“Menurutmu, calon mertua Ive bukankah tampan dan masih gagah?”Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan Carisa.“Apa maksud Mama?” tanya Emanuel curiga.Carisa meletakkan alat makan yang dipegangnya di atas piring, lantas membayangkan wajah tampan nan berwibawa Jonathan meski umurnya sudah tak muda lagi. Belum lagi garis rahang pria itu yang begitu tegas, membuat wanita mana pun akan terpesona.“Pantas anaknya tampan, ternyata papanya tampan,” ucap Carisa.Emanuel semakin bingung mendengar ucapan Carisa.“Andai mama bisa merayu dan bersama pria itu, bukankah hidup kita bisa terjamin?” Carisa tertarik ke Jonathan yang sangat berkarisma.Emanuel sangat terkejut mendengar ucapan sang mama. Dia pun mengusap permukaan bibir dengan lap, lantas berdiri untuk pergi bekerja.“Mama jangan berpikiran aneh-aneh dulu. Sekarang ini yang perlu kita lakukan hanya menjaga nama baik agar mendapat dukungan,” ujar Emanuel.“Apa yang mama pikirkan, juga ini usaha mendapat dukungan. Coba saja kamu bayangka
Alex benar-benar memperlihatkan ke semua staff yang ditemui siapa Ive baginya. Dia ingin Ive menjadi pusat perhatian semua orang, ini adalah salah satu rencana yang sudah disusunnya.Hari itu ada rapat jajaran direksi, sehingga Alex sengaja mengajak Ive agar semua mengenal gadis itu.Emanuel terkejut Ive datang ke ruang rapat bersama Alex, meski begitu dia pun bersikap tenang agar tak ada yang curiga dengan sikap aslinya ke gadis itu.“Kalian pasti sudah tahu siapa Ive, jadi saya harap kalian tidak keberatan dia di sini.” Alex bicara tapi mengandung sebuah peringatan ke para direksi perusahaan.Para direksi mengangguk paham, lantas membiarkan saja Ive ikut rapat itu.Rapat pun dimulai, Alex meminta Ive mendengarkan dengan seksama agar paham dengan pembahasan rapat itu.Rapat itu berjalan lancar, Alex akan membangun perusahaan itu perlahan sampai menjadi kembali besar dan berjaya seperti dulu.“Tidak kusangka kamu ikut rapat ini,” ucap Emanuel setelah rapat selesai dan para direksi sud
“Papa sudah meminta orang untuk mengurus berkas-berkas keperluan pernikahan kalian. Menikah secara dadakan, memakan biaya yang cukup banyak. Semoga saja bisa berjalan sesuai rencana.” Ayana menjelaskan proses pendaftaran nikah Alex yang sedikit rumit karena perbedaan negara. “Untung saja Papa selalu membawa dokumen penting rumah, sehingga kamu tidak bingung mengambil akta kelahiranmu di London,” ujar Ayana lagi. “Papa membawanya? Tidak kusangka dia membawa itu bersamanya,” ujar Alex terkejut mendengar penjelasan Ayana. Ayana menoleh sambil melotot mendengar ucapan Alex, hingga memukul belakang kepala adiknya itu. “Ay! Ini sakit!” pekik Alex sambil mengusap belakang kepala. “Harusnya kamu bersyukur tidak diminta mengambilnya di rumah,” ucap Ayana. Berkas penting ada di brankas pribadi yang tak mungkin bisa dibuka orang lain, beruntung Jonathan membawa benda itu bersamanya, sehingga Alex tak perlu bolak-balik mengambil akta kelahiran. “Iya, aku bersyukur,” balas Alex, “sepertinya
Alex datang ke apartemen Ive di hari berikutnya. Dia datang pagi agar Ive tidak menggerutu jika didatangi dadakan seperti sebelumnya. Namun, saat dia sampai di sana, ternyata Ive belum bangun.Alex melihat Ive yang tidur dengan buku bertebaran di ranjang, dia memandang gadis itu yang tidur dengan sangat pulas.“Baca buku sampai jam berapa dia?” Alex bertanya-tanya lantas mendekat ke samping ranjang.Dia berjongkok di samping ranjang, lantas memandang Ive yang tidur tengkurap. Alex menatap wajah Ive yang sedang tidur, dia sampai bertanya-tanya apa ibunya wanita warga asing karena sekilas wajah Ive tak tampak seperti wanita lokal.Saat Alex sedang memandangi wajah Ive, ternyata gadis itu membuka mata, membuat Alex begitu terkejut.“Ini jam berapa? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Ive sambil mengucek mata. Dia bangun dan tak menyadari jika Alex sedang menatapnya.Ive menguap lebar, lantas memperhatikan ranjang yang berantakan karena banyaknya buku yang semalam dibacanya.Alex sendiri buru
“Bantu lacak nomor ini,” perintah Alex ke Chris.Chris mengambil ponsel yang disodorkan Alex, lantas melihat nomor yang tertera di sana.“Pak, kita tidak di London. Koneksi kita hanya ada di sana, akan sulit jika kita melacak di luar jangkauan kita,” ucap Chris yang tak yakin bisa melaksanakan perintah Alex.“Jika tidak dicoba, bagaimana bisa tahu sulit atau tidak?” Alex tidak menerima penolakan. Dia menatap Chris yang berdiri di depan meja kerjanya.“Baiklah, akan saya usahakan. Tapi mungkin ini akan memakan waktu yang tak sebentar,” balas Chris tak mungkin menolak jika sudah memberikan tatapan seperti itu.Alex menatap Chris yang sudah berusaha keras terus membantunya, hingga dia pun berucap, “Terima kasih karena kamu selalu berusaha membantuku.”Chris sangat terkejut mendengar ucapan Alex, jarang-jarang atasannya itu mengucapkan terima kasih kepadanya. Kata itu seperti hal yang sangat sakral, hingga membuat Chris langsung terenyuh.“Sama-sama, Pak. Saya senang bekerja untuk Anda,”
“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Ayana karena melihat Ive seperti ketakutan sejak masuk mobil.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana. Dia menoleh wanita itu, lantas menggelengkan kepala.“Aku baik-baik saja,” jawab Ive sambil melebarkan senyum.“Apa Alex memarahimu karena kamu pergi denganku? Kalau ya, katakan saja. Aku yang akan menceramahinya,” ucap Ayana karena tak ingin Ive ditindas Alex.Ive tertawa kecil mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian membalas, “Mana berani dia memarahi atau melarangku pergi dengan Kakak. Dia baik kepadaku, meski kadang caranya sedikit kasar.”Ayana menoleh sekilas setelah mendengar apa yang dikatakan Ive. Dia melihat gadis itu tersenyum tipis, kemudian kembali fokus ke jalanan.“Ya, begitulah Alex. Dia memang sedikit arogan, tapi tidak jahat. Bahkan pertemuan pertama kami, dipenuhi amarah dan tuduhan aneh darinya, membuatku jadi ingin tertawa kalau ingat saat-saat itu,” ujar Ayana mengingat bagaimana arogan dan angkuhnya Alex saat menemuinya, sampai
Ive memperhatikan kafe yang mereka datangi. Kafe dengan konsep semi jadul itu terlihat begitu ramai di jam istirahat. “Ini kafe milik suamiku. Kita makan di sini sekalian ketemu sama yang lain,” kata Ayana yang baru saja mematikan mesin mobil. “Oh … jadi ini.” Ive mengangguk-angguk lantas melepas seat belt untuk bisa segera turun bersama Ayana. Saat baru saja keluar dari mobil. Ive melihat mobil Alex di sana, dia pun keheranan lantas menoleh Ayana. Ayana yang seperti paham akan arti tatapan Ive, lantas berkata, “Aku tadi menghubunginya untuk makan siang bersama.” Ive mengangguk paham, awalnya berpikir jika kebetulan sekali Alex di kafe itu juga. Saat baru saja masuk kafe, pelayan langsung menyambut keduanya. “Mas Deon sama yang lain ada di lantai atas.” Pelayan itu menunjuk ke lantai dua. Ayana mengangguk lantas mengajak Ive pergi ke lantai dua. Ive sendiri sempat mengamati seluruh meja di ruangan itu yang hampir penuh dengan pengunjung yang rata-rata kalangan mahasiswa. “Apa
Ive ikut mobil Alex setelah selesai makan siang bersama Ayana. Dia hanya membawa barang pribadi yang dibelikan Ayana, selebihnya dibawa Ayana untuk mahar.Saat masih berada di mobil, Ive melihat ponselnya kembali berdering. Itu panggilan dari Eric yang sejak tadi menghubunginya tanpa henti meski Ive sudah menolak panggilan itu berkali-kali.“Siapa?” tanya Alex terganggu mendengar suara ponsel Ive berkali-kali tapi tidak dijawab oleh gadis itu.“Eric,” jawab Ive singkat karena malas menyebut nama mantan kekasihnya itu.Alex langsung mengambil ponsel Ive, membuat gadis itu begitu terkejut.Alex langsung memblokir nomor Eric, lantas menghapus nomor mantan kekasih Ive itu, sebelum mengembalikan benda pipih itu ke Ive.“Blokir semua yang dirasa mengganggu, untuk apa juga kamu masih menyimpan nomor pria itu,” gerutu Alex tak senang.Ive tak membalas ucapan Alex, memilih diam sambil menerima ponselnya kembali.Alex menoleh Ive sekilas. Dia melihat gadis itu hanya diam murung, padahal tadi bi
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida