William Corp, 9.00 AM
Datang lebih cepat dari waktu yang ditentukan membuat Adelia merasa lebih tenang, menjadi satu-satunya warga negara asing yang mendaftar di perusahaan lokal membuat Adelia menjadi pusat perhatian para pelamar lainnya. Beberapa dari mereka bahkan sampai memberikan tatapan tidak sukanya secara terang-terangan pada Adelia dengan langsung memalingkan wajah saat Adelia mencoba untuk membuka percakapan.
“Asian huh, kenapa orang asia bisa mendaftar di William Corp? Tidak tahu malu sekali.”
“Iya kau benar, perusahaan ini adalah perusahaan besar. Asian girl sepertinya tidak pantas menginjakkan kaki di perusahaan ini.”
“Lihat wajahnya, percaya diri sekali dia. Aku ingin lihat bagaimana dia didepak dari ruang interview nanti.”
Mendengar perkataan para pelamar lain yang tengah membicarakannya membuat Adelia sedikit gugup, disebut sebagai ‘ Asian Girl’ membuat Adelia mulai panas dingin. Namun karena Adelia ingat pesan mendiang sang kakak untuk tidak mudah menyerah sebelum titik darah penghabisan akhirnya Adelia berhasil menguasai dirinya kembali dan berusaha untuk fokus.
“Halo ladies, maaf sudah membuat kalian menunggu lama,” ucap seorang wanita berambut merah cukup keras, tiba-tiba muncul dari balik ruangan yang tidak tertutup sempurna. “Perkenalkan, saya Juliet. Saya adalah orang yang akan memandu proses interview kalian hari ini. Sebelum kita mulai proses seleksi, saya akan melakukan absensi terlebih dahulu, untuk siapa yang disebut namanya harap menjawab dengan cepat.”
Setelah berkata seperti itu wanita yang menyebut namanya sebagai Juliet itu mulai melakukan absensi, satu demi satu para kandidat sekretaris CEO yang datang dipanggil namanya.
“Baik, karena semuanya sudah lengkap silahkan ikuti saya,” ucap Juliet kembali mempersilahkan kesepuluh calon sekretaris Jarvis masuk ke sebuah ruangan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Adelia berjalan paling belakang mengikuti yang lain tanpa berani membuka bibirnya, langkahnya lalu terhenti saat tiba di sebuah ruangan super besar yang saat ini sudah terdapat sepuluh kursi yang sudah ditata dengan rapi.
“Silahkan duduk di kursi yang sudah disiapkan.”
Tanpa berani membantah semua calon sekretaris itu berjalan dengan cepat menuju kursinya masing-masing termasuk Adelia yang langsung duduk dengan tenang, beberapa kali Adelia menghembuskan nafas panjang saat menyadari proses interviewnya kali ini adalah proses interview terbuka.
Ketegangan para gadis itu semakin menjadi saat lima orang staf Human Resource Departemen dari William Corp memasuki tempat interview, tak lama setelah itu proses interview pun dilakukan. Satu persatu mendapatkan giliran untuk memperkenalkan diri dengan cara terbaiknya.
Saat tiba giliran Adelia bicara semua orang fokus padanya, terbiasa bicara dengan bahasa inggris sejak masih sekolah membuat Adelia bicara dengan sangat baik. Bahkan aksen inggrisnya juga sempurna, image ‘Asian Girl bodoh’ yang sebelumnya disematkan para gadis lainnya pun langsung sirna dengan sendirinya saat Adelia sudah bicara. Kini para gadis itu terlihat khawatir karena gadis yang sebelumnya mereka remehkan ternyata sangat cerdas.
Tiga staf Human Resource Department sempat tersenyum ketika mendengar perkataan Adelia yang terdengar sangat penuh percaya diri, sebagai mahasiswa lulusan terbaik dari jurusan Public Relationship bukan hal yang sulit untuk Adelia mendapatkan perhatian.
“Well, presentasi anda sangat bagus Nona Adelia. Kini izinkan kami bertanya beberapa hal pada anda,” ucap seorang wanita paruh baya pada Adelia.
Adelia mengangguk pelan. “Saya siap menerima pertanyaan anda, Miss.”
“Yang ingin kami tanyakan adalah bagaimana sikap anda tentang kebijakan cuti hamil untuk seorang wanita karir yang saat ini masih terus menjadi pembicaraan serius di berbagai negara?”
Jantung Adelia berpacu dengan cepat, pertanyaan yang baru saja didengarnya adalah pertanyaan tidak terduga.
“Tetap bekerja setelah menikah adalah sebuah keputusan besar untuk setiap wanita, begitu juga dengan kehamilannya. Dan karena tidak semua wanita di dunia ini bisa mengambil keputusan sebesar itu dengan memilih masih bekerja ketika sudah hamil, saya rasa perusahaan harus mengapresiasinya dengan baik,” ucap Adelia dengan cukup lantang, jantungnya berdegup cukup kencang saat ini.
“Lalu bagaimana dengan anda sendiri Nona Adelia? Apa anda akan tetap bekerja saat sudah menikah meskipun posisi anda adalah seorang sekretaris CEO?”
Sialan.
Pertanyaan jebakan!
Adelia langsung mencengkram erat kedua tangannya yang berada diatas paha, Adelia terlihat sulit memberikan jawaban kedua karena terlalu gugup.
Ketika Adelia diam beberapa calon kandidat yang lain langsung menjawab pertanyaan yang sebelumnya ditujukan pada Adelia secara bergantian, semua gadis itu dengan kompak menjawab memilih tidak akan menikah jika menjadi sekretaris sang CEO. Munafik!
Adelia pun langsung lemas, sesi pertanyaan selanjutnya hampir semua staf Human Resource Department melewati Adelia. Sepertinya kesempatan Adelia untuk bisa lolos ke tahap selanjutnya sudah bisa dipastikan tidak ada, berusaha untuk tetap tenang Adelia masih memasang wajah anggunnya meski tidak ada satu pertanyaan pun yang tertuju padanya.
Tanpa Adelia dan semua pelamar lainnya tahu, saat ini dibalik ruangan interview Jarvis sudah berdiri bersama Calvin. Tidak ada satupun sesi tanya jawab yang Jarvis lewati.
“Bagaimana Tuan?” tanya Calvin pelan. “Apa dari mereka semua ada yang masuk ke dalam kriteria anda?”
Jarvis tersenyum. “Panggil semuanya ke ruanganku satu persatu, aku ingin memastikan sesuatu terlebih dahulu.”
Calvin menganggukkan kepalanya dengan cepat, detik setelahnya Calvin langsung berjalan pergi dari hadapan Jarvis menuju ke ruang interview untuk menyampaikan pesan Jarvis. Jarvis sendiri langsung meninggalkan tempat itu menuju ruangannya sendiri, bersiap menyambut para calon sekretaris pribadinya yang sebelumnya sudah Calvin seleksi dengan ketat.
Mengira tidak akan lolos membuat Adelia nyaris berteriak keras saat diberitahu bahwa dia akan masuk ke sesi interview selanjutnya, semangatnya yang hilang pun kembali berkobar. Kepercayaan diri yang sebelumnya nyaris hilang akhirnya kembali datang, lentera harapan Adelia pun kembali berpijar di dalam dirinya.
Namun, semua keinginan Adelia untuk bisa diterima bekerja di William Corp pun sirna saat dia bertemu Jarvis Alexander William sang CEO yang fotonya sudah ia lihat tadi malam di kamar hotelnya. Kalimat yang terucap dari bibir Jarvis tidak bisa ditolerir Adelia yang masih sedikit konservatif.
“Waktumu tidak lama, Nona. Jawab pertanyaanku tadi,” ucap Jarvis pelan mencoba mengingatkan Adelia untuk bicara.
Dengan mata berkaca-kaca Adelia menatap Jarvis, pria yang dianggapnya baik itu ternyata tidak lebih dari seorang playboy menjijikan.
“Maaf, saya memutuskan untuk menarik diri dari proses seleksi di perusahaan ini, Sir,” jawab Adelia pelan.
Kedua mata Jarvis membulat. “APA?”
“Saya bukan orang yang tepat untuk bekerja di perusahaan ini,” ucap Adelia kembali.
“Ck, sombong sekali kau Nona Adelia. Baru kali ini ada calon karyawan berani berkata seperti padaku.”
Adelia menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Kalau begitu saya minta maaf, Sir.”
Tanpa berani menatap wajah Jarvis yang terlihat marah, Adelia segera keluar dari ruangan Jarvis meski Jarvis belum mempersilahkannya. Jarvis yang tidak menyangka akan ditinggalkan calon sekretarisnya terlihat sudah mengepalkan tangannya, terlihat tidak terima.
“Laki-laki bajingan, bisa-bisanya dia memberikan pertanyaan seperti itu di sesi interview formal,” ucap Adelia lirih ketika sudah berada didalam lift. “Ternyata nama besar itu tidak menjamin attitude seseorang.”
Begitu pintu lift terbuka ketika sudah tiba di lantai satu, Adelia segera berlari menuju meja resepsionis untuk mengembalikan id-card yang sebelumnya dia bawa saat proses interview berlangsung. Setelah mengucapkan terima kasih Adelia lalu bergegas pergi dari William Corp, Adelia merasa harus pergi sejauh-jauhnya dari perusahaan yang dipimpin seorang bos yang mesum.
Deg....
Adelia langsung menghentikan langkahnya ketika menyadari sesuatu.
“Pantas saja tadi aku mendapatkan pertanyaan soal cuti melahirkan...aarggghhh Jarvis Alexander mesum!! Aku benci padamu, kau benar-benar bajingan. Hanya wanita gila yang akan menjadi sekretarismu.”
Bersambung
“Apa pendapatmu tentang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan, Nona?”Sialan!Pertanyaan yang diajukan Jarvis Alexander William terus berputar dalam kepala Adelia meski sesi interview dengan Jarvis sudah berlalu tiga jam yang lalu, Adelia yang memutuskan untuk langsung mundur dari sesi interview saat itu juga langsung bergegas pergi dari William Corp. Adelia punya firasat jelek dengan perusahaan itu.“Sepertinya wajah tampan, kekayaan berlimpah dan nama besar tidak membuat orang bisa punya pikiran yang waras,” gerutu Adelia jengkel, tanpa sadar tangannya meremas kuat botol air mineral yang sedang dipegangnya.Saat ini Adelia tengah berada disebuah restoran Indonesia yang ditemukannya secara tidak sengaja, karena itu Adelia bebas mengeluarkan sem
Menggunakan pakaian terbaiknya Adelia berangkat menuju William Corp, selama berada di dalam bus Adelia terus mengutuk Jarvis yang sejak kemarin terus menerornya. Adelia awalnya menolak untuk bekerja di William Corp, namun setelah Jarvis mengancamnya dengan denda yang harus dibayar karena melanggar kontrak akhirnya Adelia pun mengalah dan memutuskan menerima tawaran Jarvis untuk menjadi sekretarisnya. Menyadari tujuannya hampir sampai, Adelia kemudian bersiap. Memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Adelia kemudian berdiri dan menunggu didepan pintu keluar bersama para penumpang lainnya yang akan turun. Menjadi satu-satunya orang asia di dalam bus membuat Adelia sedikit waspada, setelah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para pelamar di William Corp kemarin Adelia menjadi lebih hati-hati. Sampai akhirnya bus berhenti dan semua orang turun Adeli
William Corp, 8.00 AM.Kembali menginjakkan kaki di William Corp membuat Adelia sedikit gugup, meskipun yang memanggilnya untuk bekerja adalah sang pemilik perusahaan. Adelia masih sedikit terusik dengan pertanyaan terakhir Jarvis saat menginterview dirinya dua hari yang lalu,“Nona Adelia Fransisca?”“Adelia Fransia.” Adelia membenarkan ucapan seorang wanita yang baru saja memanggil namanya.“Ups my bad, maafkan aku.”Adelia menggeleng. “Tidak apa-apa, Fransisca dan Fransia memang sedikit mirip.”“Namaku Berta, aku manager human resource department di William Corp. Ayo
Selama hampir dua jam meeting berlangsung, Adelia benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Menjadi sekretaris bukanlah sebuah hal sulit untuk Adelia, memiliki pengalaman magang di beberapa perusahaan besar di Jakarta memberinya kemampuan yang baik saat ini.“Baiklah Mr William, sesuai kesepakatan kita akan melanjutkan perbincangan ini ke tingkat yang lebih seriu,” ucap seorang pria berkulit hitam bernama Darren Bray dengan hangat. “Segera aku akan mengirim pengacara pribadiku ke kantor anda untuk menyerahkan surat perjanjian kita.”Bibir Jarvis melengkung tipis. “Saya akan menantikan kedatangan pengacara anda dengan sabar, Tuan. Sungguh sebuah kehormatan untuk kami bisa bekerja sama dengan perusahaan anda.”“Jangan menggodaku, Mr William. Kita semua tahu seperti a
Hari pertama kerja yang melelahkan akhirnya berakhir, Adelia bisa meluruskan tulang punggungnya yang terasa sangat sakit setelah mengikuti pergerakkan Jarvis kesana kemari. Berada di proyek rahasia Jarvis selama lebih dari enam jam tanpa istirahat membuat tubuh Adelia terasa sangat kaku.“Jarvis,” geram Adelia kesal. “Dia itu manusia atau robot? Kenapa tenaganya tidak habis-habis, aku bisa kurus kering jika terus begini.” Adelia melirik ke arah jam weker yang berada di samping ranjangnya.Karena sudah malam sekali, Adelia pun memutuskan untuk segera mandi. Sebelum tidur dia harus membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, meskipun saat ini kedua tumitnya terasa perih jika terkena air karena lecet, Adelia tetap memaksakan diri untuk mandi.Tidak memiliki anggota keluarga membuat Adelia tidak bisa
Tepat pada jarak lima jengkal, mobil yang datang dalam kecepatan tinggi itu berhasil berhenti. Sehingga tubuh Adelia yang basah dengan keringat tidak tertabrak. Dari arah pedestrian terdengar suara teriakan yang cukup keras dari orang-orang yang melihat adegan itu.“Fuck, siapa malam-malam begini cari mati,” ucap sang pengendara mobil dengan kesal, nafasnya naik turun saat berhasil menghentikan mobilnya tepat waktu.Adelia yang merasa baik-baik saja mengangkat kepalanya perlahan ke arah mobil yang sudah berada dekat sekali dengannya itu, namun karena cahaya lampu mobil yang begitu terang Adelia tidak bisa melihat siapa orang yang berada di dalam mobil itu. Saat sedang menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan, Adelia dikejutkan dengan cengkraman salah satu pemabuk yang berhasil menyusulnya.“Lepas
“Ouchh…”“Tahan!”Adelia meringis kesakitan saat Jarvis mengoleskan salep pereda memar di tangannya yang sebelumnya ditarik oleh pria mabuk yang ingin memperkosanya secara beramai-ramai.“Ok, sudah selesai,” ucap Jarvis pelan sembari menutup salep pereda memar yang selama dua tahun terakhir ini menjadi teman setianya. “Sekarang katakan padaku bagaimana bisa kau dikejar-kejar para pemabuk itu? Aku sungguh tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padamu jika tadi aku tidak melintas.”Adelia menundukkan kepalanya dalam-dalam, diingatkan kembali perihal kejadian mengerikan yang baru dilaluinya membuat Adelia kembali merasa tidak aman. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, rasa takutnya kembali.
"Saya Narendra Utama, mengambil engkau, Adelia Fransia, untuk menjadi istriku, untuk saling memiliki dan menjaga mulai hari ini dan selamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."Adelia terbangun dari mimpi dengan tubuh yang sudah dipenuhi peluh, sudah hampir dua minggu ini dirinya berstatus sebagai seorang istri dari Narendra Utama sang mantan kakak ipar. Adelia terpaksa menikah dengan Narendra setelah dipaksa oleh Wijaya Utama yang merupakan sahabat mendiang sang ayah. Adelia diminta menikah dengan Narendra oleh Wijaya Utama dengan alasan ingin membalas budi pada mendiang ayah Adelia yang sudah membantunya saat masih muda puluhan tahun yang lalu.Menjadi istri dari seorang pria yang merupakan mantan kakak iparnya sendiri adalah mimpi buruk untuk A
“Ouchh…”“Tahan!”Adelia meringis kesakitan saat Jarvis mengoleskan salep pereda memar di tangannya yang sebelumnya ditarik oleh pria mabuk yang ingin memperkosanya secara beramai-ramai.“Ok, sudah selesai,” ucap Jarvis pelan sembari menutup salep pereda memar yang selama dua tahun terakhir ini menjadi teman setianya. “Sekarang katakan padaku bagaimana bisa kau dikejar-kejar para pemabuk itu? Aku sungguh tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padamu jika tadi aku tidak melintas.”Adelia menundukkan kepalanya dalam-dalam, diingatkan kembali perihal kejadian mengerikan yang baru dilaluinya membuat Adelia kembali merasa tidak aman. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, rasa takutnya kembali.
Tepat pada jarak lima jengkal, mobil yang datang dalam kecepatan tinggi itu berhasil berhenti. Sehingga tubuh Adelia yang basah dengan keringat tidak tertabrak. Dari arah pedestrian terdengar suara teriakan yang cukup keras dari orang-orang yang melihat adegan itu.“Fuck, siapa malam-malam begini cari mati,” ucap sang pengendara mobil dengan kesal, nafasnya naik turun saat berhasil menghentikan mobilnya tepat waktu.Adelia yang merasa baik-baik saja mengangkat kepalanya perlahan ke arah mobil yang sudah berada dekat sekali dengannya itu, namun karena cahaya lampu mobil yang begitu terang Adelia tidak bisa melihat siapa orang yang berada di dalam mobil itu. Saat sedang menimbang-nimbang apa yang harus dilakukan, Adelia dikejutkan dengan cengkraman salah satu pemabuk yang berhasil menyusulnya.“Lepas
Hari pertama kerja yang melelahkan akhirnya berakhir, Adelia bisa meluruskan tulang punggungnya yang terasa sangat sakit setelah mengikuti pergerakkan Jarvis kesana kemari. Berada di proyek rahasia Jarvis selama lebih dari enam jam tanpa istirahat membuat tubuh Adelia terasa sangat kaku.“Jarvis,” geram Adelia kesal. “Dia itu manusia atau robot? Kenapa tenaganya tidak habis-habis, aku bisa kurus kering jika terus begini.” Adelia melirik ke arah jam weker yang berada di samping ranjangnya.Karena sudah malam sekali, Adelia pun memutuskan untuk segera mandi. Sebelum tidur dia harus membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, meskipun saat ini kedua tumitnya terasa perih jika terkena air karena lecet, Adelia tetap memaksakan diri untuk mandi.Tidak memiliki anggota keluarga membuat Adelia tidak bisa
Selama hampir dua jam meeting berlangsung, Adelia benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Menjadi sekretaris bukanlah sebuah hal sulit untuk Adelia, memiliki pengalaman magang di beberapa perusahaan besar di Jakarta memberinya kemampuan yang baik saat ini.“Baiklah Mr William, sesuai kesepakatan kita akan melanjutkan perbincangan ini ke tingkat yang lebih seriu,” ucap seorang pria berkulit hitam bernama Darren Bray dengan hangat. “Segera aku akan mengirim pengacara pribadiku ke kantor anda untuk menyerahkan surat perjanjian kita.”Bibir Jarvis melengkung tipis. “Saya akan menantikan kedatangan pengacara anda dengan sabar, Tuan. Sungguh sebuah kehormatan untuk kami bisa bekerja sama dengan perusahaan anda.”“Jangan menggodaku, Mr William. Kita semua tahu seperti a
William Corp, 8.00 AM.Kembali menginjakkan kaki di William Corp membuat Adelia sedikit gugup, meskipun yang memanggilnya untuk bekerja adalah sang pemilik perusahaan. Adelia masih sedikit terusik dengan pertanyaan terakhir Jarvis saat menginterview dirinya dua hari yang lalu,“Nona Adelia Fransisca?”“Adelia Fransia.” Adelia membenarkan ucapan seorang wanita yang baru saja memanggil namanya.“Ups my bad, maafkan aku.”Adelia menggeleng. “Tidak apa-apa, Fransisca dan Fransia memang sedikit mirip.”“Namaku Berta, aku manager human resource department di William Corp. Ayo
Menggunakan pakaian terbaiknya Adelia berangkat menuju William Corp, selama berada di dalam bus Adelia terus mengutuk Jarvis yang sejak kemarin terus menerornya. Adelia awalnya menolak untuk bekerja di William Corp, namun setelah Jarvis mengancamnya dengan denda yang harus dibayar karena melanggar kontrak akhirnya Adelia pun mengalah dan memutuskan menerima tawaran Jarvis untuk menjadi sekretarisnya. Menyadari tujuannya hampir sampai, Adelia kemudian bersiap. Memastikan tidak ada barang yang tertinggal, Adelia kemudian berdiri dan menunggu didepan pintu keluar bersama para penumpang lainnya yang akan turun. Menjadi satu-satunya orang asia di dalam bus membuat Adelia sedikit waspada, setelah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para pelamar di William Corp kemarin Adelia menjadi lebih hati-hati. Sampai akhirnya bus berhenti dan semua orang turun Adeli
“Apa pendapatmu tentang tinggal serumah tanpa ikatan pernikahan, Nona?”Sialan!Pertanyaan yang diajukan Jarvis Alexander William terus berputar dalam kepala Adelia meski sesi interview dengan Jarvis sudah berlalu tiga jam yang lalu, Adelia yang memutuskan untuk langsung mundur dari sesi interview saat itu juga langsung bergegas pergi dari William Corp. Adelia punya firasat jelek dengan perusahaan itu.“Sepertinya wajah tampan, kekayaan berlimpah dan nama besar tidak membuat orang bisa punya pikiran yang waras,” gerutu Adelia jengkel, tanpa sadar tangannya meremas kuat botol air mineral yang sedang dipegangnya.Saat ini Adelia tengah berada disebuah restoran Indonesia yang ditemukannya secara tidak sengaja, karena itu Adelia bebas mengeluarkan sem
William Corp, 9.00 AMDatang lebih cepat dari waktu yang ditentukan membuat Adelia merasa lebih tenang, menjadi satu-satunya warga negara asing yang mendaftar di perusahaan lokal membuat Adelia menjadi pusat perhatian para pelamar lainnya. Beberapa dari mereka bahkan sampai memberikan tatapan tidak sukanya secara terang-terangan pada Adelia dengan langsung memalingkan wajah saat Adelia mencoba untuk membuka percakapan.“Asian huh, kenapa orang asia bisa mendaftar di William Corp? Tidak tahu malu sekali.”“Iya kau benar, perusahaan ini adalah perusahaan besar. Asian girl sepertinya tidak pantas menginjakkan kaki di perusahaan ini.”“Lihat wajahnya, percaya diri sekali dia. Aku ingin lihat b
Menikmati wine di saat matahari masih tinggi ternyata bukan ide yang buruk, Jarvis terlihat sangat menikmati suasana bar yang dipilih Calvin hari ini. Beberapa kali Jarvis mengumbar senyum memikatnya pada beberapa pelayan wanita yang berlalu lalang di hadapannya. Calvin hanya tersenyum kecil melihat tingkah sang tuan, seperti biasanya.“Bar ini cukup lumayan,” ucap Jarvis pelan memberikan penilaian pada bar yang sedang menjadi tempatnya minum, cukup lumayan untuk ukuran seorang Jarvis tentunya berbeda dengan standar orang lain. Dan hanya Calvin yang sangat paham dengan selera seorang Jarvis Alexandre William.Rencana Jarvis untuk hanya menikmati beberapa gelas wine berubah total, keadaan bar yang menjadi semakin ramai membuat niat Jarvis untuk pulang cepat hilang. Kemunculan beberapa orang yang pernah datang ke William Corp-lah yang menjadi alasan J