Pandangan mata pun langsung tertuju pada dua langkah kaki yang serentak terdengar memasuki ruangan makan malam.Stephen yang penuh drama dan ingin dicap sebagai menantu yang baik pun langsung beranjak dan menghampiri Amanda."Sayaangg, kamu sudah sadar ternyata. Maaf, tadi aku tidak sempat menemani kamu di kamar. Karena 'kan kita tahu sendiri kalau belum sah tentunya belum boleh berduaan dalam sebuah ruangan," tutur Stephen.Amilie yang sudah mengetahui akal busuk dengan segala macam kelicikannya pun. Membuatnya hanya menyeringai sembari mendelik. "Semoga anakku tidak terlahir dengan kelakuan buruk seperti Ayahnya," batinnya sembari mengelus-elus perutnya.Dari samping itu Stephen memeluk Amanda dan menemaninya berjalan menuju meja yang dipenuhi dengan berbagai macam sajian makanan."Nah, harusnya dari tadi kamu begitu. Bantu calon istri kamu, perlakukan dia dengan sebaik mungkin!" seru Rosalina sembari tersenyum ramah."Iya, Mama~""Sudah Jeng, tidak usah diomeli begitu. 'Kan namany
"Jangan mencoba berbohong!"Theo menyeringai, seolah tengah meledek perkataan Stephen terhadapnya. "Setelah apa yang ia lakukan, dia sekarang mengejar-ngejar apa yang setelah sekian lama ia tinggalkan!" umpatnya di dalam hati."Aku ingin membuktikannya. Sekarang aku harus menemui Amilie langsung!" katanya memaksa.Namun, saat Stephen berjalan menghampiri Amilie yang kini masih belum keluar dari toilet. Theo langsung menahan tubuhnya bagian depan. "Tidak perlu. Dia anakku dan aku yang akan membesarkannya dengan Amilie!"Theo pun pergi menuju toilet, ia menggedor-gedornya."Sayang, kamu masih di dalam?" tanya Theo khawatir sembari sesekali menoleh ke arah Stephen yang ternyata masih ada di sana.Amilie yang mendengar gedoran serta suara suaminya yang terdengar khawatir kepadanya, membuatnya langsung menoleh dan menyahut. "Iya, Mas. Tunggu sebentar~!" begitulah katanya.Amilie pun mematikan keran tersebut dan langsung membuka pintu. Klek!Kepala pun mulai terlihat keluar dari toilet.
Makan malam pun berakhir, Amilie beranjak dari meja makan. Ia bermaksud untuk ke toilet karena merasa sedikit mual. Ketika yang lainnya sudah pergi dari meja makan dan bersiap pulang, Amanda menggunakan kesempatan itu untuk mendekati Theo. "Kakak ipar~! Boleh aku duduk di sini?" tanya Amanda.Pertanyaan itu membuat Theo menoleh. Ia merasa heran dengan sikap Amanda, tetapi ia tidak mengangguk atau mengizinkan wanita itu untuk duduk di sampingnya.Dengan tidak tahu dirinya, ia pun langsung duduk begitu saja. "Aku pasti boleh dong ya duduk di sini. Tidak mungkin kamu melarang. Tapi, aku juga mengerti kalau kamu merasa tidak nyaman karena takut Amilie menyangka yang tidak-tidak," ucapnya.Sekali lagi, Theo hanya terdiam sembari menatap layar ponsel. Ia mengabaikan wanita yang dipikirnya hanya akan menghancurkan hidupnya. Wanita yang menjadi benalu jika ia ladeni."Amilie pasti ke toilet lagi. Tapi kenapa lama sekali? Aku tidak tahan dengan wanita ini. Tapi, aku juga bingung dengan situ
"Ekhem!" Amilie masih tak menoleh, ia hanya terus memandang jauh mencari keberadaan Theo yang tak bersama dengannya."Ekhem!" Stephen berdeham kembali. Ia terus berusaha untuk mengalihkan perhatian Amilie agar menoleh ke arahnya."Mau apa kamu ke sini menemuiku?" sahut Amilie dengan nada ketus.Sebetulnya, sedari tadi ia menyadari dan melihat Stephen yang berdiri di sampingnya. Tetapi, ia tidak begitu mempedulikannya. Karena ada sesuatu hal yang teramat penting untuknya dibandingkan hanya meladeni orang yang tidak penting."Kenapa kamu ketus begitu, sih? Padahal aku datang ke sini karena ingin menjaga silaturahmi sama kamu. Walau sudah jadi mantan, itu tidak berarti harus memutus tali silaturahmi, 'kan?""Kalau tujuanmu buruk, mungkin memutus silaturahmi tidak lagi menjadi masalah.""Aku tidak mau berdebat denganmu. Ngomong-ngmong ..." Stephen menjamah seluruh tubuh Amilie yang tampak begitu cantik dengan pakaian yang dikenakannya malam ini. Meskipun dalam keadaan hamil, Stephen
"Dari tadi pembicaraan kita ngelantur saja. Katakan dengan jelas, sebenarnya apa yang mau kamu sampaikan kepada saya?" tanya Theo dengan nada ketus karena sudah terlanjur kesal dengan orang yang ada di hadapannya tersebut.Saat itu, Theo bahkan sudah siap berbalik badan dan pergi menemui Amilie agar mereka segera pulang. Namun, lagi-lagi Amanda menahannya untuk tau pergi."Sabar sebentar. Baiklah, sekarang aku akan mengatakannya.""Cepat katakan! Waktu saya tidak banyak!""Apa kamu tahu sesuatu mengenai Amilie?" "Soal apa? Jangan bertele-tele!" tanya Theo sembari mengerutkan dahi."Tapi kamu pasti akan sakit hati mendengarnya. Dan ... Aku tidak yakin kamu akan percaya padaku," tutur Amanda.Pernyataan Amanda ini membuat dirinya bertambah penasaran, ia semakin ingin mengetahui apa yang ingin Amanda katakan kepadanya. Sebab, sepertinya terlihat sangat penting dan ini berhubungan erat dengan dirinya."Cepat katakan, jangan membuatku penasaran!""Tapi, aku yakin kamu pasti akan sakit ha
Setelah melakukan pembicaraan panjang lebar dengan Amanda, Theo pun langsung kembali ke ruangan pesta makan malam.Namun, rupanya di sana tidak banyak orang yang duduk ataupun berkumpul. Hanya ada Dania yang sedang duduk santai dengan Rosalina."Yang lainnya ke mana, Ma?" tanya Theo mengarah kepada Dania.Rosalina yang ada di sana hanya diabaikannya saja. Sebab, dirinya merasa tidak nyaman jika bertanya kepada Rosalina."Nak, lebih baik bergabung dulu di sini!" ajak Rosalina kepada Theo."Maaf, tapi aku sedang bicara dengan Mama mertuaku!" tegas Theo menoleh ke arah Rosalina.Rosalina langsung merasa terintimidasi dengan kalimat yang terlontar keluar dari mulut Theo itu."Kurang ajar anak itu! Dia bahkan bersikap tidak sopan kepadaku di depan orang lain! Dasar tidak tahu sopan santun!" umpat Rosalina di dalam hatinya. Pandangannya menatap tajam seraya mengepalkan salah satu tangan. Hingga, kemudian dirinya memaksakan dirinya untuk melontarkan senyum palsu. "Kenapa kamu malah mengata
"Oh, bagus! Sekarang dia mematikan teleponnya! Sebenarnya apa yang kamu mau ini, Amilie?!" umpatnya kesal.Tetapi, ia mencoba menghubunginya lagi karena rasa khawatirnya tak kunjung hilang. Perasaan di hatinya pun tidak nyaman, seolah tengah memberitahu bahwa hal buruk terjadi pada Amilie.Dan untuk kedua kalinya pria berkedok hitam itu menjawab telepon dari Theo lewat ponsel Amilie."Halo? Amilie, bicaralah! Jangan marah tidak jelas begini?""Halo. Ada perlu apa Anda menghubunginya?" jawab pria berkedok itu dengan suara besar.Pria itu memang menyamarkan suara tersebut, agar tak ada yang mengenalinya.Theo pun langsung terheran-heran. Kedua bola matanya terbelalak kaget. "Siapa kamu?! Kenapa ponsel istri saya ada sama kamu?!" tanya Theo dengan nada tegas."Anda bisa menebaknya sendiri kenapa ponsel ini ada pada saya!""Awas, kamu jangan macam-macam dengan istri saya! Sekarang katakan, dimana dia berada?!" kecam Theo dengan suara keras.Ckiiitt!"Tidak boleh, Amilie tidak boleh kenapa
Kedua anak buah Stephen itu saling berpandangan. Lalu, mereka pun berjalan ke arah Amilie disekap. Salah seorang diantaranya menyentuh pipi Amilie, memastikan bahwa wanita itu masih belum sadarkan diri atau hanya berpura-pura saja.Amilie menahan nafasnya beberapa saat hingga dadanya terlihat agak membusung. Ia melakukan hal ini karena tidak ingin bahwa akalnya diketahui oleh mereka."Bagus. Sepertinya dia masih belum sadar. Sekarang kita bisa santai sebentar dan menikmati kopi yang hampir dingin itu!" kata salah seorang pria dengan tubuh agak gempal. Lalu, temannya yang lain mengangguk. "Benar, ayo sekarang kita ke sana!" ajaknya.Saat itu, mereka masih mengenakan kedok. Mereka belum melepasnya sama sekali, sehingga Amilie tidak tahu dan tidak dapat menghafal satu persatu wajah mereka.Hanya Stephen saja yang ia ketahui mengenai dalang dibalik penculikan dirinya malam ini.Ketika kedua anak buah Stephen itu sudah berjalan jauh dari Amilie. Secara perlahan, Amilie pun membuka matan
Drap Drap Drap!Theo berjalan menuju mobil itu dengan Santoso. Santoso mendekat dan tampaknya ia ingin menanyakan sesuatu. Tetapi, entah angin apa yang membuatnya mengurungkan niat tersebut.Pada akhirnya, ia hanya bicara mengenai sesuatu yang mendasar saja."Nak, biar Papa saja yang mengemudi! Papa lihat, kondisi kamu sedang kurang baik!" ujar Santoso meminta kunci mobil yang ada di tangan menantunya tersebut.Dengan wajah tampak kusut, Theo menoleh lalu memberikan kunci mobil. "Terima kasih, Pa," ucapnya dengan singkat. "Apa yang terjadi? Sepertinya dia tengah memikirkan sesuatu dengan serius? Apa ada masalah yang begitu memberatkan pikirannya?" batin Santoso sembari menatap wajah Theo."Terima kasih buat apa?" tanya Santoso sembari memasuki mobil. Begitu juga dengan Theo yang masuk ke dalam mobil tersebut. Tetapi, kali ini mereka pindah posisi, karena yang mengemudikan mobil itu saat ini adalah Santoso."Terima kasih karena Papa sudah mengerti keadaan saya," sahutnya, singkat.San
"Papa habiskan dulu sarapannya!" ujar Dania kepada Santoso yang langsung bangkit. Padahal, saat itu ia hanya baru makan dua sendok saja.Santoso pun menoleh ke arah Dania. "Papa harus pergi ke suatu tempat dulu!" Ia pun kemudian berjalan keluar dari sana. "Ayo, Nak! Kita harus pergi sekarang!"Awalnya, Theo terdiam. Ia bingung dengan maksud Santoso. Sebelumnya ia bahkan tidak diberitahu kemana dirinya akan diajak pergi. Tetapi, kemudian ia ikut dengan ajakan tersebut."Mas, kamu mau pergi ke mana?" tanya Amilie yang juga penasaran dengan itu. Sedangkan Amanda, ia hanya terdiam.Setelah sekian lama dirinya sendiri, ia pun akhirnya sadar dan tak lagi mengganggu rumah tangga adiknya. Dirinya tidak mau jika di masa depan, ada seorang pengganggu dalam rumah tangga yang nanti akan dibangunnya tersebut."Aku harus pergi dulu. Kamu jaga diri baik-baik ya, sayang~"Theo mengecup dahi Amilie, lalu melangkah pergi dari ruangan itu.Tanpa tahu menahu apa yang akan dilakukan oleh Santoso dengan
"AWAAAASS!!!" Teriak Rosalina kepada sopir yang terlihat tidak berkendara dengan baik.Namun, Rosalina tidak tahu jika sopir itu ternyata mengantuk hingga kehilangan fokus saat mengemudikan mobil.BRAAKK! DUAAAARRR!Mobil taksi menghantam keras mobil lainnya yang sedang berkendara dengan kecepatan yang tinggi. Hingga membuat kedua mobil tersebut penyok dan parahnya. Para pengendara termasuk penumpang di sana mobil itu harus mengalami luka yang begitu hebat."Aaarghhh!" Rosalina meringis kesakitan. Ia memegang kepalanya dan dirinya langsung syok begitu melihat banyaknya darah dalam kepalanya tersebut.Rosalina melihat ke sana kemari sembari memegang sebuah tas yang berisi uang.Orang-orang, termasuk para polisi yang ada di sana pun langsung menghampiri ke arah mobil yang mengalami tabrakan hebat tersebut.Tidak mau keberadaannya diketahui oleh para polisi, ia pun bermaksud kabur sebelum para polisi itu sampai pada mobil tersebut."Aku harus melarikan diri dari sini!" gumamnya sembari
Pagi ini, cuaca tampak cerah dengan kicauan burung yang semakin melengkapi pagi mereka. Dengan senyum bahagia, mereka mempersiapkan segalanya untuk kepulangan mereka hari ini. Namun ...Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh secara bersamaan ke arah suara itu berasal. Ada rasa penasaran dalam benaknya."Siapa, Mas?" tanya Amilie ke arah Theo.Theo mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu, sayang. Mungkin itu Papa," jawab Theo, ngasal. Karena yang ada di pikiran Theo saat itu hanya Ayah mertuanya yang kemarin banyak bertanya kepada dirinya."Masuk saja!" sahut Theo sembari menoleh ke arah pintu. Klek! Pintu terbuka.Seorang pria datang ke ruangan itu dengan sopan. Lalu, ia berdiri di hadapan Amilie dan Theo. Theo yang melihat pria yang ia pikir membeli restoran itu ada di hadapannya membuat dirinya langsung tercengang kaget "Bukannya kamu yang waktu itu ...!" Theo mengingatnya, bahwa orang itu merupakan orang yang membeli restorannya kala itu."Benar. Kita pernah ber
Di dalam sebuah ruangan rumah sakit tersebut, Amilie duduk sembari melihat ke arah jendela. Ia menunggu kedatangan suaminya yang sampai kini pun belum kembali."Mas, kamu dimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" ucap Amilie. Ia terus berbicara sendiri.Klek! Pintu pun terbuka.Theo datang ke rumah sakit itu dengan bayi yang ada di dalam pelukannya. Suara tangisan bayi itu semakin terdengar nyaring. Hal ini membuat Amilie langsung berlari menuju Theo. "Mas, berikan dia padaku, aku yakin dia merasa lapar ...!" pinta Amilie kepada suaminya yang masih memeluk erat bayi itu.Perlahan, Theo pun memberikan bayi itu kepada Amilie. Ia memeluknya dengan penuh cinta, lalu berjalan menuju ranjang sana. Dirinya duduk, lalu memberikan asi kepada bayinya."Mas, tidak terjadi sesuatu sama kamu, 'kan?" tanya Amilie sembari menyusui."Tidak ada, sayang. Aku baik-baik saja," jawabnya.Tetapi, wajahnya seolah menahan rasa sakit. Sayangnya, saat itu Amilie tidak menyadari keadaan suaminya. Yang ia paling ped
"Cepat lemparkan tas itu sekarang!" teriak seseorang yang datang terakhir itu. Lantas, Theo pun kemudian melemparkan tas itu ke wajahnya. Pada saat yang bersamaan, seorang pria datang ke tempat itu dan mendahului mengambil has tersebut.Theo pun dibuat heran dengan sosok tak dikenalnya itu. Lalu, secara beruntun yang lainnya datang ke tempat itu dan melawan ketiga penjahat tersebut.Rosalina dalam balutan topeng di wajahnya itu dibuat syok. "Hah! Siapa mereka?" gumamnya dengan melirik ke setiap orang yang datang dan seolah hendak membantu Theo.Tetapi, di sisi lain Theo merasa senang karena sepertinya mereka akan membantunya dari orang-orang jahat tersebut.Di sana mereka bersiap melawan para penjahat. Begitu pun, para penjahat yang seolah tidak takut dengan mereka.Namun, tak berselang lama setelah itu, kini para polisi datang ke tempat itu bersama para bodyguard Santoso. Hingga, tempat itu terkepung. "Serahkan bayi itu sekarang!"Alih-alih menyerah, Rosalina malah menggunakan bay
Theo terus mengemudi dan mengemudikan mobilnya ke tempat yang telah disebutkan itu. Tetapi, dirinya tak menemukan tempat yang disebutkan tersebut. Hingga, pada akhirnya ia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu kepada orang sekitar.Dengan membawa sebuah tas yang berisi uang, ia pun kemudian berjalan kepada seorang penjaga kios yang ada di sana."Permisi, apa boleh saya tanya?" ucap Theo.Penjaga kios itu menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menoleh ke arah Theo. "Boleh. Mau tanya apa?" sahutnya dengan nada datar."Apa kamu tahu dimana letak sebuah rumah tua yang ada di dekat kontrakan sekitar sini?" tanya Theo lagi."Oh, kalau itu ... Dari sini kamu berjalan lurus. Sekitar lima langkah dari sini ada sebuah gang kecil, kamu jalan yang itu terus saja ikuti gangnya. Nah, setelah itu kamu sampai!" jelasnya."Kalau begitu, terima kasih," ucap Theo kepada orang itu.Sembari tersenyum, penjaga kios itu pun menyahutnya. "Iya, sama-sama. Mau minum kopi dulu, Pak?" tanyanya basa-basi
"Mas, kita bahkan tidak punya uang sebanyak itu? Dari mana kita mendapatkannya?" lirih Amilie sembari menangis.Lalu, kemudian ia mengingat sesuatu yang membuat dirinya menyeka air matanya segera dan langsung mengambil ponsel."Kamu mau apa, sayang?" "Mau harus minta tolong sama Papa, Mas. Untuk uang sebanyak itu, aku yakin tidak sulit untuk Papa memberikannya!" sahut Amilie dengan serius.Theo pun kemudian terdiam, ia tak lagi menyahut apa yang Amilie katakan. Lantas, Theo pun kemudian mencoba untuk menghubungi beberapa rekannya dengan menawarkan restoran miliknya. Tetapi, tak satupun dari mereka yang tertarik dengan itu."Sepertinya aku masih memiliki foto itu!" batin Theo.Amilie yang mencoba menghubungi Santoso pun terus melakukannya sampai sang Ayah menjawab telepon darinya."Kenapa Papa tak menjawab telepon dariku?" umpat Amilie kesal.Ia mencobanya lagi dan tau menyerah sebelum dirinya mendapatkan kepastian akan hal itu."Sayang, lebih baik kamu urungkan niat kamu untuk meng
"Berhenti di sini saja, Pak!" pinta Rosalina kepada taksi itu.Rosalina pun membayar ongkosnya, lalu bergegas pergi memasuki gang kecil menuju rumahnya. Di gang kecil itu, ia langsung melepas kacamata dan masker yang sempat menutupi serta menyamarkan wajahnya.Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya."Aku harus segera masuk ke dalam rumah! Tak seorang pun yang boleh tahu kalau akulah pembunuh itu!"Meskipun, saat ini dirinya selamat dan belum ada yang mengetahui akan apa yang dilakukan sebelumnya terhadap seorang perawat wanita. Tetap saja, hatinya tidak bisa dibohongi.Brakk! Rosalina menutup pintu itu dengan keras. Dirinya pun langsung meletakkan bayi itu di sana. Namun, tiba-tiba saja bayi itu menangis karena merasa lapar dan butuh asupan ke dalam tubuhnya."Mana bayinya malah nangis! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" batinnya.Rosalina mengambil kembali bayi itu dan mencoba menimang-nimangnya agar tidak menangis. Namun sayang,