Bianca mulai membuka matanya perlahan, sekarang sudah ada botol infus yang menggantung dan mengalir ke dalam tubuhnya. Tangan kiri bianca terus digenggam oleh sang nenek dan tangan kanannya sudah digenggam oleh sang mama.Lalu, bram sedang duduk dengan wajah yang serius sambil memandangi wajah pucat sang kakak. Ketiga orang itu benar - benar khawatir pada bianca. Gadis itu dulu jarang sekali sakit, bahkan tak pernah sepertinya. Hanya satu kali dalam setahun dan itu pun hanya flu biasa. Tapi sekarang lihatlah, gadis itu malah jatuh pingsan dengan wajah yang sangat pucat.“Sayang.” panggil sang mama.“...” bianca perlahan membuka matanya.“Bagaimana perasaanmu, sayang ?” kali ini sang nenek yang bertanya.“Aku baik - baik saja.” jawab bianca dengan suara lirih dan sedikit serak.Bianca berusaha untuk duduk dari posisinya, tapi ditahan oleh sang nenek.“Tiduran aja, sayang.”“...” bianca menurut saja.“Sejak kapan kau sering seperti ini, kak ?” tanya bram dengan wajah serius. Bianca hany
Kali ini bianca sedang duduk berdua bersama dengan pria yang menjadi penyebab utama luka dihatinya. Mereka berdua duduk tanpa saling bicara. Setelah tadi bianca menghabiskan sebotol vitamin dan juga infus untuk membuat tubuhnya pulih, sekarang dia harus menyelesaikan yang satu ini.Bagi seorang anak perempuan, papanya adalah cinta pertama mereka. Papanya adalah pahlawan yang akan melindungi dan menjaga mereka dari kejamnya dunia. Papanya adalah sahabatnya. Dan papanya adalah sosok pria yang diinginkan ada pada diri suaminya kelak.Awalnya bianca juga merasakan hal itu. Tapi semua hancur seketika, ketika dia mengetahui kenyataan yang pahit. Hanya satu hal yang menyakiti seorang anak sangat dalam, yaitu saat mengetahui bahwa papanya memiliki wanita lain selain mamanya. Bianca adalah orang yang paling tersakiti daripada mamanya. Bayangan dan harapannya pada sang papa yang begitu tinggi hancur seketika. Walaupun pada akhirnya mamanya lebih memilih memaafkan sang papa, tapi tidak denganny
Keesokan paginya, suasana meja makan terlihat lebih ramai dan dipenuhi kehangatan. Jika biasanya hanya ada mama dan nenek yang selalu sarapan bersama. Tapi keberadaan bianca dan bram pagi ini menambah kebahagiaan disana. Untuk pertama kalinya bram sarapan bersama keluarganya. Ini terasa seperti keluarga yang sebenarnya, walaupun sang papa masih terlihat menjaga jarak dengan anak perempuannya. Semua itu demi membuat bianca merasa nyaman di rumahnya sendiri.Dan ini juga pertama kalinya untuk bianca setelah empat tahun lamanya dia sarapan dengan menu yang lebih mewah dan bergizi daripada sebelumnya. Selama ini bianca hanya makan ketika dia benar - benar merasa lapar setelah menghabiskan banyak air putih untuk mengenyangkannya.“Bi, biasanya kamu makan apa saat tinggal sendirian ?” Tanya sang mama setelah memberikan setangkup roti dengan selai coklat dan stroberi didalamnya ke piring milik bianca.“Apapun, ma. Biasanya paling sering makan bubur ayam.” “Ish!! Bohong dia, ma. Kak bianca j
Pagi ini, bianca sedang duduk di kursi tengah penumpang sambil menopang dagu. Hari ini dia memutuskan untuk kembali berkuliah setelah hampir satu minggu dirumah. Dan juga alasan lainnya adalah dia tak ingin sang nenek sampai memaksanya mengurus perusahaan jika terlihat tak semangat kuliah.Seharusnya tadi bram yang mengantarnya, tapi neneknya bilang agar bianca menggunakan fasilitas yang memang menjadi miliknya sejak dulu, sebuah mobil mewah beserta sopir pribadi. Tak lupa pakaian bianca pun sudah jauh lebih baik dari biasanya. Ya… walaupun masih tetap sederhana, tapi harga dan merk pakaian itu tak bisa dipandang sebelah mata. Jika ada orang lain yang menyadarinya, pasti mereka berasal dari status sosial yang sama.Ketika mobil sampai di kampus, sang sopir langsung buru - buru keluar untuk membukakan pintu untuk nona mudanya yang telah lama hilang.“Makasih, pak.” Kata bianca sambil tersenyum.“Sama - sama, non. Nanti kalo sudah selesai kuliahnya langsung hubungi saya ya, non. Jangan
Saat bianca melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah, tiba - tiba ada sebuah mobil yang sepertinya tidak asing untuknya. Dia pernah melihat mobil itu entah dimana. Tapi mobil itu masuk ke area halaman rumahnya.Bianca akhirnya memutuskan menghentikan langkahnya, dia membalikkan tubuhnya untuk memastikan siapa orang yang berada di dalam sana.Dan saat pintu terbuka, mata bianca langsung terbelalak.“Oma…” katanya dengan suara lirih.“Apa kabar, sayang ?” tanya sang oma dengan senyuman penuh kehangatan seperti biasanya.Ya…. yang baru saja datang adalah oma lisa. Dan kenyataan akan hal itu sangat membuat bianca terkejut.“B- baik, oma.” jawab bianca dengan terbata.“Kaget ya ?” bianca hanya mengangguk.“Kok oma tau bianca disini ?”“Bi, oma tau semuanya.” kata oma lisa yang kini sudah melangkah maju dan menggenggam tangan bianca.Tiba - tiba…“Kau sudah datang, lis ?” tanya nenek laras yang kini sudah berdiri dibelakang bianca. Jujur saja bianca tak mengetahui apapun, otaknya masih men
Seperti biasa, bianca datang pagi ke kampus. Dia memang selalu mengambil kelas pagi untuk jadwal kuliahnya. Dan bisik - bisik itu masih jelas terdengar saat dia sedang berjalan atau saat baru saja masuk ke kelas.Berita tentang dirinya sepertinya belum mereda juga. Padahal hari ini bianca benar - benar berdandan biasa saja, sama seperti dirinya yang sebelumnya. Sebuah celana jeans dipadukan kemeja oversize warna putih, rambutnya dibiarkan tergerai dengan ujung rambut yang sudah dibuat ikal alami. Sepatu dan tas yang dipakai bianca pun biasa saja, sama dengan yang dipakai pada umumnya mahasiswa sepertinya.Tapi mereka yang tak suka pasti akan tetap menemukan alasan untuk membicarakan bianca seperti sekarang ini.Dan bianca tak pernah peduli masalah itu. Selama tak mengusiknya, dia tak akan mempermasalahkannya lebih jauh.Sesampainya di kelas dia memilih duduk di salah satu kursi yang berada di depan. Lalu dia membuka buku bacaan miliknya sambil menunggu perkuliahan dimulai. Anehnya sud
Setelah membaca pesan yang dikirimkan oleh fareta, tyaga kembali mencari alamat yang dikirimkan oleh sahabatnya itu dipesan sebelumnya. Lalu dia merasa sangat tak asing dengan alamat yang baru saja dia baca. Sepertinya dia pernah mendengarnya entah dari siapa.Lalu, tiba - tiba vero datang dan membuyarkan tyaga yang sedang berusaha mengingat.“Ga, lo kemana aja ?” Tanya vero dengan wajah yang polos. Sahabatnya yang satu ini tak mengerti apapun karena baru saja datang. Dan sepertinya vero sudah mulai hafal dengan kebiasaan tyaga yang sering tidur di ruang baca.“Gak kemana - mana, cuma mau tidur aja tapi nggak jadi.” Jawab tyaga dengan wajah datar.“Kenapa ?”“Liat aja ke dalem.” Jawab tyaga sebelum akhirnya pergi meninggalkan vero yang masih berusaha mencari tahu dengan maksud dari kata - kata sahabatnya. Vero berusaha mencuri pandang ke dalam ruang baca, tapi dia tak melihat petunjuk apapun.‘Emang ada apa di dalam ?’ Batin vero. Dia ingin masuk dan mengeceknya tapi dia sedikit ragu.
“Bi, lo baik - baik aja ?” Tanya fareta di sela - sela kegiatan makannya.“Kenapa gue harus nggak baik - baik aja ?” Tanya balik bianca.“Semua orang sedang memperhatikan kita. Dan gue yakin mereka juga pasti sedang memikirkan hal yang tidak - tidak pada kita.” “Lalu ?”“Lo… nggak terpengaruh karena hal itu ?” Tanya fareta lagi. Bagaimana tidak sejak tadi wajah bianca menunjukkan ketenangan dan juga seolah tak peduli dengan semua perkataannya.“Sejak dulu gue selalu dibicarakan semua orang. Terlepas benar atau salah mereka tak akan pernah peduli tentang hal itu.”“Hm, gue setuju.” Kata fareta yang menyetujui bianca begitu saja.“Gue nggak pernah tau apa kepuasan yang mereka dapatkan ketika berhasil membicarakan hidup orang lain.”“…” fareta hanya diam dan memperhatikan cara bianca menjelaskan pandangannya tentang yang orang lain pikirkan tentangnya..“Atau mungkin kepuasan saat berhasil menemukan keburukan di dalam hidup orang lain saat itu.” Lanjut bianca. Sedangkan sekarang ini far