Segera setelah sampai di dalam rumah, Dewi langsung melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia menghela nafas pasrah mengenai hasil wawancara kerjanya. Mungkin, jika lowongan pekerjaan kali ini tidak diterima, ia akan banting stir untuk berdagang. Apapun akan ia lakukan agar dapat bertahan hidup.
Pikirannya melayang mengenai masalah yang sudah ia alami berkali – kali. Seakan, dia tidak dibiarkan untuk beristirahat dari masalah yang sudah menimpanya.
Mulai dari masalah dengan perusahaan lama tempat ia bekerja dulu hingga masalah mengenai mantan kekasihnya yang memiliki perempuan lain di belakangnya.
Jika ingin jujur, sebenarnya Dewi merasa lelah dan putus asa. Namun, ia dipaksa bangkit lagi oleh keadaan. Jika ia menyerah, maka ia tidak bisa bertahan hidup. Itu prinsip yang dipegang Dewi selama hidupnya.
Tak lama, ponselnya berdering, menandakan ada telefon yang masuk. Dewi terbangun, lalu mengambil ponsel yang terletak di nakas samping tempat tidur.
“Halo, Sya. Gimana?” ucapnya membuka percakapan.
“Dewi, kamu sudah sampai dirumah?”
“Sudah, Sya.”
“Aku kesana, ya?”
“He-em.”ucapnya sambil menganggukkan kepala. Dewi lalu menutup telepon dari sahabatnya tersebut.
Sahabatnya tersebut bernama Tasya. Berbeda dengan Dewi yang serba mandiri sejak kecil, Tasya merupakan tipe perempuan manja. Ia terbiasa melakukan sesuatu dengan dibantu orang lain. Dikarenakan latar belakang yang berasal dari keluarga kaya dan harmonis.
Meskipun begitu, mereka berdua bersahabat dengan baik. Tasya sangat menyukai pribadi Dewi yang mandiri dan dewasa. Baginya yang tidak bisa hidup dengan mandiri, kepribadian Dewi sangatlah keren.
Bel rumahnya berbunyi, Dewi segera berjalan ke arah pintu depan untuk membuka pintu. Terlihat perempuan mungil dengan wajah cerianya ia memamerkan bingkisan yang ada di tangannya.
“Pizza!” ucap Tasya dengan riang hingga membuat Dewi tersenyum kecil. Dia pun mempersilahkan Tasya masuk. Mereka berdua duduk di ruang tamu sambil mengobrol kecil.
“Gimana wawancara hari ini, Dewi?” tanyanya dengan mulut penuh pizza.
“Lancar kok, Sya. Meskipun ada kendala ketika ditanyai mengenai pekerjaanku dahulu.”
“Syukurlah, kalau lancar. Kudengar, CEO disana sangat tampan. Apa dia memang setampan itu?” tanya Tasya dengan penasaran.
“Aku belum bertemu, sih. Yang mewawancaraiku hanya dua orang, sekretaris di sana sama seorang lagi, tapi aku tidak mengetahui tentangnya.”
“Hm.. mungkin saja sih. Seorang satunya lagi adalah CEO di sana. Apa wajahnya terlihat tampan?”
“Tampan, sih. Meski begitu, bukan karena ketampanan beliau yang membuatnya menarik, tetapi karisma yang dimilikinya. Entah mengapa membuatku ingin melihatnya terus menerus.” Dewi mengucapkannya sambil tertawa, mengingat kejadian wawancara tadi pagi.
Ucapan Dewi barusan semakin menambah rasa penasaran Tasya, ia kemudian teringat akan sesuatu. Tasya mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto ke Dewi.
“Mantan kamu benar – benar sampah, De. Lihat, dia jadi menikahi selingkuhannya.” Terdengar helaan nafas kesal dari Tasya. Dewi memperhatikan foto tersebut sebentar, lalu mengembalikannya ke Tasya.
“Biarkan, Sya. Setidaknya, aku bersyukur sudah diberi tau keburukannya sebelum kami terlibat hubungan yang lebih dalam.”
“Tapi, Dewi, dia benar – benar kurang ajar menyia – nyiakan perempuan seperti kamu,” nada ucapan Tasya mulai meninggi, ia lalu melanjutkan perkataannya,”aku ingin membalas dendam kepadanya.”
Dewi tertawa melihat amarah sahabatnya, meskipun ia yang mengalami masalah tersebut, ia tidak terlalu marah. Dewi hanya merasa kecewa.
“Jangan terpikir untuk mengirimi karangan bunga yang bertuliskan 'tukang selingkuh'.” ujarnya sambil tertawa. Wajah Tasya memasang raut muka kok-kamu-bisa-tahu sambil cemberut.
“Terlihat jelas di wajah kamu, Sya.” lanjutnya sambil tertawa,”Aku tidak akan menyia – nyiakan waktuku lagi dengan lelaki macam dia. Tapi, terimakasih banyak, sudah marah untukku, Tasya.” Dewi tersenyum manis.
“Jangan berterima kasih, De. Aku tidak ingin kamu menanggung beban seperti ini sendirian. Jika ada hal yang sulit, kamu bisa mengatakannya kepadaku.”
Alasan Tasya mengatakan hal itu, karena sahabatnya jarang menceritakan masalah kepadanya. Dia selalu memendam masalahnya sendiri.
Keinginannya sederhana, ia ingin mereka berdua saling mengandalkan diri. Selalu saja, Dewi yang membantu untuk menyelesaikan masalahnya, tetapi jarang terjadi hal yang sebaliknya.
Masalah mengenai mantan pacar Dewi yang selingkuh pun, tak sengaja diketahui olehnya saat ia berjalan – jalan di mall. Lalu berpapasan dengan mantan pacar Dewi bersama selingkuhannya.
Mengetahui hal itu, Tasya langsung menelefon Dewi dan menceritakan apa yang terjadi. Dan yang paling mengejutkannya adalah Dewi sudah mengetahui mengenai hal itu dan sudah meminta putus.
Terkadang, Tasya merasa tidak dipercaya oleh Dewi.
“Aku mengerti, Sya. Hanya saja, aku belum terbiasa mengatakan apa yang aku rasakan.”
Tasya merasa lega, bukan seperti Dewi tidak mempercayainya. Dewi hanya belum terbiasa mengatakannya. Melihat ia hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri.
“Janji sama aku. Jangan memendam semuanya sendirian. Jika kamu melakukannya lagi, aku tidak akan memafkanmu.” ucapnya dengan serius, Dewi menanggapinya dengan mengangguk dan tersenyum.
“Terimakasih, Sya. Sudah mau bersamaku selama ini.”
“Sama – sama, Dewi.”
Ponsel Dewi kembali berdering, kali ini yang menelepon adalah nomor perusahaan Nadrika Group. Dia langsung mengangkatnya dengan cepat.
“Selamat sore. Apakah saya berbicara dengan Ibu Dewi?”
“Sore juga, Pak. Iya benar, saya adalah Dewi.”
“Baik Ibu Dewi. Saya akan mengabarkan hasil tes lowongan pekerjaan sekretaris baru, selamat untuk Ibu Dewi, Anda diterima untuk bekerja di perusahaan kami.”
Seketika Dewi terdiam, tidak mempercayai apa yang barusan ia dengar. Karena dirinya tidak yakin akan diterima bekerja.
“Ibu Dewi, apakah masih tersambung?”
“Ah, maaf. Terimakasih banyak untuk kabarnya, Pak. Sekali lagi, saya berterimakasih.”
“Sama – sama, Bu. Diharapkan Ibu segera datang ke kantor esok hari untuk memulai bekerja. Apakah ada yang ditanyakan?”
“Tidak ada, Pak. Saya mengerti. Terimakasih banyak.”
“Baik, jika tidak ada yang ditanyakan, saya akan menutup telefonnya.”
Wajah Dewi terlihat syok, masih tidak percaya apa yang sudah ia dengar barusan.
“Gimana hasilnya?” Tasya memasang wajah cemas.
“Aku diterima, Sya. Aku diterima bekerja di Nadrika Group.” ucap Dewi yang diiringi teriakan bahagia dari Tasya.
Tasya menangis senang, akhirnya, kabar baik menimpa sahabatnya. Ia reflek memeluk tubuh Dewi yang masih terdiam.
“Kamu berhak mendapatkannya, Dewi. Kamu adalah orang yang hebat.” Ia menangis terisak, Dewi hanya menepuk – nepuk punggung Tasya dengan perlahan.
“Aku tahu, terimakasih banyak untuk dukungannya.”
Hari ini adalah hari pertama Dewi bekerja di Nadrika Group. Ia berangkat 20 menit sebelum jam kerjanya dimulai.Selain untuk mengantisipasI adanya macet di jalan, Dewi adalah tipe orang yang disiplin terutama mengenai waktu. Sebisa mungkin, ia datang 10 menit lebih awal di kantor.Setibanya di kantor, Dewi diarahkan menuju meja Nata, Sekretaris Utama Nadrika Group. Nata sepertinya datang lebih awal, melihat ia sudah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas mejanya.“Selamat pagi, Pak.” Dewi menyapanya dengan sopan, yang membuat Nata berhenti dari pekerjaanya sejenak.“Oh, kamu sudah datang. Maaf, aku tidak mendengar kedatanganmu.”“Tidak masalah, Pak.”“Silahkan duduk disini, Bu. Pekerjaan kita sangat banyak,” ucapnya sambil mempersilahkan Dewi untuk duduk disampingnya. Dewi pun segera duduk, Nata memindah setengah dari tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya.“Kita harus m
Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi. Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran. “Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.” Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama. Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.” Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis. “Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.
Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekal
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Di setiap mata memandang hanya ada kabut putih menutupi pandangan, di dalam hutan yang sunyi tersebut hanya terlihat batang - batang pohon yang sudah menghitam. Tidak ada satupun hewan yang menampilkan pucuk hidungnya. Seperti dalam cerita legenda, mengenai deskripsi hutan terlarang. Suara sunyi dan senyap yang merupakan ciri khas hutan terlarang, tiba - tiba dihancurkan dengan suara pacuan kuda yang cepat, menghempaskan semua yang berada di hadapannya. Suara ringkikan kuda terdengar menggema di seluruh hutan yang sunyi. Suara langkah kuda semakin pelan ketika sudah mulai memasuki daerah terdalam hutan terlarang. Netra hitam pekat seorang laki - laki yang mengendarai kuda dengan buas tersebut memandang ke depan dengan hati - hati, melihat sekeliling dengan seksama untuk mengantisipasi adanya serangan secara mendadak. Setelah dirasa lebih aman, ia sedikit melonggarkan gestur waspada meskipun mata nya tetap fokus melihat sekitar. Semakin masuk ke dalam hutan, kabut putih yang meng
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekal
Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi. Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran. “Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.” Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama. Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.” Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis. “Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.
Hari ini adalah hari pertama Dewi bekerja di Nadrika Group. Ia berangkat 20 menit sebelum jam kerjanya dimulai.Selain untuk mengantisipasI adanya macet di jalan, Dewi adalah tipe orang yang disiplin terutama mengenai waktu. Sebisa mungkin, ia datang 10 menit lebih awal di kantor.Setibanya di kantor, Dewi diarahkan menuju meja Nata, Sekretaris Utama Nadrika Group. Nata sepertinya datang lebih awal, melihat ia sudah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas mejanya.“Selamat pagi, Pak.” Dewi menyapanya dengan sopan, yang membuat Nata berhenti dari pekerjaanya sejenak.“Oh, kamu sudah datang. Maaf, aku tidak mendengar kedatanganmu.”“Tidak masalah, Pak.”“Silahkan duduk disini, Bu. Pekerjaan kita sangat banyak,” ucapnya sambil mempersilahkan Dewi untuk duduk disampingnya. Dewi pun segera duduk, Nata memindah setengah dari tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya.“Kita harus m
Segera setelah sampai di dalam rumah, Dewi langsung melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia menghela nafas pasrah mengenai hasil wawancara kerjanya. Mungkin, jika lowongan pekerjaan kali ini tidak diterima, ia akan banting stir untuk berdagang. Apapun akan ia lakukan agar dapat bertahan hidup. Pikirannya melayang mengenai masalah yang sudah ia alami berkali – kali. Seakan, dia tidak dibiarkan untuk beristirahat dari masalah yang sudah menimpanya. Mulai dari masalah dengan perusahaan lama tempat ia bekerja dulu hingga masalah mengenai mantan kekasihnya yang memiliki perempuan lain di belakangnya. Jika ingin jujur, sebenarnya Dewi merasa lelah dan putus asa. Namun, ia dipaksa bangkit lagi oleh keadaan. Jika ia menyerah, maka ia tidak bisa bertahan hidup. Itu prinsip yang dipegang Dewi selama hidupnya. Tak lama, ponselnya berdering, menandakan ada telefon yang masuk. Dewi terbangun, lalu mengambil ponsel yang terletak di nakas samping tempat tidur.
Di ruangannya, Satya sedang sibuk membuat rencana agar proyek yang sedang dijalani sekarang berlangsung lancar. Sudah ada beberapa investor yang tertarik dengan proyek terbarunya.Mengingat proyek sebelumnya berjalan dengan lancar dan menghasilkan keuntungan berarti bagi perusahaan. Bahkan, ia berhasil ‘menundukkan’ salah satu perusahaan pakaian yang cukup besar, yaitu Perfetti Apparel.Tidak ada hal khusus yang menyebabkan Perfetti Apparel mau diakuisisikan ke perusahaanya. Toh, mereka sudah memiliki segalanya. Saat Satya bertanya kepada pemimpin Perfetti Apparel, dengan santai beliau menjawab, Perfetti Apparel mengakui kemampuan Satya sebagai CEO karena ide – ide untuk proyeknya sangat out of the box. Dengan kata lain, Perfetti Apparel simpel mengikutinya karena mengakui kemampuan Satya. Dan kepercayaan bahwa, jika ia di bawah kepemimpinan Satya, perusahaannya akan semakin maju dan stabil.Nadrika group sendiri membawahi bebe