Deon duduk sambil memandang telunjuknya. Mengamati jari yang terbalut plester karena terluka. Dia berada di kamar, duduk di belakang meja kerja sambil tersenyum-senyum sendiri.“Ternyata dia sangat manis dan baik,” gumam pemuda itu dengan senyum yang tak lekang dari wajah.Awalnya Deon mengira jika Ayana galak, judes, juga sombong. Sejujurnya, dia pernah melihat Ayana beberapa kali sebelum acara pernikahan itu terjadi.Ayana pernah membeli kopi di kafe tempatnya bekerja, tapi wanita itu terlihat dingin dan terus fokus ke ponsel. Deon mengingat wajah Ayana, sedangkan wanita itu tidak. Bahkan Ayana mungkin lupa jika beberapa kali membeli kopi di kafe itu.Hingga saat Deon melihat Ayana yang sedang bertengkar dengan Rey, membuat Deon memilih mendekat dan membantu, tapi siapa sangka jika takdir malah membuat keduanya menikah.“Apa benar ini takdir?”Deon menatap langit-langit kamar, seolah di sana bisa menemukan jawaban yang mengganggu pikirannya. Dia tidak tahu, kenapa merasa tenang saat
“Kenapa kamu makan es krim? Bukankah es krim hanya untuk anak kecil?” Ayana keheranan melihat Deon yang memesan es krim.Deon melirik Ayana, satu tangan menyendok makanan manis dan dingin itu. Dia memilih memasukkan makanan ke mulut dulu, sebelum membalas pertanyaan Ayana.“Siapa bilang hanya untuk anak kecil? Bahkan es krim dimakan oleh orang dewasa juga tua, saat mereka butuh makanan manis ketika sedang stres atau lelah,” balas Deon kemudian kembali memasukkan suapan es krim ke mulut. “Lagi pula, bukankah aku masih kecil. Coba hitung, berapa umurku?”Deon kembali memasukkan suapan ke mulut, begitu menikmati makanan manis dan dingin itu, tapi tatapannya terus tertuju ke Ayana.Ayana mengerutkan alis mendengar balasan Deon. Baginya yang terbiasa sibuk bekerja, es krim bukanlah minuman yang tepat untuk menjaga staminanya ketika banyak pekerjaan.Deon masih menatap Ayana yang memberikan ekspresi aneh. Hingga dengan iseng mengulurkan suapan ke mulut wanita itu.“Buka mulutmu,” kata Deon
“Sumpah, aku tidak menyangka kalau kamu yang sejak dulu pendiam, bahkan sangat rajin dalam belajar, jadi kesayangan dosen, ternyata seorang Sugar Baby. Ternyata kemasan sangat menipu.”Deon menatap pemuda salah satu mahasiswa di fakultasnya. Meski Deon tidak tahu apa maksud ucapan pemuda itu, karena dia pun belum tahu tentang apa pun yang dibicarakan pemuda itu.“Katakan, De. Bagaimana caramu mendapatkan wanita kaya dan cantik itu. Ya, meski umurnya jauh di atasmu, tapi jika dilihat dengan seksama, dia seksi. Tidak ada ruginya jika punya Sugar Mommy seperti itu.” Pemuda yang mengajak bicara Deon terus bicara tanpa jeda, seolah bibirnya baru saja dilumas dengan oli hingga begitu licin.“Bagi tipsnya agar bisa mendapatkan wanita seperti itu,” ucap pemuda itu lagi.“Apa maksudmu? Aku tidak paham.” Deon masih bersikap tenang, apalagi merasa jika tidak melakukan kesalahan apa pun.Pemuda bernama Alex itu tersenyum miring mendengar ucapan Deon. Dia pun mendekat kemudian menunjukkan ponselny
Ayana bergeming sesaat mendengar ucapan Kyle, hingga kemudian tertawa lepas seolah sedang melepas beban yang ditanggung.Kyle hanya bisa menghela napas kasar, sudah tidak terkejut melihat Ayana yang menertawakan dirinya.“Maaf saja, aku tidak mau jadi istri keduamu. Memangnya kamu mau bikin kerajaan Harem?” Ayana menggelengkan kepala merasa asistennya itu suka mengada-ada, meski Ayana paham jika itu hanya bagian dari candaan Kyle. Baik dia dan Kyle tidak pernah menganggap serius ucapan yang menyangkut tentang asmara.“Ya sudahlah, tapi sebenarnya meski jadi istri kedua, yang penting kamu menikah,” balas Kyle lagi.“Itu maumu!” balas Ayana, “tidak perlu jadi istri keduamu, aku sudah jadi istri pertama untuk seseorang,” imbuh Ayana kemudian kembali fokus ke berkas di meja.Kyle baru ingat kalau mendengar Ayana menikah dengan pria lain. Kemarin dia tidak sempat menanyakan hal itu saat mengantar Ayana pulang.“Oh ya, omong-omong soal pria yang menikahimu. Dia benar-benar masih muda?” tany
Ayana pulang ke apartemen sedikit terlambat karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Saat sampai di apartemen, Ayana melihat sepatu Deon sudah ada di rak. Dia pun sedikit keheranan karena Deon tidak kerja paruh waktu.Ayana pun berjalan masuk sambil menyalakan lampu ruang tengah yang masih mati, hingga melihat pintu kamar Deon yang terbuka.Deon baru saja akan keluar, melihat Ayana yang baru saja datang, membuat pemuda itu terkejut. Dia sampai ingin kembali masuk kamar.“Tunggu!” Ayana mencegah Deon kembali masuk kamar.Deon memejamkan mata sekilas mendengar suara Ayana. Dia ingin menyembunyikan wajah dari wanita itu, sekarang malah ketahuan karena tidak tahu kalau Ayana sudah pulang.Ayana berjalan mendekat ke Deon. Dia menyadari jika ada yang aneh dengan wajah pria itu. Hingga saat sudah berhadapan dengan Deon, Ayana terkejut melihat wajah Deon yang memar.“Kenapa wajahmu penuh lebam?” tanya Ayana yang melihat luka di ujung bibir Deon, juga memar di pipi dan dagu suaminya
“Kenapa? Kenapa kamu tidak akan berpikiran seperti mereka?” tanya Ayana penasaran.Deon memperhatikan Ayana yang penasaran, tapi bukannya menjawab, dia malam memberikan senyum manis ke wanita itu.“Tidak ada alasan kenapa, atau kenapa. Ya, aku tidak tanpa syarat dan alasan,” jawab Deon yang enggan memberi penjelasan atas ucapannya.Ayana mengerutkan alis mendengar jawaban Deon. Melihat senyum yang terpajang di wajah pemuda itu, entah kenapa membuat jantung Ayana selalu saja berdegup dengan cepat. Namun, meski begitu Ayana selalu bisa mengontrol perasaannya. Dia tidak ingin kembali mudah terbawa perasaan, meski sikap baiknya tidak bisa dihilangkan.“Mana mungkin tidak ada alasan. Setiap orang memiliki alasan untuk menyukai atau membenci,” ujar Ayana yang merasa aneh dengan jawaban Deon.“Aku tidak punya alasan untuk membencimu, jika untuk menyukai, mungkin ada,” balas Deon sambil tersenyum manis, kemudian berdiri dan berjalan ke dapur.Ayana membeku di tempatnya mendengar ucapan Deon.
Ayana bergeming menatap Deon. Jangan lupakan telapak tangan yang menyentuh dada pemuda itu, membuatnya bisa merasakan detak jantung yang ada di dalam sana.Jantungnya pun ikut berdegup cepat. Dia sudah berjanji untuk tidak menaruh rasa, mengunci hati karena takut kembali tersakiti, tapi sekarang apa? Dia bahkan tidak bisa mengontrol aliran darah yang terus mendesir hebat.“Sepertinya otakmu benar-benar mengalami gangguan karena perkelahian,” ucap Ayana sambil mencoba menarik tangan dari Deon.Pemuda itu menahan tangan Ayana, entah apa yang sebenarnya dipikirkan Deon saat ini, sampai secara terang-terangan menunjukkan apa yang dirasakan.“Ya, otakku mulai mengalami gangguan, tepatnya setelah aku mulai menyukai apa pun yang kamu lakukan,” balas Deon lantas melepas tangan Ayana.Bukannya segera menarik tangan dari dada pemuda itu, Ayana malah kembali bergeming menatap Deon. Deon memperhatikan kedua pipi Ayana yang merah. Dia tersenyum dan kembali bicara.“Kenapa kedua pipimu merah?” Ten
Deon terkejut mendengar ucapan Ayana. Bahkan dia sampai mencubit lengannya sendiri untuk membangunkannya, jika apa yang sedang terjadi adalah mimpi.“Kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tidak beraksi. “Bukankah remaja seumuran kalian lebih suka berpacaran?” tanya Ayana lagi.Mungkin aneh, di saat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri, tapi Ayana malah menawari Deon berpacaran layaknya anak muda.“Sekarang kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tak kunjung membalas.Deon mengangguk dengan cepat, tidak mungkin melewatkan kesempatan yang diberikan Ayana.Ayana menahan senyum dengan mengulum bibir, saat melihat betapa lucunya Deon yang sedang mengangguk seolah mendapat sesuatu yang sangat diharapkan.“Baiklah,” ucap Ayana yang bingung harus apa setelah keduanya setuju mencoba menjalin hubungan.“Kamu seriuskan, Ay?” tanya Deon memastikan.Ayana menoleh Deon, hingga kemudian menjawab, “Itu jika kamu mau.”Seperti remaja yang baru saja sukses menyatakan perasaan. Deon terlihat sa