“Papa akan menaikkan jabatanku setelah masa percobaan selesai. Aku bingung, haruskah serius menjalani masa percobaan ini ataukah tak usah peduli agar tidak sesuai dengan keinginan Papa.”Azlan masih ragu dengan langkah yang akan diambilnya setelah berada di bawah pengawasan sang papa.Ayana menatap Azlan yang bimbang. Dia pun paham dengan apa yang dirasakan serta dicemaskan oleh adiknya itu.“Sebelum aku mengemukakan pendapatku. Aku mau tanya lebih dulu,” ucap Ayana.Azlan mengangguk mendengar ucapan kakaknya itu.“Apa tujuanmu sekarang setelah bisa bersama Hyuna?” tanya Ayana setelah Azlan mengizinkan dirinya bertanya.“Tentu saja ingin terus bisa bersama Hyuna,” jawab Azlan penuh keyakinan.Ayana tersenyum mendengar jawaba Azlan, hingga dia pun mulai mengemukakan penilaian dari sudut pandangnya.“Kamu ingin terus bersama Hyuna, maka kamu harus melampaui apa yang kamu bisa sekarang,” ujar Ayana sambil menatap Azlan begitu serius.Azlan tak paham dengan maksud Ayana. Dia pun memilih d
Ayana kembali memeluk Hyuna karena gadis itu menangis. Dia mengusap lembut punggung secara konstan untuk menenangkan.“Sudah, tidak apa. Ini bukan salahmu. Ini kesalahan para orang tua yang memanfaatkan kalian. Apa yang kalian lakukan juga rasakan tidak salah sama sekali. Keserakahan mereka saja yang membuatmu jadi merasa bersalah,” ucap Ayana mencoba menenagkan.Hyuna mencoba menahan air mata yang terus mengalir, dia tak ingin sampai Azlan melihatnya.“Jika Azlan tahu pun, aku yakin dia takkan menyalahkanmu. Tapi ….” Ayana menjeda ucapannya, kemudian melepas pelukan dan menatap Hyuna.Hyuna diam sambil memandang Ayana yang sedang ingin bicara.“Untuk saat ini, jangan beritahu dia soal ini. Aku tidak ingin dia salah langkah karena kondisinya yang labil. Biarkan semua berjalan seperti semula, berpura-pura saja dulu jika kamu tak mengetahui hal itu. Ini juga demi keberlangsungan hubungan kalian ke depannya,” ujar Ayana memberikan nasihat sesuai dengan sudut pandangnya.Hyuna mengangguk
Hari Deon dan Hyuna akan diwisuda pun tiba. Pagi itu Ayana sudah bersiap memakai pakaian bermotif yang kembar dengan Deon. “Lihat, menyisir rambut saja kamu tak bisa rapi,” protes Ayana saat melihat rambut suaminya yang disisir alakadarnya. “Kalau begitu rapikan,” balas Deon sambil duduk di tepian ranjang. Ayana hanya tersenyum mendengar ucapan suaminya. Dia mengambil sisir lantas menata rambut sang suami dengan rapi agar terlihat lebih tampan. “Sudah,” ujar Ayana sambil menatap hasil karyanya menata rambut sang suami. Deon tersenyum lebar, lantas satu tangan mengusap perut Ayana. “Bagaimana kabarnya dia di sana?” tanya Deon sambil merasakan perut Ayana yang sudah sedikit besar serta terasa keras. “Dia baik, bisa makan enak dengan tenang setiap hari membuatnya senang,” jawab Ayana diakhiri tawa kecil. Deon mengecup perut Ayana yang tertutup dress, lantas mendongak agar bisa memandang wajah sang istri. “Untung papanya pintar masak, jadi anaknya bisa makan enak terus,” balas Deo
“Ayahnya Azlan sepertinya benar-benar ingin menjauhkan Ayana dari Azlan,” bisik Hyuna saat duduk di samping Deon.“Hm … aku bisa melihatnya.” Deon menoleh ke belakang, melihat ke meja Ayana juga orang tua Hyuna bergantian.“Aku tidak tahu lagi harus bagaimana menjalani hubungan kami. Berpacaran tapi dibayangi oleh orang tua itu tidak mengenakkan. Kamu bayangkan saja, tiap kami ingin pergi berdua, atau ingin makan berdua, selalu ada bodyguard yang mengawal. Kami sama sekali tak memiliki kebebasan seperti dulu,” ujar Hyuna yang mengungkap keluh kesahnya ke Deon.Deon menghela napas kasar. Dia pun tidak bisa apa-apa untuk membantu Hyuna dan Azlan.“Aku ingin sekali kabur saja,” ujar Hyuna kemudian sambil menoleh Deon.“Jangan seperti itu, kabur bukanlah sebuah solusi,” balas Deon sambil memandang Hyuna.“Lalu bagaimana? Menjalin hubungan tapi tetap dikekang, ini sangat tidak nyaman,” ujar Hyuna dengan tatapan penuh keputusasaan.“Bersabarlah, akan kubicarakan masalah ini dengan Ayana. Ja
“Biar aku yang bawa, kamu duduk saja. Istirahat.”“Tidak apa, ini piring terakhir kok,” ujar Shirly yang tangannya dihalangi Gery.“Sudah tidak usah. Kamu duduk saja, biar aku yang membereskan sisanya,” ujar Gery.Gery mencegah Shirly yang ingin membawa piring berisi makanan yang baru saja dimasaknya.Shirly tetap bekerja di kafe, tapi pekerjaannya dikurangi karena kondisinya yang tak stabil semenjak masuk rumah sakit.Gery sendiri lebih sering menyuruh Shirly duduk di belakang kasir, lantas menyerahkan pekerjaan melayani pengunjung ke dua pelayan lain.Hari itu mereka tetap buka, tapi sekalian menyiapkan sambutan untuk Deon yang hari ini diwisuda. Ayana yang meminta Gery untuk menyiapkan menu spesial agar nantinya bisa dinikmati bersama.Gery mengambil piring yang ada di meja, lantas membawanya ke depan.Shirly pun tak bisa menolak perintah Gery, sehingga dia memilih mengikuti apa yang dikatakan oleh pria itu.“Apa semuanya sudah siap di lantai dua?” tanya Gery ke Alan, salah satu ka
“Kenapa kalian tiba-tiba membahas soal pertunangan?” Hyuna melayangkan protes ketika baru saja sampai rumah.Kedua orang tua Hyuna sangat terkejut mendengar protes dari gadis itu.“Bukankah kamu juga ingin menikah dengannya? Kenapa protes?” Ibu Hyuna sudah tak senang dengan sikap putrinya sejak makan tadi.“Memang aku ingin bersama Azlan, tapi bukan berarti kalian bisa seenaknya memutuskan kapan kami bertunangan dan menikah!” amuk Hyuna.“Hentikan tingkahmu ini! Kamu sudah beberapa hari ini bersikap menjengkelkan, kalau ada masalah bicara! Jangan hanya mengamuk tak jelas seperti itu!” bentak Ibu Hyuna membalas amukan gadis itu.“Tentu ada masalah! Masalah itu kalian. Sungguh aku tak menyangka kalian ….” Hyuna menjeda ucapannya, satu telapak tangan mengepal erat, sampai dipukulkan ke udara.“Aku kecewa kepada kalian, setelah aku begitu bangga menyebut kalian orang tuaku!”Setelah mengatakan itu, Hyuna tak pergi ke kamarnya tapi memilih keluar rumah kemudian masuk mobil dan meninggalkan
“Papamu tidak cerita apa yang ingin di lakukannya?” tanya Deon setelah pulang ke apartemen.“Tidak, aku tanya pun Papa hanya bilang tunggu saja saat rapat bulanan,” jawab Ayana.Deon penasaran kenapa Jonathan mengucapkan kalimat seperti itu.“Besok aku akan mengurus surat permintaan ke HRD untuk menjadikanmu karyawan perusahaan,” ucap Ayana memilih membahas hal lain.“Hm … akhirnya punya modal ijazah untuk bisa jadi orang kantoran,” balas Deon dengan nada candaan.Ayana tertawa kecil mendengar candaan kekasihnya itu, hingga kemudian bertanya, “Kamu benar-benar yakin mau jadi asistenku? Tidak malu karena bekerja menjadi bawahan istri?”Deon menaikkan satu sudut alis mendengar pertanyaan Ayana, hingga kemudian menjawab, “Untuk apa malu? Aku menjadi bawahanmu karena itu memang layak untukku. Tidak mungkin ‘kan lulusan baru langsung minta jabatan direktur.”Ayana kembali tertawa mendengar jawaban suaminya. Dia pun kemudian menatap Deon yang duduk bersebelahan dengan dirinya.“Memangnya, k
“Apa maksudmu, hah? Jangan mengada-ada kamu!”Rey menemui Abigail karena permintaan wanita itu. dia hendak memastikan apakah yang dikatakan Abigail benar.“Aku tidak mengada-ada, Rey. Kamu harus tanggung jawab. Aku benar-benar hamil anakmu.” Abigail menunjukkan foto USG.Rey mengambil foto USG dari tangan Abigail, tapi bukannya senang, Rey malah memandang kesal ke Abigail.“Kamu hanya ingin memanfaatkanku saja, kan? Kamu tahu, sejak kamu masuk dalam hidupku, semua berantakan. Karenamu aku tidak bisa menikahi Ayana, seharusnya aku bisa hidup enak sekarang, tapi karena rayuanmu, semuanya berantakan!” Rey membuang foto USG itu.Abigail memandang foto USG yang dibuang Rey. Dia tak percaya Rey akan bertindak demikian.“Kamu yang mau, jika kamu menolakku, aku pun takkan bersamamu. Pria memang munafik! Kamu mau di saat senang, tapi tak mau saat terjadi hal-hal seperti ini! Kamu menyalahkanku, padahal kamu sendiri yang berpikiran licik!” Abigail tidak menyangka jika Rey benar-benar akan membu
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida