan sendirinya. Beberapakali Hana menguap seakan awan malam menghipnotisnya agar segera pergi tidurdan bermimpi indah. Hana kembali menutup jendela kamarnya, matanya kini sudah berat untuk terbuka rasa ngantuk kian menyerangnya.
*****
Suara rumah kini tampak riuh bergemuruh bak jalan raya macet dengan pengendara roda dua dan empat."Ayo cepat mandi Pak, bentar lagi Ummi Salamah akan segera datang, melamar anak kita!" Sumi dengan rasa bahagianya itu terus memerintah suaminya agar tampil rapi di depan calon mertua anaknya, peluhnya terlihat disudut kening serta ujung hidung Sumi yang sedari tadi seakan sibuk sendiri.
Hadi segera berlenggang masuk kedalam kamar mandi dengan handuk yang tergantung di bahu kanannya, tanpa menyahut istrinya yang terus berkata-kata.
Hana mengedarkan pandangan pada seisi rumah, ada hal yang ganjal saat melihatnya, kursi yang semula berjejer menyamping kini sudah berubah melingkar. Lemari kayu tua kini sudah tidak ada padahal itu adalah barang antik yang sulit ditemukan dipasaran sekarang.
"Eh, Hana ... udah mandikan? Bajunya ganti jangan pake yang itu. Ada yang lebih pantas dari itu!" ucapnya sambil menunjuk kearah Hana.
"Emang kenapa Bu kalo pake yang ini, Hana nyaman sama baju gamis ini." Hana tersenyum kearah Sumi takut sang Ibu tersinggung atas pertanyaannya itu.
"Astaghfirullah haladzim, sekarang kamu akan ada yang lamar." Sumi melirik jam dinding berwarna merah jambu di ruang tengah.
"Lihat sudah jam 09.00 sebentar lagi mereka akan datang!" dalihnya.Hana tersenyum getir sudut matanya kini nampak berair kembali. Hana segera membelakangi Ibunya, lalu berlenggang kearah tempat tidurnya.
"Apa terlalu cepat ini terjadi? Mereka akan segera datang, jawaban apa yang akan aku lontarkan untuk saat ini!" Hana terus berbicara pada cermin seukuran setengah badannya itu. Hana terus berperang dengan perasaannya itu.Bagaimanapun Hana harus menuruti perintah ke-dua orang tuanya, ada sesuatu yang harus gadis itu banggakan padanya, ada hal yang harus dituruti untuk sedikit membalas budi.
Hana menarik napasnya dengan berat, menguatkan dirinya sendiri. Lemari plastik perlahan di buka untuk mengambil gamis berwarna coklat susu yang berpadu dengan kerudung hitam.
"Hana, cepat keluar!" teriak Sumi kegirangan.
Hana yang tadinya mematung memperlihatkan dirinya pada cermin akhirnya bangkit, knop pintu kembali Hana putar dengan kuat, Sumi buru-buru merangkul bahu anak gadisnya menuju ruang tamu. Ternyata sudah ada yang menunggu kedatangan Hana disana.
"Wah cantik sekali Hana," puji Ummi Salamah saat melihat Hana berjalan kearahnya mencium punggung tangannya dengan sopan.
Ummi Salamah tidak datang sendiri, tetapi bertiga dengan para Arjunanya, diantaranya Abah Umar dan Hazmi.
"Hana sini duduk dekat Ibu," titah Sumi sambil menepuk sofa.
Hana hanya menundukkan pandangan dan menuruti perintah Ibunya.
Hazmi, sang pemuda berperawakan gagah dan tinggi mempunyai kulit putih, rambutnya yang standar menambah kesan sangat pandai merawat diri, pemuda yang sudah mempunyai gelar Gus itu menatap Hana dengan dingin.
Hari ini dan detik ini, sudah membuktikan Hana kini dilamar oleh seorang Gus bernama Hazmi pratama, Hana tidak pernah mengenal Hazmi sebelumnya begitupun sebaliknya, tapi atas dasar perjodohan, yang orang tua sepakati sejak dulu.
"Ayu sekali Hana," ujar Abah Umar.
"Matur nuwun, Abah!" Hana tersenyum tipis kearah mereka.
Beberapa kali Abah Umar berdekhem saat ingin memulai pembicaraannya.
"Mohon maaf Bapak Hadi saudaraku dan Bu Sumi, kedatangan kami kesini ada niat ingin menyampaikan sesuatu yang sudah lama kita janjikan sejak dulu, kami yang mempunyai putra laki-laki ingin mengkhitbah putri tunggal kalian bernama Hana, semoga kedatangan kami kesini dapat diterima dan membawa kabar bahagia setelah pulang dari sini," jelas Abah Umar yang terlihat serius, pandangannya kini menatap satu-persatu orang yang berada tepat dihadapannya.Hadi menatap mata putrinya yang sendu, apapun jawabannya itu adalah akhir.
Mereka saling beradu pandang tidak ada jawaban saat itu."Hazmi mari maju kesini," titah Abah Umar agar Hazmi lebih dekat menghadap Hana yang bersemberangan, sofa meja menjadi penyekat diantara mereka.
"Mulailah, katakan tujuanmu kesini," bisik Abah Umar pada putranya.
"Bismillahirrahmanirrahim, Bapak Hadi Ibu Sumi, mohon maaf atas kelancangan saya kesini, atas ridho Allah saya bermaksud mengkhitbah putri Bapak Hadi agar mau menjadi pendamping hidup saya!" ucap Hazmi tangannya tidak terlihat gemetar ataupun gugup.
"Biar Hana yang jawab."
"Bismillahirrahmanirrahim, dengan izin Allah, Hana menerima lamaran ini!"
Sontak semuanya tersenyum dan mengucapkan syukur 'tak terkecuali Hazmi terlihat raut wajahnya masam tidak bisa di tebak. Ada yang disembunyikan dalam lubuk hatinya.
'Berdosakah aku ya Allah, telah menerima kembali lamaran!' gumam Hana dalam hati.
"Bu Sumi kok ini udah ada tenda pengantin? Apa yang kamu ceritakan itu?" tanya Abah Umar pada Sumi pelan.
Sumi mengangguk pelan. "Iya betul," jawabnya singkat.
"Akh, sudah lupakan saja Abah, kita makan aja cemilan, buatan Bu Sumi pasti rasanya enak!" Ummi Salamah langsung membuka tutup toples kue putri salju. Agar percakapan keduanya membelok, berharap tidak terjadi kekacauan dan menambah luka pada hati Hana.
Keduanya memang sudah mengetahui musibah yang menimpa Hana, tapi itu hanya sebuah musibah, karena dibalik semuanya ada janji yang harus ditepati begitulah ucap kedua belah pihak.
"Kita sudah atur pernikahan keduanya kan, sesuai perjanjian waktu ditelpon?" tanya Abah Umar mengerutkan keningnya ke atas.
"Sudah Bah, satu hari lagi mereka akan sah menjadi suami istri, jika terlalu ditunda itu akan mengakibatkan zina diantara keduanya!" Ummi Salamah tersenyum lebar menghiasi bibirnya yang berwarna merah ranum.
Hazmi yang mengambil segelas air yang disuguhkan, tiba-tiba gelas yang ia genggam terjatuh kelantai, pecahan-pecahan kacanya mengkilat terlihat sempurna.
Deg!
"Astaghfirullah!" Hazmi berujar lalu membereskan percahan kaca itu.
Hana berjongkok hendak membantu mengumpulkan benda tajam itu. Hazmi yang melihatnya menatap dingin kearah Hana dan tersenyum devil.
"Biar Hana yang bereskan." Satu persatu gadis itu mengumpulkan pecahan kaca itu hingga bersih.
"Apa ada yang luka?" Sumi melihat tangan putrinya, terlihat ada garis luka disana.
"Engak Ibu."
Hana, segera berlenggang kearah dapur untuk membuang pecahan kaca itu.
"Hazmi kenapa sama kamu, sampai menjatuhkan gelas seperti itu?" Ummi Salamah tampak bingung dengan perilaku putranya.
"Mungkin Hazmi sedang grogi," timpal Hadi mencoba menggoda Hazmi yang tetap saja mematung dengan tersenyum damai.
Mereka tersenyum kearah Hazmi.
'Mungkin apa yang dikatakan Pak Hadi benar!' bathinnya.Rasa bimbang pada hati semakin besar. Hana menyembunyikan bimbang pada senyuman. Sumi buru-buru mencium kening putrinya yang masih saja dimanja, sebagai anak tunggal dan salehah Hana mendapatkan perlakuan layaknya anak kecil."Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi."Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah."Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was."Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya."Apa?" Hana semakin bertanya-tanya p
"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja."Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah."Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu."Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah."Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa."Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketingg
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Tinggal satu Minggu lagi, pernikahan seorang gadis bernama Hana akan berlangsung dengan seorang pengusaha muda bernama Arman.Hana gadis cantik dan salehah, tidak jarang banyak orang menyukai Hana, apalagi dikalangan kaum Adam. Undangan sudah menyebar pada kerabat dan teman-temannya."Cieeee ... calon pengantin baru," goda Aisyah teman sejak kecilnya itu.Hana hanya mesem malu. "Aisyah juga calon pengantin kok," ujarnya sambil tersenyum."Hahaha ... iya nungguin calonnya yang datang."Hingga keduanya tertawa hangat.Hana berdiri dari sofa ruang tamu itu, bergegas mengambil kertas berukuran persegi panjang diatas nakas kecil."Aisyah, undangan ini tolong sebarin ya, buat santriwati dipondok, aku lupa memberikannya," titahnya dengan menyodorkan beberapa kertas yang bertulisan acara pernikahan."Baik bos." Dengan tangan yang terangkat tepat posisi hormat.Sesekali Aisyah meneguk jus alpukat yang disuguhkan oleh Hana sejak tadi."Han
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik
Jawaban apa? Hazmi menundukkan kepalanya saat mau menjawab pertanyaan itu. "Abah, bukannya tadi di mobil Abah bilang kalo satu tahun lagi saya melamar Ning Amanda?" "Satu tahun, terlalu lama Hazmi!" Abah guru langsung membenahi duduknya dan melihat kearah Hazmi dengan lekat. "Tapi Abah?" "Abah takut terjadi fitnah diantara kalian." Lalu menyesap kopi hitam dengan lembut. "Iya, Abah siap!" Hazmi meremas ujung sarungnya dengan kasar. "Hazmi kalo masih keberatan Abah kasih waktu dua sampai tiga bulan!" terangan berharap Hazmi memahami keringanan itu. Hanya anggukan kepala Hazmi membalasnya. Wajahnya sedikit memelas sekali. ***** "Gus baru pulang?" tanya Hana menyambut suaminya di ambang pintu jam menunjukkan pukul delapan malam, Hazmi memutuskan untuk pulang daripada menginap di pondok pikirnya akan terpecah belah. "Hmmm." "Gus udah makan?" "Hmmmm." Hazmi berlenggang kearah
Jam menunjukkan pukul 15.30 Hana menatap jam berukuran besar itu. Wanita itu kini berlenggang masuk dapur hingga mendapatkan sang mertua sedang melakukan aktivitas memasak menu untuk malam nanti."Ummi, kapan Gus akan pulang?" tanyanya sambil mendongakkan kepalanya dan berjalan pelan kearahnya."Bentar lagi Hana, tunggu saja!" jawabnya ramah sambil mengusap pipi Hana yang mulus.Hana hanya berujar, "Ouh .... baiklah Ummi."Melihat sang mertua mengiris-ngiris bawang serta bumbu dapur lainnya Hana dengan antusias membantunya."Ummi mau bikin menu apa untuk malam ini?""Bikin sayur asam sama sambel tomat." ucapnya yang setia mengiris-ngiris bumbu serta yang lainnya."Mmmmm ...." Hana bergumam dengan bibir yang tertutup rapat."Ini tuh kesukaan Hazmi, dia suka dengan menu ini!" terangnya dengan mencecap rasa pada sayur asam yang masih sedikit mengepul dengan asapnya.Hana membolakan matanya dengan sempurna. "Benarkah U
"Wah sekarang sampean sudah beristri ya, Gus, istrimu pasti anak Kiyai atau Ustadzah!" Goda salah satu temannya bernama Ferdi.Begitulah Ferdi selalu banyak bertanya saat Hazmi berada di Pondok pesantren. Dia yang paling mengetahui seluk-beluk cerita status Hazmi.Hazmi menahan napasnya sejenak. "Ya, maunya sih gitu, tapi tidak sesuai dengan kenyataan!" ucap Hazmi sambil menelan salivina."Eh ... tunggu, emang ada yang salah ya Gus?" Ferdi mengerutkan dahi tidak mengerti."Iya, betul!" Hazmi tertawa hambar."Nuwun sewu ... Gus, saya kira ucapan saya tidak menyinggung perasaan sampean ini!" Ferdi menundukkan kepala merasa sangat salah dengan ucapannya."Yoweslah, jangan dibahas lagi!" cicitnya dengan wajah melemas."Bukankah sampean ini punya hubungan sama Ning Amanda, berarti istrinya pasti Ning Amanda yang super duber ayu dan molek itu 'kan?" Kembali Ferdi bertanya padahal barusan sudah diperingatkan jangan membahas hal itu, tapi ras
Jam menunjukkan pukul 07.30 barang-barang Hana kini sudah dikemas rapi di koper besar berwarna hitam. Matanya menyapu semua ruangan tidak ada yang tersisa disana terkecuali pajangan foto Hana bersama teman-temannya satu pesantren Darul Ulum waktu itu."Ayo, Njenengan sudah kemas semua barangnya 'kan?" tanya Hazmi alisnya dinaikan satu keatas."Iya Gus!""Bersikap biasalah didepan Ibumu, jangan memperlihatkan wajah sendumu!" tegasnya memperingati.Kini Hazmi mengambil alih koper ditangan Hana. "Tersenyumlah untuk hari ini saja jangan gelisah." Hazmi kembali acuh saat ucapannya kini sudah menjadi pesan.Hana membututi Hazmi pergi untuk berpamitan pada kedua orang tua yang sudah renta itu."Ibu Hana pamit!" Hana mencium punggung sang Ibu dengan tadzim."Jaga diri baik-baik Hana, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untukmu!" Sumi mencium kening putrinya. Hana mengeratkan pelukannya sepertinya tidak ingin berpisah dengan sang Ibu.
"Kok kelihatan gelisahan sih?" Aisyah mencoba mengangkat dagu Hana memastikan bahwa temannya itu baik-baik saja."Tidak Aisyah!" Hana tersenyum kearah Aisyah."Syukurlah, aku tidak ingin melihat pengantin cantik ini menangis, terkecuali menangis bahagia karena telah bersanding dengan Gus, coba siapa yang tidak mau menjadi istri Gus tampan?" Aisyah menerangkan sambil terkekeh.Aisyah membelai kepala Hana yang sudah dibaluti kerudung putih polos dengan kebaya pengantin yang sederhana. Kecantikan Hana terlihat sempurna saat itu."Makasih Aisyah karena udah menguatkan aku!" Sekilas Hana melirik Aisyah."Coba lihat dan tatap wajahmu dibalik cermin sangat cantik dengan polesan makeup sederhana ini!" Aisyah membalikan tubuh Hana menghadap cermin seukuran tubuh orang dewasa."Pintar memuji kamu Aisyah!" Hana terlihat bersemu malu dengan pujian sahabatnya itu.Suara riuh dari tamu undangan sudah terdengar sejak pagi tadi. Katanya takut ketingg
Rasa bimbang pada hati semakin besar. Hana menyembunyikan bimbang pada senyuman. Sumi buru-buru mencium kening putrinya yang masih saja dimanja, sebagai anak tunggal dan salehah Hana mendapatkan perlakuan layaknya anak kecil."Katakan bahwa hari ini, kamu bahagia!" Sumi mencoba merayu.Hana menggangukkan kepala. "Hana, bahagia seperti yang Ibu lihat hari ini!" Gadis itu memperlihatkan gigi yang tersusun rapi."Hana, boleh Ibu berpesan sebelum, nanti kamu akan milik Hazmi seutuhnya!"Mata Hana langsung membola, melihat manik senja milik sang Ibu tercinta. Suasana kini berubah seperti pada ujung tanduk kisah."Katakan saja Ibu, Hana pasti akan menuruti pesan atau nasehat yang baik dan benar menurut Ibu dan agama," timpalnya was-was."Sebenarnya Ibu berat sekali melepaskan kamu pada orang lain, jika kamu sudah bersuami ingat pesan Ibu ini." Sumi berucap dengan nada sumbang tuanya miliknya."Apa?" Hana semakin bertanya-tanya p
Hari kini berganti malam, Hana masih mondar-mandir di kamarnya sambil memikirkan hal yang tadi ibunya lontarkan. Sebuah kesepakatan yang sudah sejak dulu dikatakan."Apa aku harus menerima perjodohan yang pernah ibu sepakati sejak dini?" gumam Hana menggigit ujung kuku jarinya.Jendela yang tertutup tirai putih, Hana buka dengan lebar terlihat bintang berkelap-kelip genit menatapnya.Hana menggeserkan kursi lebih dekat ke jendela. Angin malam menerpa wajahnya yang cantik tanpa sedikitpun poles dengan bedak make up begitu natural, Hana kini menopang dagunya dengan kedua tangan. Suara napasnya sangat berat. Matanya sengaja di pejamkan berharap ada keajaiban malam, tapi itu sangat mustahil baginya."Jika aku memohon padamu, apa akan segera terkabulkan? Apa perjodohan ini juga adalah sebagian doaku malam itu? Dan kenapa dengan mudahnya aku dapat melupakan mas Arman apa ini yang dinamakan keikhlasan hati?" Hana memiringkan kepalanya melihat bayangan yang sam
Suara gemericik air terdengar mengalir dari kamar mandi, tepat pukul 03.00 Hana terbangun untuk melaksanakan salat tahajjud, meminta petunjuk dari sang ilahi, Hana membentangkan sajadahnya kearah kiblat.Dengan mengucap bismillah, gadis itu memohon pada Allah agar segera didatangkan kebahagiaan serta harapan yang sudah terkubur kian hari."Allahuakbar." Suara takbir Hana terdengar pelan.Doa segera dipanjatkan antara takbir dan aamiin menjadi saksinya."Assalamualaikum warahmatullahi wabarakattuh." Hana memalingkan wajahnya ke kiri dan ke kanan.Gadis itu kini mengusap mukanya dengan kedua tangan."Ya ... Rabb izinkanlah hamba menemukan orang yang tepat untuk mengisi kekosongan ini, dan ikhlaskan hati hamba untuk melepaskan orang yang memang tidak di takdir kan bersama!" Tangannya terus menengadah ada secerca harapan yang dilangitkan, ada rasa sakit yang harus sembuh dan pulih kembali agar luka menjadi tawa bahagia untuk esok hari."Alha
"Bahagia atau luka, Aku akan menerima semua takdir yang sudah di tetapkan pada diri ini."~ Hana.*****Mobil mewah kini terpakir dihalaman rumah Hana, suara klakson dibunyikan beberapa kali. Menandakan bahwa tamu yang ditunggu-tunggu sejak kemarin datang untuk memberi kabar sebagai kebijakan atas meninggal dunianya sang putra tercinta.Pintu mobil kini terbuka nampak seorang wanita yang sudah setengah abad, yang kerap kali disebut dengan panggilan Bu Safa. mengenakan kebaya berwarna hitam dengan manik-manik yang indah dan rambut disanggul rapi, menambah kesan sebagai orang berada dengan harta, wanita itu berlari dengan sedikit tergopoh-gopoh menghambur pelukannya pada Hana sambil terisak menangis di pundak gadis itu."Hana ... kita harus kuat ya!" ucapnya pelan pada daun telinga Hana.Hana hanya tersenyum walau ada rasa nyeri di hati, bagaimana bisa Hana dengan mudah ikhlas atas kepergian Arman, padahal sudah bisa dihitung jari pernik