Happy reading ;)
------------
Mike tersenyum saat gelas berisikan red wine memanjakan rongga mulutnya hingga bagian terdalam, rasa manis bibir Emily tertinggal merekat sempurna pada tiap inci kulit tebal yang piawai dalam memberi sensasi. Bagaimana bisa rasanya semanis itu? Ia seperti bocah ingusan yang pertama kali berciuman. Debaran rongga dada sulit di kendalikan sedari tadi, ia terkekeh pelan menertawakan kebodohannya.
Sebaliknya, manik legam Emily menajam sempurna. Ia menghubungi Jeff untuk menyelidiki pelaku yang berusaha membunuh Mike di perjalanan tadi. Jemari itu terkepal erat menahan amarah, gigi yang menggelatuk berusaha menahan diri dari segala cacian. Ia menggeser layar ponsel saat panggilan masuk dari Jeff memenuhi indra penglihatannya.
"Turunlah."
Satu kata dari Jeff mampu membuat Emily menyambar jaket kulit yang ia letakkan diatas bed dan setengah berlari menuruni anak tangga. Tanpa ia ketahui Mike yang saat itu berada di dapur mengerutkan kening melihat Emily pergi tergesa ditengah malam seperti ini. Ia melirik jam tangan yang menunjukkan pukul satu dini hari.
"Emily..?" Mike mengikuti langkah Emily dan terhenti saat wanita itu masuk kedalam mobil yang pernah ia lihat sebelumnya. Rasa penasaran Mike membuat ia meraih ponsel dan menghubungi seseorang untuk mengikuti nya secara diam diam.
"Aku telah meretas CCTV restoran itu dan menghapus jejaknya." Jeff menginjak gas, melaju kencang menuju suatu tempat yang akan mereka tuju.
"Aku tak dapat menahan diri untuk tak membunuh nya Jeff," Emily meraih cerutu dibalik dashboard dan menghisapnya kuat berharap segala rasa dan pikiran yang berkecamuk dalam otaknya segera sirna. Satu tangan yang menyiku dibalik jendela mobil, membuat celah bagi angin malam untuk membelai surai itu dengan lembut.
"Takdir mempermainkanmu dear," Jeff menyeringai, pandangan itu tak beralih sedikitpun pada jalanan lengang didepannya. Ia melirik Emily sesaat, memastikan dugaannya tak melesat.
"Apa yang telah terjadi antara dirimu dan Mike?"
"Tak ada." Emily membuang muka menghisap kembali cerutu namun perlahan, seakan kejadian tadi menghilang bersama kepulan asap yang keluar dari bibirnya.
Jeff terkekeh tak percaya, ia telah mengenal Emily dari kecil, tak pernah sekalipun wanita itu berurusan dengan cerutu jika tak terjadi sesuatu yang mengacaukan hatinya.
"Kau menyukainya Emily."
"Dimana kau mendapatkan pelakunya?" Pengalihan pembicaraan membuat Jeff menyunggingkan senyum.
Pertanyaan itu terjawab saat mobil yang mereka tumpangi berhenti di lokasi Five Points yaitu sebuah area kumuh dan keras di Manhattan. Emily memindai sekeliling bangunan besar, gelap dan juga kotor, ia tahu ini adalah markas Five Points Gang sebuah geng legendaris yang didirikan oleh sosok bernama Paul Kelly mantan petinju yang lantas menjadi bandit.
"Kau tak perlu berurusan hingga sejauh ini Em," Jeff memperingati bahwa Five Points Gang bukan hanya sekedar gengster biasa. Tetapi mereka memiliki banyak sekutu diantaranya Tammany Hall, Yakey Yakes , Gopher Gang , Dead Rabbits dan lima gengster lainnya.
"Diamlah, aku hanya akan memberi sedikit perhitungan." Emily meraih desert eagle (deagle) dan turun dari mobil, ia melempar cerutu sembarang, dagu yang terangkat membuat wanita angkuh itu menjadi perhatian beberapa pria yang berada diluar dan tengah mengadakan pesta sabu.
Penerawangan redup dan dinding lembab hitam tak membuat langkah itu terhenti, justru membuat wanita itu mengantongi deagle dan langkahnya terlampau santai, ia terus menyusuri lorong yang mungkin menghubungkan nya dengan para gengster itu berada. Tepat, langkah Emily terhenti saat berada dalam satu ruangan yang dapat dikatakan lebih baik dari ruangan lain yang ia lewati.
Emily duduk dikursi kosong berada tak jauh dari kerumunan anggota gangster yang tengah berjudi, hampir tujuh meja besar dengan anggota berkisar sepuluh orang dalam satu meja tersebut menghentikan permainannya dan menatap Emily dengan seringai mengejek.
"Wow.. apa yang membawamu kemari nona?" Seorang pria bermata biru berjalan ringan dengan botol whiskey dalam genggamannya. Tubuh kekar dengan tatto memenuhi otot itu sama sekali tak menyulutkan rasa takut dalam diri wanita muda yang sekarang justru bertumpu sebelah kaki menantang siapapun yang berada di markas.
"Bawa Lucas kehadapanku!'' Emily melempar deagle diatas meja tak jauh dari tempat ia duduk.
Derap langkah seorang pria terdengar sarkas dan menggema, aura dingin yang berbahaya begitu mendominasi hingga mereka memberi jalan untuk sang boss Five Points Gang, Lucas Rothstein. Seringai tajam menghiasi wajahnya yang rupawan ditengah usia yang tak lagi muda. Tubuh tinggi menjulang tetap berwibawa dan menguarkan sikap penguasa, sifat iblis tak manusiawi begitu kentara pada sorot mata yang tajam dan memerah diarea sklera.
"Suatu kehormatan kau berkunjung ke markas kotor ini, nona Emily." Suara itu persis sebuah ancaman halus yang mematikan.
"Aku tak ada waktu berbasa basi dengan pria tua sepertimu, katakan siapa dalang dibalik semua ini!" Emily mengubah posisi dengan melipat kedua tangan didada, pandangan nya kian menajam pada sosok pria tua dihadapannya.
"Apa tawaranmu?" Lucas meraih cerutu lalu mengapit pada ujung bibir, pria bermata biru tadi segera menyalakan pemantik untuk bosnya.
"Aku akan menyelamatkan citra dan reputasimu dengan membeli dua ratus kursi VIP dalam pertandingan tinju antara Jack Dempsey dan Luis Firpo di Bronx, kau dapat memberikan itu semua pada para bos gengster dan sederet politikus terkemuka. Bukankah itu yang kau inginkan?" Emily tersenyum lebar, berdiri dan meraih kembali deagle miliknya.
"Aku yakin strategi itu berhasil, reputasimu kembali membaik, Itu artinya.. bisnis kotor yang kau jalankan tentunya juga akan baik-baik saja, bukan?"
"Kau hanya perlu tahu...."
"Tidak!" Emily berjalan lamban mengitari satu persatu anggota gengster Five Points Gang dengan pukulan senjata pada telapak tangannya.
"Aku meminta lebih, dari sekedar hanya tahu siapa yang telah menyerang Mike! Aku yakin pria pecundang itu masih hidup dan melihatku sekarang."
Lucas meraih botol Apple jack dan meneguknya perlahan, ia sangat menikmati minuman legendaris itu ketika dirinya bimbang akan sebuah keputusan. Rasa asam dari minuman itu setidaknya dapat membuat relax rongga mulut yang kian memanas.
Emily menjatuhkan deagle dari genggamannya, sontak membuat kening Lucas mengerut dalam.
"Aku tak akan memakai senjata untuk membunuh siapapun yang berani mengusik Mike dan keluarga Egbert Benson!"
Seluruh anggota Five Points Gang mundur perlahan memberi ruang bagi wanita itu untuk bertarung.
"Egomu sulit dikalahkan nona," Asisten pria tua itu mengambil kursi beludru untuk sang bos besar, ia menaruh kembali botol Apple jack dan tumit lelaki itu bertumpu pada lutut.
Pria berambut hitam dengan tubuh sempurna melangkah perlahan menyambut tantangan manis dari wanita mungil pemberani seperti Emily Blunt.
"Jangan salahkan aku, jika anggotaku memotong tubuhmu dengan sadis." Lucas kembali menenggak Apple Jack ditengah guratan gusar pada wajahnya, siapa yang tak tahu kemampuan Emily Blunt dalam bertarung. Wanita itu begitu terkenal dengan kemampuan bela diri dalam lingkup kelompok bodyguard dan kelompok kejahatan di negaranya, Russia.
"Kau lihat sendiri siapa yang akan musnah!"
***
-To Be Continued-
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Brilliant Doctor (On Going)
Happy reading ;)--------------Emily berlari dan melayangkan kakinya tepat diwajah pria itu hingga tersungkur."Shit!" Geramnya, ia berbalik dan hendak memberikan balasan, namun Emily melesat di antara kedua kaki dan menendang punggungnya dengan tangkas. Seringai mengolok tampak jelas diwajah mungil Emily.Pria itu kembali melayangkan pukulan keras untuk Emily, wanita itu menghindar lalu menghantamnya dengan pukulan bertubi-tubi dibagian wajah dan menendang lutut dari belakang hingga bertekuk, tak segan-segan Emily menghantam bahu pria itu oleh sikut, ia tertelungkup meringis menahan sakit. Emily meraih rambut pria itu menghempasnya pada dinding berkali kali bersama dengan percikan darah yang keluar dari pelipisnya."Katakan siapa yang menyuruhmu untuk membunuh Mike?" Desis Emily terdengar mengerikan, ia menarik rambut pria itu hingga menengadah."Ch-Christian," jawabnya terbata.Emily meraih pisau eickhorn dari balik saku celana, da
Happy reading ;)***Suasana di ruang konferensi pers tampak riuh, Mike memilih membawa semua reporter menuju ruang pers untuk diliput. Ia tak ingin berdesak saat di wawancarai. Emily dan Laurent membantu keperluan pria itu hingga seluruh staff dan reporter memasuki ruangan tersebut. Mike menjelaskan secara rinci perihal kejadian yang terjadi padanya. Ia juga membawa nama Emily sebagai bodyguard dalam penyelamatan. Ia tidak tahu siapa dalang dari kejadian tersebut dan berharap pelaku segera tertangkap. Pihak kepolisian juga turut hadir namun meminta keterangan lebih lanjut dikantor polisi.Sesuai perintah, Emily menunggu dimobil saat Mike masuk kedalam kantor polisi untuk membuat keterangan. Wanita itu menggulir layar ponsel dan menyeringai tajam membaca satu pesan dari Jeff. Kepala cantiknya telah menyusun rencana indah untuk malam nanti. Emily memasukkan ponsel ketika Mike meminta nya keluar."Aku yang mengemudi." Tanpa kata, wanita itu keluar dan duduk
Happy reading ;)***Sepanjang perjalanan menuju mansion, Mike tak henti hentinya mengumpat kesal. Bagaimana bisa wanita itu menolak untuk kesekian kali ditengah respon tubuh yang sama sama menggetarkan. Mike menghela napas panjang seakan sesaknya melebihi yang ia rasakan sebelumnya."Aku hanya butuh waktu." kali ini Emily menjawab segala kegusaran pria bersurai dark brown disampingnya. Mike melirik sesaat, dan kembali menatap jalanan kota Manhattan yang mulai lengang. Ia tahu wanita itu butuh waktu, hanya saja ia pikir tak perlu waktu jika mereka sama sama menginginkan.Maybach Exelero hitam terparkir sempurna di halaman utama mansion. Keduanya berjalan bersama namun Emily mundur beberapa langkah saat Alice berdiri tak jauh dari hadapan mereka."Mom??" Mike memeluk dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu."Apa yang kalian lakukan hingga pulang selarut ini?" Alice menatap curiga yang dibalas kekehan Mike."Oh God! Bahkan sek
Happy reading ;)------------"Mengapa kau ingin mendatangi club?" Seperti biasa Jeff menjemputnya di kediaman Egbert dan membawa wanita itu pergi kemanapun yang ia mau. Lagi lagi Emily meraih cerutu menyesap dalam. Guratan wajah mungil wanita itu tampak kacau, Jeff tahu ia tengah menahan amarah dan bimbang sekaligus."Tak biasanya kau membatalkan misimu secara tiba-tiba," Jeff kembali menatap jalanan lengang yang mereka lewati. Harusnya mereka menjalankan misi malam ini, namun rencana itu berganti dengan mendatangi club yang sebenarnya tak mereka suka."Biarkan ia bersenang-senang saat ini sebelum bertemu ajalnya besok." Emily menyesap kembali cerutu yang setia diapit kedua jemarinya. Ia bersandar memejamkan mata menikmati udara malam kota New York."Menurutmu, apa wanita tua itu merencanakan sesuatu untukku?" Kelopak itu masih terpejam, namun ia tahu Jeff tengah memperhatikannya."Entahlah, wanita gila itu tak bisa ditebak," Jeff merampas
Happy reading :)------------"Apa ini alasanmu menolakku?" Manik cokelat itu menajam sempurna menuntut jawaban jujur dari wanita dihadapannya."Ya, aku menyukai Jeff," Emily menghela nafas panjang dan berlalu meninggalkan Mike. Ada rasa sesak yang menghantam perlahan. Bagaimana bisa rasanya seperti ini? Emily menggeleng samar, menaiki anak tangga dan menutup pintu kamar perlahan. Ia berjalan menuju bed kemudian merebahkan diri, mencoba terpejam berharap semua akan berlalu. Ia tak ingin menyakiti Mike dan membuat perpecahan didalam keluarganya yang hangat. Terutama ia lebih tahu siapa dirinya.Getaran ponsel mampu membuat mata itu kembali terbuka, ia meraihnya saat panggilan dari Loginova terpampang jelas pada layar lalu menekan tombol hijau."Apa sebenarnya yang kau inginkan?!" Sentak Emily geram, ia kini telah berdiri menghadap jendela kaca menatap gelapnya malam.Sedangkan wanita tua disebrang sana tengah menyesap red wine dan menggoyang
Happy reading ;)***Mike membiarkan wanita itu bergelut dengan rasa yang ia pun tak tahu, ia hanya melirik sesekali saat wanita itu terlalu sering membuang nafas berat seolah meluapkan semua beban yang memberatkan hatinya. Setibanya didepan gedung Citi Group, Emily membukakan pintu untuk sang boss dan membungkuk lalu mengikuti langkah itu menuju ruangan besar bertuliskan Chief Executive Officer Citi Group.Mike terhenti saat maniknya tertuju pada seorang wanita bersurai soft chocolate yang tengah duduk manis menunggu kedatangannya. Terlebih saat ia mengenakan dress maroon dari bahan sutra bercampur beludru membuat ingatan Mike kembali pada penghianatan yang wanita itu lakukan padanya.Mata cokelat Mike menajam tak suka saat wanita itu justru memberi senyum manis mempesona menyambut kedatangannya. Sedangkan Emily hanya diam tak berekspresi."Lama tak berjumpa denganmu Mike," wanita itu memeluk dan memberi kecupan singkat di pipi Mike. Pria itu hendak me
Happy reading ;)***Emily berdecak kesal saat Jeff benar-benar tak bisa menghentikan tawanya. Ia kembali menyesap cerutu yang telah menjadi candu disaat kacau."I'm so sorry, sweetie," Jeff terkekeh pelan dan berhenti pada satu titik merah GPS yang ia nyalakan selama diperjalanan. Ia meraih laptop, jemarinya mulai menari tangkas dan cepat meretas CCTV mansion Christian Cloves yang berada di Binghamton."Ia sedang berpesta dengan keluarga inti." Jeff terus menggulir kursor menampilkan beberapa penjaga disana. Emily menyeringai sebelum meraih Glock Meyer 22 dan bersiap masuk melancarkan aksinya."Kau yakin? Disana ada mantan mertuamu," Jeff menatap rasa sakit bercampur amarah dalam manik legamnya. Emily menarik sudut bibirnya serupa sinis. Kemudian mengantongi senjata itu kedalam saku celana. Tak lupa ia mengantongi Chlorophyll yaitu obat bius yang memiliki bentuk spray yang ampuh untuk melumpuhkan atau menenangkan syaraf lawan hingga bisa tertidur
Happy reading ;)***Mike terdiam melihat luka sayatan dibagian lengan dalam wanita itu, pada akhirnya ia memanggil dokter untuk memeriksa dan berujung dengan menjahit luka tersebut. Kening Mike mengerut saat Emily justru tak berekspresi kesakitan atau bahkan meringis.Mike menatapnya dengan helaan berat, terlebih ia penasaran dengan apa yang terjadi pada wanita bersurai golden blonde didepannya."Luka ini sedikit dalam, kurangi aktivitas berat dengan menggunakan tangan kananmu," dokter itu kembali menusuk needle hecting mengapit dengan navuder (klem) lalu menariknya membuat tali simpul disana."Ya, dokter," jawabnya datar. Emily menghembuskan napas berat, membosankan. Sebenarnya ia bisa melakukannya sendiri tanpa bius lokal yang dokter itu berikan. Ini terlalu lama dan memakan waktu baginya.Dokter itu memotong benang saat semua luka telah tertutup sempurna. Ia meraih kasa yang telah diberi alkohol untuk membersihkan luka disana."Kau tak p
Happy reading ;)--------------Emily seolah melayang kala pria itu mempersilahkan dan menatap detail setiap pergerakan Emily. Loginova mengulurkan tangan membawa Emily menuju altar. Senyumnya merekah indah namun berbeda dengan degup jantungnya seolah bersorak.Sementara bridesmaid berada di belakang mengiringi langkah Emily. Ribuan lampu berbentuk lilin yang berbentuk kristal mengisi langit langit gedung dengan pola melingkar hingga menyatu tepat di atas altar.Beberapa bunga mawar merah tersedia di setiap sudut meja para tamu, serta background dengan air terjun memenuhi keseluruhan tempat dimana mereka akan mengucap janji sehidup semati.Jalan yang ia tapaki seolah menyambut kedatangan Emily seperti seorang ratu juga di bagian sisi kiri dan kanan terdapat bunga anggrek putih yang menggumpal dan panjang
Happy reading ;)----------------"Sebenarnya, Celline datang ke mansion untuk meminta maaf pada kita." Mike terdiam begitupun dengan Emily di sebrang sana."Lalu?" tanya Emily santai namun ia segera membentengi hati jika pernyataan Mike membuatnya luka atau melebihi itu."Tak ada perbincangan serius, kami hanya berbincang tentang kejadian yang menimpa kita," jawab Mike pasti. Emily pun tersenyum mendengar nada pria itu yang jujur."Oke."Mike terdiam dan merubah posisi menjadi telungkup. "Hanya, oke?" tanyanya memastikan."Ya, memang kau mau apa lagi?""Tidak. Hanya itu."Emily tergelak di sebrang sana. Dua jam berlalu mereka sama sama tak ingin melepaskan ponsel dari telinga mereka, walau panas tapi setidaknya mereka akan sama sama tidur terlelap.***Satu bulan berlalu, Mike benar benar memajukan tanggal pernikahan mereka, dan kini hari itu tiba. Ia tak sabar untuk segera bertemu dengan calon
Happy reading ;)-----------------"Mike, bisakah kita bicara?" Wanita itu bergegas berdiri menghentikan langkah Mike yang acuh tak peduli. Sementara Egbert menepuk pundak sang anak dan berlalu pergi.Halaman utama mansion menjadi pilihan Mike untuk mengabulkan keinginan wanita itu. Sebenarnya jengah, namun Mike tak bisa menolak jika pertemuan mereka adalah yang terakhir mengingat Celline akan segera pergi ke Jepang dalam waktu yang lama."Langsung saja, tak ada waktu." Mike melirik jam tangan dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. Pandangannya lurus tak menoleh bahkan berhadapan dengan mantan kekasihnya dulu."Aku tahu aku salah saat itu, aku hanya ingin minta maaf juga pada Emily. Tapi, luka yang ku buat tampaknya begitu membekas dalam ingatan kalian." Celline menunduk seraya mengusap lengannya ketika angin menusuk ke dalam lapisan kulit.Ia tersenyum pahit, dulu Mike akan segera menutupi tubuhnya dengan long coat atau jaket yang ia
Happy reading ;)----------------"Siapa?" tanya Emily menatap ponsel Mike yang telah ia matikan. Mike mengacungkan layarnya kembali. "Jeff.""Ada apa dia menghubungimu?""Aku berjanji akan berlatih dengannya hari ini, aku melupakan itu."Emily mendesah samar. Mereka kembali berjalan menatap ke sekeliling gedung milik sahabat Egbert "Bagaimana?" tanya Dirk seraya menatap bagian gedung yang akan dijadikan altar untuk janji suci mereka.Mike mengangguk setuju dan menoleh pada wanitanya. "Kau suka?""Tentu." Senyum keduanya mengembang. Mike melirik jam tangan menunggu wedding organizer yang berjanji akan menyusul mereka.Seorang pria berlari tergesa dan menunduk hormat ketika berhadapan dengan Mike. "Sir, maaf atas keterlambatannnya, saya Stefan." sapanya canggung. Mike hanya membuang nafas kasar namun tak segan menjabat uluran tangannya."Kau dari mana saja?" sentak Eveline kesal."Jalanan macet, kau bahkan tiba tib
Happy reading ;)-------------------"Mike benar, ia harus melindungimu dan keluarganya nanti seperti yang selalu dilakukan oleh Daddy," ujar Alice seraya berjalan menghampiri keduanya.Emily melirik pada Mike yang memandang ibunya dengan kesal. "Mike, ibumu hanya mencemaskanmu walau berlebihan. Ayolah, jangan seperti ini." Egbert merentangkan kedua tangannya kemudian duduk di sofa."Itu benar, aku tahu kau menyayangi Alice," sambung Emily meyakinkan. Mike terdiam seolah pikiran dan hatinya beradu antara kasih sayang dan kekecewaan.Hingga akhirnya Mike mengangguk memutuskan mengakhiri sifatnya yang kekanakan. "Aku minta satu hal padamu," tegas Mike dengan matanya yang tajam."Ya, apapun untukmu." Alice mengangguk dan duduk di sisi ranjang berhadapan dengan putranya yang ia kasihi."Jangan ganggu hubungan kami untuk sekarang bahkan selamanya," pinta Mike dengan tatapannya yang mengeras. Sementara Alice tersenyum simpul. "Tentu, aku ta
Happy reading ;) ----------------- Loginova tersenyum simpul pada Tara yang sempat berpapasan dengannya sebelum pergi. Wanita dengan midi dress suit di balut blezzer burgundy serta syal berbulu melingkar di lehernya membuat Mike menyadari betapa berkelasnya ia. Wanita itu menjentikkan jari memerintah anak buahnya untuk menaruh beberapa makanan vegetarian di atas nakas. Emily menaikkan kedua alisnya melihat tingkah sahabat ibunya yang berusaha untuk menjadi wanita normal. Entah itu dari lubuk hatinya atau hanya bepura pura se welcome ini pada orang baru seperti Mike. Loginova bahkan hanya sesekali bertemu dengan Mike dan tak ada perbincangan diantara mereka. Loginova menghampiri keduanya namun berakhir duduk di atas sofa tak jauh dari sana. Emily duduk di sisi ranjang menghadap wanita itu. Sementara Mike menoleh singkat pada wanitanya. "Aku hanya ingin bicara denganmu," tunjuk Loginova pada Mike dengan dagunya yang runcing. Emil
Happy reading :) --------------- Setelah berdebat panjang dengan kepala perawat, Mike akhirnya di biarkan pergi mengikuti Emily dengan satu perawat yang mendampinginya. Ia bahkan mencari tempat bersembunyi agar tak terlihat oleh Emily. Nyatanya ia tak menyesal bersusah payah untuk sampai ke lantai teratas gedung rumah sakit. Mike mendengar semua perbincangan mereka hingga ikut merasakan sakit terlebih saat Emily menangis dalam pelukan Loginova. Ia tahu lingkungan kriminal wanitanya hanyalah bentuk perlindungan diri. Fakta jika mereka akan saling melindungi lebih besar di banding orang orang yang sekedar teman atau sahabat biasa dengan menjalani harinya yang biasa saja. "Sir, waktumu tak banyak," peringat perawat. Mike mengangguk singkat. Ia kembali ke kamar dengan di bantu perawat tadi. Sesampainya di ruangan, Mike menaikkan selimut hingga pinggang dan matanya terpejam. Tetapi bayangan itu tak kunjung sirna, ia be
Happy reading ;)-------------------Angin malam menembus epidermis Emily melalui celah jaket kulit yang ia kenakan. Wanita itu sesekali melirik jam tangan menunggu kehadiran Loginova.Rambut golden blonde itu bergerak seiring lembutnya udara saat ini. Emily bersandar pada railing besi sesekali memainkan sepatu bersamaan dengan pandangan yang tertuju pada gemerlap kota di bawah sana."Baby, sudah lama menunggu?" tanya Loginova tepat di belakangnya. Emily menoleh menatap wanita tua yang sudah begitu berjasa dalam hidupnya.Bibir tipis yang selalu berucap sarkas dan kasar itu masih setia terbalut lipstik merah darah seolah menggambarkan dirinya sendiri. Emily menyunggingkan senyum dan duduk di kursi panjang.Sementara Loginova setia berdiri dengan melipat kedua tangannya. Tatapan matanya melekat pada gerak Emily yang berubah.Emily sengaja memilih bertemu di atas gedung karena banyak pembicaraan yang harus ia lakukan. Wanita itu menghem
Happy reading ;)-----------------Mike tak bisa menyembunyikan amarahnya setelah mendengar semua rencana, perbuatan mereka terhadapnya. Bukan, bukan hanya padanya tetapi pada hubungannya dengan Emily.Sebegitu besarkah keraguan mereka pada Emily? Atau apakah dirinya di anggap lelucon dan hal yang mudah untuk di mainkan? Mike menghembuskan nafas kasar.Ia tak dapat bergerak lebih mengingat luka di area perutnya masih terasa sakit. Sementara Emily terdiam mengamati raut wajah prianya yang mengeras menahan kesal."Mike, it's okay. Tenangkan dirimu." Emily mengusap tangan Mike lembut. Ia mengerti perasaan Mike, namun mengungkapkan amarah seperti tadi hanya akan membuat luka perutnya lebih sakit."Mengapa mereka bersikap seperti itu? Apakah kita seperti boneka yang bisa mereka mainkan sesukanya?" Kening Mike menukik dalam. Ada kekecewaan yang teramat besar yang berusaha ia tekan."Mike, aku mengerti. Aku pun ingin sekali marah tapi, jika