Emanuel berada di lift untuk menuju ke lantai tempat ruangannya berada. Dia masuk lift dari basement, hingga pintu lift terbuka saat sampai di lobi. Ketika pintu terbuka, Emanuel melihat Ive dan Alex yang sedang ingin masuk lift. Mereka saling tatap, hingga Alex mengajak Ive masuk. Mau tidak mau Emanuel pun sedikit minggir ke sebelah kiri. Ive berada di kanan Alex, sedangkan Alex sendiri berdiri di antara Emanuel dan Ive. “Selamat pagi,” sapa Emanuel. “Pagi,” balas Alex tanpa menoleh Emanuel. Ive sendiri tak membalas sapaan sang kakak. Dia berdiri menghadap pintu lift dengan satu tangan digenggam erat oleh Alex. Emanuel melirik Ive yang berdiri santai, hingga saat mengingat apa yang dikatakan oleh Eric, membuat Emanuel memilih tak mengganggu Ive sementara waktu. “Bagaimana kondisi pekerja saat ini? Apa semua baik?” tanya Alex bersikap sebagai atasan yang sedang menginterogasi bawahannya. Emanuel cukup terkejut mendengar pertanyaan Alex, hingga kemudian menjawab, “Semua berjala
“Jangan lupa ajukan berkasnya segera agar kita bisa mendapatkan izinnya,” ucap Jonathan saat baru saja keluar dari lift bersama Andre. “Baik, Pak.” Andre berjalan mengikuti Jonathan sambil mendengarkan apa yang diucapkan oleh atasannya itu. Merek berjalan di lobi menuju pintu keluar, hingga Jonathan dan Andre terkejut melihat Carisa di sana. Jonathan pun sedikit memiringkan kepala ke arah Andre, hingga kemudian berbisik, “Kamu bilang sudah mengatasinya.” “Ya, memang sudah, Pak. Tapi saya tidak tahu, kenapa dia datang ke sini lagi,” balas Andre berbisik. Jonathan berdeham mendengar ucapan Andre. Dia pun berusaha tenang dan biasa saja ketika Carisa datang mendekat. “Aku perlu bicara dengan Anda,” kata Carisa saat sudah berdiri di hadapan Jonathan. Meski Jonathan terkejut, tapi berusaha untuk tetap biasa saja. “Jam berapa bertemu klien?” tanya Jonathan ke Andre. Dia tidak bisa menolak ajakan Carisa tanpa alasan, tapi juga tak bisa mengabaikan. Andre terkejut mendengar pertanyaan
“Ada apa? Kenapa wajahmu kusut begitu?” Ayana terkejut melihat Azlan datang ke kantornya sambil memasang wajah masam.Ayana sampai menoleh Deon, hingga keduanya menghampiri Azlan yang duduk di sofa sambil memasang wajah sedih.“Apa ada masalah?” tanya Ayana yang mencemaskan kondisi adiknya itu.Azlan mengusap kasar wajah, lantas memandang Ayana yang duduk berseberangan dengannya.“Tentu saja ada masalah sejak Hyuna tak menjawab panggilanku,” jawab Azlan.Ayana mengerutkan dahi mendengar ucapan Azlan. Dia sampai menoleh Deon yang duduk di sampingnya.“Mungkin dia sibuk,” kata Deon agar Azlan tidak berpikiran negatif.“Kupikir bukan karena itu,” balas Azlan.Ayana dan Deon pun penasaran, ada apa sebenarnya hingga membuat Azlan frustasi begitu. Sepengetahuan mereka, hubungan Azlan dan Hyuna juga baik-baik saja selama ini.“Ada apa? Ceritalah, siapa tahu kami bisa membantu,” kata Ayana agar sang adik bisa lebih lega jika menceritakan masalahnya.Azlan mendengkus kasar, lantas memandang ka
“Ingatlah, Ive. Bersikap biasa seolah kamu benar-benar di sebuah pesta, jangan memperlihatkan kalau kamu dekat dengan Damian. Usahakan bicara pun seperlunya.” Alex mengingatkan agar Ive tidak lupa tujuan mereka. Malam di mana mereka akan melancarkan aksi balas dendam pun tiba. Alex memang ingin mendapatkan senjata agar bisa menendang Emanuel dari perusahaan. Ive pun menganggukkan kepala. Dia akan menuruti semua perintah Alex, serta mengingat apa saja yang tak boleh dilakukannya. Mobil mereka pun sampai di hotel tempat Damian mengadakan pesta. Damian mengundang petinggi perusahaan dengan alasan pesta itu untuk merayakan bergabungnya dia di perusahaan milik Alex. Ive merangkul lengan Alex, mereka masuk ke private room yang sudah dipesan khusus oleh Damian. Saat sampai di sana, ternyata Emanuel dan beberapa petinggi perusahaan di sana. Ive pun mulai terlihat tegang, dia takut jika sampai salah bicara atau bertindak jika panik. “Tidak apa, tetaplah tersenyum. Kamu juga bukan satu-s
[Seseorang mencampur sesuatu ke minuman Ive, benar jika ada yang akan memanfaatkan pesta ini untuk menjebak Ive.] Sesaat sebelumnya, Alex menerima pesan itu dari Damian. Dia membaca pesan yang dikirimkan sang kakak ipar, hingga kembali menerima pesan lagi. [Minuman yang dibawa Ive sudah diganti, karena pelayan yang membawanya berkata jika minuman itu dicampur obat mulas, maka mintalah Ive untuk berpura sakit perut lalu pergi ke kamar mandi. Di luar sudah ada orang kita yang berjaga.] Alex menoleh Ive, melihat istrinya itu yang sedang minum. Dia pun cemas, tapi tetap berusaha tenang sambil menunggu reaksi istrinya. “Apa minumannya ada yang aneh?” tanya Alex. “Tidak,” jawab Ive bingung mendengar pertanyaan Alex. “Seseorang mencampur minuman itu dengan sesuatu, untungnya pelayan yang membawa minuman itu sudah bekerjasama dengan kita. Sekarang aku ingin kamu berpura sakit perut lalu keluar dari ruangan ini. Kita lihat, apa benar Emanuel yang hendak menjebakmu. Tenang saja, sudah ada
Emanuel bangun saat merasakan ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Dia berusaha menyingkirkan tapi terasa begitu berat. Hingga dia pun membuka kelopak mata sedikit dipaksakan, sampai akhirnya saat baru saja berhasil membuka mata, dia sangat syok melihat yang terjadi.“Apa ini?”Emanuel berusaha bangun tapi kepalanya terasa sangat pusing dan berat. Dia syok saat melihat tubuhnya tak berpakaian sehelai benang pun. Bahkan ada tangan yang menindihnya.“Ben!” teriak Emanuel saat menyadari siapa yang kini menindih tubuhnya, dia semakin syok karena keduanya tak berbusana.Pria bernama Ben itu terkejut bukan kepalang mendengar teriakan Emanuel, hingga terperanjat langsung turun ranjang.“Kenapa kamu telanjang dan kenapa aku juga?” Emanuel panik juga syok. Dia buru-buru bangun memakai pakaiannya lagi.Ben pun kebingungan. Dia juga buru-buru memakai pakaiannya yang berserakan di lantai.“Aku juga tidak tahu,” balas Ben membela diri.Emanuel begitu geram, bagaimana bisa mereka tidur dalam satu ra
“Kamu ini malu-maluin, bagaimana bisa kamu melakukan ini, hah?”Carisa sangat murka melihat berita soal Emanuel yang tidur bersama Ben.“Ini semua fitnah, ada yang menjebakku!” Emanuel sendiri frustasi dan tertekan karena berita yang beredar.“Apanya fitnah, jelas-jelas di berita itu terlihat kalau kamu dan Ben masuk kamar bersama!” Carisa tidak menerima alasan Emanuel.Foto Emanuel dan Ben diedit sedemikian rupa, hingga terlihat seperti masuk kamar bersama.“Ini semua fitnah! Aku tiba-tiba tak sadarkan diri, saat bangun sudah berada di kamar bersama Ben dengan kondisi seperti itu! Berhenti memojokkanku jika tak bisa memberiku solusi mengatasi masalah ini!” bentak Emanuel yang frustasi.Emanuel pun pergi ke kamarnya meninggalkan Carisa.Wanita itu sendiri sangat syok mendengar bentakkan Emanuel. Dia kesal karena putranya berani membentak, padahal dia bicara berdasarkan fakta yang ada.Emanuel begitu geram. Di kamar dia langsung membanting semua barang.“Sialan! Ini pasti ulah Ive dan
“Aku akan meminta asistenku membuatkan surat perjanjian. Saat surat saham itu siap, aku akan memberikan uangnya.”Damian awalnya berpura-pura terlihat berpikir dengan tawaran yang diberikan Emanuel, tentu saja hal itu agar Emanuel percaya kalau dirinya mengambil keputusan tak secara spontan dan tidak mencurigainya.Emanuel melebarkan senyum. Dia lega karena Damian mau membantunya. Emanuel sendiri sadar diri, tidak mungkin meminta tolong orang yang dikenalnya, sebab orang-orang itu pasti takkan memercayainya, sehingga dia meminta bantuan Damian yang sudah pasti percaya karena belum mengenalnya.“Aku akan menyiapkan suratnya, sore ini akan kupastikan membawanya kepadamu,” ujar Emanuel meyakinkan.“Baiklah, yang terpenting jangan sampai ada yang mengetahui soal pertemuan kita, aku tidak mau ikut digosipkan miring karena berhubungan denganmu,” balas Damian dengan nada penekanan.“Tentu saja, aku akan merahasiakan ini,” ucap Emanuel.Damian pun mengangguk-anggukan kepala mendengar ucapan E