Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi.
Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran.
“Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.”
Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama.
Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.”
Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis.
“Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.
“Benar juga, ya. Meskipun begitu, kuakui dia memiliki wajah yang cantik. Ia mengingatkanku dengan artis korea,” temannya menanggapi sambil mengingat wajah yang ia maksud,”ah, wajahnya seperti Song Hye Kyo yang terkenal itu.”
“Dia pasti pernah melakukan operasi plastik, aku yakin.” ejek perempuan yang berada di samping Neta dan langsung disetujui oleh Neta.
“Eh, bukankah Pak Satya hanya menyukai orang yang kompeten? Bagaimana mungkin dia terpilih, sih? Padahal kemarin banyak yang melamar posisi tersebut bahkan mereka lulus dari kampus yang terkenal.”
“Mungkin, Pak Satya tertipu dengan wajah ular itu. Aku benar – benar tidak menyukainya.” Neta menyimpulkannya dengan asal, karena ia sudah terlanjur kesal dengan kehadiran Dewi.
Kesimpulan dari Neta disetujui oleh para karyawan perempuan di sana. Mereka semua mengeluarkan aura kebencian. Hanya seorang laki – laki di ruangan tersebut yang tidak terpengaruh, dia hanya menggelengkan kepala dan melanjutkan pekerjaannya.
“Girls, kalian sudah menyelesaikan tugasnya?” ucap Dilla yang mengagetkan para bawahannya, di tangannya sudah memegang kantong plastik berisi makanan. Sepertinya ia sehabis dari kantin kantor.
“Ah, belum, Bu. Kami akan segera menyelesaikannya.” Mereka serentak mengucapkannya, lalu buru – buru kembali ke meja masing – masing.
“Santai saja, hahaha. Ngomong – ngomong, kalian sedang mengobrol apa, sih? Sepertinya seru.”
“Tidak apa – apa, Bu.” Neta langsung menjawabnya dengan cepat.
“Hmm..” ia menatapnya dengan curiga,”yah, baik kalau gitu. Jangan lupa diselesaikan ya! Biar kita tidak perlu lembur lagi.” Dilla pun berjalan menuju ruangannya.
Segera setelah Dilla pergi, mereka bernafas lega. Jika Dilla mengetahui mereka sedang membicarakan sekretaris baru, bisa – bisa mood Dilla akan kembali memburuk.
Sedangkan yang mereka bicarakan, kembali sibuk mengurus tumpukan dokumen di hadapannya. Menurut Nata, tinggal satu lusin dokumen yang harus dia urus. Nata meminta maaf karena harus menyelesaikan banyak tugas di hari pertama ia bekerja. Dewi tidak mempermasalahkannya, ia sendiri sudah bersyukur bisa diterima bekerja.
Disaat sedang fokus – fokusnya, tubuh Dewi memberikan sinyal bahwa ia harus segera pergi ke kamar mandi. Ia pun bangkit dari kursinya.
“Pak, saya mau ke kamar kecil dulu.”
Nata menatap Dewi dengan geli,”Kalau mau ke kamar mandi, ya tinggal pergi. Saya bukan guru kamu, jadi santai saja.” ujarnya sambil tertawa.
Kehadiran Dewi disini, membuat Nata menjadi sedikit rileks. Mengingat ia tidak bisa bersantai barang sejenak ketika menjabat Sekretaris Utama. Terutama kelakukan bosnya sendiri yang membuatnya mengelus dada.
“Baik, Pak.” Dewi berlalu sambil menahan malu. Bisa – bisanya ia meminta izin hanya untuk pergi ke kamar mandi. Karena ini hari pertama ia bekerja, jadi ia belum terbiasa dengan kebiasaan orang – orang disini.
Sesampainya di kamar mandi, ia segera menyelesaikan hajatnya. Ketika akan keluar dari kamar mandi, ia mendengar para karyawati sedang mengobrol tentang dirinya.
“Hei, kamu lihat sekretaris baru tadi? Aku sangat tidak menyukainya.” ucap seorang karyawati sambil mengoles lipstick ke bibirnya.
“Yah, dia sangat cantik. Tidak heran, dia diterima oleh Pak Satya karena wajahnya. Haha.” timpal yang lain.
“Di hari pertamanya ini, dia terlambat pergi bekerja. Padahal, Pak Satya menyukai orang yang kompeten. Mungkin memang benar, hanya wajahnya saja alasan satu – satu nya ia diterima bekerja di sini.”
“Aku yakin wajahnya itu hasil operasi plastik. Kapan – kapan saat bertemu dengannya, aku akan menanyakan dokter mana yang mengoperasinya. Hahaha.” Mereka pun tertawa bersama mendengar perkataan barusan.
Setelah tidak terdengar suara lagi, Dewi membuka pintu kamar mandi dengan wajah syok. Ia tidak menyangka, kesan pertama ia bagi karyawati lain adalah buruk. Dewi tidak ingin mengambil hati tentang pembicaraan barusan, tetapi ia menjadi menaruh curiga kepada CEO nya, apakah memang benar ia diterima karena wajah yang ia miliki?
Ia memandang wajahnya sendiri di wastafel. Lalu menghela nafas pelan, tangannya mulai membuka kran air dan membasuh wajahnya.
Tak apa, baginya perkataan tersebut masih bisa ditoleransi, ia pernah mendengar perkataan yang lebih buruk. Tidak masalah.
Dewi menepuk kedua pipinya perlahan,”Ayo, semangat, Dewi. Jangan biarkan perkataan mereka mempengaruhimu.” Ia pun berjalan keluar dari kamar mandi, kembali ke meja tempat ia bekerja.
Ketika ia tiba di meja kerjanya, terlihat Nata sedang menerima telefon dengan wajah yang sangat pucat.
“Apa terjadi sesuatu, Pak?” tanya Dewi ketika Nata sudah selesai menelepon.
“Ada masalah, Dewi. Saya akan menemui Pak Satya dahulu. Kamu selesaikan saja tugasnya. Masih banyak yang harus dikerjakan.”
“Ah, baik, Pak.”
Nata tergesa – gesa memasuki ruangan Satya, segera setelah masuk, ia menjelaskan situasinya kepada Satya.
“Bos, gawat! Proyek terbaru kita bocor ke perusahaan lain. Mereka meluncurkan produk yang sama persis dengan konsep dalam proyek kita.” Ia memberikan tablet yang dipegang olehnya kepada Satya. Di tablet tersebut sudah terbuka laman berita mengenai Perusahaan X yang meluncurkan produk baru.
Satya sangat marah, proyek yang ia kerjakan dengan sepenuh hati, bocor ke perusahaan saingan. Dia tidak akan memafkan siapapun dalangnya.
“Bagaimana bisa? Bahkan produk mereka sama persis dengan rencana kita.” Ia menggeram kesal, kemudian melihat nama perusahaan yang tidak asing di matanya.
“Bukankah ini perusahaan tempat Dewi dulu bekerja?” tanyanya kepada Nata, ia mengingat di mana pernah membaca nama tersebut. Ternyata di surat lamaran milik Dewi.
“Benar, Pak.”
“Dasar, bajingan! Beraninya mereka berbuat hal ini. Mereka tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa!” umpatnya dengan pelan, ia tidak ingin Dewi yang berada diluar mendengar ucapan kasarnya.
“Pak, mohon tenang. Dan jangan berencana untuk menerobos kantor mereka malam hari untuk menghancurkannya.”
Raut muka Satya lagi – lagi mengatakan kok-kamu-bisa-tahu-rencanaku. Nata hanya memutar bola matanya kesal.
“Berhenti menyelesaikan masalah dengan kekerasan, Pak. Memangnya saya tidak tahu, tabiat Bapak yang suka menghancurkan penyebab masalah secara diam – diam?” ia mengambil tabletnya kembali, sebelum hancur di tangan Satya.
“Hahh, aku mengerti.” Satya memegang kepalanya, mencoba mendinginkan kepalanya. Sejujurnya, Satya adalah tipe orang yang mudah menggerakan otot daripada otak. Namun berkat Nata yang berada disisinya selama puluhan taun, membuatnya perlahan berubah untuk menggunakan otaknya.
Meskipun terkadang ia lepas kendali, ada Nata yang selalu menenangkan dirinya kembali.
“Mari kembali adakan rapat besar. Suruh semua karyawan berkumpul, kita harus segera menyelesaikan masalah ini."
Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekal
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Di setiap mata memandang hanya ada kabut putih menutupi pandangan, di dalam hutan yang sunyi tersebut hanya terlihat batang - batang pohon yang sudah menghitam. Tidak ada satupun hewan yang menampilkan pucuk hidungnya. Seperti dalam cerita legenda, mengenai deskripsi hutan terlarang. Suara sunyi dan senyap yang merupakan ciri khas hutan terlarang, tiba - tiba dihancurkan dengan suara pacuan kuda yang cepat, menghempaskan semua yang berada di hadapannya. Suara ringkikan kuda terdengar menggema di seluruh hutan yang sunyi. Suara langkah kuda semakin pelan ketika sudah mulai memasuki daerah terdalam hutan terlarang. Netra hitam pekat seorang laki - laki yang mengendarai kuda dengan buas tersebut memandang ke depan dengan hati - hati, melihat sekeliling dengan seksama untuk mengantisipasi adanya serangan secara mendadak. Setelah dirasa lebih aman, ia sedikit melonggarkan gestur waspada meskipun mata nya tetap fokus melihat sekitar. Semakin masuk ke dalam hutan, kabut putih yang meng
Beberapa karyawati sedang berkumpul di pantri, baju mereka terkalung sebuah kartu identitas yang bertuliskan Nadrika Group. Mereka sedang asyik mengobrol tentang sesuatu. “Hei, kudengar perusahaan kita berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel. Aku tidak mengiranya sama – sekali.” Ia berbicara dengan antusias, rasa bangga tergambar di wajahnya. Tidak ada yang pernah memperkirakan Nadrika Group berhasil mengakuisisi Perfetti Apparel, karena perusahaan tersebut cukup besar dan mandiri tanpa perlu bergabung dengan perusahaan lain. Sahamnya juga sangat stabil sejak perusahaan itu didirikan. Bahkan, beberapa selebritas terkenal menjadi brand ambassador tetap. Reputasinya yang tidak main – main ini membuat heran sebagian orang, mengenai alasan dibalik Perfetti Apparel yang mau bergabung dengan Nadrika Group. “Memang benar, perusahaan kita sejak dipegang oleh Pak Satya menjadi lebih maju. Kalian anak – anak baru belum merasakan bagaiman
Dua jam lamanya, rapat itu berlangsung. Kebanyakan dari mereka aktif berdiskusi. Setelah dirasa cukup, Nata segera mengakhiri rapatnya dan meminta kepada para karyawan untuk segera mengerjakan bagiannya masing – masing. Nata membereskan berkas yang ia bawa, sambil mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh para karyawati. “Kyaa, Pak CEO memang sangat tampan. Apa kalian melihatnya? Wajah dan badan yang beliau miliki begitu sempurna. Aku sampai susah untuk mengalihkan pandangan.” “Ah, benar kata Bu Andini, Pak CEO sangat tampan. Kurasa sekarang aku akan mengidolakannya. Sayang sekali, Pak CEO hanya sebentar saja di sini.” “Tapi, Pak Sekretaris juga tampan. Jika Pak CEO memiliki aura yang berbahaya, maka Pak Sekretaris memiliki aura lembut dan menenangkan. Mereka berdua kombinasi yang cocok.” timpal yang lain. Mendengar kata ‘tampan’ yang ditujukan kepada dirinya membuat Nata senang. Nata berpura – pura batuk untuk memberitahu bahw
Setelah berbagai masalah yang terjadi, tiba akhirnya Nadrika Group meluncurkan produk mereka. Hari ini adalah hari perdana peluncuran produk, tampak sebagian besar dari karyawan memasang wajah cemas, terutama Dewi. Nama baik serta karirnya bergantung pada keberhasilan proyek yang ia pimpin. Kabar baik pun berhembus ke perusahaan mereka, produk yang diluncurkan sukses besar. Ketenarannya bahkan melebihi produk tiruan milik Perusahaan X. Ucapan Satya terbukti benar, mengenai sebaik apa pun produk tiruan, tidak akan menyamai yang asli. Pemesanan terus melonjak per jam nya, mengalahkan produk tiruan tersebut. Hasil kerja keras para karyawan tidak berakhir sia - sia, mereka akhirnya bisa bernafas lega. Meskipun begitu, masih ada orang yang membenci Dewi dan berharap ia dikeluarkan dari perusahaan. Masih ada orang yang membicarakannya di belakang, tetapi tidak sebanyak dahulu. "Bukankah ini mencurigakan? Dia melakukan semua ini semata - mata untuk men
Dewi yang di dampingi oleh Andini mengadakan pertemuan mendadak dengan para pemimpin divisi dan bagian. Terlihat dengan jelas wajah mereka yang berlipat kesal, karena yang memimpin saat ini adalah orang yang digosipkan."Kenapa kamu memanggil kami? Kami sibuk dengan banyak pekerjaan, tidak sempat untuk meladeni omongan pengkhianat." teriak salah satu dari mereka dengan nada tinggi.Andini yang melihat hal tersebut mengepalkan tangannya, yang kemudian ditenangkan oleh Dewi dengan senyuman."Saya mengetahui bahwa banyak yang percaya kalau saya yang membocorkan proyek terbaru kepada perusahaan saya yang lama. Saya ingin menegaskan bahwa hal tersebut tidaklah benar. Karena masalah ini menyangkut nama saya, saya yang akan menyelesaikannya." ucapnya dengan tenang."Omong kosong! Memangnya apa yang kamu bisa lakukan!" Laki - laki tersebut berteriak kembali."Saya-""Kami tidak percaya kepadamu." potongnya yang direspon oleh anggukan kebanyakan oran
Keesokan harinya suasana kantor menjadi chaos,gosip mengenai Dewi yang menggoda Satya tersebar luas di kalangan para pegawai, terutama perempuan. Kebencian yang ditujukan kepada Dewi semakin membesar, mereka pun diam - diam melakukan petisi untuk mengeluarkan Dewi dari perusahaan.Ketika Dewi datang bekerja, bisik - bisik menemaninya sepanjang hari. Ejekan dan hinaan terus dilontarkan tanpa henti. Dewi yang tidak mengetahui kenapa ia diperlakukan seperti itu mencoba untuk tidak peduli.Baginya itu hanya gosip yang tidak terbukti jelas kebenarannya. Di sini, ia hanya fokus untuk bekerja, tidak ada yang lain. Namun semakin ia mengabaikannya, intensitas bullying menjadi semakin buruk.Puncak kejadian tersebut akhirnya terjadi ketika Dewi sedang berada di kamar mandi dan mendengar diam - diam bahwa para karyawan lain sedang mengumpulkan petisi untuk mengeluarkan dirinya dari perusahaan."Apa yang sedang kalian bicarakan?" Dewi akhirnya
Setelah selesai rapat tadi, tugas Nata dan Dewi bertambah banyak. Mereka berdua bekerja keras agar pekerjaan selesai tepat waktu. “Dewi, minta tolong berikan ini kepada Satya.” ucap Nata sambil menyerahkan beberapa kertas kepada Dewi,”dan minta kertasnya kembali.” lanjutnya tanpa mengalihkan pandangan dari kertas yang dibacanya. “Baik, Pak.” Dewi menerima kertas tersebut lalu segera memasuki ruangan Satya. Di dalam ruangan, Satya tak kalah sibuknya. Tangan kiri memegang telefon, sedangkan tangan kanannya mengetik dengan cepat. Dia sampai kagum sendiri ketika melihat Satya bekerja. Merasa ada yang melihatnya, Satya mengalihkan wajahnya ke depan dan terlihat Dewi sedang memandangi dirinya dengan intens. Dengan reflek tangan kirinya langsung mematikan telefon. “Dewi, ada apa?” “Pak Nata menyuruh saya untuk memberikan ini, Pak.” Dewi menyerahkan lembaran – lembaran kertas kepada Satya. “Hmm.. tunggu sebentar. Saya akan mengeceknya.
Para karyawan dari setiap divisi berkumpul di aula rapat. Sebagian besar dari mereka tidak mengetahui alasan terjadinya rapat mendadak. Bahkan kepala divisi pun tidak tahu, mereka menebak – nebak alasan dilakukannya rapat di tengah kesibukan menyiapkan proyek baru.Kemudian datang Satya dengan didampingi kedua sekretarisnya, Nata dan Dewi. Nata berdiri di samping Satya di depan, sedangkan Dewi memilih duduk berbaur di antara yang lain.Nata segera mempersiapkan file yang akan dimunculkan dalam layar LCD di depan. Dalam waktu sesingkat itu, ia berhasil menyusun presentasi yang cukup baik.“Selamat sore, teman – teman. Mohon maaf, menganggu kesibukan kalian,” Satya menjeda ucapannya dan melihat keseluruh ruangan rapat,”ada kabar buruk mengenai proyek terbaru kita kali ini.”Setelah ucapan Satya selesai, Nata memunculkan berita mengenai perusahaan saingan yang menluncurkan produk baru. Mereka semua langsung terkejut, sekal
Setelah waktu istirahat selesai, para karyawan kembali bekerja. Kemudian Nata pergi memperkenalkan Dewi sebagai sekretaris baru kepada karyawan lain dari setiap divisi. Setelah berkunjung dari satu divisi ke divisi yang lain, mereka berdua tiba di divisi terakhir, yaitu divisi pemasaran. “Selamat siang semuanya. Perkenalkan ini adalah Dewi Lasmana, sekretaris baru yang bekerja di perusahaan kita.” Dewi pun membungkukkan kepalanya sedikit, lalu memandang suasana kantor divisi pemasaran. Mereka semua terlihat memperhatikannya dengan saksama. Dewi pun tersenyum manis, lalu berkata,”Selamat kenal semuanya. Tolong kerjasama untuk ke depannya.” Diantara para karyawan tersebut, Neta memandang Dewi dengan tatapan dingin. Mencoba menyangkal kenyataan bahwa Dewi lebih cantik daripada Dilla. Setelah mereka berdua pergi, Neta tersenyum sinis. “Ck, karyawan baru kok datangnya terlambat.” sindirnya sambil melihat punggung Dewi yang semakin menjauh.
Hari ini adalah hari pertama Dewi bekerja di Nadrika Group. Ia berangkat 20 menit sebelum jam kerjanya dimulai.Selain untuk mengantisipasI adanya macet di jalan, Dewi adalah tipe orang yang disiplin terutama mengenai waktu. Sebisa mungkin, ia datang 10 menit lebih awal di kantor.Setibanya di kantor, Dewi diarahkan menuju meja Nata, Sekretaris Utama Nadrika Group. Nata sepertinya datang lebih awal, melihat ia sudah sibuk dengan tumpukan dokumen di atas mejanya.“Selamat pagi, Pak.” Dewi menyapanya dengan sopan, yang membuat Nata berhenti dari pekerjaanya sejenak.“Oh, kamu sudah datang. Maaf, aku tidak mendengar kedatanganmu.”“Tidak masalah, Pak.”“Silahkan duduk disini, Bu. Pekerjaan kita sangat banyak,” ucapnya sambil mempersilahkan Dewi untuk duduk disampingnya. Dewi pun segera duduk, Nata memindah setengah dari tumpukan dokumen yang berada di atas mejanya.“Kita harus m
Segera setelah sampai di dalam rumah, Dewi langsung melemparkan dirinya ke atas kasur. Dia menghela nafas pasrah mengenai hasil wawancara kerjanya. Mungkin, jika lowongan pekerjaan kali ini tidak diterima, ia akan banting stir untuk berdagang. Apapun akan ia lakukan agar dapat bertahan hidup. Pikirannya melayang mengenai masalah yang sudah ia alami berkali – kali. Seakan, dia tidak dibiarkan untuk beristirahat dari masalah yang sudah menimpanya. Mulai dari masalah dengan perusahaan lama tempat ia bekerja dulu hingga masalah mengenai mantan kekasihnya yang memiliki perempuan lain di belakangnya. Jika ingin jujur, sebenarnya Dewi merasa lelah dan putus asa. Namun, ia dipaksa bangkit lagi oleh keadaan. Jika ia menyerah, maka ia tidak bisa bertahan hidup. Itu prinsip yang dipegang Dewi selama hidupnya. Tak lama, ponselnya berdering, menandakan ada telefon yang masuk. Dewi terbangun, lalu mengambil ponsel yang terletak di nakas samping tempat tidur.
Di ruangannya, Satya sedang sibuk membuat rencana agar proyek yang sedang dijalani sekarang berlangsung lancar. Sudah ada beberapa investor yang tertarik dengan proyek terbarunya.Mengingat proyek sebelumnya berjalan dengan lancar dan menghasilkan keuntungan berarti bagi perusahaan. Bahkan, ia berhasil ‘menundukkan’ salah satu perusahaan pakaian yang cukup besar, yaitu Perfetti Apparel.Tidak ada hal khusus yang menyebabkan Perfetti Apparel mau diakuisisikan ke perusahaanya. Toh, mereka sudah memiliki segalanya. Saat Satya bertanya kepada pemimpin Perfetti Apparel, dengan santai beliau menjawab, Perfetti Apparel mengakui kemampuan Satya sebagai CEO karena ide – ide untuk proyeknya sangat out of the box. Dengan kata lain, Perfetti Apparel simpel mengikutinya karena mengakui kemampuan Satya. Dan kepercayaan bahwa, jika ia di bawah kepemimpinan Satya, perusahaannya akan semakin maju dan stabil.Nadrika group sendiri membawahi bebe