Deon terkejut mendengar ucapan Ayana. Bahkan dia sampai mencubit lengannya sendiri untuk membangunkannya, jika apa yang sedang terjadi adalah mimpi.“Kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tidak beraksi. “Bukankah remaja seumuran kalian lebih suka berpacaran?” tanya Ayana lagi.Mungkin aneh, di saat mereka sudah menjadi sepasang suami-istri, tapi Ayana malah menawari Deon berpacaran layaknya anak muda.“Sekarang kamu tidak mau?” tanya Ayana karena Deon tak kunjung membalas.Deon mengangguk dengan cepat, tidak mungkin melewatkan kesempatan yang diberikan Ayana.Ayana menahan senyum dengan mengulum bibir, saat melihat betapa lucunya Deon yang sedang mengangguk seolah mendapat sesuatu yang sangat diharapkan.“Baiklah,” ucap Ayana yang bingung harus apa setelah keduanya setuju mencoba menjalin hubungan.“Kamu seriuskan, Ay?” tanya Deon memastikan.Ayana menoleh Deon, hingga kemudian menjawab, “Itu jika kamu mau.”Seperti remaja yang baru saja sukses menyatakan perasaan. Deon terlihat sa
“Siapa yang datang sepagi ini?” Ayana bertanya-tanya.Deon pun merasa aneh karena ada yang bertamu sepagi itu. Hingga dia ingat sesuatu.“Jangan-jangan Ibu.” Deon buru-buru melepas celemek yang dikenakan.“Ibu? Bagaimana dia tahu apartemen ini? Kamu memberitahunya?” tanya Ayana panik.“Kemarin Ibu ke kampus untuk mengurus masalahku, dia bertanya di mana kita tinggal, jadi aku memberitahunya,” jawab Deon sambil menggantung celemek di tempatnya. Dia ingin membuka pintu.“Ibu yang mengurus masalahmu?” tanya Ayana keheranan.“Iya,” jawab Deon.“Besok lagi jika ada masalah, aku yang akan mengurusnya,” ucap Ayana yang tidak senang jika seolah tidak dianggap karena tidak tahu apa pun tentang pemuda itu.Deon malah bingung karena Ayana seolah ingin mengajaknya debat. Dia pun buru-buru berjalan ke pintu untuk melihat apakah benar jika yang datang Mita.“Ibu.” Benar saja yang datang adalah Mita.“Apa ibu mengganggu kalian?” tanya Mita sedikit sungkan, apalagi Deon lama sekali membukapintu.“Ah
Ayana pergi dari apartemen setelah Mita pulang. Dia kini mengemudikan mobil membelah jalanan kota yang terlihat ramai.Ayana tidak pergi ke perusahaan, melainkan ke kampus Deon. Tentu saja dia masih tidak bisa menerima keputusan kampus yang menghukum Deon, sedangkan pemuda itu hanya berusaha membela diri atas tuduhan yang tidak benar.“Apa kamu ingin kuliah lagi, sampai-sampai memintaku datang untuk menemanimu ke kampus.” Nabila baru saja turun dari mobil saat melihat Ayana datang. Dia keheranan karena sahabatnya itu memintanya datang ke kampus itu.“Bukan ingin kuliah lagi, aku hanya ingin kamu membantuku meluruskan masalah di sini,” ujar Ayana sambil melangkah ke arah gedung rektorat, bukan dekan lagi.Nabila mengerutkan alis, kemudian memilih mengikuti langkah Ayana. Tentu saja Nabila belum tahu soal berita yang beredar di kampus itu hingga membuat Deon berkelahi.Sepanjang jalan menuju ke gedung rektorat, para mahasiswa yang melihat tampak memperhatikan Ayana, mereka bahkan ada ya
Ayana menatap Hyuna yang kesal. Satu sudut bibirnya tertarik ke atas, memperlihatkan jika dia sedang mengejek gadis itu.“Sombong sekali kamu.” Hyuna geram mendengar ucapan Ayana yang menyepelekan, bahkan kedua tangan yang ada di samping tubuh sampai mengepal erat.Ayana kembali menyunggingkan senyum, hingga kemudian membalas, “Aku bicara fakta gadis kecil. Kamu tidak akan paham dengan urusan orang dewasa.”Hyuna semakin emosi mendengar ejekan Ayana. Sampai tidak habis pikir kenapa Deon mau menikahi wanita di hadapannya ini.“Cepat atau lambat, Deon pasti meninggalkanmu. Siapa yang mau dengan wanita tua yang sombong dan arogan sepertimu!” hardik Hyuna sambil mengangkat dagu untuk menantang.Ayana tidak senang mendengar ucapan Hyuna yang menghina umurnya. Dia pun maju satu langkah hingga membuat Hyuna mundur.“Kamu yakin Deon akan meninggalkan ‘ku? Jika memang dia meninggalkan, apa kamu yakin dia mau dengan gadis yang berpikiran sempit sepertimu?” Ayana bicara dengan tatapan tajam.“Ak
Deon memang kini berada di lobi. Dia sengaja datang membawa makanan untuk Ayana. Entah apa yang dipikirkan, yang jelas Deon ingin mendekatkan diri, setelah Ayana setuju untuk berpacaran dengannya.Deon menunggu Ayana datang. Dia duduk di lobi memakai masker karena ada luka lebam di rahang juga luka di bibir. Jangan sampai disangka penjahat karena penampilan wajahnya.Namun, siapa sangka penampilannya sekarang malah mengundang pikiran negatif dari staff juga satpam di perusahaan itu, apalagi Deon duduk lama dan tidak ada yang mendatangi.“Maaf, kamu ingin bertemu siapa?” tanya satpam yang menghampiri Deon.Deon langsung berdiri saat melihat satpam berdiri di hadapannya. Pemuda itu mengangguk sambil tersenyum meski tidak terlihat karena tertutup masker.“Saya menunggu seseorang,” jawab Deon sopan.Satpam itu melirik ke meja, melihat paper bag berisi kotak makanan.“Kurir, ya?” tanya satpam itu.Deon terkejut karena dikira kurir. Mungkin karena penampilannya yang sangat santai, dia memak
“Apa yang Hyuna katakan kepadamu?” tanya Deon penasaran karena Ayana tidak kunjung bicara.Ayana menatap Deon yang sudah memandangnya. Hingga wanita itu mencebik seolah apa yang akan dikatakan tidak penting.“Sudahlah jangan dibahas, mungkin aku saja yang sedang banyak kerjaan dan lelah, sehingga berpikiran berlebih,” ucap Ayana seolah tidak mau cerita, padahal sedang memancing Deon lebih penasaran.Cara Ayana memang bisa dibilang licik, tapi dia hanya ingin memberi pelajaran ke Hyuna, serta membuat Deon memperlihatkan seberapa pentingnya Ayana untuk pemuda itu.“Tapi aku mau membahasnya. Katakan, apa yang Hyuna katakan hingga membuat moodmu buruk?” tanya Deon memaksa karena penasaran.Ayana sedang ingin mengambil lauk, tapi terhenti saat mendengar pertanyaan Deon. Dia pun kembali memandang pemuda itu dengan suara helaan napas berat.“Dia bilang aku memang tidak layak untukmu, katanya aku juga terlalu tua. Ya, meski benar, tapi rasanya menyakitkan. Andai dia tahu kalau kita menikah ka
Haruskah Ayana bersyukur. Dia membuang batu kerikil, kemudian mendapatkan berlian. Berlian yang terbungkus lumut dan kini menunjukkan keindahan saat bersamanya.Bibir mereka sudah sangat dekat, bahkan embusan napas terasa menerpa satu sama lain. Meski otaknya menolak saat Deon mendekat, tapi jantungnya berdebar cepat hingga membuat tubuh mendadak membeku, memberikan sinyal jika tidak akan ada penolakan.Bibir mereka hampir menyentuh, hingga tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.Deon berhenti bergerak, menatap Ayana yang berada di bawahnya. Mereka saling tatap sejenak, hingga suara ketukan pintu kembali terdengar, membuat Deon buru-buru bangun dan kembali duduk sambil berdeham.Ayana pun duduk dengan benar, entah keapa merasa canggung. Dia merapikan rambut hingga berteriak mempersilakan orang yang mengetuk masuk.“Masuk!” perintah Ayana. Dia melirik Deon yang memalingkan wajah sambil memegang sendok.Ayana mengulum bibir, menahan tawa melihat Deon salah tingkah. Pemuda itu yang memu
Ayana berjalan dari lift menuju ruang kerjanya. Dia tampak sesekali menunduk sambil mengulum bibir, tiba-tiba merasa malu saat ingat apa yang dilakukan tadi saat di lift bersama Deon.Sebut dia gila, semua karena pemuda yang mampu membuat otaknya berpikir tak waras. Ayana benar-benar tidak menyangka jika akan tertarik dengan pemuda itu, awalnya mengira jika Deon tidak akan pernah menyukainya, tapi siapa sangka semua itu salah.Ayana masuk ke ruang kerjanya untuk melanjutkan makan, sedangkan Deon pamit pergi ke kafe juga sebenarnya malu bertemu Kyle karena sudah cemburu dengan pria itu.Ayana menghentikan langkah, memandang tempat makan di meja yang sudah kosong. Kyle pun menatap Ayana yang baru saja datang, mulutnya penuh dengan makanan yang sedang dikunyah.“Oh, kupikir kamu akan datang saat jam makan siang berakhir,” ucap Kyle. Dia menelan makanan yang ada di mulut, kemudian mengambil air mineral di atas meja.Ayana tidak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa Kyle menghabiskan jatah mak