Theo yang dengan tujuan untuk menjadi detektif sesaat dengan memperhatikan gerak-gerik Amilie dengan Stephen. Membuatnya tidak bisa santai."Apa yang akan kamu lihat kalau caranya seperti itu?" tanya David yang merasa sangat aneh dengan sikap temannya itu. "Diamlah. Aku sedang memantaunya dari jarak jauh. Kalau lengah sedikit saja, aku pasti tidak akan mengetahui sesuatu," balas Theo dengan nada agak berbisik.Tiba-tiba, pramusaji datang ke meja itu dan bertanya. "Permisi. Mau pesan apa?" tanya pramusaji wanita dengan membawa catatan kecil untuk kemudian ia catat begitu Theo maupun David dan ataupun keduanya memesan sesuatu di sana."Mbak, tolong minggir sedikit. Jangan menghalangi saya," pinta Theo.Ketika itu, arah datang pramusaji itu memang dari sebelah kiri ia duduk. Tepatnya, saat ia sedang memantau istrinya yang tengah bersama dengan pria lain.David yang terheran-heran dengan sikap dan kelakuan temannya, dirinya hanya menyunggingkan bibir seraya memberikan saran."Daripada
Kecurigaan Amilie semakin bertambah, begitu memperhatikan cara Stephen yang terus memaksa kepada dirinya untuk makan.Theo yang sudah tidak bisa diam pun kemudian bangkit dari duduknya dan bergegas ke arah Amilie. Tetapi, David mengingatkan kepada Theo tentang satu hal."Kamu yakin akan menghampirinya dengan keadaan begitu? Nanti, yang ada bakalan diusir atau disangka orang jahat."Perkataan David itu membuat Theo menghentikan langkah kakinya. Ia kembali ke tempat duduknya semula dan bertanya kepada David."Lalu, sekarang aku harus bagaimana?" tanya Theo sembari berpikir. Ia pun kemudian pergi keluar dari cafe itu."Kenapa dia malah pergi? Katanya ingin memantau istrinya sendiri," gumam David sembari mengikuti Theo yang berjalan keluar dari cafe tersebut."Hey, tunggu!" seru David. Di luar cafe itu ia segera membuka kacamata dan topi yang dipakainya. Ia juga membuka jaket kulitnya tersebut."Jadi ...?" tanya David begitu sampai di hadapan Theo dengan nafas terengah-engah. Theo pun
Kebingungan membuat David menggelengkan kepala tanpa bicara. "Tidak mungkin. Jelas sekali yang ada di tangan kamu ini, itulah yang tadi kamu pakai saat membonceng saya ke sini," pungkas Amilie."Mungkin hanya kebetulan saja. Karena, kalau memang itu saya. Sudah pasti ada motornya di sini."Amilie terdiam sejenak. Ia mengingat motor yang dikendarai pria yang tadi, yang mana sosok itu persis seperti suaminya."Benar juga, tapi ...""Ya sudah, kalau begitu saya mau pulang duluan," kata David berusaha menghindari Amilie. Karena ia tidak ingin mendapat banyak pertanyaan lagi dari wanita itu."Hey, tunggu sebentar!" seru Amilie yang merasa ada sesuatu yang kurang dan belum ia tanyakan kepada David.David pun secara terpaksa berhenti dan menoleh ke arah Amilie. "Apa tadi kamu me--..."Amilie menghentikan kalimatnya. Ia mengurungkan niat itu untuk bertanya. Sebab, ia pikir bahwa dirinya tidak mungkin menanyakan hal itu pada orang yang mungkin tidak mengenal suaminya sama sekali. Meski dalam
Amilie langsung terhentak. Jantungnya berdebar dnegan begitu kencang disertai rasa gugup yang menyelimuti. Dirinya tidak tahu apa yang harus dikatakan. Sebab, tidak ingin memperburuk situasi antara dirinya dengan Theo.'Bagaimana ini? Kalau aku jujur, apa dia akan marah? Tapi ...' pikiran itu terus berlarian.Amilie tambah bingung saat melirik Theo yang tengah menatap dirinya dengan tatapan yang sangat tajam. Seolah menghunus matanya."T--tadi saya 'kan sudah mengatakannya."Theo menghela nafas kesal. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Saya tahu kamu pergi dengan Stephen. Kalau kamu ingin menemuinya, kenapa tidak izin dulu padaku?" balasnya dengan nada ketus.Amilie tercengang. "Hah? Bagaimana mungkin dia tahu kalau aku pergi dengan Stephen? Apa dia mengikutiku? Atau ... Dia telah mengirimkan seseorang untuk memantau aku?" batin Amilie dengan kedua bola mata terbelalak dan bibir komat-kamit. "Kalau tidak mau jujur, tidak masalah. Tapi, jangan salahkan aku kalau tidak peduli la
"Tapi, bagaimana kalau kita lain kali bertemu. Ada sesuatu hal yang masih ingin sekali aku bicarakan denganmu," tutur Stephen."Lihat saja nanti, aku harus izin dengan suamiku dulu. Ya sudah, kalau begitu selamat malam. Aku harus tidur sekarang," balas Amilie. Ia pun kemudian mematikan telepon itu dan merebahkan tubuhnya kembali.Memikirkan kejadian yang tadi, membuat Amilie ragu untuk bertemu dengan Stephen. Sebab, ia tidak mau jika hubungannya dengan Theo pun menjadi berantakan akibat orang di masa lalu."Euhh, sialan!!!" teriak Stephen sembari meremas ponselnya sekuat tenag a.Tiba-tiba, Amanda yang merasa rindu dengan Stephen pun kemudian menghubungi tunangannya itu."Siapa lagi ini!" umpat Stephen.Karena tidak mau membuat Sanajaya kecewa dengan dirinya. Ia pun menjawab telepon itu. "Halo.""Halo, sayang. Bagaimana kabarmu? Oh iya, sekarang kamu ada di mana? Bagaimana kalau kita bertemu?""Tidak bisa!" jawab Stephen refleks saat dirinya merasa kesal. Dua kata itu terucap begitu
Saat tengah menatap Amilie, tiba-tiba saja istrinya itu berpindah posisi dan nyaris terjatuh ke lantai. Untungnya, dengan sigap Theo langsung menyangga kepala Amilie.Dari samping istrinya itu, secara perlahan selama hampir satu menit ia menjadi penyangga. Sebab, ia merasa tidak tega untuk membangunkannya. Sesekali ia memandangi Amilie. "Aaaahhh pegal sekali, tapi kalau aku membangunkannya, nanti istirahatnya bisa terganggu," gumam Theo.Sampai pada akhirnya, ia duduk di lantai sembari menahan Amilie yang tidur di tangannya.***Pada malam harinya, Amilie berganti posisi kembali. Tetapi, pada saat yang sama ia merasa ingin buang air kecil. Sehingga, walaupun masih mengantuk. Ia terpaksa bangun malam-malam dan membuka perlahan matanya yang masih rapat itu.Ia mencium wangi yang sangat dirinya kenal. "Wangi partum ini sepertinya bukan berasal dari tubuhku," ucap Amilie sembari mencium tubuhnya sendiri. Namun, ia yang tercium malah bau dirinya yang lain. Karena penasaran, dirinya pun me
Dibalik tembok kamar, Theo menoleh. Lalu, perlahan berjalan mengendap-endap menuju kamarnya. Di sana ia langsung terduduk dengan nafas terengah-engah. "Untung saja aku buru-buru pergi," ucapnya.Saat nafasnya mulai kembali seperti biasa. Ia terbayang pada Amilie yang dengan begitu perhatian menyelimuti dirinya. Rasa nyaman itu kian muncul dan menyebar luas. Mulailah saat di mana ia merasa bahwa berpisah dengan Amilie adalah yang terburuk. "Sampai kapanpun, aku tidak akan membiarkanmu pergi. Kalau saat ini kamu belum bisa menerimaku, maka aku akan terus menunggu sampai saat itu tiba."Theo pun berpindah menuju tempat tidur, ia melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda. Di kamar yang lain, Amilie masih bingung dengan Theo. Tetapi, ia tidak mau memikirkannya lagi. Perlahan, ia memejamkan matanya dan melanjutkan tidur.Hingga, pada pagi harinya. Dengan kepala yang masih agak berat, ia keluar dari kamar tidur untuk pergi menuju dapur. Tetapi, saat di dekat pintu dapur. Tak sengaja dir
"Sudah, Mas. Mending kita lanjut sarapan lagi, siapatahu aja itu cuma pelayan di rumah ini," celetuk Amilie.Amilie pun melanjutkan makan kembali tanpa mempedulikan kecurigaan Theo selama sarapan.Theo menyuap makanan kembali ke dalam mulutnya. Tetapi, telinga itu terus fokus ke sesuatu yang lain. Set! Terdengar samar suara seseorang yang tengah melewati tempat itu. Membuat Theo menghentikan sendoknya yang hendak memasukkan makanan itu ke dalam mulutnya tersebutTheo pun langsung bangkit dari duduknya. Lalu, perlahan melangkah mengintip sekaligus untuk mencari tahu siapa orang yang membuat hatinya merasa gelisah itu."Tunggu di sini," bisik Theo kepada Amilie.Theo pun keluar dari ruangan itu dan pergi ke tempat di mana sebelumnya terdapat suara yang mencurigakan. Namun, setelah dilihat tidak ada apa-apa.Lalu, tak lama kemudian datanglah pelayan rumah itu dan bertanya. "Tuan, apa yang sedang Anda lakukan di sini?" Theo yang sedang fokus pun langsung terhenyak dan menoleh ke samping
Drap Drap Drap!Theo berjalan menuju mobil itu dengan Santoso. Santoso mendekat dan tampaknya ia ingin menanyakan sesuatu. Tetapi, entah angin apa yang membuatnya mengurungkan niat tersebut.Pada akhirnya, ia hanya bicara mengenai sesuatu yang mendasar saja."Nak, biar Papa saja yang mengemudi! Papa lihat, kondisi kamu sedang kurang baik!" ujar Santoso meminta kunci mobil yang ada di tangan menantunya tersebut.Dengan wajah tampak kusut, Theo menoleh lalu memberikan kunci mobil. "Terima kasih, Pa," ucapnya dengan singkat. "Apa yang terjadi? Sepertinya dia tengah memikirkan sesuatu dengan serius? Apa ada masalah yang begitu memberatkan pikirannya?" batin Santoso sembari menatap wajah Theo."Terima kasih buat apa?" tanya Santoso sembari memasuki mobil. Begitu juga dengan Theo yang masuk ke dalam mobil tersebut. Tetapi, kali ini mereka pindah posisi, karena yang mengemudikan mobil itu saat ini adalah Santoso."Terima kasih karena Papa sudah mengerti keadaan saya," sahutnya, singkat.San
"Papa habiskan dulu sarapannya!" ujar Dania kepada Santoso yang langsung bangkit. Padahal, saat itu ia hanya baru makan dua sendok saja.Santoso pun menoleh ke arah Dania. "Papa harus pergi ke suatu tempat dulu!" Ia pun kemudian berjalan keluar dari sana. "Ayo, Nak! Kita harus pergi sekarang!"Awalnya, Theo terdiam. Ia bingung dengan maksud Santoso. Sebelumnya ia bahkan tidak diberitahu kemana dirinya akan diajak pergi. Tetapi, kemudian ia ikut dengan ajakan tersebut."Mas, kamu mau pergi ke mana?" tanya Amilie yang juga penasaran dengan itu. Sedangkan Amanda, ia hanya terdiam.Setelah sekian lama dirinya sendiri, ia pun akhirnya sadar dan tak lagi mengganggu rumah tangga adiknya. Dirinya tidak mau jika di masa depan, ada seorang pengganggu dalam rumah tangga yang nanti akan dibangunnya tersebut."Aku harus pergi dulu. Kamu jaga diri baik-baik ya, sayang~"Theo mengecup dahi Amilie, lalu melangkah pergi dari ruangan itu.Tanpa tahu menahu apa yang akan dilakukan oleh Santoso dengan
"AWAAAASS!!!" Teriak Rosalina kepada sopir yang terlihat tidak berkendara dengan baik.Namun, Rosalina tidak tahu jika sopir itu ternyata mengantuk hingga kehilangan fokus saat mengemudikan mobil.BRAAKK! DUAAAARRR!Mobil taksi menghantam keras mobil lainnya yang sedang berkendara dengan kecepatan yang tinggi. Hingga membuat kedua mobil tersebut penyok dan parahnya. Para pengendara termasuk penumpang di sana mobil itu harus mengalami luka yang begitu hebat."Aaarghhh!" Rosalina meringis kesakitan. Ia memegang kepalanya dan dirinya langsung syok begitu melihat banyaknya darah dalam kepalanya tersebut.Rosalina melihat ke sana kemari sembari memegang sebuah tas yang berisi uang.Orang-orang, termasuk para polisi yang ada di sana pun langsung menghampiri ke arah mobil yang mengalami tabrakan hebat tersebut.Tidak mau keberadaannya diketahui oleh para polisi, ia pun bermaksud kabur sebelum para polisi itu sampai pada mobil tersebut."Aku harus melarikan diri dari sini!" gumamnya sembari
Pagi ini, cuaca tampak cerah dengan kicauan burung yang semakin melengkapi pagi mereka. Dengan senyum bahagia, mereka mempersiapkan segalanya untuk kepulangan mereka hari ini. Namun ...Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu membuat keduanya menoleh secara bersamaan ke arah suara itu berasal. Ada rasa penasaran dalam benaknya."Siapa, Mas?" tanya Amilie ke arah Theo.Theo mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu, sayang. Mungkin itu Papa," jawab Theo, ngasal. Karena yang ada di pikiran Theo saat itu hanya Ayah mertuanya yang kemarin banyak bertanya kepada dirinya."Masuk saja!" sahut Theo sembari menoleh ke arah pintu. Klek! Pintu terbuka.Seorang pria datang ke ruangan itu dengan sopan. Lalu, ia berdiri di hadapan Amilie dan Theo. Theo yang melihat pria yang ia pikir membeli restoran itu ada di hadapannya membuat dirinya langsung tercengang kaget "Bukannya kamu yang waktu itu ...!" Theo mengingatnya, bahwa orang itu merupakan orang yang membeli restorannya kala itu."Benar. Kita pernah ber
Di dalam sebuah ruangan rumah sakit tersebut, Amilie duduk sembari melihat ke arah jendela. Ia menunggu kedatangan suaminya yang sampai kini pun belum kembali."Mas, kamu dimana? Kamu baik-baik saja, 'kan?" ucap Amilie. Ia terus berbicara sendiri.Klek! Pintu pun terbuka.Theo datang ke rumah sakit itu dengan bayi yang ada di dalam pelukannya. Suara tangisan bayi itu semakin terdengar nyaring. Hal ini membuat Amilie langsung berlari menuju Theo. "Mas, berikan dia padaku, aku yakin dia merasa lapar ...!" pinta Amilie kepada suaminya yang masih memeluk erat bayi itu.Perlahan, Theo pun memberikan bayi itu kepada Amilie. Ia memeluknya dengan penuh cinta, lalu berjalan menuju ranjang sana. Dirinya duduk, lalu memberikan asi kepada bayinya."Mas, tidak terjadi sesuatu sama kamu, 'kan?" tanya Amilie sembari menyusui."Tidak ada, sayang. Aku baik-baik saja," jawabnya.Tetapi, wajahnya seolah menahan rasa sakit. Sayangnya, saat itu Amilie tidak menyadari keadaan suaminya. Yang ia paling ped
"Cepat lemparkan tas itu sekarang!" teriak seseorang yang datang terakhir itu. Lantas, Theo pun kemudian melemparkan tas itu ke wajahnya. Pada saat yang bersamaan, seorang pria datang ke tempat itu dan mendahului mengambil has tersebut.Theo pun dibuat heran dengan sosok tak dikenalnya itu. Lalu, secara beruntun yang lainnya datang ke tempat itu dan melawan ketiga penjahat tersebut.Rosalina dalam balutan topeng di wajahnya itu dibuat syok. "Hah! Siapa mereka?" gumamnya dengan melirik ke setiap orang yang datang dan seolah hendak membantu Theo.Tetapi, di sisi lain Theo merasa senang karena sepertinya mereka akan membantunya dari orang-orang jahat tersebut.Di sana mereka bersiap melawan para penjahat. Begitu pun, para penjahat yang seolah tidak takut dengan mereka.Namun, tak berselang lama setelah itu, kini para polisi datang ke tempat itu bersama para bodyguard Santoso. Hingga, tempat itu terkepung. "Serahkan bayi itu sekarang!"Alih-alih menyerah, Rosalina malah menggunakan bay
Theo terus mengemudi dan mengemudikan mobilnya ke tempat yang telah disebutkan itu. Tetapi, dirinya tak menemukan tempat yang disebutkan tersebut. Hingga, pada akhirnya ia turun dari mobil untuk menanyakan alamat itu kepada orang sekitar.Dengan membawa sebuah tas yang berisi uang, ia pun kemudian berjalan kepada seorang penjaga kios yang ada di sana."Permisi, apa boleh saya tanya?" ucap Theo.Penjaga kios itu menghentikan pekerjaannya sejenak, lalu menoleh ke arah Theo. "Boleh. Mau tanya apa?" sahutnya dengan nada datar."Apa kamu tahu dimana letak sebuah rumah tua yang ada di dekat kontrakan sekitar sini?" tanya Theo lagi."Oh, kalau itu ... Dari sini kamu berjalan lurus. Sekitar lima langkah dari sini ada sebuah gang kecil, kamu jalan yang itu terus saja ikuti gangnya. Nah, setelah itu kamu sampai!" jelasnya."Kalau begitu, terima kasih," ucap Theo kepada orang itu.Sembari tersenyum, penjaga kios itu pun menyahutnya. "Iya, sama-sama. Mau minum kopi dulu, Pak?" tanyanya basa-basi
"Mas, kita bahkan tidak punya uang sebanyak itu? Dari mana kita mendapatkannya?" lirih Amilie sembari menangis.Lalu, kemudian ia mengingat sesuatu yang membuat dirinya menyeka air matanya segera dan langsung mengambil ponsel."Kamu mau apa, sayang?" "Mau harus minta tolong sama Papa, Mas. Untuk uang sebanyak itu, aku yakin tidak sulit untuk Papa memberikannya!" sahut Amilie dengan serius.Theo pun kemudian terdiam, ia tak lagi menyahut apa yang Amilie katakan. Lantas, Theo pun kemudian mencoba untuk menghubungi beberapa rekannya dengan menawarkan restoran miliknya. Tetapi, tak satupun dari mereka yang tertarik dengan itu."Sepertinya aku masih memiliki foto itu!" batin Theo.Amilie yang mencoba menghubungi Santoso pun terus melakukannya sampai sang Ayah menjawab telepon darinya."Kenapa Papa tak menjawab telepon dariku?" umpat Amilie kesal.Ia mencobanya lagi dan tau menyerah sebelum dirinya mendapatkan kepastian akan hal itu."Sayang, lebih baik kamu urungkan niat kamu untuk meng
"Berhenti di sini saja, Pak!" pinta Rosalina kepada taksi itu.Rosalina pun membayar ongkosnya, lalu bergegas pergi memasuki gang kecil menuju rumahnya. Di gang kecil itu, ia langsung melepas kacamata dan masker yang sempat menutupi serta menyamarkan wajahnya.Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutinya."Aku harus segera masuk ke dalam rumah! Tak seorang pun yang boleh tahu kalau akulah pembunuh itu!"Meskipun, saat ini dirinya selamat dan belum ada yang mengetahui akan apa yang dilakukan sebelumnya terhadap seorang perawat wanita. Tetap saja, hatinya tidak bisa dibohongi.Brakk! Rosalina menutup pintu itu dengan keras. Dirinya pun langsung meletakkan bayi itu di sana. Namun, tiba-tiba saja bayi itu menangis karena merasa lapar dan butuh asupan ke dalam tubuhnya."Mana bayinya malah nangis! Apa yang harus aku lakukan sekarang?!" batinnya.Rosalina mengambil kembali bayi itu dan mencoba menimang-nimangnya agar tidak menangis. Namun sayang,