Happy reading ;)
----------------
"Kau bisa menempati kamarmu," Emily menatap sekeliling kamar berwarna coklat untuk warna dominan, dilengkapi wallpaper dinding custom tile printing dengan pencahayaan sempurna. Serta pada bagian kiri kamar terdapat jendela kaca agar bisa mendapatkan cahaya matahari langsung di pagi hari.
"Ini berlebihan Miss,"
"Tidak Emily, Ngomong ngomong dimana kopermu?" Alice melirik tangan kosong Emily.
"Ah, aku akan menghubungi rekanku untuk mengantarnya kesini, jika kau mengizinkan."
"Tentu, setelah itu kau sebaiknya istirahat Emi," Alice mengusap kedua lengan Emily sebelum beranjak pergi meninggalkan nya. Sesaat wanita bersurai golden blonde itu terpaku atas perlakuan manis dari wanita paruh baya itu. Ia menggeleng cepat mencoba menghilangkan perasaan yang merambat hangat dalam dirinya.
Ia mengambil ponsel dan menghubungi seseorang untuk mengantar kopernya ke mansion. Tak butuh waktu lama, pria ber surai highlight white dengan perawakan tinggi dan memakai baju burgundy telah menunggu dipintu gerbang utama dengan membawa satu koper kecil milik Emily.
"Jeff!" Emily tersenyum sambil berjalan santai dengan memasukkan kedua tangan ke dalam kantong jaket, ia pun memeluk pria itu erat.
"Oh God kau tampak kekar," kekeh Jeff mengelus surai itu dan menanamkan kecupan dipuncak kepala wanita yang selama ini ia rindukan.
"Andai mereka tak menyuruhmu untuk segera menyusul pria itu ke club, mungkin kau menghabiskan waktu dengan ku malam ini," Jeff mengurai pelukannya dan beralih memberikan koper milik Emily.
"Maaf merepotkan mu," Hingga saat ini Emily tak enak hati pada Jeff yang menyempatkan waktu untuk menjemput kedatangannya di bandara, namun Mr Egbert memerintahkannya segera menyusul Mike di club yang biasa dikunjungi.
"Aku akan menghubungi mu kembali saat senggang," Emily meraih koper dan hendak berbalik badan, namun Jeff menahan lengannya.
"Aku menunggumu." Emily hanya tersenyum dan melepas genggaman Jeff kemudian berlalu sebelum pria itu pergi.
Diatas balkon kamar utama, sepasang mata cokelat tengah menatap Emily dan Jeff dengan tak terbaca, ia menuangkan Schorschbock 57 pada gelas dan menenggaknya hingga tandas.
***
"Bagaimana tidurmu semalam?" Alice memberikan grilled chicken yang baru ia panggang pada Emily.
"Baik," Jawab Emily singkat, ia dan Alice menata sarapannya pagi ini, pasalnya wanita paruh baya itu membangunkan Emily dan memintanya untuk membantu di dapur.
"Ah, mengenai anakku apa ia melakukan hal kurang ajar padamu?" Alice kemudian mengeluarkan dua gelas kopi lalu menyerahkan nya pada Emily.
"Tidak Miss." Emily mulai memasang penyaring kopi, menuangkan kopi dan air sebelum menyalakan mesin.
"Dia pria yang baik dan setia, saat menemukan kekasihnya berselingkuh dengan rekannya, yah.. seperti inilah sekarang," Emily menyunggingkan senyum sambil memastikan racikan kopi tercampur dengan baik.
"Bagaimana dengan kedua orang tua mu?" Sejenak Emily terdiam menatap kopi dalam genggamannya, sebelum akhirnya menaruh didekat mesin kopi.
"Orang tuaku telah berpisah." Alice menghentikan panggangan nya, beralih menatap Emily iba.
"Maafkan aku," tak disangka Alice memeluknya hangat, mengusap surai hingga punggung kecil itu perlahan. Seakan terbawa dalam situasi, untuk sejenak Emily memejamkan mata menikmati setiap sentuhan keibuan yang ia dapat dari wanita lain.
'Tak apa bukan? Hanya sesaat...' Jemari itu hendak mencapai punggung Alice untuk membalas dekapannya, namun pada kenyataannya ia menjauhkan tubuh Alice dari pelukannya.
"Tak apa Miss.. itu sudah berlangsung lama." Emily mengambil kopi yang sempat ia taruh untuk diletakkan diatas meja makan yang bernuansa Eropa klasik, kombinasi warna putih, cokelat muda dan krem pada ruang makan itu terkesan elegan, ukiran dinding serta desain plafon yang unik juga menghadirkan daya tarik tersendiri pada ruang makan tersebut. Lukisan besar yang terpajang disana menambah kesan artistik disertai lampu yang berada di setiap sudut langit-langit menambah kehangatan keluarga yang begitu harmonis.
Suara derap langkah lebar terdengar jelas di telinga Emily, Mike tampak sempurna dengan mengenakan jas double breasted yang sedang populer di New York. Kancing bagian bawah jas dibiarkan terbuka, memberi kesan santai ditengah penampilan yang begitu formal. Celana panjang yang membalut kaki lebar itu dilipat menggunakan manset hingga menampilkan style retro dan classic. Sepatu barker black ostrich cap toe yang terbuat dari material kulit sapi asli, tampak gagah di padukan dengan model unik yang dilengkapi resleting pada bagian samping sepatu tersebut.
"Morning Mom," Mike mengecup pipi sang ibu sebelum melirik Emily yang telah duduk berhadapan dengan nya.
"Kau terlihat seperti bodyguard jika memakai pakaian formal seperti itu," Mike memindai penampilan Emily yang hanya mengenakan jas hitam, celana panjang hitam dan sepatu cats hitam. Alice menggeleng pelan membawa anak semata wayangnya untuk duduk bersama.
"Saya memang bodyguard anda, Sir." Emily menunduk hormat.
"Em maksudku.. apa kau tidak sebaiknya memakai pakaian seperti sekretaris ku, maybe.."
"Jika seperti itu, saya tidak bisa menjaga anda dengan baik."
"Ah, sudahlah.. lupakan,"
"Baik."
"Panggil saja namaku mulai sekarang." Mike melahap Lasagna yang merupakan makanan tradisional khas Italia, ia menyukai pasta berlapis dengan berisikan daging, saus bolognese dan sayuran yang dapat memanjakan lidahnya dengan sempurna.
Berbeda dengan Emily ia lebih memilih sandwich tuna dan beberapa potongan grilled chicken sebagai makanan pembuka dan makanan inti.
"Daddy mana Mom?" Mike mengedarkan pandangan untuk menemukan sang ayah.
"Daddy sedang melakukan perjalanan dinas ke Frankfurt." Alice menuangkan blackcurrant tea pada gelas kecil lalu menyesapnya perlahan.
"Yeah, baiknya ia tak harus menjadi superhero. Jika pada akhirnya dimusuhi banyak pihak,"
"Kau berkata seperti itu, karena tidak ada diposisi mereka yang benar benar membutuhkan keadilan." Alice kembali melahap grilled chicken hasil panggangan nya bersama Emily.
"Lalu bagaimana dengan perusahaan mu?"
"Tak ada masalah, hanya sedang fokus pada pendistribusian produk asuransi dan investasi secara online."
"Berhati-hatilah terhadap sainganmu."
"I know."
"Dan berhentilah bermain main dengan wanita wanita di club,"
"This is a little party Mom, semua tak ada yang dirugikan."
Emily menelan saliva kelat, sungguh ia sangat membenci pria yang berada di depannya kini. Bagaimana bisa ia memperlakukan wanita layaknya sampah? Jika Loginova menugaskan untuk membunuh pria brengsek, Mike Delwyn adalah sasaran utama yang akan ia bunuh, menyayat tubuhnya perlahan dengan Fixation Bowie (pisau paling berbahaya didunia).
"Mengapa kau memandang ku seperti itu? Tugasmu menjagaku bukan menatap ku seperti musuh!" Mike kembali menyesap teh perlahan, sambil menahan senyum.
"Maafkan aku," Emily menunduk meminta maaf, tak ada yang tahu dibawah sana, jemarinya mengepal erat menahan amarah atas ucapan pria brengsek didepannya.
"Jangan kau lupakan, bahkan kau lahir dari seorang wanita." kini Alice angkat bicara.
"Mom adalah wanita paling sempurna di mataku dan Daddy, jelas tak akan bisa dibandingkan dengan wanita manapun." Mike membawa Alice kedalam pelukannya dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu.
Emily tersenyum simpul melihat drama antara ibu dan anak. Ia ragu jika Mike Delwyn dapat menempati posisi jabatan CEO Citi Group yang merupakan perusahaan besar di New York dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Bahkan perusahaan tersebut merupakan induk dari perusahaan Citi Bank yang beroperasi lebih dari 100 negara di dunia. Setengah dari 1.400 kantornya berada di Amerika Serikat, dan lebih dari itu kebanyakan beroperasi di New York, Chicago, Illinois, Miami, Florida, Washington DC, dan juga California.
***
-To Be Continued-
Karya Luna Lupin yang lain: My Brilliant Doctor
Happy reading ;) --------------"Berhenti memandangi ku seperti itu, Sir." Kali ini ia benar benar muak pada Mike. Selain pembicaraan nya saat diruang makan tadi, Mike tak henti hentinya memandangi Emily sejak mereka keluar dari mansion. "Aku masih tak mengerti mengapa wanita cantik seperti mu bekerja sebagai bodyguard," Mike tetap berusaha mengajaknya bicara walau ia tahu tak akan ada jawaban dari bibir mungil wanita disampingnya. Benar saja, Emily kembali mengacuhkannya dan segera keluar dari mobil membukakan pintu penumpang untuk Mike. Emily menunduk hormat ketika pria itu turun dan membuka kancing jas perlahan. "Asal kau tahu aku tak suka diabaikan, Emily Blunt." Mike segera berlalu dan memasuki lobby utama perusahaan Citi Group. Ia benar benar merasa dilecehkan oleh wanita yang hanya bekerja padanya sebagai bodyguard. Bagaimana bisa wanita itu mengacuhkan dirinya yang rupawan. Sedangkan Emily sama sekali tidak peduli dengan semua perkataan pria brengs
Happy reading ;) --------------- Iris manik cokelat itu tetap tertuju pada hasil video rekaman yang ia dapat dari alat canggih milik Emily. Ya, mereka telah mengakhiri pertemuan dengan para investor dan menjelaskan bahwa Citi Group akan berusaha kembali seperti sebelumnya. Namun pikiran pria itu justru berpendar pada kejadian siang tadi, melihat Emily yang tak nyaman akan kehadiran Christian membuat segudang pertanyaan bertumpuk dalam benaknya. Bahkan dengan lantang Christian meminta izin padanya untuk mengajak wanita itu makan malam bersama. Sedangkan Emily, ia sedikit kagum pada pria disampingnya ini, pembawaan Mike yang ramah, santai dan juga tegas membuat seluruh investor yakin akan peningkatan saham di perusahaan yang Mike pegang, bahkan Mr Grey kembali mendanai suatu kegiatan Citi Group dalam sosial kemasyarakatan (citizenship) yang menjangkau berbagai lapisan komunitas yang membutuhkan. Itu adalah kegiatan salah satu diantara tiga puluh lima kegiatan y
Happy reading ;) -------------------"Aku minta maaf padamu atas kejadian di masa lalu," Christian berusaha meraih jemari itu, namun Emily terlalu muak akan kata maaf yang keluar dari bibir pria yang pernah ia cintai sebelumnya. Mike hanya mendengus pelan, ia terpaksa berpindah meja saat suasana tegang tadi hampir tak terkendali. Mike meminta menyelesaikan permasalahan dengan baik walaupun manik legam itu menatapnya tak suka. "Maafmu tak akan merubah apapun, keparat!" "Yeaah i know, setidaknya aku telah meminta maaf padamu," Christian mengangkat bahu acuh kemudian menyesap Vodka perlahan. Emily tersenyum masam, terlalu banyak kata maaf dari mulut para bedebah yang berharap urusannya selesai. Manusia biadab, yang berlaku seperti binatang dengan sikap dan perkataannya kemudian meminta maaf dengan mudah itu sama saja keparat gila yang menginginkan mati dengan tak manusiawi. Baik, ia akan mengabulkan permohonannya. "Apa itu sebuah permo
Happy reading ;) ------------ Mike tersenyum saat gelas berisikan red wine memanjakan rongga mulutnya hingga bagian terdalam, rasa manis bibir Emily tertinggal merekat sempurna pada tiap inci kulit tebal yang piawai dalam memberi sensasi. Bagaimana bisa rasanya semanis itu? Ia seperti bocah ingusan yang pertama kali berciuman. Debaran rongga dada sulit di kendalikan sedari tadi, ia terkekeh pelan menertawakan kebodohannya. Sebaliknya, manik legam Emily menajam sempurna. Ia menghubungi Jeff untuk menyelidiki pelaku yang berusaha membunuh Mike di perjalanan tadi. Jemari itu terkepal erat menahan amarah, gigi yang menggelatuk berusaha menahan diri dari segala cacian. Ia menggeser layar ponsel saat panggilan masuk dari Jeff memenuhi indra penglihatannya. "Turunlah." Satu kata dari Jeff mampu membuat Emily menyambar jaket kulit yang ia letakkan diatas bed dan setengah berlari menuruni anak tangga. Tanpa ia ketahui Mike yang saat itu berada di
Happy reading ;)--------------Emily berlari dan melayangkan kakinya tepat diwajah pria itu hingga tersungkur."Shit!" Geramnya, ia berbalik dan hendak memberikan balasan, namun Emily melesat di antara kedua kaki dan menendang punggungnya dengan tangkas. Seringai mengolok tampak jelas diwajah mungil Emily.Pria itu kembali melayangkan pukulan keras untuk Emily, wanita itu menghindar lalu menghantamnya dengan pukulan bertubi-tubi dibagian wajah dan menendang lutut dari belakang hingga bertekuk, tak segan-segan Emily menghantam bahu pria itu oleh sikut, ia tertelungkup meringis menahan sakit. Emily meraih rambut pria itu menghempasnya pada dinding berkali kali bersama dengan percikan darah yang keluar dari pelipisnya."Katakan siapa yang menyuruhmu untuk membunuh Mike?" Desis Emily terdengar mengerikan, ia menarik rambut pria itu hingga menengadah."Ch-Christian," jawabnya terbata.Emily meraih pisau eickhorn dari balik saku celana, da
Happy reading ;)***Suasana di ruang konferensi pers tampak riuh, Mike memilih membawa semua reporter menuju ruang pers untuk diliput. Ia tak ingin berdesak saat di wawancarai. Emily dan Laurent membantu keperluan pria itu hingga seluruh staff dan reporter memasuki ruangan tersebut. Mike menjelaskan secara rinci perihal kejadian yang terjadi padanya. Ia juga membawa nama Emily sebagai bodyguard dalam penyelamatan. Ia tidak tahu siapa dalang dari kejadian tersebut dan berharap pelaku segera tertangkap. Pihak kepolisian juga turut hadir namun meminta keterangan lebih lanjut dikantor polisi.Sesuai perintah, Emily menunggu dimobil saat Mike masuk kedalam kantor polisi untuk membuat keterangan. Wanita itu menggulir layar ponsel dan menyeringai tajam membaca satu pesan dari Jeff. Kepala cantiknya telah menyusun rencana indah untuk malam nanti. Emily memasukkan ponsel ketika Mike meminta nya keluar."Aku yang mengemudi." Tanpa kata, wanita itu keluar dan duduk
Happy reading ;)***Sepanjang perjalanan menuju mansion, Mike tak henti hentinya mengumpat kesal. Bagaimana bisa wanita itu menolak untuk kesekian kali ditengah respon tubuh yang sama sama menggetarkan. Mike menghela napas panjang seakan sesaknya melebihi yang ia rasakan sebelumnya."Aku hanya butuh waktu." kali ini Emily menjawab segala kegusaran pria bersurai dark brown disampingnya. Mike melirik sesaat, dan kembali menatap jalanan kota Manhattan yang mulai lengang. Ia tahu wanita itu butuh waktu, hanya saja ia pikir tak perlu waktu jika mereka sama sama menginginkan.Maybach Exelero hitam terparkir sempurna di halaman utama mansion. Keduanya berjalan bersama namun Emily mundur beberapa langkah saat Alice berdiri tak jauh dari hadapan mereka."Mom??" Mike memeluk dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu."Apa yang kalian lakukan hingga pulang selarut ini?" Alice menatap curiga yang dibalas kekehan Mike."Oh God! Bahkan sek
Happy reading ;)------------"Mengapa kau ingin mendatangi club?" Seperti biasa Jeff menjemputnya di kediaman Egbert dan membawa wanita itu pergi kemanapun yang ia mau. Lagi lagi Emily meraih cerutu menyesap dalam. Guratan wajah mungil wanita itu tampak kacau, Jeff tahu ia tengah menahan amarah dan bimbang sekaligus."Tak biasanya kau membatalkan misimu secara tiba-tiba," Jeff kembali menatap jalanan lengang yang mereka lewati. Harusnya mereka menjalankan misi malam ini, namun rencana itu berganti dengan mendatangi club yang sebenarnya tak mereka suka."Biarkan ia bersenang-senang saat ini sebelum bertemu ajalnya besok." Emily menyesap kembali cerutu yang setia diapit kedua jemarinya. Ia bersandar memejamkan mata menikmati udara malam kota New York."Menurutmu, apa wanita tua itu merencanakan sesuatu untukku?" Kelopak itu masih terpejam, namun ia tahu Jeff tengah memperhatikannya."Entahlah, wanita gila itu tak bisa ditebak," Jeff merampas
Happy reading ;)--------------Emily seolah melayang kala pria itu mempersilahkan dan menatap detail setiap pergerakan Emily. Loginova mengulurkan tangan membawa Emily menuju altar. Senyumnya merekah indah namun berbeda dengan degup jantungnya seolah bersorak.Sementara bridesmaid berada di belakang mengiringi langkah Emily. Ribuan lampu berbentuk lilin yang berbentuk kristal mengisi langit langit gedung dengan pola melingkar hingga menyatu tepat di atas altar.Beberapa bunga mawar merah tersedia di setiap sudut meja para tamu, serta background dengan air terjun memenuhi keseluruhan tempat dimana mereka akan mengucap janji sehidup semati.Jalan yang ia tapaki seolah menyambut kedatangan Emily seperti seorang ratu juga di bagian sisi kiri dan kanan terdapat bunga anggrek putih yang menggumpal dan panjang
Happy reading ;)----------------"Sebenarnya, Celline datang ke mansion untuk meminta maaf pada kita." Mike terdiam begitupun dengan Emily di sebrang sana."Lalu?" tanya Emily santai namun ia segera membentengi hati jika pernyataan Mike membuatnya luka atau melebihi itu."Tak ada perbincangan serius, kami hanya berbincang tentang kejadian yang menimpa kita," jawab Mike pasti. Emily pun tersenyum mendengar nada pria itu yang jujur."Oke."Mike terdiam dan merubah posisi menjadi telungkup. "Hanya, oke?" tanyanya memastikan."Ya, memang kau mau apa lagi?""Tidak. Hanya itu."Emily tergelak di sebrang sana. Dua jam berlalu mereka sama sama tak ingin melepaskan ponsel dari telinga mereka, walau panas tapi setidaknya mereka akan sama sama tidur terlelap.***Satu bulan berlalu, Mike benar benar memajukan tanggal pernikahan mereka, dan kini hari itu tiba. Ia tak sabar untuk segera bertemu dengan calon
Happy reading ;)-----------------"Mike, bisakah kita bicara?" Wanita itu bergegas berdiri menghentikan langkah Mike yang acuh tak peduli. Sementara Egbert menepuk pundak sang anak dan berlalu pergi.Halaman utama mansion menjadi pilihan Mike untuk mengabulkan keinginan wanita itu. Sebenarnya jengah, namun Mike tak bisa menolak jika pertemuan mereka adalah yang terakhir mengingat Celline akan segera pergi ke Jepang dalam waktu yang lama."Langsung saja, tak ada waktu." Mike melirik jam tangan dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Pandangannya lurus tak menoleh bahkan berhadapan dengan mantan kekasihnya dulu."Aku tahu aku salah saat itu, aku hanya ingin minta maaf juga pada Emily. Tapi, luka yang ku buat tampaknya begitu membekas dalam ingatan kalian." Celline menunduk seraya mengusap lengannya ketika angin menusuk ke dalam lapisan kulit.Ia tersenyum pahit, dulu Mike akan segera menutupi tubuhnya dengan long coat atau jaket yang ia
Happy reading ;)----------------"Siapa?" tanya Emily menatap ponsel Mike yang telah ia matikan. Mike mengacungkan layarnya kembali. "Jeff.""Ada apa dia menghubungimu?""Aku berjanji akan berlatih dengannya hari ini, aku melupakan itu."Emily mendesah samar. Mereka kembali berjalan menatap ke sekeliling gedung milik sahabat Egbert "Bagaimana?" tanya Dirk seraya menatap bagian gedung yang akan dijadikan altar untuk janji suci mereka.Mike mengangguk setuju dan menoleh pada wanitanya. "Kau suka?""Tentu." Senyum keduanya mengembang. Mike melirik jam tangan menunggu wedding organizer yang berjanji akan menyusul mereka.Seorang pria berlari tergesa dan menunduk hormat ketika berhadapan dengan Mike. "Sir, maaf atas keterlambatannnya, saya Stefan." sapanya canggung. Mike hanya membuang nafas kasar namun tak segan menjabat uluran tangannya."Kau dari mana saja?" sentak Eveline kesal."Jalanan macet, kau bahkan tiba tib
Happy reading ;)-------------------"Mike benar, ia harus melindungimu dan keluarganya nanti seperti yang selalu dilakukan oleh Daddy," ujar Alice seraya berjalan menghampiri keduanya.Emily melirik pada Mike yang memandang ibunya dengan kesal. "Mike, ibumu hanya mencemaskanmu walau berlebihan. Ayolah, jangan seperti ini." Egbert merentangkan kedua tangannya kemudian duduk di sofa."Itu benar, aku tahu kau menyayangi Alice," sambung Emily meyakinkan. Mike terdiam seolah pikiran dan hatinya beradu antara kasih sayang dan kekecewaan.Hingga akhirnya Mike mengangguk memutuskan mengakhiri sifatnya yang kekanakan. "Aku minta satu hal padamu," tegas Mike dengan matanya yang tajam."Ya, apapun untukmu." Alice mengangguk dan duduk di sisi ranjang berhadapan dengan putranya yang ia kasihi."Jangan ganggu hubungan kami untuk sekarang bahkan selamanya," pinta Mike dengan tatapannya yang mengeras. Sementara Alice tersenyum simpul. "Tentu, aku ta
Happy reading ;) ----------------- Loginova tersenyum simpul pada Tara yang sempat berpapasan dengannya sebelum pergi. Wanita dengan midi dress suit di balut blezzer burgundy serta syal berbulu melingkar di lehernya membuat Mike menyadari betapa berkelasnya ia. Wanita itu menjentikkan jari memerintah anak buahnya untuk menaruh beberapa makanan vegetarian di atas nakas. Emily menaikkan kedua alisnya melihat tingkah sahabat ibunya yang berusaha untuk menjadi wanita normal. Entah itu dari lubuk hatinya atau hanya bepura pura se welcome ini pada orang baru seperti Mike. Loginova bahkan hanya sesekali bertemu dengan Mike dan tak ada perbincangan diantara mereka. Loginova menghampiri keduanya namun berakhir duduk di atas sofa tak jauh dari sana. Emily duduk di sisi ranjang menghadap wanita itu. Sementara Mike menoleh singkat pada wanitanya. "Aku hanya ingin bicara denganmu," tunjuk Loginova pada Mike dengan dagunya yang runcing. Emil
Happy reading :) --------------- Setelah berdebat panjang dengan kepala perawat, Mike akhirnya di biarkan pergi mengikuti Emily dengan satu perawat yang mendampinginya. Ia bahkan mencari tempat bersembunyi agar tak terlihat oleh Emily. Nyatanya ia tak menyesal bersusah payah untuk sampai ke lantai teratas gedung rumah sakit. Mike mendengar semua perbincangan mereka hingga ikut merasakan sakit terlebih saat Emily menangis dalam pelukan Loginova. Ia tahu lingkungan kriminal wanitanya hanyalah bentuk perlindungan diri. Fakta jika mereka akan saling melindungi lebih besar di banding orang orang yang sekedar teman atau sahabat biasa dengan menjalani harinya yang biasa saja. "Sir, waktumu tak banyak," peringat perawat. Mike mengangguk singkat. Ia kembali ke kamar dengan di bantu perawat tadi. Sesampainya di ruangan, Mike menaikkan selimut hingga pinggang dan matanya terpejam. Tetapi bayangan itu tak kunjung sirna, ia be
Happy reading ;)-------------------Angin malam menembus epidermis Emily melalui celah jaket kulit yang ia kenakan. Wanita itu sesekali melirik jam tangan menunggu kehadiran Loginova.Rambut golden blonde itu bergerak seiring lembutnya udara saat ini. Emily bersandar pada railing besi sesekali memainkan sepatu bersamaan dengan pandangan yang tertuju pada gemerlap kota di bawah sana."Baby, sudah lama menunggu?" tanya Loginova tepat di belakangnya. Emily menoleh menatap wanita tua yang sudah begitu berjasa dalam hidupnya.Bibir tipis yang selalu berucap sarkas dan kasar itu masih setia terbalut lipstik merah darah seolah menggambarkan dirinya sendiri. Emily menyunggingkan senyum dan duduk di kursi panjang.Sementara Loginova setia berdiri dengan melipat kedua tangannya. Tatapan matanya melekat pada gerak Emily yang berubah.Emily sengaja memilih bertemu di atas gedung karena banyak pembicaraan yang harus ia lakukan. Wanita itu menghem
Happy reading ;)-----------------Mike tak bisa menyembunyikan amarahnya setelah mendengar semua rencana, perbuatan mereka terhadapnya. Bukan, bukan hanya padanya tetapi pada hubungannya dengan Emily.Sebegitu besarkah keraguan mereka pada Emily? Atau apakah dirinya di anggap lelucon dan hal yang mudah untuk di mainkan? Mike menghembuskan nafas kasar.Ia tak dapat bergerak lebih mengingat luka di area perutnya masih terasa sakit. Sementara Emily terdiam mengamati raut wajah prianya yang mengeras menahan kesal."Mike, it's okay. Tenangkan dirimu." Emily mengusap tangan Mike lembut. Ia mengerti perasaan Mike, namun mengungkapkan amarah seperti tadi hanya akan membuat luka perutnya lebih sakit."Mengapa mereka bersikap seperti itu? Apakah kita seperti boneka yang bisa mereka mainkan sesukanya?" Kening Mike menukik dalam. Ada kekecewaan yang teramat besar yang berusaha ia tekan."Mike, aku mengerti. Aku pun ingin sekali marah tapi, jika