Deon akhirnya menikahi Ayana atas desakan orangtua dan kakaknya. Sang kakak berkata, jika kedua orangtuanya punya hutang banyak dan harus segera melunasi atau jika tidak rumah mereka akan disita.
Akhirnya Pernikahan ini terjadi karena Satria berkata kalau keluarga Ayana akan membantu melunasi hutang orangtua mereka, asal Deon mau menikahi Ayana. Deon yang berbakti ke orangtua, akhirnya setuju menikah meski terpaksa.Hari itu, ballroom hotel yang seharusnya menjadi tempat pernikahan Ayana dan Reynaldi, diubah menjadi pernikahan Ayana Nameera dan Deon Abimanyu. Para tamu bingung, tapi mereka memilih mengikuti prosesi pernikahan itu sampai selesai.“Seharusnya kamu tidak perlu melakukan ini,” kata Ayana.Deon tersenyum masam, sebelum kemudian membalas, “Apa kamu pikir aku punya pilihan?”Ayana tertegun mendengar balasan Deon, merasa bersalah dan tahu jika Deon pasti tertekan dan terpaksa. Mereka berdiri di altar mengucap janji suci, hingga kemudian melangsungkan acara resepsi.Suci dan Firman begitu lega, akhirnya mereka bisa menyingkirkan aura negatif tentang Ayana yang tidak akan pernah bisa menikah. Meski pernikahan itu terpaksa, tapi setidaknya orang-orang tidak akan memandang buruk ke keluarganya yang terpandang.**Setelah acara pernikahan selesai. Ayana dan Deon berada di kamar hotel yang sudah disiapkan untuk malam pertama. Keduanya masih memakai pakaian yang digunakan untuk acara resepsi tadi.“Aku tahu kamu terpaksa menikahiku, sebab itu aku tidak akan menuntut banyak hal kepadamu,” ucap Ayana sambil menatap Deon yang berdiri, sedangkan dia duduk di tepian ranjang.Deon mengembuskan napas kasar, lantas membalikkan badan dan menatap Ayana yang sudah memandangnya. Jika dilihat dari dekat dan seksama, Ayana sangat cantik, bahkan make up naturalnya pun tetap membuat wajahnya terlihat alami. Deon menggelengkan kepala, menepis pikiran buruk karena mengagumi wajah Ayana.“Ya, seharusnya begitu. Lagi pula aku hanya pemuda biasa, dari kalangan keluarga sederhana. Apa yang mau kamu tuntut dari pemuda sepertiku,” balas Deon sambil memalingkan muka karena tidak ingin semakin mengagumi kecantikan Ayana.Ayana mengangguk paham, sikap Deon membuat Ayana merasa semakin bersalah. Hingga dia mengambil sebuah keputusan, demi kebaikan bersama.“Aku akan membuat surat perjanjian kontrak, di sana akan tertulis jika kita menikah hanya karena keuntungan satu sama lain. Kamu menikahiku demi menyelamatkan harga diriku, dan aku menikahimu karena akan membayarmu. Kita tentukan jangka waktu pernikahan ini, setelah waktunya habis, kita bisa bercerai dan kamu bisa menikahi gadis yang kamu sukai,” ujar Ayana memberikan ide. Bahkan dia langsung mengambil ponsel untuk menghubungi pengacara agar membuatkan surat perjanjian kontrak dengan Deon.Deon sangat terkejut mendengar ide yang diucapkan Ayana, meski dia terpaksa menikahi wanita itu, tapi tidak dipungkiri juga jika Deon tertarik sebab Ayana cantik dan memiliki tubuh seksi, meski usianya tidak muda lagi. Namun, lagi-lagi Deon berusaha menepis pikiran itu, entah kenapa sejak melihat dan bahkan tanpa sengaja bersentuhan dengan Ayana, membuat pikiran-pikiran negatif muncul di kepala.“Terserah, apa yang hendak kamu lakukan. Jika memang itu yang terbaik, aku akan menerimanya,” balas Deon kemudian, masih memalingkan wajah dan tidak ingin menatap Ayana lagi.Ayana sedang mengirimkan pesan ke pengacaranya, hingga tatapan tertuju ke Deon yang masih tidak menatapnya. Bagi Ayana, Deon kecewa karena harus menikah dengan wanita tua sepertinya.“Kamu bisa menambahkan syarat yang kamu inginkan, setelah surat perjanjian kontraknya dibuat. Tapi aku harap kamu tidak membeberkannya ke siapapun,” kata Ayana yang baru saja selesai mengirim pesan ke pengacaranya.“Ya,” jawab Deon singkat.“Kamu masih kuliah, ‘kan? Aku akan membayar biaya kuliahmu, selama kita masih terikat kontrak pernikahan,” ujar Ayana merasa bertanggung jawab, sebab sudah membuat pemuda itu terikat dengannya.“Tidak usah, aku masih bisa membiayai kuliahku dengan kerja paruh waktu,” tolak Deon tegas.Ayana terkejut mendengar penolakan Deon, tapi akhirnya tidak memaksa jika Deon tidak mau.“Baiklah kalau kamu tidak mau. Aku akan mandi dulu,” ucap Ayana kemudian.Ayana berdiri karena ingin ke kamar mandi, tapi saat akan melangkah, kakinya menginjak bagian depan gaun yang memang menyapu lantai, membuat Ayana limbung ke depan.Deon terkejut melihat Ayana yang akan jatuh, hingga dia pun dengan sigap menangkap tubuh Ayana dan merengkuh pinggangnya, sampai akhirnya tidak jadi jatuh.Ayana begitu syok karena hampir jatuh lagi, bahkan dadanya berdegup dengan sangat cepat. Dia masih dalam rengkuhan Deon, terdiam sesaat sambil mengatur napas karena kepanikannya sendiri.**“Apa? Apa maksudmu?” Reynaldi sangat terkejut ketika dihubungi temannya dan menyampaikan kalau Ayana menikah hari itu.“Iya, Ayana jadi menikah. Kupikir kamu mempelai prianya, ternyata bukan,” kata teman Reynaldi yang menghubungi lewat telepon.Reynaldi lantas mengepalkan telapak tangan erat mendengar ucapan temannya.“Siapa pria yang menikahinya?” Rey sangat geram, sebab Ayana malah menikahi pria lain.“Ada apa, Rey? Benar kamu tidak jadi menikahinya? Padahal kalau kamu menikahinya, kamu bakal untung banyak. Bisa dipromosikan jadi direktur utama, juga punya istri seksi. Ya tidak masalah umurnya lebih tua, yang penting bodynya bohay,” cerocos teman Rey dari seberang panggilan.“Diam kamu, berisik!” Rey kesal dan langsung mengakhiri panggilan itu. Dia geram sebab Ayana malah menikah dengan pria lain.“Sialan, siapa yang menikahinya?”Rey mencoba mencari informasi, hingga banyaknya pesan dari rekan bisnisnya masuk, membuat Rey frustasi sebab mereka menanyakan kebenaran jika Ayana menikah dengan pria lain.[Kamu bilang akan menikah dengannya, tapi ini apa? Dia menikah dengan pria lain. Tampaknya aku batal bekerjasama denganmu.] Salah satu rekan bisnis Rey mengancam tidak akan melanjutkan tanda tangan kontrak kerja, sebab Rey gagal menikah dengan Ayana.[Padahal aku berharap banyak kamu bisa menikahinya, hingga kerjasama kita nantinya akan semakin lancar, tapi ternyata memang tidak baik berharap pada orang. Apalagi orang itu tidak bisa dipercaya.] Lagi, rekan bisnis Rey mengungkap kekecewaan akibat gagalnya Rey menikah dengan Ayana.“Sialan!” Rey melempar ponselnya karena geram.Dia mengacak-acak rambutnya, merasa sial karena ketahuan bermesraan dengan Abigail, lantas pernikahannya gagal. Banyak rekan bisnis yang hendak bekerjasama, saat tahu Rey akan menikah dengan Ayana, sebab tahu seberapa besar perusahaan Ayana dan pengaruh keluarga wanita itu di dunia bisnis. Kini impiannya harus dikubur dalam-dalam, karena kecerobohannya sendiri.“Tidak bisa, aku harus membuat Ayana dan pria itu bercerai. Aku tidak akan membiarkan Ayana mendapatkan pria selain aku!”Sulur surya mulai merambat masuk menembus kaca dinding dan gorden, mengusik penghuni kamar yang sejak semalam gelisah dan tidak bisa tidur nyenyak, sebab bingung berada satu kamar, dengan seseorang yang baru saja menikahinya.Ayana membuka mata, melihat matahari mulai menampakkan cahayanya. Dia mengucek mata, sebelum akhirnya bangun dan melihat seseorang tidur di sofa. Ayana diam sejenak, duduk memandang Deon yang tidur di sofa dengan kedua tangan dilipat di dada. Ukuran sofa itu jelas tidak sepanjang tinggi badan Deon, sehingga pemuda itu tidur dengan posisi kaki ditekuk.Semalam mereka sempat berdebat, Ayana berkata jika tidak masalah kalau Deon hendak tidur satu ranjang dengannya, tapi Deon menolak, mungkin karena merasa kalau pernikahan mereka hanyalah sebuah kontrak, seperti yang Ayana katakan, hingga akhirnya membuat Deon memilih tidur di sofa.“Kamu sudah bangun.” Ayana baru saja selesai mandi, dilihatnya Deon yang duduk dengan rambut berantakan dan terlihat masih mengumpulkan
“Kamar satunya belum dibersihkan. Nanti aku akan minta orang membersihkannya,” ucap Ayana sambil membuka salah satu kamar yang ada di apartemen miliknya.Ayana dan Deon sudah sampai di apartemen. Unit itu memang tidak terlalu besar, hanya ada dua kamar, dapur tanpa sekat yang tampak dari ruang tamu.“Tidak masalah, aku akan membersihkannya nanti. Tidak usah panggil orang untuk membersihkannya, lebih baik hemat uangmu untuk hal lain,” balas Deon sambil melihat kamar berukuran lumayan besar.Bagi Ayana, apartemen itu sederhana dan kecil, tapi bagi Deon apartemen itu cukup besar, bahkan bisa dibilang lebih besar dari rumah orang tuanya.Ayana terkejut mendengar ucapan Deon, hingga mencoba memaklumi pemikiran itu sebab selama ini Deon memang hidup sederhana.“Baiklah, terserah kamu saja,” jawab Ayana. Dia lantas pergi ke kamarnya yang berhadapan dengan kamar satunya.Deon menatap Ayana, melihat wanita itu hilang di balik pintu kamar. Dia pun kembali memandang kamar yang masih berantakan d
“Jadi, apa yang mau kamu ceritakan?” tanya Nabila—pengacara sekaligus sahabat Ayana.Bukannya menjawab pertanyaan Nabila, Ayana malah duduk sambil menggigit ujung kuku jempolnya. Dia melamun saat baru saja sampai di kantor Nabila.Nabila pun mengerutkan alis melihat Ayana yang malah melamun, bahkan sampai melambaikan tangan di depan sahabatnya itu, tapi tetap saja Ayana tidak tersadar dari lamunan.“Ay!” Nabila memanggil dengan suara keras, bahkan sampai memukul meja.Ayana berjengit karena terkejut, hingga menatap Nabila yang sudah memandangnya.“Hah! Apa?” tanya Ayana yang baru kembali dari lamunan.Nabila langsung mencebik mendengar pertanyaan Ayana.“Kamu ke sini untuk cerita masalahmu, atau ke sini hanya untuk numpang melamun,” sindir Nabila sambil merapikan blazer.Ayana tersenyum canggung, kemudian menggaruk pelipis menggunaka telunjuk.“Entahlah, aku harus cerita apa. Sesampainya di sini aku malah bingung,” ucap Ayana yang duduk sambil menyandarkan punggung. Ekspresi wajah men
“De, kenapa kamu diam?” Hyuna menatap Deon curiga, merasa aneh karena pemuda itu terlihat panik dan gugup. “Tidak ada,” kilah Deon, “hanya terkejut saja kamu sudah tahu soal masalah di pesta pernikahan kemarin,” ucap Deon mengelak. Dia belum siap memberitahu gadis itu jika yang menggantikan pengantin pria di pesta kemarin adalah dirinya. Hyuna menatap curiga ke Deon, ingin kembali bicara, tapi karena dosen mereka sudah masuk terlebih dahulu, membuat Hyuna memilih menundanya karena harus fokus belajar. Dua jam berlalu, akhirnya sesi kelas siang itu selesai. Dosen mengakhiri kelas setelah memberikan tugas untuk mahasiswa yang mengikuti kelasnya. Deon merapikan buku, lantas memasukkan ke tas. “De, kamu belum menceritakan yang terjadi di hotel kemarin,” kata Hyuna. “Mau menceritakan apa, Hyuna? Tidak ada yang bisa diceritakan, selain pekerjaan melayani tamu,” balas Deon. Deon menoleh Hyuna, memandang gadis yang sejak tadi menatapnya. “Aku penasaran soal pengantin yang menyewa ballr
Ayana berdiri di sana, mendengarkan setiap kalimat biasa tapi entah kenapa sangat menyakitkan baginya. Kedua tangan mengepal erat, bahkan kuku-kuku jarinya sampai terlihat begitu pucat. “Pokoknya kamu rahasiakan soal ini, jangan sampai orang lain tahu, kalau kami membayar kalian agar adikmu menikah dengan putriku. Jika sampai masalah ini bocor, aku pastikan kamu menanggung semua akibat yang terjadi.” Firman bicara dengan nada penekanan agar Satria tidak membocorkan masalah itu, atau mau ditaruh mana mukanya. “Anda tenang saja, saya akan menutup rapat mulut saya. Lagi pula, sekarang saya juga keluarga Anda, kan? Mana mungkin menjatuhkan keluarga sendiri,” ucap Satria dengan senyum miring di wajah. Firman terpaksa melakukan ini semua jika bukan karena gengsi yang begitu besar. Bukan salahnya jika terkesan menawarkan anak sendiri, sebab Ayana yang sudah berulang kali gagal menikah dan kejadian kemarin adalah yang terfatal. “Sudah, ambil uangmu dan pergilah!” perintah Firman kemudian.
Deon bekerja di sebuah kafe. Dia akan kerja paruh waktu di tempat lain jika memang mendapat tawaran, seperti saat menjadi pelayan di hotel kemarin.Masih tidak ada yang tahu soal statusnya yang sudah menikah. Jika memang ada yang tahu, dia tidak akan mengelak dari statusnya, hanya akan menutupi jika pernikahan itu hanya sebuah kontrak.“Selamat siang, silakan mau pesan apa?” Deon menyambut pengunjung yang hendak memesan.Seperti biasa, pengunjung kafe itu kebanyakan para gadis yang memang datang untuk melihat wajah tampan pemuda itu. Manis, ramah, juga baik hati, gadis mana yang tidak akan menyukai pemuda itu.“Chocolatte ice, tapi gulanya sedikit,” jawab seorang gadis berpakaian SMA.“Oke.” Deon memainkan jari di atas layar tablet untuk mencetak struk pesanan gadis itu.“Kakak, kamu masih tidak mau memberiku nomor ponselmu?” tanya gadis berseragam SMA itu penuh harap.Deon mengalihkan pandangan dari tablet ke gadis tadi, kemudian tersenyum manis membuat para gadis di kafe itu terpuka
Deon dan Ayana sama-sama menatap ke sumber suara. Melihat seorang gadis berdiri dengan tatapan tidak senang ke Ayana dan Deon.“Hyuna.” Deon menyebut nama gadis itu.Ayana terkejut mendengar nama yang disebut, hingga tatapan langsung beralih ke Deon.“Jadi gadis itu kekasihnya,” gumam Ayana dalam hati.Deon berdiri untuk menghampiri Hyuna, tentu saja hal itu semakin membuat Ayana yakin jika Hyuna memang kekasih Deon.Ayana menoleh ke arah Hyuna, hingga menyadari jik gadis itu terus menatap tidak senang ke arahnya.“Kamu mau minum?” tanya Deon saat sudah berdiri berhadapan dengan Hyuna.Hyuna mengalihkan pandangan dari Ayana ke Deon, masih terlihat jelas ekspresi kesal tercetak di wajah.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Hyuna kesal.Deon mengerutkan alis mendengar ucapan Hyuna, tapi kemudian memilih menganggukkan kepala untuk bicara dengan sahabatnya itu.Ayana sendiri duduk dengan tenang, lantas mengambil cangkir di meja dan menyesap kopi buatan Deon.Hyuna mengajak Deon bicara di lu
Deon pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ayana memberi kunci apartemen agar pemuda itu bisa masuk sewaktu-waktu, sedangkan wanita itu sendiri masuk menggunakan sidik jari. Dia belum menambahkan sidik jari Deon. Saat baru saja masuk, lampu apartemen semuanya padam, hanya lampu depan pintu yang menyala otomatis ketika ada orang lewat dan akan mati saat tidak ada orang. Pemuda itu berjalan ke kamar, hingga melihat ke bawah celah pintu lampu kamar Ayana masih menyala. Dia memilih mengabaikan dan masuk ke kamarnya. Deon terkejut saat melihat kamar sudah terisi ranjang, sofa, lemari, bahkan meja belajar. “Dia benar-benar membelikan semua yang diperlukan,” gumam Deon. Deon memilih masuk dan melihat perabotan yang ada di kamar. Ranjang berukuran sedang, sofa empuk, lemari pintu tiga, juga meja belajar yang tampak nyaman untuk digunakan tempat belajar. Deon membuang napas kasar, lantas duduk di kursi belajarnya. Menggoyangkan ke kanan dan kiri menikmati nyamannya kursi
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida