“Dia juga melakukan itu?”Ayana dan Suci terkejut melihat Nabila ada di sana.“Na.” Ayana terkejut melihat Nabila, hingga tatapan tertuju ke koper yang ada di samping temannya itu. “Kenapa kamu bawa koper?”Nabila menghampiri Ayana, lantas duduk di samping sahabatnya itu.Ayana sendiri antara panik dan cemas, takut jika Nabila tak percaya.“Aku sudah berpikir, Ay.” Nabila bicara sambil menatap Ayana.Ayana menatap sambil menunggu Nabila bicara.“Aku ingin mencari bukti jika Dafa memang main wanita di belakangku. Aku butuh banyak bukti untuk membuatnya menyesal mempermainkan pernikahan kami,” ujar Nabila dengan amarah yang menggebu.Ayana seketika bernapas lega mendengar ucapan Nabila. Dia senang Nabila bisa berpikiran terbuka, serta tak terlalu dibutakan cinta.“Lalu, apa rencanamu? Juga kenapa kamu membawa koper?” tanya Ayana kebingungan.“Aku mau minta bantuanmu. Aku ingin menginap di sini selama satu mingguan. Aku berencana membuat lengah Dafa dengan pura-pura pergi untuk urusan pe
Suara ketukan pintu terdengar. Dafa yang sedang fokus mengecek berkas pun mempersilakan masuk.Sekretaris Dafa berjalan masuk setelah mengunci ruangan itu. Dia berjalan dengan gerakan kaki yang membuat kedua pinggulnya bergerak seirama kaki. Dia membawa stopmap lantas meletakkan pelan ke meja.“Bagaimana penampilan saya hari ini, Pak?” tanya wanita itu sambil menyandarkan paha di tepian meja. Dia juga membusungkan dada, sehingga belahan dadanya terlihat karena kancing bagian atas blouse-nya sengaja dibuka.Dafa menatap sekretarisnya itu, lantas memperhatikan penampilan wanita itu dari ujung kepala hingga paha.“Sempurna,” jawab Dafa, “kemarilah!” Dafa menggerakkan telunjuk meminta sekretarisnya mendekat.Wanita itu pun mendekat, lantas duduk di atas pangkuan Dafa sesuai dengan instruksi.“Anda bilang kalau istri Anda ke luar kota, apa Anda akan mengajak saya jalan-jalan?” tanya wanita itu tak tahu malu karena sudah biasa dimanja dan memuaskan hasrat pria itu ketika di kantor.“Tidak b
“Kalian tunggu di sini, kami akan masuk agar tidak ada yang curiga,” ujar Ayana.Ayana dan yang lain pergi ke perusahaan Dafa saat menjelang malam saat perusahaan sudah sepi.“Peralatannya sudah dibawa? Kalian bisa memasangnya, kan?” tanya Kyle cemas jika para wanita yang mengerjakannya.“Jangan menghinaku. Kalau hanya memasang ini, aku bisa,” jawab Ayana penuh percaya diri.Ayana dan Nabila pun turun dari mobil untuk pergi ke perusahaan Dafa, tapi Deon menahan tangan Ayana saat hendak turun.“Hati-hati. Kalau ada apa-apa segera hubungi kami,” ucap Deon yang cemas.“Iya, kamu jangan cemas,” balas Ayana.Ayana dan Nabila pun pergi ke perusahaan. Mereka bersikap biasa saja, bahkan sempat menyapa security di pos depan.“Bu Nabila. Kok malam-malam ke sini? Pak Dafa sudah pulang dari tadi,” kata security yang mengenali Nabila.“Iya, saya tahu. Saya ke sini karena ada barang yang tertinggal, kebetulan saya sedang lewat sini, jadi mau ambil sekalian,” ujar Nabila sekenanya.“Oh begitu, silak
“Bagaimana jika dia benar-benar ada main dengan sekretarisnya? Apa aku sanggup melihatnya?”Nabila menatap sendu ke Ayana, terlihat jelas kecemasan dan ketakutan di mata wanita itu.“Jika memang benar dia ada main dengan sekretarisnya, kamu tidak perlu melihatnya. Kita hanya membutuhkan bukti untuk menghukumnya. Lagi pula jika dia ketahuan berselingkuh, kamu tidak akan menerimanya lagi, kan?” tanya Ayana setelah menjelaskan, dia takut jika Nabila sampai memaafkan kelakuan bejat Dafa.Nabila melihat kecemasan di mata Ayana, hingga dia pun menghela napas kasar.“Tentu saja tidak, Ay. Aku tidak bodoh, seperti katamu, aku pasti akan mendapatkan kebahagiaanku sendiri meski tanpa Dafa. Aku takkan bisa memercayai lagi orang yang sudah menghancurkan kepercayaanku,” jawab Nabila penuh keyakinan.Nabila sudah memikirkan semalaman. Dia tidak ingin diinjak dengan mengemis cinta suaminya yang berselingkuh. Sama halnya dengan Ayana yang memilih malu, daripada dikhianati.“Bagus, Na. Tuhan sangat ba
Dafa baru saja selesai membersihkan diri setelah bermain-main dengan sekretarisnya. Selagi dia menunggu wanita itu selesai membersihkan diri, Dafa mengecek ponsel untuk melihat apakah Nabila menghubunginya.“Kenapa sejak kemarin dia tidak menghubungiku?”Dafa merasa heran karena tak biasanya Nabila tak memberi kabar seperti sekarang ini. Biasanya sang istri akan mengirimkan pesan jika sudah sampai, atau melakukan panggilan video saat luang.“Apa dia benar-benar sibuk?” Dafa berpikir sambil memandang chat terakhir sang istri yang didapat sebelum Nabila pergi.“Anda sedang memikirkan apa?” Sekretaris Dafa langsung menegur saat melihat Dafa melamun.“Tidak ada,” jawab pria itu sambil membuka makanan yang dipesannya.Dafa terlihat tidak tenang, bahkan makan pun dengan perasaan tak enak. Dia pun meletakkan sendok yang dipegang, lantas mencoba menghubungi istrinya.Sekretaris Dafa hanya memperhatikan pria itu yang sedang gelisah. Dia tak mau ikut campur, karena tugasnya di sana hanya melaya
Ayana menemani Nabila menemui ayah Dafa di perusahaan mertuanya yang memang beda dengan perusahaan Dafa. Namun, Ayana hanya menunggu di mobil atas permintaan Nabila.“Hati-hati, jika ada apa-apa, tekan tombol darurat yang sudah aku stel menggunakan nomorku,” ujar Ayana mengingatkan sebelum Nabila turun dari mobil.“Iya, aku bukan mau perang atau ketemu teroris. Mertuaku juga tak segalak yang kamu pikirkan. Hanya saja memang dia tegas dan keras, mungkin bicara dengan ayahnya dulu akan labih baik daripada ibunya,” balas Nabila meyakinkan.Ayana mengangguk mendengar ucapan Nabila, hingga membiarkan sahabatnya itu turun dari mobil. Ayana akan selalu siaga di mobil, bahkan dia tak memakai heels, tapi sepatu kets untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk berlari kencang.Nabila sendiri pergi menemui mertuanya sambil terus menguatkan hati. Mungkin dia akan kembali gemetar saat menunjukkan bukti perselingkuhan Dafa. Namun, meski begitu Nabila harus tetap kuat, dia tak ingin disepelekan atau di
“Tidak apa, aku yakin mamamu akan paham. Dia selalu ingin yang terbaik untukmu, jadi kurasa dia akan mengerti dengan yang terjadi.”Ayana menggenggam telapak tangan Nabila, mencoba meyakinkan agar temannya itu percaya kalau semua akan baik-baik saja.Nabila menoleh Ayana. Dia pun sebenarnya cemas dan takut jika sang mama tidak setuju dengan keputusannya, apalagi perceraian sangat asing bagi keluarga besar Nabila.“Iya.” Nabila menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan.Nabila dan Ayana turun dari mobil. Langkah Nabila selanjutnya memang mengungkap kelakuan Dafa ke orang tuanya baru ke keluarga besar yang mendukung Dafa.“Kamu sudah pulang? Katanya dua minggu, ini baru juga dua hari.” Ibu Nabila keheranan karena melihat putrinya sudah datang.Wanita itu semakin bingung karena Nabila terlihat sedih, juga datang bersama Ayana.“Na, apa ada masalah?” tanya wanita itu cemas.Nabila langsung memeluk ibunya sambil menangis, membuat wanita itu kebingungan.“Ada apa, Na? Kenapa pulan
“Bagaimana tadi?” tanya Deon saat baru pulang.Deon langsung menemui Ayana yang ada di kamar bersama Ansel.“Saat bertemu mertuanya, aku tidak menemani untuk meminimkan prasangka jika ku mempengaruhi pikiran Nabila. Hanya saja tadi saat bertemu Bibi, aku menemaninya,” jawab Ayana sambil meletakkan Ansel yang sudah anteng setelah menyusu.“Jadi? Bagaimana hasilnya?” tanya Deon sambil duduk di samping Ayana.“Nabila bilang mertuanya percaya jika Dafa berselingkuh dan akan memberikan hukuman ke Dafa. Tapi tentunya Nabila tidak peduli, karena yang dipedulikannya hanya bisa lepas dari Dafa,” jawab Ayana menjelaskan soal mertua Nabila.“Orang tua Nabila juga setuju jika dia bercerai?” tanya Deon yang penasaran karena bagaimanapun dia juga ikut geram dengan kelakuan Dafa.“Hm … Bibi sepertinya sangat sakit hati. Dia bilang akan membuat Dafa dilengserkan dari posisinya sekarang. Meski itu perusahaan Dafa, tapi pemilik saham terbanyak di sana adalah anggota keluarga Nabila yang notabene benci
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida