Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.
Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.
Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.
“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”
Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekaligus marah karena produk baru yang diluncurkan itu, hampir sama dengan produk yang mereka persiapkan.
Terdengar suara ricuh di seluruh ruangan, Satya yang sudah menduga reaksi tersebut langsung kembali berbicara untuk mengambil alih ruangan.
“Mohon tenang, teman – teman. Kita tidak bisa mencegah hal tersebut karena sudah terjadi. Yang bisa kita lakukan hanya memperbaikinya. Pasti ada solusi untuk masalah yang baru saja terjadi.”
Perkataan Satya membuat mereka sedikit tenang, setidaknya disini ada atasan yang bisa diandalkan, batin mereka.
“Mohon maaf, Pak. Izin bertanya, lalu apa yang harus kami lakukan untuk saat ini? Apakah tetap untuk mengerjakan proyek ini?” salah seorang dari mereka bertanya sebagai perwakilan.
“Iya, kita tetap melanjutkan proyek kita. Saya rasa, mereka tidak mengetahui bahwa produk dalam proyek kita masih dalam tahap perkembangan. Pasti, produk yang mereka keluarkan ada cacatnya. Dengan sedikit perubahan, kita masih tetap bisa menguasai pasar.” balasnya dengan tenang.
Seseorang yang bertanya tersebut menganggukkan kepala tanda paham. Kemudian, laki – laki yang di sampingnya terdengar mendecakkan lidah kesal.
“Baik, sekian untuk rapat kali ini. Mohon maaf karena menganggu waktunya. Silahkan bisa keluar, kecuali untuk Ibu Dilla, diharapkan untuk tetap tinggal.”
Yang disebut namanya tersenyum sumringah, seakan mendapatkan rezeki tak terduga. Para bawahannya yang menyadari hal itu, langsung memberikan thumbs kearah Dilla. Dia langsung tersenyum dengan percaya diri.
Mereka pun, segera keluar dari ruangan rapat. Rata – rata wajah mereka sangat marah, melihat kerja keras selama ini dicuri begitu saja. Ruangan rapat terasa lengang hanya tersisa Satya, Nata, Dewi, serta Dilla. Satya pun segera memulai rapat kembali.
“Saya mengerti, kejadian kali ini tidak bisa kita maafkan begitu saja. Saya meminta maaf secara pribadi karena kecolongan informasi. Proyek terbaru kita sangat besar, karena bertujuan untuk membesarkan nama Nadrika Group. Jika kita lengah, anak perusahaan yang di bawah kita akan meminta untuk keluar.” jelasnya dengan nada prihatin,”investor akan segera mendengar kabar ini. Mereka pasti menyadari adanya masalah di perusahaan kita.”
Mereka bertiga memperhatikan dengan serius, berbeda dengan para karyawan lain yang berseru marah, mereka terlihat tenang. Tidak ada waktu untuk meratapi masalah, mereka harus segera menemukan solusi, sebelum masalah semakin menjadi.
“Karena itu, saya meminta tolong secara khusus kepada Ibu Dilla untuk mencari kekurangan produk baru yang diluncurkan. Sebaik apapun tiruan, tidak akan mampu menyamai yang asli.”
Dilla mendengarkannya dengan mata berbinar, terlebih kata ‘secara khusus’ terus terngiang – ngiang di kepalanya.
“Baik, pak! Saya akan melakukannya dengan baik!” jawabnya dengan setengah berteriak. Membuat yang berada di ruangan terkejut. Dewi melihatnya dengan tanda tanya, kuia menemukan orang yang ‘unik’ di perusahaan ini, batin Dewi.
“Dia adalah fans fanatik si bos.” ucap Nata setengah berbisik ke telinga Dewi. Yang membuatnya menahan tawa,”katanya dia bahkan mendirikan fan-club buat bos.”
Satya melotot kearah Nata, serendah apapun suara Nata, ia tetap bisa mendengar bisikan tadi dengan jelas.
“Dan tolong pantau review dari masyarakat mengenai produk tersebut. Disitu kita bisa menemukan apa yang kurang dengan mudah.” lanjutnya.
“Baik, pak!” Lagi – lagi, Dilla mengucapkannya dengan berteriak. Satya menutup telinganya, karena sakit sedangkan Nata dan Dewi menahan tawa di belakang.
“Tolong jangan berteriak lagi. Saya masih bisa mendengar dengan baik.”
Dilla hanya menggaruk lehernya yang tidak gatal sambil tersenyum malu.
“Kalau sudah tidak ada yang ditanyakan, saya akhiri rapat kali ini.”
Setelah selesai, mereka bertiga keluar ruangan. Satya dan Nata keluar beriringan, sedangkan Dilla mengekor dibelakang Satya dengan tatapan Bahagia.
Entah mengapa, Satya merasakan bulu kuduknya merinding di bagian belakang tubuhnya.
Dewi keluar yang paling akhir, karena harus membereskan ruangan rapat yang sudah digunakan. Setelah ruangan terlihat rapi seperti semula, Dewi keluar dari ruangan.
Bisik – bisik pun menyertai Dewi selama ia berjalan pergi.
“Kemarin aku hanya melihat dia dari jauh, ternyata jika lebih dekat, ia terlihat sangat cantik.”
“Memang, yang menarik baginya hanya wajahnya saja. Dia tidak kompeten, bahkan terlambat di hari pertama bekerja.” Neta tiba – tiba menyela pembicaraan mereka, jika ada yang membicarakan mengenai Dewi, ia akan muncul untuk menjelekkannya,” atasan kami lebih cantik dan berkemampuan. Tidak sebanding dengan ular itu.”lanjutnya kemudian berlalu pergi.
Neta seperti hantu jailangkung, datang tidak diundang dan pulang tidak diantar. Datang dan pergi sesukanya.
“Apa benar yang dia katakan barusan?”
“Yah, bisa saja benar. Kudengar dia juga mengatakan sesuatu yang menarik."
“Apa itu?” tanya yang lain dengan penasaran.
“Kalian tahu kan, Perusahaan X yang mencuri konsep produk kita? Di sana tempat ia bekerja dulu sebagai sekretaris.”
“Apa! Jangan – jangan dia yang membocorkan proyek terbaru kita!” teriak salah satu dari mereka dengan kesal.
“Kita tidak akan memaafkannya!” timpal yang lain.
“Kita buat dia keluar dari perusahaan ini dengan sendirinya!”
Mereka menganggukkan kepala dengan setuju, sedangkan orang yang menjadi provokator hanya tersenyum senang.
“Orang yang sedang marah dan kecewa, mereka harus memiliki sesuatu untuk disalahkan. Mudah sekali memprovokasi dengan kondisi seperti ini.” Ia bergumam senang.
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Di setiap mata memandang hanya ada kabut putih menutupi pandangan, di dalam hutan yang sunyi tersebut hanya terlihat batang - batang pohon yang sudah menghitam. Tidak ada satupun hewan yang menampilkan pucuk hidungnya. Seperti dalam cerita legenda, mengenai deskripsi hutan terlarang. Suara sunyi dan senyap yang merupakan ciri khas hutan terlarang, tiba - tiba dihancurkan dengan suara pacuan kuda yang cepat, menghempaskan semua yang berada di hadapannya. Suara ringkikan kuda terdengar menggema di seluruh hutan yang sunyi. Suara langkah kuda semakin pelan ketika sudah mulai memasuki daerah terdalam hutan terlarang. Netra hitam pekat seorang laki - laki yang mengendarai kuda dengan buas tersebut memandang ke depan dengan hati - hati, melihat sekeliling dengan seksama untuk mengantisipasi adanya serangan secara mendadak. Setelah dirasa lebih aman, ia sedikit melonggarkan gestur waspada meskipun mata nya tetap fokus melihat sekitar. Semakin masuk ke dalam hutan, kabut putih yang meng
Beberapa karyawati sedang berkumpul di pantri, baju mereka terkalung sebuah kartu identitas yang bertuliskan Nadrika Group. Mereka sedang asyik mengobrol tentang sesuatu. “Hei, kudengar perusahaan kita berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel. Aku tidak mengiranya sama – sekali.” Ia berbicara dengan antusias, rasa bangga tergambar di wajahnya. Tidak ada yang pernah memperkirakan Nadrika Group berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel, karena perusahaan tersebut cukup besar dan mandiri tanpa perlu bergabung dengan perusahaan lain. Sahamnya juga sangat stabil sejak perusahaan itu didirikan. Bahkan, beberapa selebritas terkenal menjadi brand ambassador tetap. Reputasinya yang tidak main – main ini membuat heran sebagian orang, mengenai alasan dibalik Perfetti Apparel yang mau bergabung dengan Nadrika Group. “Memang benar, perusahaan kita sejak dipegang oleh Pak Satya menjadi lebih maju. Kalian anak – anak baru belum merasakan bagaiman
Dua jam lamanya, rapat itu berlangsung. Kebanyakan dari mereka aktif berdiskusi. Setelah dirasa cukup, Nata segera mengakhiri rapatnya dan meminta kepada para karyawan untuk segera mengerjakan bagiannya masing – masing. Nata membereskan berkas yang ia bawa, sambil mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh para karyawati. “Kyaa, Pak CEO memang sangat tampan. Apa kalian melihatnya? Wajah dan badan yang beliau miliki begitu sempurna. Aku sampai susah untuk mengalihkan pandangan.” “Ah, benar kata Bu Andini, Pak CEO sangat tampan. Kurasa sekarang aku akan mengidolakannya. Sayang sekali, Pak CEO hanya sebentar saja di sini.” “Tapi, Pak Sekretaris juga tampan. Jika Pak CEO memiliki aura yang berbahaya, maka Pak Sekretaris memiliki aura lembut dan menenangkan. Mereka berdua kombinasi yang cocok.” timpal yang lain. Mendengar kata ‘tampan’ yang ditujukan kepada dirinya membuat Nata senang. Nata berpura – pura batuk untuk memberitahu bahw
Nata sibuk memilah – milah profil lamaran yang lolos seleksi tahap pertama hari ini. Matanya tertuju pada profil yang mendapatkan nilai tertinggi. Disitu tertulis bahwa pengalaman bekerjanya sudah 5 tahun di sebuah PT yang cukup ternama."Perusahaan di sana setahuku punya gaji yang cukup tinggi, mengapa dia memilih untuk pindah bekerja kesini? Hmm.. menarik." gumam Nata.Setelah selesai memilahnya, Nata segera berdiri untuk menuju ruangan bosnya. Ia mengetuk perlahan, kemudian terdengar suara mempersilahkan dari dalam. Nata masuk dan menyerahkan berkas lamaran yang sudah ia pilih.“Oh, kamu sudah menyelesaikannya. Biar aku lihat.” Satya membaca dokumen yang diberikan satu persatu, kemudian dahinya berkerut pertanda ada yang tidak beres.“Kenapa hanya fresh – graduate yang melamar? Apakah tidak ada yang sudah memiliki pengalaman bekerja? Kamu tahu, kita membutuhkan sekretaris yang berpengala
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekal
Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi. Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran. “Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.” Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama. Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.” Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis. “Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.
Hari ini adalah hari pertama Dewi bekerja di Nadrika Group. Ia berangkat 20 menit sebelum jam kerjanya dimulai.Selain untuk mengantisipasI adanya macet di jalan, Dewi adalah tipe orang yang disiplin terutama mengenai waktu. Sebisa mungkin, ia datang 10 menit lebih awal di kantor.Setibanya di kantor, Dewi diarahkan menuju meja Nata, Sekretaris Utama Nadrika Group. Nata sepertinya datang lebih awal, melihat ia sudah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas mejanya.“Selamat pagi, Pak.” Dewi menyapanya dengan sopan, yang membuat Nata berhenti dari pekerjaanya sejenak.“Oh, kamu sudah datang. Maaf, aku tidak mendengar kedatanganmu.”“Tidak masalah, Pak.”“Silahkan duduk disini, Bu. Pekerjaan kita sangat banyak,” ucapnya sambil mempersilahkan Dewi untuk duduk disampingnya. Dewi pun segera duduk, Nata memindah setengah dari tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya.“Kita harus m
Segera setelah sampai di dalam rumah, Dewi langsung melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia menghela nafas pasrah mengenai hasil wawancara kerjanya. Mungkin, jika lowongan pekerjaan kali ini tidak diterima, ia akan banting stir untuk berdagang. Apapun akan ia lakukan agar dapat bertahan hidup. Pikirannya melayang mengenai masalah yang sudah ia alami berkali – kali. Seakan, dia tidak dibiarkan untuk beristirahat dari masalah yang sudah menimpanya. Mulai dari masalah dengan perusahaan lama tempat ia bekerja dulu hingga masalah mengenai mantan kekasihnya yang memiliki perempuan lain di belakangnya. Jika ingin jujur, sebenarnya Dewi merasa lelah dan putus asa. Namun, ia dipaksa bangkit lagi oleh keadaan. Jika ia menyerah, maka ia tidak bisa bertahan hidup. Itu prinsip yang dipegang Dewi selama hidupnya. Tak lama, ponselnya berdering, menandakan ada telefon yang masuk. Dewi terbangun, lalu mengambil ponsel yang terletak di nakas samping tempat tidur.
Di ruangannya, Satya sedang sibuk membuat rencana agar proyek yang sedang dijalani sekarang berlangsung lancar. Sudah ada beberapa investor yang tertarik dengan proyek terbarunya.Mengingat proyek sebelumnya berjalan dengan lancar dan menghasilkan keuntungan berarti bagi perusahaan. Bahkan, ia berhasil ‘menundukkan’ salah satu perusahaan pakaian yang cukup besar, yaitu Perfetti Apparel.Tidak ada hal khusus yang menyebabkan Perfetti Apparel mau diakuisisikan ke perusahaanya. Toh, mereka sudah memiliki segalanya. Saat Satya bertanya kepada pemimpin Perfetti Apparel, dengan santai beliau menjawab, Perfetti Apparel mengakui kemampuan Satya sebagai CEO karena ide – ide untuk proyeknya sangat out of the box. Dengan kata lain, Perfetti Apparel simpel mengikutinya karena mengakui kemampuan Satya. Dan kepercayaan bahwa, jika ia di bawah kepemimpinan Satya, perusahaannya akan semakin maju dan stabil.Nadrika group sendiri membawahi bebe