“Kenapa? Kenapa kamu tidak akan berpikiran seperti mereka?” tanya Ayana penasaran.Deon memperhatikan Ayana yang penasaran, tapi bukannya menjawab, dia malam memberikan senyum manis ke wanita itu.“Tidak ada alasan kenapa, atau kenapa. Ya, aku tidak tanpa syarat dan alasan,” jawab Deon yang enggan memberi penjelasan atas ucapannya.Ayana mengerutkan alis mendengar jawaban Deon. Melihat senyum yang terpajang di wajah pemuda itu, entah kenapa membuat jantung Ayana selalu saja berdegup dengan cepat. Namun, meski begitu Ayana selalu bisa mengontrol perasaannya. Dia tidak ingin kembali mudah terbawa perasaan, meski sikap baiknya tidak bisa dihilangkan.“Mana mungkin tidak ada alasan. Setiap orang memiliki alasan untuk menyukai atau membenci,” ujar Ayana yang merasa aneh dengan jawaban Deon.“Aku tidak punya alasan untuk membencimu, jika untuk menyukai, mungkin ada,” balas Deon sambil tersenyum manis, kemudian berdiri dan berjalan ke dapur.Ayana membeku di tempatnya mendengar ucapan Deon.
Ayana bergeming menatap Deon. Jangan lupakan telapak tangan yang menyentuh dada pemuda itu, membuatnya bisa merasakan detak jantung yang ada di dalam sana.Jantungnya pun ikut berdegup cepat. Dia sudah berjanji untuk tidak menaruh rasa, mengunci hati karena takut kembali tersakiti, tapi sekarang apa? Dia bahkan tidak bisa mengontrol aliran darah yang terus mendesir hebat.“Sepertinya otakmu benar-benar mengalami gangguan karena perkelahian,” ucap Ayana sambil mencoba menarik tangan dari Deon.Pemuda itu menahan tangan Ayana, entah apa yang sebenarnya dipikirkan Deon saat ini, sampai secara terang-terangan menunjukkan apa yang dirasakan.“Ya, otakku mulai mengalami gangguan, tepatnya setelah aku mulai menyukai apa pun yang kamu lakukan,” balas Deon lantas melepas tangan Ayana.Bukannya segera menarik tangan dari dada pemuda itu, Ayana malah kembali bergeming menatap Deon. Deon memperhatikan kedua pipi Ayana yang merah. Dia tersenyum dan kembali bicara.“Kenapa kedua pipimu merah?” Ten
Deon terkejut mendengar ucapan Ayana. Bahkan dia sampai mencubit lengannya sendiri untuk membangunkannya, jika apa yang sedang terjadi adalah mimpi.“Kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tidak beraksi. “Bukankah remaja seumuran kalian lebih suka berpacaran?” tanya Ayana lagi.Mungkin aneh, di saat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri, tapi Ayana malah menawari Deon berpacaran layaknya anak muda.“Sekarang kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tak kunjung membalas.Deon mengangguk dengan cepat, tidak mungkin melewatkan kesempatan yang diberikan Ayana.Ayana menahan senyum dengan mengulum bibir, saat melihat betapa lucunya Deon yang sedang mengangguk seolah mendapat sesuatu yang sangat diharapkan.“Baiklah,” ucap Ayana yang bingung harus apa setelah keduanya setuju mencoba menjalin hubungan.“Kamu seriuskan, Ay?” tanya Deon memastikan.Ayana menoleh Deon, hingga kemudian menjawab, “Itu jika kamu mau.”Seperti remaja yang baru saja sukses menyatakan perasaan. Deon terlihat sa
“Siapa yang datang sepagi ini?” Ayana bertanya-tanya.Deon pun merasa aneh karena ada yang bertamu sepagi itu. Hingga dia ingat sesuatu.“Jangan-jangan Ibu.” Deon buru-buru melepas celemek yang dikenakan.“Ibu? Bagaimana dia tahu apartemen ini? Kamu memberitahunya?” tanya Ayana panik.“Kemarin Ibu ke kampus untuk mengurus masalahku, dia bertanya di mana kita tinggal, jadi aku memberitahunya,” jawab Deon sambil menggantung celemek di tempatnya. Dia ingin membuka pintu.“Ibu yang mengurus masalahmu?” tanya Ayana keheranan.“Iya,” jawab Deon.“Besok lagi jika ada masalah, aku yang akan mengurusnya,” ucap Ayana yang tidak senang jika seolah tidak dianggap karena tidak tahu apa pun tentang pemuda itu.Deon malah bingung karena Ayana seolah ingin mengajaknya debat. Dia pun buru-buru berjalan ke pintu untuk melihat apakah benar jika yang datang Mita.“Ibu.” Benar saja yang datang adalah Mita.“Apa ibu mengganggu kalian?” tanya Mita sedikit sungkan, apalagi Deon lama sekali membukapintu.“Ah
Ayana pergi dari apartemen setelah Mita pulang. Dia kini mengemudikan mobil membelah jalanan kota yang terlihat ramai.Ayana tidak pergi ke perusahaan, melainkan ke kampus Deon. Tentu saja dia masih tidak bisa menerima keputusan kampus yang menghukum Deon, sedangkan pemuda itu hanya berusaha membela diri atas tuduhan yang tidak benar.“Apa kamu ingin kuliah lagi, sampai-sampai memintaku datang untuk menemanimu ke kampus.” Nabila baru saja turun dari mobil saat melihat Ayana datang. Dia keheranan karena sahabatnya itu memintanya datang ke kampus itu.“Bukan ingin kuliah lagi, aku hanya ingin kamu membantuku meluruskan masalah di sini,” ujar Ayana sambil melangkah ke arah gedung rektorat, bukan dekan lagi.Nabila mengerutkan alis, kemudian memilih mengikuti langkah Ayana. Tentu saja Nabila belum tahu soal berita yang beredar di kampus itu hingga membuat Deon berkelahi.Sepanjang jalan menuju ke gedung rektorat, para mahasiswa yang melihat tampak memperhatikan Ayana, mereka bahkan ada ya
Ayana menatap Hyuna yang kesal. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas, memperlihatkan jika dia sedang mengejek gadis itu.“Sombong sekali kamu.” Hyuna geram mendengar ucapan Ayana yang menyepelekan, bahkan kedua tangan yang ada di samping tubuh sampai mengepal erat.Ayana kembali menyunggingkan senyum, hingga kemudian membalas, “Aku bicara fakta gadis kecil. Kamu tidak akan paham dengan urusan orang dewasa.”Hyuna semakin emosi mendengar ejekan Ayana. Sampai tidak habis pikir kenapa Deon mau menikahi wanita di hadapannya ini.“Cepat atau lambat, Deon pasti meninggalkanmu. Siapa yang mau dengan wanita tua yang sombong dan arogan sepertimu!” hardik Hyuna sambil mengangkat dagu untuk menantang.Ayana tidak senang mendengar ucapan Hyuna yang menghina umurnya. Dia pun maju satu langkah hingga membuat Hyuna mundur.“Kamu yakin Deon akan meninggalkan ‘ku? Jika memang dia meninggalkan, apa kamu yakin dia mau dengan gadis yang berpikiran sempit sepertimu?” Ayana bicara dengan tatapan tajam.“Ak
Deon memang kini berada di lobi. Dia sengaja datang membawa makanan untuk Ayana. Entah apa yang dipikirkan, yang jelas Deon ingin mendekatkan diri, setelah Ayana setuju untuk berpacaran dengannya.Deon menunggu Ayana datang. Dia duduk di lobi memakai masker karena ada luka lebam di rahang juga luka di bibir. Jangan sampai disangka penjahat karena penampilan wajahnya.Namun, siapa sangka penampilannya sekarang malah mengundang pikiran negatif dari staff juga satpam di perusahaan itu, apalagi Deon duduk lama dan tidak ada yang mendatangi.“Maaf, kamu ingin bertemu siapa?” tanya satpam yang menghampiri Deon.Deon langsung berdiri saat melihat satpam berdiri di hadapannya. Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum meski tidak terlihat karena tertutup masker.“Saya menunggu seseorang,” jawab Deon sopan.Satpam itu melirik ke meja, melihat paper bag berisi kotak makanan.“Kurir, ya?” tanya satpam itu.Deon terkejut karena dikira kurir. Mungkin karena penampilannya yang sangat santai, dia memak
“Apa yang Hyuna katakan kepadamu?” tanya Deon penasaran karena Ayana tidak kunjung bicara.Ayana menatap Deon yang sudah memandangnya. Hingga wanita itu mencebik seolah apa yang akan dikatakan tidak penting.“Sudahlah jangan dibahas, mungkin aku saja yang sedang banyak kerjaan dan lelah, sehingga berpikiran berlebih,” ucap Ayana seolah tidak mau cerita, padahal sedang memancing Deon lebih penasaran.Cara Ayana memang bisa dibilang licik, tapi dia hanya ingin memberi pelajaran ke Hyuna, serta membuat Deon memperlihatkan seberapa pentingnya Ayana untuk pemuda itu.“Tapi aku mau membahasnya. Katakan, apa yang Hyuna katakan hingga membuat moodmu buruk?” tanya Deon memaksa karena penasaran.Ayana sedang ingin mengambil lauk, tapi terhenti saat mendengar pertanyaan Deon. Dia pun kembali memandang pemuda itu dengan suara helaan napas berat.“Dia bilang aku memang tidak layak untukmu, katanya aku juga terlalu tua. Ya, meski benar, tapi rasanya menyakitkan. Andai dia tahu kalau kita menikah ka