Ayana masuk kamar dan buru-buru mengunci pintu. Dia bahkan naik ke ranjang dengan ekspresi wajah panik.“Apa yang kamu lakukan, Ay?”Ayana panik, bingung, dan malu bercampur jadi satu. Setan apa yang masuk ke otaknya, sampai dia ingin menyentuh jakun Deon.“Ayana, kamu gila!”Ayana mengacak rambutnya sendiri. Bahkan sampai berbaring tengkurap dan menyembunyikan wajah.Bagaimana Ayana tidak panik. Dia melontarkan permintaan yang sangat tidak masuk akal. Belum lagi Deon memandangnya aneh, entah apa yang ada di pikiran pemuda itu.Ayana mengingat ekspresi wajah Deon yang terkejut, hingga dia mengacak-acak rambutnya lagi.“Mau ditaruh mana mukamu, Ay!”Ayana terus menggerutu, meski hal itu tidak akan membuatnya lepas dari rasa malu.Di sisi lain. Deon masih duduk di ruang makan menatap dua mangkuk mie yang belum habis. Dia mengingat permintaan Ayana yang memang membuatnya terkejut. Sampai-sampai Deon menyentuh jakunnya sendiri.Pemuda itu tersenyum sambil mengulum bibir, menunduk menahan
Gery terkejut mendengar wanita yang baru saja datang itu mencari Deon. Dia lantas menoleh ke Deon yang ternyata mendengar ada yang menyebut namanya.Deon berdiri dan terkejut melihat siapa yang mencari. Gery pun memilih mundur agar Deon bisa bicara dengan wanita itu.“Bibi.” Ternyata wanita berpenampilan elegan itu ibu Hyuna.“Aku ingin bicara denganmu,” kata wanita itu sambil memperlihatkan ekspresi wajah datar. “Apa masih ada tempat di sini untuk kita bicara?” tanya wanita itu kemudian.Deon mengedarkan pandangan, melihat semua meja di sana sudah penuh.“Jika Bibi mau, kita bisa bicara di ruang ganti,” kata Deon. Dia pun tidak mungkin meninggalkan Gery di kafe sendirian.Untung saja wanita itu mau bicara di ruang ganti, sehingga Deon tidak perlu izin keluar kafe hanya untuk bicara.“Apa begini caramu memperlakukan Hyuna? Kurang apa dia sampai kamu mengabaikannya?”Pertanyaan yang dilontarkan wanita itu membuat Deon terkejut.“Apa maksud Bibi?” tanya Deon dengan dahi berkerut halus.
Deon menatap Hyuna dengan rasa tidak percaya. Dia baru tahu jika gadis itu menyukainya. Meski Hyuna memang selalu manja dan sangat dekat dengannya, tapi Deon menanggapi semua itu dengan cara yang berbeda.“Aku kurang apa sih, De? Aku pikir kamu memiliki perasaan sama denganku, tapi apa? Kamu malah menikah dengan wanita itu.” Hyuna benar-benar meluapkan perasaannya setelah merasa kecewa.Hyuna menatap Deon yang hanya diam. Kekecewaannya benar-benar bercokol di dada.“Kamu menikahi wanita itu karena terpaksa ‘kan, De? Aku tahu kalau dia adalah wanita yang ditinggal calon suaminya. Kamu menikahinya hanya karena terpaksa, kan?”Hyuna mencari informasi tentang siapa yang menikah di hotel keluarganya, hingga akhirnya tahu jika pengantin prianya Deon. Bukan tanpa sebab Hyuna curiga jika Deon yang diceritakan semua orang sebagai pengantin pengganti, semua karena waktu pernikahan Deon dengan berita di hotel itu sama.Deon melihat Hyuna yang sangat berbeda dari biasanya, mungkin karena gadis it
Deon masih menatap Ayana sambil mengatur detak jantung yang tidak beraturan. Ayana sendiri berusaha menghentikan darah yang keluar, hingga wanita itu baru menyadari apa yang sedang dilakukannya.Ayana menatap Deon dengan rasa canggung, sedangkan pemuda itu memalingkan muka sambil menahan senyum.“Reflek, aku kebiasaan melakukan itu jika terluka,” ucap Ayana sebagai sebuah pembelaan atas apa yang dilakukannya.“Ya,” balas Deon agar Ayana tidak merasa canggung.Ayana menarik tangan Deon, lantas mengalirkan air untuk membasuh luka di jari pemuda itu.Deon terus memperhatikan Ayana, tidak menyangka jika Ayana akan bereaksi seperti itu. Dia terus memandang Ayana yang kini sedang membersihkan lukanya.“Keringkan dulu menggunakan tisu, akan aku ambilkan obat,” ujar Ayana yang sudah selesai membersihkan jari Deon. Dia bicara sambil memperhatikan jari Deon yang terluka dan sudah tidak mengalirkan darah.Ayana tidak mendengar suara Deon. Hingga dia pun menatap pemuda itu, membuat tatapan mereka
Deon duduk sambil memandang telunjuknya. Mengamati jari yang terbalut plester karena terluka. Dia berada di kamar, duduk di belakang meja kerja sambil tersenyum-senyum sendiri.“Ternyata dia sangat manis dan baik,” gumam pemuda itu dengan senyum yang tak lekang dari wajah.Awalnya Deon mengira jika Ayana galak, judes, juga sombong. Sejujurnya, dia pernah melihat Ayana beberapa kali sebelum acara pernikahan itu terjadi.Ayana pernah membeli kopi di kafe tempatnya bekerja, tapi wanita itu terlihat dingin dan terus fokus ke ponsel. Deon mengingat wajah Ayana, sedangkan wanita itu tidak. Bahkan Ayana mungkin lupa jika beberapa kali membeli kopi di kafe itu.Hingga saat Deon melihat Ayana yang sedang bertengkar dengan Rey, membuat Deon memilih mendekat dan membantu, tapi siapa sangka jika takdir malah membuat keduanya menikah.“Apa benar ini takdir?”Deon menatap langit-langit kamar, seolah di sana bisa menemukan jawaban yang mengganggu pikirannya. Dia tidak tahu, kenapa merasa tenang saat
“Kenapa kamu makan es krim? Bukankah es krim hanya untuk anak kecil?” Ayana keheranan melihat Deon yang memesan es krim.Deon melirik Ayana, satu tangan menyendok makanan manis dan dingin itu. Dia memilih memasukkan makanan ke mulut dulu, sebelum membalas pertanyaan Ayana.“Siapa bilang hanya untuk anak kecil? Bahkan es krim dimakan oleh orang dewasa juga tua, saat mereka butuh makanan manis ketika sedang stres atau lelah,” balas Deon kemudian kembali memasukkan suapan es krim ke mulut. “Lagi pula, bukankah aku masih kecil. Coba hitung, berapa umurku?”Deon kembali memasukkan suapan ke mulut, begitu menikmati makanan manis dan dingin itu, tapi tatapannya terus tertuju ke Ayana.Ayana mengerutkan alis mendengar balasan Deon. Baginya yang terbiasa sibuk bekerja, es krim bukanlah minuman yang tepat untuk menjaga staminanya ketika banyak pekerjaan.Deon masih menatap Ayana yang memberikan ekspresi aneh. Hingga dengan iseng mengulurkan suapan ke mulut wanita itu.“Buka mulutmu,” kata Deon
“Sumpah, aku tidak menyangka kalau kamu yang sejak dulu pendiam, bahkan sangat rajin dalam belajar, jadi kesayangan dosen, ternyata seorang Sugar Baby. Ternyata kemasan sangat menipu.”Deon menatap pemuda salah satu mahasiswa di fakultasnya. Meski Deon tidak tahu apa maksud ucapan pemuda itu, karena dia pun belum tahu tentang apa pun yang dibicarakan pemuda itu.“Katakan, De. Bagaimana caramu mendapatkan wanita kaya dan cantik itu. Ya, meski umurnya jauh di atasmu, tapi jika dilihat dengan seksama, dia seksi. Tidak ada ruginya jika punya Sugar Mommy seperti itu.” Pemuda yang mengajak bicara Deon terus bicara tanpa jeda, seolah bibirnya baru saja dilumas dengan oli hingga begitu licin.“Bagi tipsnya agar bisa mendapatkan wanita seperti itu,” ucap pemuda itu lagi.“Apa maksudmu? Aku tidak paham.” Deon masih bersikap tenang, apalagi merasa jika tidak melakukan kesalahan apa pun.Pemuda bernama Alex itu tersenyum miring mendengar ucapan Deon. Dia pun mendekat kemudian menunjukkan ponselny
Ayana bergeming sesaat mendengar ucapan Kyle, hingga kemudian tertawa lepas seolah sedang melepas beban yang ditanggung.Kyle hanya bisa menghela napas kasar, sudah tidak terkejut melihat Ayana yang menertawakan dirinya.“Maaf saja, aku tidak mau jadi istri keduamu. Memangnya kamu mau bikin kerajaan Harem?” Ayana menggelengkan kepala merasa asistennya itu suka mengada-ada, meski Ayana paham jika itu hanya bagian dari candaan Kyle. Baik dia dan Kyle tidak pernah menganggap serius ucapan yang menyangkut tentang asmara.“Ya sudahlah, tapi sebenarnya meski jadi istri kedua, yang penting kamu menikah,” balas Kyle lagi.“Itu maumu!” balas Ayana, “tidak perlu jadi istri keduamu, aku sudah jadi istri pertama untuk seseorang,” imbuh Ayana kemudian kembali fokus ke berkas di meja.Kyle baru ingat kalau mendengar Ayana menikah dengan pria lain. Kemarin dia tidak sempat menanyakan hal itu saat mengantar Ayana pulang.“Oh ya, omong-omong soal pria yang menikahimu. Dia benar-benar masih muda?” tany