Perasaan resah dan gelisah tidak bisa Olin hindari. Setelah berbicara dengan Intan dan membuka semua fakta yang Gevan sembunyikan, semuanya langsung berubah. Pandangan Olin terhadap Gevan sedikit berubah. Sekarang dia semakin yakin jika perubahan pria itu ada kaitannya dengan Putri. Seolah menggunakan kaca mata kuda, Olin berusaha percaya dan menutup mata selama ini. Dia mencoba percaya akan perubahan Gevan ke arah yang lebih baik. Benar, Olin memang melihat perubahan itu. Namun setelah tahu jika Gevan sedang menyembunyikan fakta akan Putri, Olin menjadi ragu. Apa benar Gevan telah berubah? Untuk mengetahui itu semua hanya bisa dilakukan satu cara, yaitu berbicara empat mata dengan Gevan. Olin tidak bisa berpikir jernih jika itu berhubungan dengan Putri, seolah dia memiliki alarm penanda untuk tidak berurusan dengan wanita itu. Saat ini, Olin duduk di sofa apartemen dengan tatapan datar. Televisi yang menyala ia abaikan karena terlalu banyak hal negatif yang ia pikirkan. Seb
Gevan berdiam diri di dalam mobil dengan melamun. Meskipun lelah, tetapi dia tidak ingin tidur. Dia tengah menunggu kedatangan Olin saat ini. Banyak hal yang harus mereka bicarakan, terutama mengenai pesan singkat yang Olin kirim dua jam yang lalu. Setelah membaca pesan yang sangat menyakitkan itu, Gevan langsung bergegas ke rumah Olin. Sudah mengetuk pintu berkali-kali pun tetap tidak ada jawaban. Gevan baru sadar jika Olin tidak ada di rumah saat melihat lampu teras yang tidak menyala. Gevan juga tidak melihat kendaraan Olin di mana pun. "Kamu di mana, Sayang?" gumam Gevan kembali membaca pesan yang Olin kirim. Pesan itu menjadi kabar buruk untuk Gevan. Untuk yang kesekian kalinya dia dibuat menangis karena Olin. Gevan sangat takut, ketakutannya selama ini menjadi kenyataan. Gevan tahu tidak selamanya dia bisa menyembunyikan masalah ini, tetapi dia tidak menyangka jika akan terbongkar secepat ini. Mata Gevan mulai terpejam. Seperti orang bodoh, dia akan tetap menunggu ke
Gevan keluar dari kantor Danu setelah berhasil meminta bantuan. Dia benar-benar mengikuti saran Anton dan Martin untuk berusaha mencari jawaban. Dia tidak boleh lemah hanya karena permasalahan yang belum tentu benar terjadi. Saat mendengar permintaan Gevan, Danu menunjukkan ekspresi yang sama. Dia akan dengan senang hati membantu Gevan. Biar bagaima pun semua terjadi di acara pernikahannya. Meskipun ini bukan salahnya, tetapi Danu merasa tetap harus bertanggung jawab karena menyatukan Gevan dan Putri di tempat yang sama. Gevan adalah sahabat yang sering membantunya di saat masa remajanya berjalan dengan tidak baik. *** Di hari libur, tidak ada waktu bersantai untuk Gevan. Sudah cukup dia memberikan waktu bagi Olin untuk sendiri. Sudah saatnya dia muncul untuk kembali membicarakan masalah mereka. Gevan tahu jika masalah utama pada hubungan mereka adalah dirinya. Oleh karena itu, Gevan berniat memperbaiki semuanya karena biar bagaimanapun hingga saat ini Gevan tidak mau berpis
Di dalam sebuah kamar, terlihat seorang wanita tengah duduk bersandar di tempat tidur dengan melamun. Tangannya bergerak mengelus perutnya yang mulai membuncit. Putri menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Matanya terpejam mencoba menenangkan hati dan pikirannya saat ini. Baru saja Putri kembali dari dokter untuk memeriksa kandungannya. Hasilnya tetap sama, kandungannya masih lemah. Dia juga sesekali merasakan nyeri pada perutnya. Meskipun kehamilannya datang secara tiba-tiba dan tidak diharapkan, bukan berarti Putri tidak peduli. Biar bagaimana pun bayi yang ada di perutnya adalah anaknya, darah dagingnya. "Masih mual?" tanya Andra memberikan sebuah piring berisi potongan buah. "Udah mendingan tapi masih pusing." "Udah aku bilang kamu nggak udah pikirin apa-apa. Fokus sama kehamilan kamu aja." Putri tersenyum kecut, "Gimana aku bisa tenang kalau Gevan nggak mau akui anak ini?" Andra menggenggam tangan Putri erat, "Kamu jangan khawatir. Aku udah janji bantu ka
Dengan bersiul, Gevan menuruni anak tangga dengan perasaan senang. Semalam adalah malam di mana dia bisa tertidur nyenyak setelah masalah yang ia hadapi akhir-akhir ini. Bahkan wajahnya yang memar karena pukulan Andra tidak terasa sakit sama sekali. Gevan sangat bahagia karena pada akhirnya semua telah terjawab. Sekarang fokus Gevan hanya satu, yaitu menemui Olin dan menjelaskan semuanya. Mungkin ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Bagaimana bisa Gevan begitu percaya diri dan tenang saat ini? Kenapa dia bisa yakin jika Andra tidak akan berulah lagi? Gevan merasa yakin bukan tanpa alasan. Ini semua karena Andra telah mengirimkan pesan singkat semalam yang mengatakan jika dia menyerah demi keselamatan anaknya. Meskipun terdengar ambigu, tetapi ucapan Andra bisa dipercaya dengan diperkuat bukti yang Danu kirim padanya tadi pagi. Sahabatnya itu berhasil mendapatkan rekaman CCTV di lorong kamar hotelnya. Seperti dugaannya, Putri masuk ke dalam kamarnya tepat pukul lima pagi dan
Andra menghela napas kasar dan meletakkan piring yang ia bawa ke atas meja. Melihat Putri yang masih menangis dengan diam membuat hati Andra sakit. Bahkan wanita itu tidak mau menyentuh makanannya sama sekali. Ini karena Andra yang telah menceritakan semuanya, tentang kegagalan rencana mereka, lebih tepatnya rencananya. "Seenggaknya kamu harus makan, Put." "Semua udah selesai kan, Ndra?" tanyanya dengan tatapan kosong. Andra meraih bahu Putri untuk menyadarkan wanita itu. "Semua udah selesai. Maaf kalau aku nggak bisa tepati janji aku untuk buat kamu bahagia. Aku nggak mau kamu keguguran hanya karena ikuti kemauan Gevan untuk tes DNA. Lagi pula, kita juga nggak mungkin bisa tes DNA, Put. Bayi itu bukan anak Gevan, tapi anak aku." Putri menunduk dan mengelus perutnya pelan. Air mata yang kembali menetes dengan cepat ia hapus. Egois jika Putri tidak mau kehilangan Gevan dan bayinya sekaligus. Namun sekeras apapun usahanya, Gevan tetap tidak akan mencintainya. Putri sangat me
Hawa dingin mulai mengganggu tidur Olin. Dengan mata yang terpejam dia bergerak mengeratkan selimut di tubuhnya. Setelah itu Olin akan kembali tidur. Dengan memeluk guling di sampingnya, Olin semakin nyaman untuk kembali terlelap. Tunggu... Guling? Mata Olim seketika terbuka. Dia menatap guling di hadapannya dengan aneh. Dia mulai melihat ke sekitar kamarnya dan tidak menemukan Gevan. Di mana suaminya? Olin berniat untuk bangun, tetapi gerakannya terhenti karena terkejut. Bagaimana dia tidak terkejut jika melihat sebuah kepala di sampingnya? Ternyata Gevan tengah duduk di atas lantai saat ini dan sibuk melakukan sesuatu. Olin kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal dan mengusap wajahnya kasar. Dia melihat ke arah jendela dan mendengar suara rintik hujan. Ternyata hujan datang pagi ini. Tak heran hawa dingin begitu menusuk tubuhnya. Apalagi saat ini tidak ada sehelai benang pun yang menutupi tubuh Olin. Dengan polos, Olin mengintip ke dalam selimut. Dia menggigit j
Olin tidak akan menyangka jika kehidupannya setelah menikah akan banyak yang berubah. Beruntung perubahan itu membuatnya nyaman. Seperti saat ini, hari ini adalah tepat hari kedua ia tinggal di rumah Gevan—lebih tepatnya Ibu Gevan. Awalnya Olin kira kehidupannya akan berjalan canggung, tetapi ternyata tidak. Olin terharu saat melihat Ibu Gevan benar-benar menerimanya di rumah ini. Bahkan saat Gevan bekerja pun, Olin tidak merasa terasingkan. "Ini semua Mama yang tanem?" tanya Olin melihat kumpulan bunga di dalam pot. Saat ini mereka berada di halaman rumah. Setelah pulang dari bekerja, Olin melihat Ibu Gevan tengah menyiram tanaman. "Enggak, Mama nggak suka bunga," ucapnya terkekeh, "Tapi Papa mertua kamu suka." Olin mendekat dan mengelus bahu mertuanya, mencoba memberikan ketenangan agar suasana tidak berubah sedih. "Gimana persiapan resepsi, udah semua?" Olin mengangguk, "Udah kok, Ma. Tinggal sebar undangan aja h-7 nanti." "Bagus, Mama dapet 300 undangan kan? Temen