“Jangan lupa ajukan berkasnya segera agar kita bisa mendapatkan izinnya,” ucap Jonathan saat baru saja keluar dari lift bersama Andre. “Baik, Pak.” Andre berjalan mengikuti Jonathan sambil mendengarkan apa yang diucapkan oleh atasannya itu. Merek berjalan di lobi menuju pintu keluar, hingga Jonathan dan Andre terkejut melihat Carisa di sana. Jonathan pun sedikit memiringkan kepala ke arah Andre, hingga kemudian berbisik, “Kamu bilang sudah mengatasinya.” “Ya, memang sudah, Pak. Tapi saya tidak tahu, kenapa dia datang ke sini lagi,” balas Andre berbisik. Jonathan berdeham mendengar ucapan Andre. Dia pun berusaha tenang dan biasa saja ketika Carisa datang mendekat. “Aku perlu bicara dengan Anda,” kata Carisa saat sudah berdiri di hadapan Jonathan. Meski Jonathan terkejut, tapi berusaha untuk tetap biasa saja. “Jam berapa bertemu klien?” tanya Jonathan ke Andre. Dia tidak bisa menolak ajakan Carisa tanpa alasan, tapi juga tak bisa mengabaikan. Andre terkejut mendengar pertanyaan
“Ada apa? Kenapa wajahmu kusut begitu?” Ayana terkejut melihat Azlan datang ke kantornya sambil memasang wajah masam.Ayana sampai menoleh Deon, hingga keduanya menghampiri Azlan yang duduk di sofa sambil memasang wajah sedih.“Apa ada masalah?” tanya Ayana yang mencemaskan kondisi adiknya itu.Azlan mengusap kasar wajah, lantas memandang Ayana yang duduk berseberangan dengannya.“Tentu saja ada masalah sejak Hyuna tak menjawab panggilanku,” jawab Azlan.Ayana mengerutkan dahi mendengar ucapan Azlan. Dia sampai menoleh Deon yang duduk di sampingnya.“Mungkin dia sibuk,” kata Deon agar Azlan tidak berpikiran negatif.“Kupikir bukan karena itu,” balas Azlan.Ayana dan Deon pun penasaran, ada apa sebenarnya hingga membuat Azlan frustasi begitu. Sepengetahuan mereka, hubungan Azlan dan Hyuna juga baik-baik saja selama ini.“Ada apa? Ceritalah, siapa tahu kami bisa membantu,” kata Ayana agar sang adik bisa lebih lega jika menceritakan masalahnya.Azlan mendengkus kasar, lantas memandang ka
“Ingatlah, Ive. Bersikap biasa seolah kamu benar-benar di sebuah pesta, jangan memperlihatkan kalau kamu dekat dengan Damian. Usahakan bicara pun seperlunya.” Alex mengingatkan agar Ive tidak lupa tujuan mereka. Malam di mana mereka akan melancarkan aksi balas dendam pun tiba. Alex memang ingin mendapatkan senjata agar bisa menendang Emanuel dari perusahaan. Ive pun menganggukkan kepala. Dia akan menuruti semua perintah Alex, serta mengingat apa saja yang tak boleh dilakukannya. Mobil mereka pun sampai di hotel tempat Damian mengadakan pesta. Damian mengundang petinggi perusahaan dengan alasan pesta itu untuk merayakan bergabungnya dia di perusahaan milik Alex. Ive merangkul lengan Alex, mereka masuk ke private room yang sudah dipesan khusus oleh Damian. Saat sampai di sana, ternyata Emanuel dan beberapa petinggi perusahaan di sana. Ive pun mulai terlihat tegang, dia takut jika sampai salah bicara atau bertindak jika panik. “Tidak apa, tetaplah tersenyum. Kamu juga bukan satu-s
[Seseorang mencampur sesuatu ke minuman Ive, benar jika ada yang akan memanfaatkan pesta ini untuk menjebak Ive.] Sesaat sebelumnya, Alex menerima pesan itu dari Damian. Dia membaca pesan yang dikirimkan sang kakak ipar, hingga kembali menerima pesan lagi. [Minuman yang dibawa Ive sudah diganti, karena pelayan yang membawanya berkata jika minuman itu dicampur obat mulas, maka mintalah Ive untuk berpura sakit perut lalu pergi ke kamar mandi. Di luar sudah ada orang kita yang berjaga.] Alex menoleh Ive, melihat istrinya itu yang sedang minum. Dia pun cemas, tapi tetap berusaha tenang sambil menunggu reaksi istrinya. “Apa minumannya ada yang aneh?” tanya Alex. “Tidak,” jawab Ive bingung mendengar pertanyaan Alex. “Seseorang mencampur minuman itu dengan sesuatu, untungnya pelayan yang membawa minuman itu sudah bekerjasama dengan kita. Sekarang aku ingin kamu berpura sakit perut lalu keluar dari ruangan ini. Kita lihat, apa benar Emanuel yang hendak menjebakmu. Tenang saja, sudah ada
Emanuel bangun saat merasakan ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Dia berusaha menyingkirkan tapi terasa begitu berat. Hingga dia pun membuka kelopak mata sedikit dipaksakan, sampai akhirnya saat baru saja berhasil membuka mata, dia sangat syok melihat yang terjadi.“Apa ini?”Emanuel berusaha bangun tapi kepalanya terasa sangat pusing dan berat. Dia syok saat melihat tubuhnya tak berpakaian sehelai benang pun. Bahkan ada tangan yang menindihnya.“Ben!” teriak Emanuel saat menyadari siapa yang kini menindih tubuhnya, dia semakin syok karena keduanya tak berbusana.Pria bernama Ben itu terkejut bukan kepalang mendengar teriakan Emanuel, hingga terperanjat langsung turun ranjang.“Kenapa kamu telanjang dan kenapa aku juga?” Emanuel panik juga syok. Dia buru-buru bangun memakai pakaiannya lagi.Ben pun kebingungan. Dia juga buru-buru memakai pakaiannya yang berserakan di lantai.“Aku juga tidak tahu,” balas Ben membela diri.Emanuel begitu geram, bagaimana bisa mereka tidur dalam satu ra
“Kamu ini malu-maluin, bagaimana bisa kamu melakukan ini, hah?”Carisa sangat murka melihat berita soal Emanuel yang tidur bersama Ben.“Ini semua fitnah, ada yang menjebakku!” Emanuel sendiri frustasi dan tertekan karena berita yang beredar.“Apanya fitnah, jelas-jelas di berita itu terlihat kalau kamu dan Ben masuk kamar bersama!” Carisa tidak menerima alasan Emanuel.Foto Emanuel dan Ben diedit sedemikian rupa, hingga terlihat seperti masuk kamar bersama.“Ini semua fitnah! Aku tiba-tiba tak sadarkan diri, saat bangun sudah berada di kamar bersama Ben dengan kondisi seperti itu! Berhenti memojokkanku jika tak bisa memberiku solusi mengatasi masalah ini!” bentak Emanuel yang frustasi.Emanuel pun pergi ke kamarnya meninggalkan Carisa.Wanita itu sendiri sangat syok mendengar bentakkan Emanuel. Dia kesal karena putranya berani membentak, padahal dia bicara berdasarkan fakta yang ada.Emanuel begitu geram. Di kamar dia langsung membanting semua barang.“Sialan! Ini pasti ulah Ive dan
“Aku akan meminta asistenku membuatkan surat perjanjian. Saat surat saham itu siap, aku akan memberikan uangnya.”Damian awalnya berpura-pura terlihat berpikir dengan tawaran yang diberikan Emanuel, tentu saja hal itu agar Emanuel percaya kalau dirinya mengambil keputusan tak secara spontan dan tidak mencurigainya.Emanuel melebarkan senyum. Dia lega karena Damian mau membantunya. Emanuel sendiri sadar diri, tidak mungkin meminta tolong orang yang dikenalnya, sebab orang-orang itu pasti takkan memercayainya, sehingga dia meminta bantuan Damian yang sudah pasti percaya karena belum mengenalnya.“Aku akan menyiapkan suratnya, sore ini akan kupastikan membawanya kepadamu,” ujar Emanuel meyakinkan.“Baiklah, yang terpenting jangan sampai ada yang mengetahui soal pertemuan kita, aku tidak mau ikut digosipkan miring karena berhubungan denganmu,” balas Damian dengan nada penekanan.“Tentu saja, aku akan merahasiakan ini,” ucap Emanuel.Damian pun mengangguk-anggukan kepala mendengar ucapan E
“Aku ingin mengubah kesepakatan.”Emanuel terkejut mendengar ucapan Damian. Dia panik jika sampai Damian tidak jadi memberinya uang.“Mengubah bagaimana?” tanya Emanuel.Damian mengembuskan napas kasar, lantas memberikan berkas yang sudah disiapkan oleh Ronald.“Aku tidak yakin kamu bisa membayar utang. Jadi aku berpikir untuk membeli saham yang kamu miliki. Akan aku gandakan dari jumlah uang yang kamu butuhkan, bagaimana?” tanya Damian sambil meletakkan berkas di meja.Emanuel terkejut mendengar ucapan Damian. Dia pun berpikir dengan keras, haruskah menerima tawaran Damian.“Tidak apa jika kamu ingin berpikir dulu. Aku bisa menunggu. Sebagai seorang pebisnis, aku tidak ingin rugi jika uangku tak kembali,” ujar Damian mencoba memprovokasi.Emanuel pun diam berpikir. Dia pun mempertimbangkan soal tawaran Damian. Emanuel sendiri sebenarnya sedang cemas jika di perusahaan pun akan mendapat masalah karena berita yang beredar.“Baiklah, aku akna menjualnya!” Mau tidak mau akhirnya Emanuel
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida