Deon dan Ayana sama-sama menatap ke sumber suara. Melihat seorang gadis berdiri dengan tatapan tidak senang ke Ayana dan Deon.“Hyuna.” Deon menyebut nama gadis itu.Ayana terkejut mendengar nama yang disebut, hingga tatapan langsung beralih ke Deon.“Jadi gadis itu kekasihnya,” gumam Ayana dalam hati.Deon berdiri untuk menghampiri Hyuna, tentu saja hal itu semakin membuat Ayana yakin jika Hyuna memang kekasih Deon.Ayana menoleh ke arah Hyuna, hingga menyadari jik gadis itu terus menatap tidak senang ke arahnya.“Kamu mau minum?” tanya Deon saat sudah berdiri berhadapan dengan Hyuna.Hyuna mengalihkan pandangan dari Ayana ke Deon, masih terlihat jelas ekspresi kesal tercetak di wajah.“Aku ingin bicara denganmu,” ucap Hyuna kesal.Deon mengerutkan alis mendengar ucapan Hyuna, tapi kemudian memilih menganggukkan kepala untuk bicara dengan sahabatnya itu.Ayana sendiri duduk dengan tenang, lantas mengambil cangkir di meja dan menyesap kopi buatan Deon.Hyuna mengajak Deon bicara di lu
Deon pulang saat waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Ayana memberi kunci apartemen agar pemuda itu bisa masuk sewaktu-waktu, sedangkan wanita itu sendiri masuk menggunakan sidik jari. Dia belum menambahkan sidik jari Deon. Saat baru saja masuk, lampu apartemen semuanya padam, hanya lampu depan pintu yang menyala otomatis ketika ada orang lewat dan akan mati saat tidak ada orang. Pemuda itu berjalan ke kamar, hingga melihat ke bawah celah pintu lampu kamar Ayana masih menyala. Dia memilih mengabaikan dan masuk ke kamarnya. Deon terkejut saat melihat kamar sudah terisi ranjang, sofa, lemari, bahkan meja belajar. “Dia benar-benar membelikan semua yang diperlukan,” gumam Deon. Deon memilih masuk dan melihat perabotan yang ada di kamar. Ranjang berukuran sedang, sofa empuk, lemari pintu tiga, juga meja belajar yang tampak nyaman untuk digunakan tempat belajar. Deon membuang napas kasar, lantas duduk di kursi belajarnya. Menggoyangkan ke kanan dan kiri menikmati nyamannya kursi
Ayana menatap tidak senang ke arah pintu. Sekretaris Ayana langsung menunduk dan memilih undur diri dari ruangan itu karena tidak mau jadi penonton di sana.Ayana memalingkan wajah ingin mengabaikan orang yang masuk ke ruangannya tanpa permisi.Rey datang ke perusahaan karena tahu jika Ayana tidak mungkin pergi bulan madu. Dia mendekat ke arah meja Ayana untuk mengajak bicara wanita itu.“Mau apa lagi kamu?” tanya Ayana kini menatap Rey dengan ekspresi wajah datar.“Aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan, Ay. Kamu memilih membatalkan pernikahan denganku, lantas menikah dengan pria lain? Jangan-jangan kamu memang sudah bersama pria itu lama, sehingga saat pernikahan kita batal, kamu dengan mudah bisa mendapatkan penggantiku.” Rey bicara dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja.Satu sudut bibir Ayana tertarik ke atas mendengar ucapan Rey. Tentu saja dia tidak akan takut atau menyesal bahkan tersentuh Rey mendatanginya.“Kamu masih tidak bercermin, Rey. Semua yang terjad
Deon benar-benar murka. Dia pasrah menikahi Ayana agar keluarganya tidak mendapat masalah, tapi ternyata keputusannya malah dimanfaatkan oleh sang kakak.“Kembalikan semua uang itu!” perintah Deon sambil menengadahkan tangan.Mita bingung dan panik menatap Deon yang marah, sedangkan Satria terlihat tidak merasa bersalah sama sekali.“Uang sudah dikasih, untuk apa dikembalikan. Lagi pula orang tuanya yang menawari, bukan aku yang minta,” balas Satria yang tidak mau mengembalikan uang pemberian orang tua Ayana.Deon begitu geram mendengar ucapan Satria. Dia mendekat cepat dengan telapak tangan mengepal, bersiap memukul sang kakak yang selalu saja serakah.“De, sudah. Jangan bertengkar dengan kakakmu,” ucap Mita menahan tangan Deon.Telapak tangan Deon masih terkepal erat. Tatapannya penuh rasa malu dan kecewa ke sang kakak yang tidak pernah berubah jika sudah menyangkut soal uang.“Sepertinya menikah adalah pilihan terbaik untukku. Meski kami tidak saling mencintai, tapi setidaknya pern
Deon masuk kamar Ayana, melihat interior kamar yang sangat di luar prediksi. Dia mengira Ayana akan mendesain kamarnya dengan nuansa soft, cat kamar berwarna merah muda atau peace yang sesuai dengan kepribadian Ayana yang feminim. Namun dugaannya salah, kamar Ayana begitu elegan, cat kamar biru gelap, ranjang berukuran besar dengan sprei motif kotak berwarna gelap.“Duduklah di sana,” kata Ayana sambil menunjuk ranjang.Deon terkejut hingga menatap Ayana yang berjalan ke arah pintu lain di kamar itu. Kenapa Ayana mengajaknya masuk kamar dan sekarang menyuruh duduk di ranjang wanita itu.Deon masih berdiri mematung karena bingung harus bagaimana, hingga Ayana keluar dari pintu yang tadi dimasuki, membuat Deon terkejut dan menatap wanita itu.Ayana dan Deon saling tatap. Ayana pun bingung kenapa Deon masih berdiri.Deon melirik ke tangan Ayana, melihat hairdryer di tangan wanita itu.“Kenapa kamu masih berdiri?” tanya Ayana yang berjalan menuju ranjang melewati Deon berdiri.Deon menaha
Ayana masuk kamar dan buru-buru mengunci pintu. Dia bahkan naik ke ranjang dengan ekspresi wajah panik.“Apa yang kamu lakukan, Ay?”Ayana panik, bingung, dan malu bercampur jadi satu. Setan apa yang masuk ke otaknya, sampai dia ingin menyentuh jakun Deon.“Ayana, kamu gila!”Ayana mengacak rambutnya sendiri. Bahkan sampai berbaring tengkurap dan menyembunyikan wajah.Bagaimana Ayana tidak panik. Dia melontarkan permintaan yang sangat tidak masuk akal. Belum lagi Deon memandangnya aneh, entah apa yang ada di pikiran pemuda itu.Ayana mengingat ekspresi wajah Deon yang terkejut, hingga dia mengacak-acak rambutnya lagi.“Mau ditaruh mana mukamu, Ay!”Ayana terus menggerutu, meski hal itu tidak akan membuatnya lepas dari rasa malu.Di sisi lain. Deon masih duduk di ruang makan menatap dua mangkuk mie yang belum habis. Dia mengingat permintaan Ayana yang memang membuatnya terkejut. Sampai-sampai Deon menyentuh jakunnya sendiri.Pemuda itu tersenyum sambil mengulum bibir, menunduk menahan
Gery terkejut mendengar wanita yang baru saja datang itu mencari Deon. Dia lantas menoleh ke Deon yang ternyata mendengar ada yang menyebut namanya.Deon berdiri dan terkejut melihat siapa yang mencari. Gery pun memilih mundur agar Deon bisa bicara dengan wanita itu.“Bibi.” Ternyata wanita berpenampilan elegan itu ibu Hyuna.“Aku ingin bicara denganmu,” kata wanita itu sambil memperlihatkan ekspresi wajah datar. “Apa masih ada tempat di sini untuk kita bicara?” tanya wanita itu kemudian.Deon mengedarkan pandangan, melihat semua meja di sana sudah penuh.“Jika Bibi mau, kita bisa bicara di ruang ganti,” kata Deon. Dia pun tidak mungkin meninggalkan Gery di kafe sendirian.Untung saja wanita itu mau bicara di ruang ganti, sehingga Deon tidak perlu izin keluar kafe hanya untuk bicara.“Apa begini caramu memperlakukan Hyuna? Kurang apa dia sampai kamu mengabaikannya?”Pertanyaan yang dilontarkan wanita itu membuat Deon terkejut.“Apa maksud Bibi?” tanya Deon dengan dahi berkerut halus.
Deon menatap Hyuna dengan rasa tidak percaya. Dia baru tahu jika gadis itu menyukainya. Meski Hyuna memang selalu manja dan sangat dekat dengannya, tapi Deon menanggapi semua itu dengan cara yang berbeda.“Aku kurang apa sih, De? Aku pikir kamu memiliki perasaan sama denganku, tapi apa? Kamu malah menikah dengan wanita itu.” Hyuna benar-benar meluapkan perasaannya setelah merasa kecewa.Hyuna menatap Deon yang hanya diam. Kekecewaannya benar-benar bercokol di dada.“Kamu menikahi wanita itu karena terpaksa ‘kan, De? Aku tahu kalau dia adalah wanita yang ditinggal calon suaminya. Kamu menikahinya hanya karena terpaksa, kan?”Hyuna mencari informasi tentang siapa yang menikah di hotel keluarganya, hingga akhirnya tahu jika pengantin prianya Deon. Bukan tanpa sebab Hyuna curiga jika Deon yang diceritakan semua orang sebagai pengantin pengganti, semua karena waktu pernikahan Deon dengan berita di hotel itu sama.Deon melihat Hyuna yang sangat berbeda dari biasanya, mungkin karena gadis it