Deon menatap Hyuna dengan rasa tidak percaya. Dia baru tahu jika gadis itu menyukainya. Meski Hyuna memang selalu manja dan sangat dekat dengannya, tapi Deon menanggapi semua itu dengan cara yang berbeda.“Aku kurang apa sih, De? Aku pikir kamu memiliki perasaan sama denganku, tapi apa? Kamu malah menikah dengan wanita itu.” Hyuna benar-benar meluapkan perasaannya setelah merasa kecewa.Hyuna menatap Deon yang hanya diam. Kekecewaannya benar-benar bercokol di dada.“Kamu menikahi wanita itu karena terpaksa ‘kan, De? Aku tahu kalau dia adalah wanita yang ditinggal calon suaminya. Kamu menikahinya hanya karena terpaksa, kan?”Hyuna mencari informasi tentang siapa yang menikah di hotel keluarganya, hingga akhirnya tahu jika pengantin prianya Deon. Bukan tanpa sebab Hyuna curiga jika Deon yang diceritakan semua orang sebagai pengantin pengganti, semua karena waktu pernikahan Deon dengan berita di hotel itu sama.Deon melihat Hyuna yang sangat berbeda dari biasanya, mungkin karena gadis it
Deon masih menatap Ayana sambil mengatur detak jantung yang tidak beraturan. Ayana sendiri berusaha menghentikan darah yang keluar, hingga wanita itu baru menyadari apa yang sedang dilakukannya.Ayana menatap Deon dengan rasa canggung, sedangkan pemuda itu memalingkan muka sambil menahan senyum.“Reflek, aku kebiasaan melakukan itu jika terluka,” ucap Ayana sebagai sebuah pembelaan atas apa yang dilakukannya.“Ya,” balas Deon agar Ayana tidak merasa canggung.Ayana menarik tangan Deon, lantas mengalirkan air untuk membasuh luka di jari pemuda itu.Deon terus memperhatikan Ayana, tidak menyangka jika Ayana akan bereaksi seperti itu. Dia terus memandang Ayana yang kini sedang membersihkan lukanya.“Keringkan dulu menggunakan tisu, akan aku ambilkan obat,” ujar Ayana yang sudah selesai membersihkan jari Deon. Dia bicara sambil memperhatikan jari Deon yang terluka dan sudah tidak mengalirkan darah.Ayana tidak mendengar suara Deon. Hingga dia pun menatap pemuda itu, membuat tatapan mereka
Deon duduk sambil memandang telunjuknya. Mengamati jari yang terbalut plester karena terluka. Dia berada di kamar, duduk di belakang meja kerja sambil tersenyum-senyum sendiri.“Ternyata dia sangat manis dan baik,” gumam pemuda itu dengan senyum yang tak lekang dari wajah.Awalnya Deon mengira jika Ayana galak, judes, juga sombong. Sejujurnya, dia pernah melihat Ayana beberapa kali sebelum acara pernikahan itu terjadi.Ayana pernah membeli kopi di kafe tempatnya bekerja, tapi wanita itu terlihat dingin dan terus fokus ke ponsel. Deon mengingat wajah Ayana, sedangkan wanita itu tidak. Bahkan Ayana mungkin lupa jika beberapa kali membeli kopi di kafe itu.Hingga saat Deon melihat Ayana yang sedang bertengkar dengan Rey, membuat Deon memilih mendekat dan membantu, tapi siapa sangka jika takdir malah membuat keduanya menikah.“Apa benar ini takdir?”Deon menatap langit-langit kamar, seolah di sana bisa menemukan jawaban yang mengganggu pikirannya. Dia tidak tahu, kenapa merasa tenang saat
“Kenapa kamu makan es krim? Bukankah es krim hanya untuk anak kecil?” Ayana keheranan melihat Deon yang memesan es krim.Deon melirik Ayana, satu tangan menyendok makanan manis dan dingin itu. Dia memilih memasukkan makanan ke mulut dulu, sebelum membalas pertanyaan Ayana.“Siapa bilang hanya untuk anak kecil? Bahkan es krim dimakan oleh orang dewasa juga tua, saat mereka butuh makanan manis ketika sedang stres atau lelah,” balas Deon kemudian kembali memasukkan suapan es krim ke mulut. “Lagi pula, bukankah aku masih kecil. Coba hitung, berapa umurku?”Deon kembali memasukkan suapan ke mulut, begitu menikmati makanan manis dan dingin itu, tapi tatapannya terus tertuju ke Ayana.Ayana mengerutkan alis mendengar balasan Deon. Baginya yang terbiasa sibuk bekerja, es krim bukanlah minuman yang tepat untuk menjaga staminanya ketika banyak pekerjaan.Deon masih menatap Ayana yang memberikan ekspresi aneh. Hingga dengan iseng mengulurkan suapan ke mulut wanita itu.“Buka mulutmu,” kata Deon
“Sumpah, aku tidak menyangka kalau kamu yang sejak dulu pendiam, bahkan sangat rajin dalam belajar, jadi kesayangan dosen, ternyata seorang Sugar Baby. Ternyata kemasan sangat menipu.”Deon menatap pemuda salah satu mahasiswa di fakultasnya. Meski Deon tidak tahu apa maksud ucapan pemuda itu, karena dia pun belum tahu tentang apa pun yang dibicarakan pemuda itu.“Katakan, De. Bagaimana caramu mendapatkan wanita kaya dan cantik itu. Ya, meski umurnya jauh di atasmu, tapi jika dilihat dengan seksama, dia seksi. Tidak ada ruginya jika punya Sugar Mommy seperti itu.” Pemuda yang mengajak bicara Deon terus bicara tanpa jeda, seolah bibirnya baru saja dilumas dengan oli hingga begitu licin.“Bagi tipsnya agar bisa mendapatkan wanita seperti itu,” ucap pemuda itu lagi.“Apa maksudmu? Aku tidak paham.” Deon masih bersikap tenang, apalagi merasa jika tidak melakukan kesalahan apa pun.Pemuda bernama Alex itu tersenyum miring mendengar ucapan Deon. Dia pun mendekat kemudian menunjukkan ponselny
Ayana bergeming sesaat mendengar ucapan Kyle, hingga kemudian tertawa lepas seolah sedang melepas beban yang ditanggung.Kyle hanya bisa menghela napas kasar, sudah tidak terkejut melihat Ayana yang menertawakan dirinya.“Maaf saja, aku tidak mau jadi istri keduamu. Memangnya kamu mau bikin kerajaan Harem?” Ayana menggelengkan kepala merasa asistennya itu suka mengada-ada, meski Ayana paham jika itu hanya bagian dari candaan Kyle. Baik dia dan Kyle tidak pernah menganggap serius ucapan yang menyangkut tentang asmara.“Ya sudahlah, tapi sebenarnya meski jadi istri kedua, yang penting kamu menikah,” balas Kyle lagi.“Itu maumu!” balas Ayana, “tidak perlu jadi istri keduamu, aku sudah jadi istri pertama untuk seseorang,” imbuh Ayana kemudian kembali fokus ke berkas di meja.Kyle baru ingat kalau mendengar Ayana menikah dengan pria lain. Kemarin dia tidak sempat menanyakan hal itu saat mengantar Ayana pulang.“Oh ya, omong-omong soal pria yang menikahimu. Dia benar-benar masih muda?” tany
Ayana pulang ke apartemen sedikit terlambat karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Saat sampai di apartemen, Ayana melihat sepatu Deon sudah ada di rak. Dia pun sedikit keheranan karena Deon tidak kerja paruh waktu.Ayana pun berjalan masuk sambil menyalakan lampu ruang tengah yang masih mati, hingga melihat pintu kamar Deon yang terbuka.Deon baru saja akan keluar, melihat Ayana yang baru saja datang, membuat pemuda itu terkejut. Dia sampai ingin kembali masuk kamar.“Tunggu!” Ayana mencegah Deon kembali masuk kamar.Deon memejamkan mata sekilas mendengar suara Ayana. Dia ingin menyembunyikan wajah dari wanita itu, sekarang malah ketahuan karena tidak tahu kalau Ayana sudah pulang.Ayana berjalan mendekat ke Deon. Dia menyadari jika ada yang aneh dengan wajah pria itu. Hingga saat sudah berhadapan dengan Deon, Ayana terkejut melihat wajah Deon yang memar.“Kenapa wajahmu penuh lebam?” tanya Ayana yang melihat luka di ujung bibir Deon, juga memar di pipi dan dagu suaminya
“Kenapa? Kenapa kamu tidak akan berpikiran seperti mereka?” tanya Ayana penasaran.Deon memperhatikan Ayana yang penasaran, tapi bukannya menjawab, dia malam memberikan senyum manis ke wanita itu.“Tidak ada alasan kenapa, atau kenapa. Ya, aku tidak tanpa syarat dan alasan,” jawab Deon yang enggan memberi penjelasan atas ucapannya.Ayana mengerutkan alis mendengar jawaban Deon. Melihat senyum yang terpajang di wajah pemuda itu, entah kenapa membuat jantung Ayana selalu saja berdegup dengan cepat. Namun, meski begitu Ayana selalu bisa mengontrol perasaannya. Dia tidak ingin kembali mudah terbawa perasaan, meski sikap baiknya tidak bisa dihilangkan.“Mana mungkin tidak ada alasan. Setiap orang memiliki alasan untuk menyukai atau membenci,” ujar Ayana yang merasa aneh dengan jawaban Deon.“Aku tidak punya alasan untuk membencimu, jika untuk menyukai, mungkin ada,” balas Deon sambil tersenyum manis, kemudian berdiri dan berjalan ke dapur.Ayana membeku di tempatnya mendengar ucapan Deon.