“Apa sudah mendingan?” tanya Deon setelah meletakkan kantong air hangat ke pinggang Ayana.Ayana berbaring miring memandang Deon, lantas menganggukkan kepala.“Lumayan,” jawab Ayana dengan suara lirih.Deon memegangi kantong itu agar menempel pas di pinggang Ayana. Bahkan dia membelai rambut istrinya agar merasa nyaman.“Sepertinya hamil di usiaku sekarang sangat tidak bagus,” gumam Ayana sambil memejamkan mata.Deon terkejut mendengar ucapan Ayana, hingga kemudian membalas, “Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Kamu hamil saja sudah sangat luar biasa bagiku, jadi jangan berpikir yang berlebihan.”Ayana membuka mata mendengar ucapan Deon, hingga memandang suaminya itu dengan seulas senyum.“Tapi serius, rasanya aku seperti lemas setiap waktu,” ujar Ayana kemudian.Deon menatap sedih mendengar Ayana yang mengeluh.“Istirahat saja dulu jika memang merasa lemas, akan aku tangani pekerjaanmu sesuai kemampuanku,” ujar Deon kemudian.Ayana hanya mengangguk, kembali memejamkan mata karena s
“Hyuna! Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?” Azlan tak sabaran mendengar maksud ucapan Hyuna yang dijeas.Hyuna memutar otak. Dia menyesal karena terlalu emosi sampai keceplosan bicara.“Ya itu, aku hanya kesal dimanfaatkan orang tuaku setelah tahu kamu siapa. Meski aku ingin bersamamu, tapi cara mereka bersikap dan membuat keputusan sangat membuatku tidak senang.” Hyuna memberi alasan secara spontan yang melintas di kepala agar Azlan tak curiga.“Oh … seperti itu.” Azlan pun percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan oleh Hyuna.Hyuna pun lega karena Azlan percaya dengan apa yang dikatakan olehnya.“Untuk saat ini, kita hanya bisa menjalani apa yang mereka putuskan. Tapi tenang saja, aku pasti akan memikirkan jalan terbaik untuk kita, yang terpenting sekarang kita bisa bersama dulu,” ujar Azlan sambil menggenggam telapak tangan Hyuna.Hyuna menatap Azlan yang tersenyum hangat kepadanya. Dia pun mengangguk mengiakan apa yang dikatakan oleh kekasihnya itu.**Hari berikutnya, ra
“Lihat! Dia sudah kubesarkan, bahkan kudidik sampai bisa menjadi sekarang, lalu kini dia menusukku dari belakang! Menghancurkanku dan berniat merebut yang kumiliki dibantu orang lain!”Firman langsung mengamuk begitu sampai di ruang kerjanya. Bahkan dia meminta Azlan datang untuk memperlihatkan bagaimana sebenarnya kelakuan Ayana di mata Firman.Azlan hanya diam memandang sang papa, jelas dia paham bagaimana sifat ayahnya itu.“Dia layak mendapatkannya,” ujar Azlan dengan tenang.Firman menggebrak meja mendengar ucapan Azlan yang malah membela Ayana ketimbang dirinya.“Layak? Kamu bilang layak? Pemberontak seperti itu apa layak mendapatkan semua itu?” Firman bicara dengan amarah yang berapi-api.Azlan menghela napas kasar, hingga kemudian membalas, “Ingat, Ayana dulu tak seperti itu. Bukan dia yang ingin memberontak, tapi Papa yang mendorongnya agar memberontak. Apa Papa pernah menyadari, jika sikap Papa selama ini tak adil kepadanya?”“Diam kamu!” bentak Firman tak terima, “kamu ingi
“Apa ada masalah?” tanya Deon yang pergi bersama Ayana.Dia dan Ayana sudah berada di mobil yang baru saja meninggalkan perusahaan.“Entah, aku pun tidak tahu. Mama hanya bilang jika ingin bertemu denganku untuk membicarakan sesuatu,” jawab Ayana sambil menoleh ke Deon.Deon mengangguk-angguk mendengar jawaban Ayana.“Aku merasa ada sesuatu. Mama sudah beberapa hari menghilang, bahkan benar-benar tak terlihat bersama Papa, kemudian mendadak menghubungi dan ingin bertemu, ini aneh menurutku,” ujar Ayana berpikir sambil memandang lurus ke depan.Deon melihat Ayana yang terlihat cemas, hingga kemudian membalas, “Sudah, jangan berpikiran negatif dulu. Mungkin saja mamamu hanya ingin bertemu.”Ayana menoleh Deon, lantas mengangguk dan berkata, “Semoga.”Deon mengusap rambut Ayana dengan lembut. Akhir-akhir ini Ayana memang selalu berpikiran negatif akan sesuatu yang dirasakan. Mungkin karena banyaknya hal buruk yang beberapa hari ini dilalui olehnya.Di sisi lain, Azlan pun pergi untuk men
“Ada apa sebenarnya, Ma?” Ayana mulai cemas karena Suci seolah ingin mengatakan sesuatu yang menyakitkan.Ayana yang awalnya sama sekali tak peduli ke sang mama, kini malah cemas meski tak menunjukkannya secara gamblang.“Iya benar, keputusan apa yang Mama maksud?” tanya Azlan yang ikut penasaran.“Mama sakit?” tanya Ayana.Ayana dan Azlan terlihat sangat mencemaskan Suci, hingga membuat wanita itu langsung tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mama tidak sakit. Mama sehat, sangat sehat apalagi saat melihat kalian berdua dan bisa duduk bersama seperti ini,” jawab Suci.Ayana dan Azlan diam memandang Suci, sekarang yang bisa dilakukan adalah menunggu sang mama mengungkap maksud meminta keduanya datang.“Sebelumnya mama ingin minta maaf karena selama ini sudah mengabaikan kalian, bahkan tak pernah sama sekali memedulikan kalian sebagai seorang ibu. Jujur, mama sebenarnya sama sekali tidak siap menjadi seorang ibu, membuat mama bingung harus bagaimana dan bersikap seperti apa ke kalian
Azlan menarik tangan Ayana agar tidak terkena belati, tapi sayangnya ujung belati itu malah melesat tepat di perut sisi kanan Azlan.“Azlan!” Ayana sangat terkejut saat pelaku yang tak lain adalah Abigail, menusuk adiknya.Abigail sangat terkejut karena Azlan yang terkena tusuk. Dia begitu panik hingga melepas belati yang kini menancam di perut Azlan.Dua bodyguard yang melihat pun sangat syok, keduanya berlari cepat lantas meringkus Abigail.“Lepaskan!” Abigail berteriak keras, hingga membuat kegaduhan.Ayana menopang tubuh Azlan yang limbung, meski akhirnya terduduk di tanah dengan Azlan di pangkuan.“Azlan! Ya Tuhan.” Ayana melihat banyak cairan merah yang mengalir dari perut sang adik.“Panggil ambulance!” teriak Ayana mulai panik, bahkan air mata mulai berlinang dari pelupuk mata.Deon dan karyawannya pun terkejut melihat kegaduhan di luar, hingga melihat Ayana yang terduduk di lantai dengan Azlan yang terkapar dalam pangkuan.“Hubungi rumah sakit! Cepat!” perintah Deon ke Gery,
Deon sangat cemas karena Ayana memaksa untuk mendonorkan darah. Dia takut terjadi sesuatu ke istrinya, tapi juga tak bisa berbuat apa-apa karena Ayana memaksa.Kini Ayana masih berbaring di ranjang pesakitan setelah diambil darahnya untuk didonorkan ke Azlan.“Ay.” Deon benar-benar cemas karena istrinya terlihat lemah.“Aku baik-baik saja,” lirih Ayana, “apa perawat sudah membawa darahnya untuk Azlan?” tanya Ayana dengan kelopak mata setengah terpejam.“Sudah, kamu jangan cemas. Jika masih merasa lemah, istirahatlah.” Deon cemas dan takut terjadi sesuatu dengan istrinya.Ayana hanya mengangguk kecil, memejamkan mata tapi tidak terlelap.Di sisi lain. Firman langsung ke rumah sakit begitu dihubungi salah satu bodyguardnya. Dia sampai bersamaan dengan Suci yang juga baru sampai di rumah sakit setelah dihubungi Deon.Suci hanya menatap Firman tanpa ekspresi, dia baru saja akan sampai bandara, tapi kembali lagi karena mendapat informasi penusukan yang terjadi.Firman pun hanya memandang i
“Aku ingin bercerai darimu, harusnya pengacarku yang memberitahumu, tapi karena sudah terlanjur ada kejadian seperti ini, lebih baik aku memberitahumu lebih dulu.”Firman menatap Suci dengan rasa tak percaya. Dia benar-benar tak menyangka jika pada akhirnya Suci akan memilih bercerai.“Seharusnya aku mengambil keputusan ini sejak lama, semenjak kamu sama sekali tak memiliki perasaan kepadaku, kecuali hanya nafsu dan saling bergantung dalam bisnis keluarga. Tapi tak apa, aku tak menyesalinya. Meski ini terlambat, tapi aku lega sudah membuat keputusan ini,” ujar Suci lagi menjelaskan jika keputusannya agar Firman tak salah paham.Firman hanya diam mendengar ucapan Suci. Pria itu memilih kembali memandang lurus ke pintu.“Aku akan di sini sampai Azlan sembuh, tidak ada yang bisa mencegah atau melarangku merawatnya termasuk kamu. Setelah itu aku akan pergi, agar kamu bisa hidup sesuai dengan yang kamu harapkan,” ujar Suci yang bicara dengan begitu tegas.“Itu hakmu,” balas Firman singkat
“Dia cantik sekali,” ucap Ayana sambil menggendong bayi mungil Ive. Bayi berjenis kelamin perempuan itu sehat dengan pipi chubby yang menggemaskan. “Tentu saja cantik, apalagi ayahnya tampan seperti ini,” balas Alex menanggapi ucapan Ayana. Ayana langsung memicingkan mata mendengar adiknya yang terlalu percaya diri. “Yang benar itu dia cantik seperti ibunya, bukan karena ayahnya,” ucap Ayana sewot sendiri karena ucapan Alex. Ive hanya menahan tawa mendengar balasan Ayana, sedangkan Alex langsung mendekat kemudian ikut memandang putrinya. “Lihat saja, alisnya tebal seperti milikku. Bibirnya kecil sepertiku. Lihat hidungnya yang mancung, sama sepertiku juga,” ucap Alex membandingkan wajah bayinya dengan dirinya. “Semua mirip kamu, terus Ive hanya dapat hikmahnya gitu,” balas Ayana karena Alex makin mengada-ada. Alex melebarkan senyum, lantas membalas, “Iya, kan bibitnya dariku.” Ayana gemas mendengar ucapan Alex hingga langsung memukul lengan adiknya itu. “Kepedean!” seloroh Ay
“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Ayana saat melihat wajah Ive yang pucat.Ive terkejut mendengar pertanyaan Ayana karena sedang tak berkonsentrasi. Dia melihat, Ayana dan yang lain kini sedang memandangnya.“Wajahmu sangat pucat, Ive. Apa kamu sakit?” tanya Jonathan.Alex langsung menyentuh kening Ive. Dia merasakan kulit wajah Ive yang sangat dingin.“Ive, kamu baik-baik saja?” tanya Alex yang cemas.“Sebenarnya sejak semalam perutku terasa mulas, tapi tidak bisa ke kamar mandi. Ini juga rasanya tidak nyaman,” jawab Ive yang menahan sakit dari kemarin sore sampai pagi tanpa memberitahu siapa pun.Ayana terkejut mendengar jawaban Ive. Dia langsung berdiri, lantas menyentuhkan tangan di kening Ive.“Kita ke rumah sakit, ya. Aku takut kamu sudah kontraksi tapi tidak paham,” ujar Ayana yang cemas.Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Ayana. Alex langsung berdiri untuk membantu Ive berdiri.“Ayo, Ive. Kita ke rumah sakit untuk memastikan kondisimu,” kata Alex yang tak bisa membiarka
Tak terasa sudah enam bulan berlalu, kini usia kandungan Ive sudah memasuki usia delapan bulan. Ive sendiri mulai kesulitan melakukan aktivitasnya karena perutnya yang besar.“Kamu mau buah, Ive?” tanya Ayana saat melihat adik iparnya itu datang ke dapur.“Iya, Kak.” Ive menjawab sambil berjalan mendekat. Dia lantas duduk di kursi samping stroller Ansel.Ayana menoleh sekilas ke Ive sambil tersenyum, lantas mengambilkan buah yang biasa dimakan Ive.“Kamu sudah minum susu?” tanya Ive mengajak bicara Ansel yang kini berumur 9 bulan.Ive memberikan telunjuknya agar digenggam Ansel. Dia sangat suka dengan keponakannya yang lucu dan menggemaskan itu.“Hari ini kamu jatah cek kandungan? Tadi Alex memperingatkanku untuk mengantarmu karena dia ada rapat penting pagi ini?” tanya Ayana sambil mengupas apel.Ive menoleh Ayana, kemudian menjawab, “Iya, Kak. Dokternya baru datang jam sepuluh, jadi ke sana jam sembilan ambil antrian tidak masalah.”Ayana menghampiri Ive sambil membawa apel yang sud
Hyuna sangat terkejut dengan jawaban Azlan, bagaimana bisa calon suaminya itu melupakan cincin pernikahan mereka.Azlan menoleh Ayana, memberikan mimik wajah sedih karena cincinnya dan Hyuna tertinggal.“Kenapa dia?” tanya Alex keheranan melihat Azlan yang bingung.Azlan memberi isyarat dengan menggerakkan jemarinya, membuat Alex dan Ayana langsung paham.“Dasar, ceroboh sekali dia,” gerutu Alex.Alex melepas cincin pernikahannya, lantas meminta Ive melepas cincinnya juga. Dia kemudian pergi ke altar untuk memberikan cincinnya agar dipakai Azlan lebih dulu.Ayana dan yang lain terkejut dengan apa yang dilakukan Alex, tapi hal itu juga membuat bangga karena Alex mau membantu kepanikan Azlan.“Pakai ini! Tapi kamu harus membayar bantuanku,” ucap Alex dengan nada candaan.Meski Alex terkadang menyebalkan, tapi nyatanya dia perhatian hingga membuat Azlan hanya menganggukkan kepala.Alex kembali ke kursinya, hingga langsung mendapat pujian dari Ayana.Prosesi pernikahan itu pun kembali ber
Alex begitu terkejut sampai mundur karena melihat siapa yang baru saja menepuk bahunya. Dia memegang dada karena terkejut melihat wanita tua sedang menatapnya.“Mau apa tengok-tengok rumah?” tanya wanita berumur 70 an tahun itu.“Maaf. Saya hanya ingin meminta mangga muda, kalau tidak boleh diminta ya saya beli,” kata Alex berusaha sopan ke wanita tua itu, apalagi sudah menjadi kebiasaan di negara itu jika harus sopan ke orang yang lebih tua.“Mangga muda?” Wanita tua itu mungkin keheranan karena Alex malah minta mangga muda.“Ah … ya. Istri saya sedang hamil. Dia katanya ingin makan mangga muda itu,” ujar Alex menjelaskan sambil menunjuk ke mobil lantas ke pohon mangga.“Oh … bilang dari tadi. Aku pikir mau maling atau sales menawari barang,” balas wanita tua itu dengan entengnya kemudian mengeluarkan kunci mobil dari saku baju yang dipakai.Alex terkejut karena dikira sales barang, tapi demi Ive dia harus menahan diri agar tidak tersinggung.Wanita tua itu membuka gerbang, lantas me
“Kita mau ke mana?” tanya Ive bingung karena Alex mengajaknya pergi keluar padahal baru saja sampai rumah.“Aku ingin mengajakmu tadi siang, tapi karena siang tadi pekerjaanku sangat banyak, jadi baru bisa sekarang. Aku tidak mau menundanya, jadi meski sore aku tetap ingin mengajakmu ke sana,” jawab Alex sambil menoleh Ive dengan senyum di wajah.Ive mengerutkan dahi mendengar jawaban Alex. Dia benar-benar penasaran ke mana suaminya itu akan mengajak pergi.Ive memperhatikan jalanan yang mereka lewati, hingga mobil yang ditumpangi masuk ke area perumahan yang sedang dibangun. Sudah ada beberapa rumah berdiri megah, tapi ada pula yang sedang dalam proses pembangunan.“Mau apa ke sini?” tanya Ive bingung. Dia pun memperhatikan sekitar.Alex menoleh Ive sekilas, lantas sedikit memperlambat laju mobilnya.“Melihat hadiah yang diberikan Ayana. Dia memberi kita hadiah, tapi aku belum sempat melihatnya langsung,” jawab Alex.Dahi Ive semakin berkerut halus mendengar jawaban Alex. Dia pun kem
“Ternyata benar, nabung.” Azlan langsung meledek Alex yang baru saja datang bergabung dengannya, Ayana, dan Ive. Ayana melirik Ive, lantas memberi isyarat untuk menyingkir daripada mendengarkan perdebatan Azlan dan Alex. Alex bingung mendengar ucapan Azlan, hingga dia melihat Ayana dan Ive yang pergi. “Apanya nabung? Kalau punya uang, ya pasti nabung,” balas Alex masih tak paham dengan maksud ucapan Azlan. “Pura-pura tidak paham. Pantas saja kamu ngebet mau nikah, bahkan berani mendahuluiku, ternyata sudah bikin Ive hamil dulu,” ledek Azlan sambil memicingkan mata. Alex sedang minum saat Azlan bicara, hingga dia tersedak karena terkejut mendengar ucapan Azlan, sampai-sampai air yang baru saja masuk ke kerongkongan langsung menyembur keluar. “Sikapmu saja ini sudah cukup membuktikan kalau ucapanku benar. Kamu sudah bikin Ive hamil dulu, lalu mendesak minta nikah biar ga ada yang curiga kalau Ive hamil,” ucap Azlan memperjelas maksudnya agar Alex tak mengelak. Alex mengusap permu
Ive dan Alex pergi bersama Jonathan untuk mengurus proses balik nama sertifikat rumah mendiang ayah Ive.Ive benar-benar masih seperti mimpi bisa memiliki rumah itu, meski sebenarnya dia merasa sangat berat jika diminta meninggalinya. Ada kenangan pahit dan manis yang bersamaan dirasakan tatkala menginjak rumah itu.“Kamu mau tinggal di sini?” tanya Alex sambil menatap Ive.Ive sedang diam, memandangi setiap sudut ruangan, dinding, juga langit-langit kamar itu. Mengingat ada tawa saat bersama ayah dan ibu yang merawatnya, tapi juga ada kepedihan ketika ditindas Carisa.“Entahlah, aku masih bingung. Selain kenangan manis bersama Mama, di rumah ini juga penuh kenangan menyakitkan,” jawab Ive sambil mengedarkan pandangan.Alex melihat bola mata Ive yang berkaca-kaca, hingga dia pun menautkan jemari mereka.“Tidak usah dipaksa jika tak ingin. Ini hadiah dari Papa, kita terima meski tak ditinggali,” ucap Alex a
“Karena membantuku, kamu jadi ikut celaka,” ucap Ive penuh penyesalan begitu bertemu dengan Damian.Ive dan Damian sudah keluar dari rumah sakit, mereka kini berada di rumah Jonathan.Ive menatap perban yang terpasang di pelipis karena hantaman dari orang yang menyerang kakaknya itu.“Tidak apa, kamu jangan terlalu memikirkan ini,” balas Damian, “dulu aku tidak bisa melindungimu, jadi sekarang aku harus melindungimu, meski nyawaku taruhannya,” ucap Damian sambil memulas senyum manis di wajah.Tetap saja Ive merasa bersalah meski Damian berkata jika tak masalah terluka untuk melindunginya.“Bagaimana proses hukum Emanuel dan Eric?” tanya Damian sambil menatap Alex yang duduk di seberangnya.“Polisi sedang memprosesnya, kemungkinan berkas perkaranya akan segera naik ke kejaksaan mengingat bukti-bukti yang kita miliki sangat kuat. Nantinya baik aku, kamu, atau Ive tetap harus menghadiri sida