ANASTASIA POV
Aku merapikan rambutku yang berantakan, sengaja mengikatnya ke belakang agar tidak terlihat berantakan.
Sial karena bangun kesiangan, aku jadi tidak sempat menata rambut-ku.
Eder,
Eder,
Berulang kali aku mengulangi namanya. Aku tidak baik dalam mengingat nama, terlebih nama calon saudara tiriku itu hampir sama, Eder kakaknya dan Earl adiknya.
Aku tidak perlu menjemput Earl, kata Daddy Earl sudah sampai kemarin malam dijemput Tante Yuli, Earl mengubah jadwal penerbangannya kemarin menghindari delay karena erupsi Gunung Agung, di Bali.
Dan disinilah aku,
Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta menjemput calon saudara tiriku yang lain, Eder, anak tertua tante Yuli.
"Dimana sih?" Gumamku celingak-celinguk, mulai kesal karena tidak ketemu-ketemu.
Hanya berbekal ingatan samar-samar dari foto yang Daddy tujukan kemarin malam, aku mencoba mencari wajah yang sesuai dengan yang ada di ingatkanku.
Wajah bule, akan selalu mencolok jika dibandara. gumamku dalam hati,
Aku berhenti didepan billboard besar yang menunjukkan jadwal dari pesawat-pesawat yang ada.
Mati aku,
Pesawat dari California sudah tiba dari setengah jam yang lalu.
Setengah jam yang lalu. ulangku panik. "Dimana sih Earl? Eh bukan, Eder."
"Ah iya telpon Daddy," merogoh saku celana mengambil benda yang satu-satunya disana, aku menekan speed deal pertama pada layar iPhone-ku.
Daddy.
Tuttt...
Nada sambung bergantian mulai terdengar,
Aku memutuskan untuk melanjutkan langkahku sekali-kali menoleh kesana-kemari mencari sosok Bule yang mungkin saja adalah Eder.
Hingga...
"Auw." Aku berbalik, menatap sengit orang yang dengan sembarangan duduk selonjor disalah satu kursi tunggu, "Hei kalau punya kaki itu..." kata-kataku menggantung saat melihat siapa pemilik kaki itu.
Eder Von... Aduh siapa nama belakangnya.
Dia,
Laki-laki dengan kaki panjang yang seenaknya selonjoran itu, Eder Von yang nama belakangnya bahkan masih belum aku ingat.
"Halo, iya Ana.." suara Daddy terdengar dari sambungan telepon.
"Gak jadi Dad, udah ketemu." Sahutku langsung mematikan sambungan telepon, dan masih menatap Laki-laki yang balas menatapku bingung.
"Eder Von, hmm." Aku berdaham, "Eder bukan?"
Persetan dengan nama belakangnya, yang jelas dia pasti EDER,
Calon saudara tiriku.
ā
EDER POV
Eder Von Mirendeff.
Itu namaku blasteran Jawa Perancis, berumur di pertengahan dua puluh tahunan.
Well, mungkin gen Prancis dari Daddy lebih dominan dibandingkan dengan Mommy yang notabennya seorang Jawa Tulen, maka dari itu tidak heran semenjak kakiku menginjak tanah kelahiran Mommy, semua terperangah menatapku.
Perawakan tinggi dan gagah, 185 cm dengan berat proporsional. Iris mata biru laut khas bule dan berbadan putih, membuat aku menjadi satu-satunya hal yang paling mencolok saat mengantri di area bea cukai.
Tapi jangan salah, aku bisa bahasa Jawa, kalau diperlukan.
Cool Mas Bro!!
Aku sudah tidak ada perasaan asing atau terusik dengan tatapan kagum dan menjadi pusat perhatian itu tapi aku paling membenci dimana aku harus berdiri lama, menunggu seseorang dan menjadi pusat perhatian terlalu lama.
Itu sialan canggung,
Tersenyum salah,
Tidak tersenyum juga lebih salah,
Ini Indonesia, terkenal dengan warga negaranya yang ramah. Dan itu benar-benar berbeda dengan Amerika. Disana, jika terlalu banyak tersenyum seseorang mungkin akan memukul wajahmu. Mereka akan berpikir jika kau orang mesum.
Dimana Anastasia Sandhy Nugroho itu?
Calon Saudara tiriku yang kata Mommy akan menjemputku.
Aku masih berdiri dengan koper di samping kananku, sesekali tersenyum canggung dengan beberapa pramugari yang terlihat sengaja berjalan didepanku.
5 menit..
10 menit..
15 menit..
Aku menoleh kekanan dan kekiri, tidak ada gadis yang berwajah sama dengan yang Mom kirim fotonya via W******p.
Anastasia Sandhy Nugroho, dia seumuran denganku.
20 menit..
25 menit..
Aku melirik jam-ku.
Sial, aku benci menunggu.
Dengan kasar aku menarik koperku menuju bangku tunggu terdekat, Menyelonjorkan kakiku lalu mengeluarkan benda persegi yang tak lain iPhone-ku.
5 menit lagi, dia gak datang, aku akan telpon Earl.
Hingga...
"Auw.." Desisanku berbarengan dengan orang yang dengan butanya menendang kakiku.
Belum sempat aku mengumpat lalu memarahinya, dia sudah mengeluarkan suara, "Hei kalau punya kaki itu..."
Keningku berkerut, dia Anastasia Sandhy Nugroho.
"Eder Von hmm.."
"Eder bukan?"
Binggo, dia Anastasia Sandhy Nugroho, calon saudara tiriku.
Aku bangkit dari tempat dudukku, dengan rasa sedikit ngilu di tulang kering-ku.
Dia lebih pendek dariku, kira-kira 165 cm dengan tubuh yang.. ya bolehlah, wajahnya melengo masih menunggu jawabanku.
"Eder Von Mirrenderf." Menyebutkan namaku, "Anastasia Sandhy Nugroho?" aku balik bertanya padanya, memeriksa apakah benar dia orangnya.
"Oh iya, Mirrenderf, tadi saya coba inget-inget cuma tetap gak inget." Dia tersenyum, "oh iya, saya Anastasia."
ā
ANASTASIA POV
"Gue tuh udah nunggu lama tau! Dan tulang kering gue sakit, gara-gara lo tendang!"
Tweng..
Terasa ada bunyi lucu di kepalaku yang menyadarkan lamunan keren tentang laki-laki yang ada dihadapanku ini. "Eh, Bule ngomong lo gue juga?" Dengan bloon-nya pertanyaan itu main keluar dari mulut-ku tanpa dicerna terlebih dahulu.
Wajah bingung Eder yang semula terlihat berubah menjadi ketus, "Emang kenapa Bule gak boleh ngomong gue lo?"
Garangnya.. Batinku, melihat nadanya yang ngegas tiba-tiba.
"Bukannya gitu, Cuma yaaa.." kalimat-ku menggantung, "Saya kira cuma bisa ngomong 5W+1H aja."
"Kenapa telat?" Cercanya, dia bahkan tidak menyahutiku.
Dia benar-benar kesal.
"Maaf, tadi jalanan macet." Jawabku bohong, aku gak mungkin bilang kalau aku bangun kesiangan-kan, itu bisa merusak image-ku.
"Kenapa gak lewat tol?"
"Masih macet." jawabku sesegera mungkin,
"Kok bisa macet?"
Dia itu cerewet, "Ya inikan Jakarta bukannya California."
Eder menatapku sinis, dan aku balik menatapnya, "Apa?" sahutku,
"Parkir mobil dimana? Pinggang gue udah pegel-pegel nih." Eder menarik kopernya berjalan beberapa langkah didepanku.
"Masih muda udah encok." sahutku, aku langsung menggigit bibirku sendiri menyadari jika seharusnya aku tidak menyahuti perkataannya dengan sembarang.
"Ngomong Apa?" Sahutnya menoleh padaku.
"Lah kamu tahu encok juga?"
Eder menghela nafas, "Oh Jesus Christ, Come on, apa lo mau gue seret kaya koper ini juga?"
"Iya iya." aku mengikutinya, sesekali melirik pada wajahnya yang terlihat tampan bahkan saat menggerutu tidak jelas.
Ini pertama kalinya aku ketemu Bule cerewet yang gak sabaran kaya dia!
ā
EDER POV
"Jadi, kamu kuliah atau fokus di bisnis?"
Aku melirik pada seseorang yang duduk disampingku, Ana mencoba untuk membuka obrolan denganku dan ini sudah kesekian kalinya ia berbasa-basi padaku.
"Sudah lulus." Jawabku malas.
Oh ayolah bukan memberi kesan buruk tapi aku sungguh sialan capek, seharian lebih diatas pesawat, mulai merasa jet lag dan ditambah dengan jemputan telat yang membuatku harus berlama-lama menjadi pusat perhatian.
Sukses menghancurkan mood-ku.
Totally Damaged.
Aku jadi sialan uring-uringan!
"Lulus tahun berapa?" Aku mendengar nada tak percaya, "Daddy bilang kamu punya bisnis."
"Tahun kemarin." Aku berpaling melihat jendela mobil, Jakarta yang selalu macet walaupun sudah berada di jalur tol.
Terlihat sama seperti apa yang aku baca dan yang aku lihat melalui berita,
"Aku punya Clothing Brand sendiri." Tambahku malas, merasa jika ia sudah kehabisan topik dan suasana di mobil menjadi canggung.
"Oh keren, jadi jurusannya?" tanyanya lagi,
Sedikit menyesal dengan keputusanku.
"Bisnis." sahutku singkat.
I don't even care if she thinking I'm so bad, karena tidak bertanya balik tentang dirinya. Oh my lord aku hanya ingin sampai rumah, pergi mandi lalu tidur.
"Jadi orang tua kita akan menikah." gumamnya, yang masih bisa kudengar.
Aku melirik ke arahnya sekilas, ekspresi wajah-nya menerawang, seperti mengenang sesuatu yang entah apa itu, mungkin bagian dari memory hidupnya.
"Mereka sudah cukup tua untuk mengambil keputusan." Sahutku sekenanya.
Aku tidak suka pembahasan ini.
Entahlah, aku terlalu lelah menanggapi orang tua yang bersikap egois hingga aku dewasa.
"Kamu setuju?" Tanya Ana seakan ia ragu untuk bertanya.
"Gue bilang gak pun mereka gak akan mau dengar." Aku menoleh sekilas pada Anastasia, ekspresinya masih sama.
First Impression, Anastasia tipikal orang yang mudah dibaca hanya dengan raut wajahnya.
Raut wajah Anastasia berubah, dia tertawa renyah, seakan mendengar lelucon garing dan dia perlu tertawa untuk menghargai lelucon itu. "Saya tidak bisa berkata apa-apa." Sahutnya, dia tersenyum, "Daddy terlihat bahagia."
Bahagia.
Apa Mommy Bahagia?
Entahlah, tapi bukankah, ini lebih baik?
Daddy bisa menikah dengan jalang itu dan aku bersikap tak mau tahu, lalu kenapa Mommy, tidak bisa.
"Bagaimana Daddy lo?" Tanyaku, aku ingin tahu apa Mommy mendapatkan seseorang yang pantas untuknya, aku harap tidak seperti Daddy.
"The best father ever." Ana tersenyum sekali lagi, aku berani bertaruh pasti dia memikirkan sosok Papa-nya.
"Dan gimana Mama kamu?"
"Be honest, gue sudah gak mengenal mereka sejak mereka divorce." Jawabku datar.
Mereka yang aku maksud disini adalah Kedua orang tua itu.
Aku menoleh kembali ke jendela, bayangan itu kembali menyeruak di kepalaku.
Bagaimana masa lalu membuatku berpikir sekali lagi apa arti keluarga yang utuh itu?
Apa ada keluarga yang benar-benar utuh?
Dan benar-benar memiliki peran untuk satu sama lain?
Atau memang ada beberapa orang yang tidak seberuntung itu, termasuk aku.
ā
EDER POVItu kenyataan,Suka tidak suka, Terima tidak terima,Keluargaku tidak seharmonis cerita yang ada.Well, fakta itu tidak menyakiti-ku lagi. Mereka divorce, saat aku masih belia dan semenjak itu, aku memutuskan keluar dari rumah dan bekerja paruh waktu sebagai model salah satu web fashion di California.That's why, aku sangat mencintai wajahku. Sangat bersyukur, Tuhan menganugerahkan wajah tampan hingga mencari uang disaat yang sulit menjadi mudah untukku. Cukup berdiam diri saja, aku sudah menghasilkan jutaan dolar di akun bank-ku.Aku tidak berniat mencampuri urusan orang tuaku, aku tidak peduli lagi. Mereka orang tua egois yang memilih mengakhiri semuanya daripada memperbaiki. Apa salahnya memperbaiki yang ada? mereka punya anak-anak yang cukup dijadikan alasan untuk tetap tinggal.Aku pernah memohon, memohon demi aku dan Earl yang saat itu masih sangat membutuhkan Daddy dan Mom. Tapi, tangisan anak remaja bahkan tidak bisa meruntuhkan keegoisan, kemarahan serta keras kepa
EDER POVHarus aku akui calon ayah tiriku memang hebat,Bagaimana dia mendesain rumah minimalis ini dengan begitu apik, hunian yang sangat diimpi-impikan setiap orang. Bahkan detail sederhana seperti tatanan hiasan pun diperhatikan sangat baik.Aku tercengang,Nugroho Putra, Dia memang bukan arsitek biasa, tidak hanya kreativitas yang tinggi dia juga punya selera yang bagus.Seperti kamar yang aku tempati saat ini, didominasi dengan warna abu-abu, benar-benar terlihat elegan dan nyaman untuk ditinggali. Aku mengangguk-angguk sekali lagi, meninggalkan koper-ku hanya beberapa meter di dekat pintu. Menjatuhkan tubuh lelahku di kasur empuk yang sedari tadi melambai-lambai ke arahku."Finally." Desahku lesu,Mataku menatap langit kaca yang langsung menampilkan langit luar.Aku menyukai detail ini, sekali lagi aku hanya bisa mengagumi bagaimana calon ayah tiriku yang jenius dalam mendesain interior rumah. Apakah dia tidak keberatan jika kuminta untuk mendesain sebuah rumah untukku di masa d
ANASTASIA POVAku menaruh baju-baju pantai able, entah itu baju renang, bikini, gaun malam atau pun gaun yang akan dipakai saat pernikahan Papa.Sebentar lagi rumah ini akan diisi penghuni baru, Rumah ini tidak akan sama lagi seperti sebelum-sebelumnya. Rumah yang semula hanya diisi aku, Papa, dan beberapa pegawai pembantu rumah tangga mungkin akan terasa ramai karena akan menambah tiga orang sekaligus.Aku mengedarkan pandanganku keseluruh bagian kamar yang sudah kutempati hampir 20 tahun, aku tidak pernah sekalipun pindah kamar, hanya beberapa kali mendekor ulang kamar menyesuaikan dengan seleraku yang suka berubah-ubah mengikuti mode yang ada.Kamar tidur yang pernah berganti cat hingga berkali-kali, dari warna pink - ungu - biru muda - Peach dan berakhir pada warna abu-abu muda. Aku tersenyum singkat, ada perasaan berdebar-debar yang sulit aku ungkapkan setiap kali membayangkan akan hidup bersama dengan calon pendamping Papa.Aku tahu itu bukan hal buruk, tapi aku rasa, akan banya
ANASTASIA POVAku merasa seperti gadis buruk rupa yang mendadak menjadi pusat perhatian, karena dua cowok Bule dengan celana kolor yang males-malesan berjalan disampingku dengan wajahnya sialan mencolok dan berbeda. Bahkan dengan celana kolor yang mereka kenakan tidak mengurangi pesona mereka.Sejak kapan celana kolor terlihat keren dipakai untuk ke mall,Ibarat angsa berbaur dengan bebek. Entah bagaimana aku merasa seperti bebek yang salah berbaur dengan rombongan angsa yang cantik dan elegan,Aku melirik mereka malas, tapi tidak bisa berhenti melirik tingkah mereka. Entah sudah keberapa kalinya aku mencuri pandang kepada mereka berdua.Berjalan dengan tangan disaku,Celingak-celinguk,Dan yang paling menyebalkan, mereka masih mempesona dengan tampang melongonya.Sejak kapan tampang melongo gak tahu apa-apa begitu sedap dipandang.Sedangkan diriku, yang sudah mencoba untuk tampil mempesona terhempas jauh dengan outfit Celana kolor mereka. Eder dan Earl, mereka cocok menjadi model Ce
EDER POVAku bisa melihat bagaimana bentuk pulau Bali sebelum pesawatku mendarat,Ini kali pertama aku ke tempat ini. Dan perasaanku masih berantakan, Ya, aku belum pernah ke Indonesia, bukan berarti aku tidak punya uang tapi Indonesia salah satu negara yang membuatku berfikir dua kali untuk berkunjung setelah Korea Utara.Jangan bertanya kenapa, karena aku sudah cukup lelah mendikte alasannya.Aku melepas Safe Balt saat Pramugari sudah memberi isyarat jika pesawat sudah mendarat dengan aman di Bandara Ngurah Rai, Bali.Tersenyum Samar,Akhirnya aku menginjakkan kaki dengan percaya diri disini.Aku tidak akan mengelak, beberapa tahun yang lalu saat aku sudah bisa mengurus semuanya sendiri, aku sempat berfikir untuk datang kesini, tapi..Aku menaikan bahuku, lupakan saja, sekarang aku disini.Jangan membebani diri dengan pikiranmu sendiri, Ed.Mataku menangkap Earl yang merapihkan dirinya sebelum bangkit dari kursi pesawat yang ia duduki sejak dua jam perjalanan.Perang dingin, ini ma
AUTHOR POVAnastasia terlihat bahagia berlarian dipinggir pantai bersama Arcila, mereka berlarian menghindari ombak sambil sesekali tertawa menertawakan ekspresi lucu satu sama lain.Pantai, merupakan hal terfavorit untuk Anastasia. Dia memiliki angan-angan suatu hari nanti, akan menikah dibawah sinar bintang, dengan ditemani suara deburan ombak dan angin yang tak henti menerpa wajahnya. Impian seorang gadis akan pernikahan idamannya.Seketika gelak tawanya berhenti, saat melihat seseorang Anastasia membeku. Dia bahkan tidak menghindar saat ombak besar menerpa betisnya. Dari kejauhan bisa dilihat bagaimana ekspresi bahagia Anastasia sirna dalam sekejap, senyumnya perlahan menghilang saat ia melihat laki-laki yang pernah menjadi masa lalu gilanya.Laki-laki yang dulu dia fikir akan menikahinya,Laki-laki yang diharapkan mengwujudkan impiannya,Laki-laki yang menjadi alasan untuk setiap mimpi dimasa depannya,Nathan Erlangga.-ANASTASIA POV"Auntie."Panggilan Arcila mengejutkanku, Aku
EDER POVAku menghentikan langkahku saat melihat Anastasia berlari kecil kesana kemari ikut mengatur menata pesta makan malam antar keluarga nanti malam, sesekali dia berbicara pada pelayan seperti memberi intruksi.Sesuatu yang tidak pernah bisa aku lakukan, bersandiwara untuk terlihat baik-baik saja.Dengan gesitnya dia berlari kesana kemari, aku bisa melihat bahwa mendekorasi pesta ini membuatnya senang. Tapi entah kenapa aku kasihan melihatnya,Tak henti-hentinya dia tersenyum, dan berlari hingga tiba-tiba langkahnya berhenti.Anastasia mematung memeluk satu buket cukup besar berisi bunga Lily, membuatku mengerutkan kening karena keheran melihat keceriaannya menghilang persekian detik seperti tertiup angin. Aku berusaha mengikuti arah pandangnya, dan aku menangkap laki-laki bersama seorang perempuan berjalan bergandengan, berbincang ringan dan sesekali tertawa bersama.Nathan, dan entah siapa perempuan yang ada disampingnya.Aku kembali melihat kearah Anastasia, dia masih diposisi
EDER POVAku tidak terlalu suka berada dikeramaian, terlebih berada dilingkungan asing yang sama sekali tidak kukenal. Tapi saat ini aku tidak begitu merasa terbebani karena ada Anastasia yang dengan ringan memperkenalkanku dengan sanak saudaranya, membuatku bisa merasakan berada disebuah keluarga.Lebih tepatnya, keluarga besar.Anastasia memang benar seperti maskot keluarga Nugroho, dia peduli dan mengerti setiap keluarganya, Satu persatu.Mungkin, dia lebih paham bagaimana keluarganya dibandingkan dirinya sendiri."Itu namanya Bastian." Anastasia melambaikan tangannya saat laki-laki berjas hitam melambai lebih dulu kearahnya, "Dia baru selesai kuliah di Australia, padahal masuk kuliahnya barengan aku. Dulu waktu kecil dia gak seganteng itu, ingusan, gak mau pakai baju, gak tahu kenapa bisa secakep itu sekarang.""Lo sering kumpul-kumpul keluarga?" Tanyaku, masih memperhatikan satu persatu keluarga Anastasia yang super banyak itu.Jika aku Anastasia aku tidak yakin bisa mengingat ma
ANASTASIA POVSaat aku masih muda dulu aku sangat menginginkan putri kecil yang cantik, membayangkan memilki seorang anak perempuan itu sangat menyenangkan. Ramput panjangnya yang bisa aku ikat dengan berbagai model ikatan setiap kali anakku akan berangkat sekolah, pita dan ikat rambut warna warni terhias dengan sempurna diatas kepalanya, membayangkannya saja sudah membuat hatiku terasa hangat dengan perasaan bahagia.Aku ingin menggunakan dress warna atau model senada dengan anak perempuanku nanti, dan mendapatkan Adelaine dalam hidupku benar-benar seperti impian yang menjadi nyata. Tidak hanya itu, masih banyak hal lain yang ingin aku lakukan dengan Adelaine. Aku ingin mewujudkan impianku dulu, saat aku berharap memiliki seorang ibu diwaktu kecil.Sebelumnya hanya impian kosong seorang anak yang tidak memiliki ibu, impian yang tidak pernah bisa aku wujudkan. Tapi sekarang, aku memiliki Adelaine dan aku ingin ia menjadi anak yang istimewah dan selalu bahagia disetiap hembusan nafas
EDER POVSejak waktu yang lama aku berhenti bermimpi, aku tidak lagi memiliki keinginan lain selain sukses dalam karir. Aku berhenti memimpikan setiap hal mengenai keluarga, apapun itu, entah keluarga besarku yang kembali utuh atau aku yang memiliki keluarga kecilku sendiri.Aku bersikap egois untuk apapun yang aku sebut kesuksesan, aku menutup diri untuk apapun yang berkaitan tentang perasaan. Tapi itu yang membuatku semakin kesepian, dan itu menggerogotiku lebih dalam.Setelah aku menyerah pada setiap hal tentang keluarga, semesta malah memberikanku anggota baru dan memaksaku untuk menerima kenyataan jika aku akan memiliki Ayah sambung beserta saudara tiri yang tidak pernah kukenal sebelumnya.Seperti aku yang sudah menyerah akan keluarga, aku tidak dengan mudah menerima itu semua.Aku sempat marah tentu saja, itu tidak sesuai dengan apa yang kuharapkan tapi lagi-lagi tidak ada yang bisa aku lakukan selain menerimanya.Entah mulai dari mana, entah apa yang membuat semua keadaan beru
AUTHOR POVSarah melangkah dengan langkah lebar menghampiri Eder yang masih manahan tubuhnya di tembok, dia menendang kaki Eder membuat pria itu meringis bersamaan dengan tubuhnya yang terjatuh ke lantai. Air mata tidak henti-hentinya jatuh di pipi Sarah dalam lubuk hatinya melihat Eder seperti itu menyiksanya tapi mendengar apa yang Eder katakan sebelumnya membuat hatinya lebih terluka. Sarah menarik rambut Eder menyeretnya menuju pintu kamar dimana Anastasia berada. Eder berusaha menahan tubuhnya tapi saat Sarah menghentak rambutnya ia tidak kuasa melakukan apapun selain membiarkan dirinya dibawa Sarah dengan cara kasar.Sarah membuka pintu itu dengan kasar, langsung mengacungkan pistol yang ada ditangan kanannya pada Anastasia yang tersentak karena kedatangannya, "Aku benar-benar benci akhir yang bahagia.""Itu menyebalkan karena aku satu-satunya yang tidak bahagia, aku tidak akan membiarkan siapapun keluar dengan bahagia dari rumah ini." tambahnya sesekali terisak,Eder yang me
"Berdiri mencintai seseorang sendirian, itu bukan hal yang mudah."EDER POVAku menghembuskan nafas berat saat mendengar suara Sarah yang antusias. Perasaan menyangkal itu muncul, Benarkah sosok yang sangat aku kenal ini bisa menyakiti istriku?Dadaku langsung sesak saat menyadari Anastasia yang menghilang dan aku masih tidak tahu kondisinya sekarang, "Hallo." suaraku gemetar,"Kamu baik-baik saja Ed?" tanya Sarah, Bagaimana bisa baik-baik saja? Aku bingung dengan sikapmu yang biasa saja, aku bingung dengan nada suaramu yang seperti tidak ada masalah,Sarah jika kau bermain-main dengan Anastasia sekarang, itu berarti kau juga bermain-main dengan hidupku, Aku menarik nafasku, berusaha untuk bersikap normal dan tidak mencurigakan, bagaimana sikapku saat ini mungkin akan mempengaruhi keadaan Anastasia. Ya jika Anastasia benar-benar bersamanya, "Aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja, apa aku bisa bertemu denganmu?"Jantungku berdegup kencang setelah mengatakan maksudku, Apa di
"Kamu tahu apa yang paling bahaya dari cinta, saat cinta tidak lagi tulus dan berubah menjadi ambisi untuk memiliki seutuhnya. Karena cinta tidak sesuci itu, dia bisa berbahaya jika dimiliki oleh orang yang salah." AUTHOR POVHari demi hari sudah Anastasia jalani, tidak ada semenit pun Anastasia tidak menangis. Ini sudah hari ke dua Anastasia dirumah ini, rumah yang hanya ia ketahui jika Sarah tinggal disini dengan beberapa orang yang tidak pernah Anastasia temui.Selama dua hari ini, Anastasia merasa hidupnya seperti didalam neraka. Berubah 180 derajat dan ia tidak pernah membayangkannya.Sarah datang untuk berdebat dan menyiksanya, entah berapa kali Sarah hampir membunuhnya.Sarah sangat senang bermain-main dengan Anastasia, seperti sengaja membuat Anastasia ketakutan dan memilih untuk mengakhiri hidupnya, bahkan saat Anastasia mengeluarkan darah karena perlakuan Sarah bukannya merasa bersalah Sarah malah tertawa terbahak-bahak merasa puas.Anastasia tidak tahu berapa lama lagi ia
AUTHOR POVAnastasia merasakan pusing yang amat sangat saat membuka matanya, hatinya mencelos seketika menyadari keberadaannya disebuah kamar yang sangat asing untuknya. Dimana aku? batinnya, Hatinya berdegup kencang, tangannya menyentuh perutnya cepat-cepat. Instingnya berkata untuk segera melindungi bayinya,Anastasia hampir melompat saat mendengar tuas pintu berbunyi, tubuhnya seketika membeku saat melihat Sarah masuk kedalam dengan dress bunga-bunga. Senyumannya membuat bulu kuduk Anastasia berdiri, Bagaimana bisa Sarah disini? Anastasia menyadari bahwa ada yang tidak beres disini.Dengan gerakkan lemah gemulai Sarah meletakkan tangannya didepan dada, masih dengan senyum yang menakutkan."Bagaimana tidurmu?" tanya Sarah masih dengan senyuman itu yang membuat nafas Anastasia tercekat."Aku-aku ada dimana?""Kau aman ditempatku." ujar Sarah,Bayangan terakhir kali menyadarkan Anastasia, ada seseorang yang menculiknya, "Apa-" Suara Anastasia bergetar, "Apa kamu menculikku?"Jujur sa
AUTHOR POVSudah seminggu semenjak Eder sampai di Amerika, ia tidak pernah pergi keluar dari Rumah Sakit tempat Hans dirawat.Selama seminggu itu juga Eder tidak melakukan apapun selain menjaga Hans, dia memilih untuk menginap dirumah sakit dibandingkan pulang ke rumah ataupun Mansion Ayah-nya.Eder tidak menangapi semua orang yang ingin menemuinya, bahkan dia mengutus sekretaris Ayah-nya untuk memberi tanggapan atau klarifikasi pada pers yang membuat perkemahan sendiri diarea rumah sakit untuk mendapatkan berita tentang Ayah-nya.Setelah selesai memberi informasi terbaru mengenai kondisi Hans, Sekretaris Hans datang berkunjung untuk memberikan laporan serta menemui Boss besar-nya dan Eder."Dimana jalang itu?" tanya Eder, dia mengingat Laura kekasih Ayah-nya yang tidak kunjung datang sejak ia sampai di Amerika dan menunggui Hans.Sekretaris Hans berdaham, "Tuan besar sudah tidak bersama dengan Laura sudah sejak lama."Eder yang awalnya tidak tertarik menoleh untuk melihat Pria yang u
ANASTASIA POVSemua anggota keluargaku berkumpul di ruang tamu apartemen, mereka semua tampak cemas tapi dari semua ekspresi mereka Eder-lah yang terlihat paling tegang, dia bahkan tidak menggubrisku saat aku berusaha menenangkannya dengan menghusap-husap jemarinya."Anastasia tidak bisa ikut denganku ke Amerika." Aku menoleh pada Eder yang duduk disampingku, Eder menarik nafasnya lalu kembali berkata, "Anastasia sedang hamil besar jadi akan beresiko jika ia berpergian jauh.""Apa?" Aku tersentak, cukup terkejut hingga aku tidak bisa berkata apa-apa."Earl, segera buat visa lo, gue cari penerbangan akhir malam ini, gue berangkat duluan." Eder bangkit dari posisinya, kali ini dia melihat kearah Tante Yuli dan Daddy bergantian, "Tolong jaga Anastasia selama aku tidak ada, aku akan kembali sebelum Anastasia melahirkan."Tante Yuli dan Daddy hanya tertegun melihat Eder, mereka bahkan tidak mengatakan apa-apa saat Eder pergi masuk ke kamar tidur kami.Earl bangkit dari posisinya, "Aku akan
AUTHOR POV Anastasia terbangun dari tidurnya, matanya mengerjap-ngerjap sebentar sebelum ia meraih ponselnya dinakas untuk melihat jam.Jam sudah menunjukkan pukul 9 pagi, Anastasia menguap lalu bergerak bangkit dari posisinya.Eder telentang disampingnya, masih menggenakan jeans dan kaos yang ia kenakan semalam.Rasa bersalah memenuhi hati Anastasia, semalam dia dengan kejamnya meminta sesuatu yang mustahil, mana ada tukang ice cream rujak yang jual jam tiga dini hari. Anastasia menghusap rambut Eder sayang sebelum bangkit dari posisinya, dia benar-benar merasa bersalah.Kehamilannya sudah cukup tua hingga membuat Anastasia kesulitan berjalan, pinggangnya selalu terasa pegal, dan kakinya juga membengkak sejak bulan lalu saat kehamilannya menginjak bulan ke tujuh. Anastasia membuka pintu kulkasnya, alisnya bertautan saat melihat rujak dan es krim yang sudah sedikit meleleh dikuahnya. Senyuman mengembang diwajahnya, seakan tahu apa yang dilihat Mommy-nya perut Anastasia bergerak, "I