Ayana menemani Nabila menemui ayah Dafa di perusahaan mertuanya yang memang beda dengan perusahaan Dafa. Namun, Ayana hanya menunggu di mobil atas permintaan Nabila.“Hati-hati, jika ada apa-apa, tekan tombol darurat yang sudah aku stel menggunakan nomorku,” ujar Ayana mengingatkan sebelum Nabila turun dari mobil.“Iya, aku bukan mau perang atau ketemu teroris. Mertuaku juga tak segalak yang kamu pikirkan. Hanya saja memang dia tegas dan keras, mungkin bicara dengan ayahnya dulu akan labih baik daripada ibunya,” balas Nabila meyakinkan.Ayana mengangguk mendengar ucapan Nabila, hingga membiarkan sahabatnya itu turun dari mobil. Ayana akan selalu siaga di mobil, bahkan dia tak memakai heels, tapi sepatu kets untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan untuk berlari kencang.Nabila sendiri pergi menemui mertuanya sambil terus menguatkan hati. Mungkin dia akan kembali gemetar saat menunjukkan bukti perselingkuhan Dafa. Namun, meski begitu Nabila harus tetap kuat, dia tak ingin disepelekan atau di
“Tidak apa, aku yakin mamamu akan paham. Dia selalu ingin yang terbaik untukmu, jadi kurasa dia akan mengerti dengan yang terjadi.”Ayana menggenggam telapak tangan Nabila, mencoba meyakinkan agar temannya itu percaya kalau semua akan baik-baik saja.Nabila menoleh Ayana. Dia pun sebenarnya cemas dan takut jika sang mama tidak setuju dengan keputusannya, apalagi perceraian sangat asing bagi keluarga besar Nabila.“Iya.” Nabila menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan.Nabila dan Ayana turun dari mobil. Langkah Nabila selanjutnya memang mengungkap kelakuan Dafa ke orang tuanya baru ke keluarga besar yang mendukung Dafa.“Kamu sudah pulang? Katanya dua minggu, ini baru juga dua hari.” Ibu Nabila keheranan karena melihat putrinya sudah datang.Wanita itu semakin bingung karena Nabila terlihat sedih, juga datang bersama Ayana.“Na, apa ada masalah?” tanya wanita itu cemas.Nabila langsung memeluk ibunya sambil menangis, membuat wanita itu kebingungan.“Ada apa, Na? Kenapa pulan
“Bagaimana tadi?” tanya Deon saat baru pulang.Deon langsung menemui Ayana yang ada di kamar bersama Ansel.“Saat bertemu mertuanya, aku tidak menemani untuk meminimkan prasangka jika ku mempengaruhi pikiran Nabila. Hanya saja tadi saat bertemu Bibi, aku menemaninya,” jawab Ayana sambil meletakkan Ansel yang sudah anteng setelah menyusu.“Jadi? Bagaimana hasilnya?” tanya Deon sambil duduk di samping Ayana.“Nabila bilang mertuanya percaya jika Dafa berselingkuh dan akan memberikan hukuman ke Dafa. Tapi tentunya Nabila tidak peduli, karena yang dipedulikannya hanya bisa lepas dari Dafa,” jawab Ayana menjelaskan soal mertua Nabila.“Orang tua Nabila juga setuju jika dia bercerai?” tanya Deon yang penasaran karena bagaimanapun dia juga ikut geram dengan kelakuan Dafa.“Hm … Bibi sepertinya sangat sakit hati. Dia bilang akan membuat Dafa dilengserkan dari posisinya sekarang. Meski itu perusahaan Dafa, tapi pemilik saham terbanyak di sana adalah anggota keluarga Nabila yang notabene benci
“Benar, Nabila sudah punya buktinya. Aku ingin minta kamu membantuku mengakuisi perusahaan itu. Enak saja dia menikmati bantuan kita, tapi kemudian membuat Nabila menderita.”Ibu Nabila menghubungi adiknya untuk membantu melengserkan Dafa.“Kamu tenang saja, Kak. Aku dan yang lain pasti akan membantu,” ujar tante Nabila dari seberang panggilan.Keluarga ibu Nabila kebanyakan perempuan, sebab itu mereka memiliki komitmen untuk menolak perselingkuhan.“Baik, terima kasih,” ucap ibu Nabila yang sejak tadi sudah sibuk menghubungi beberapa saudaranya.Nabila memandang sang mama, merasa jika sebenarnya yang paling tersakiti adalah wanita itu. Dulu dia meyakinkan sang mama jika pilihannya terbaik, tapi sekarang dia datang lantas mengungkap keburukan suaminya.“Ma.” Nabila memanggil sambil menggenggam telapak tangan sang mama.Wanita itu menoleh dan melihat bola mata Nabila berkaca-kaca.“Ada apa, hm?” tanya wanita itu lembut.“Maaf karena sekarang harus membuat Mama ikut susah,” ucap Nabila
“Siapa yang menghubungi?” tanya Deon karena melihat Ayana fokus ke ponsel.“Nabila,” jawab Ayana sambil menyelesaikan apa yang diketik, kemudian menoleh suaminya yang sedang menyetir.“Apa ada info terbaru?” tanya Deon penasaran.Ayana mengangguk, hingga kemudian menjawab, “Nabila bilang Amar bersedia membantunya mengurus perceraian karena tahu jika Dafa tak mungkin melepas begitu saja. Bibi juga sudah bertindak, dia meminta ke seluruh keluarga untuk membantu mengakuisisi perusahaan Dafa.”Deon sangat terkejut mendengar jawaban Ayana, tidak menyangka jika keluarga Nabila akan semenakutkan itu.“Dafa selama ini bisa menjalankan bisnis dengan baik karena bantuan dari keluarga Nabila. Kini dia harus menghadapi masalah dari orang yang mendukungnya,” ujar Ayana kemudian.“Itu lebih menakutkan dari menghadapi musuh,” balas Deon mendadak merinding dengan apa yang akan dilakukan keluarga Nabila ke Dafa.“Ya, karena itu, musuh terbesar seseorang sebenarnya adalah orang yang dipercaya. Dafa men
“Bagaimana sekarang?” tanya Ayana saat bertemu Nabila di kafe Deon.Di sana tak hanya ada Ayana dan Nabila, tapi juga ada Deon, Kyle, dan Amar.“Siang ini Dafa sudah dapat karmanya. Para pemegang saham selain keluargaku juga menuntut dia mundur karena sudah melakukan hal tak bermoral di kantor. Bahkan sekretarisnya sudah dipecat atas desakan petinggi perusahaan, kini tinggal melengserkan Dafa saja,” jawab Nabila menceritakan semua yang terjadi di perusahaan Dafa siang ini.Nabila memang tidak datang, tapi ibu juga keluarganya yang menceritakan bagaimana mereka berusaha menekan Dafa agar lengser.“Baguslah, orang seperti Dafa memang harus segera dihempaskan,” ucap Ayana penuh kelegaan.Nabila mengangguk-angguk, lantas berterima kasih ke Ayana.“Terima kasih ya, Ay. Jika bukan karenamu, mungkin aku akan terus dibohongi. Untung saja feelingmu juga benar jika Dafa berselingkuh dengan sekretarisnya, hingga kita punya bukti. Ya, meski kita tak punya bukti banyak, tapi itu sudah cukup mengha
Nabila mengemudikan mobil menuju rumah ibunya. Dia kini sedang menerima panggilan dari putrinya yang berusia empat tahun. “Iya, mama sedang dalam perjalanan pulang,” ucap Nabila saat Citra bertanya kapan dia pulang. “Mama, Citra mau beli es krim tapi kata Oma tidak boleh keluar. Citra maunya makan es krim di dekat sekolah.” Suara putrinya terdengar merengek dari seberang panggilan. Nabila sendiri harus banyak bersabar menghadapi Citra yang tak tahu apa-apa. Dia harus bisa memberikan alasan yang jelas agar putrinya itu tidak bingung setiap meminta keluar rumah tapi tidak diizinkan. “Di luar sedang tidak bagus, Sayang. Bagaimana kalau nanti saat cuacanya sudah bagus, kita makan es krim sepuasnya, terserah Citra mau makan sebanyak apa pun, mama tidak akan melarang,” ujar Nabila agar putrinya tidak terus merengek. “Janji? Tidak boleh bohong?” “Tidak, Sayang. Mama janji akan mengajakmu makan es krim sepuasnya, tapi tidak sekarang,” ucap Nabila meyakinkan. “Oke, Citra percaya. Citra
“Kamu tidak apa-apa, kan?”Ibu Nabila sangat syok mendengar cerita jika putrinya mengalami penyerangan di jalan.“Aku tidak apa-apa, Ma. Untung Amar dan yang lain datang tepat waktu sehingga aku selamat. Pelakunya juga sudah ditangkap, meski yang lain kabur,” ujar Nabila menjelaskan agar sang mama tidak terlalu cemas.Wanita itu begitu bersyukur putrinya selamat, lantas berterima kasih ke semua orang yang menolong juga kini mengantar sampai rumah.“Kami sudah meminta polisi untuk menyelidiki kasus ini, Bibi. Semoga saja ada titik terang untuk mengantisipasi kejadian yang tak diinginkan lagi,” ujar Ayana menjelaskan.“Iya, mungkin untuk sementara kalau ada keperluan keluar rumah harus ada yang menemani, jika tidak ada keperluan lebih baik di rumah saja,” ucap ibu Nabila yang cemas jika terjadi sesuatu dengan putrinya lagi.Ayana mengangguk mendengar ucapan wanita itu. Dia dan yang lain pun akhirnya pamit pulang.“Kalau ada apa-apa. Segera beritahu kami. Kuharap masalah penyerangan ini
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida