01
"Jangan sentuh aku!" hardik Earlene Yang, saat seorang pria hendak memegangi wajahnya."Sombong sekali kamu!" desis pria berjaket kulit sambil memelototi tawanannya."Jangan banyak bicara. Cepat, habisi dia!" seru pria kedua yang mengenakan jaket cokelat."Aku tidak akan membunuhnya, sebelum bersenang-senang dengannya," jawab pria pertama."Tuan D tidak akan senang bila kamu melakukan itu.""Dia tidak akan peduli. Lagi pula dia yang menyuruh kita membunuh Nona cantik ini."Pria kedua mendengkus. "Terserah. Aku mau keluar."Pria pertama tidak menyahut. Dia memfokuskan pandangan pada perempuan bergaun hitam yang terlihat ketakutan. Kala pintu ditutup dan dikunci dari luar, pria tersebut tersenyum miring sambil menuangkan minuman ke gelas.Earlene membeliakkan mata saat menyaksikan pria di hadapannya memasukkan serbuk ke minuman. Dia makin ketakutan karena merasa akan terjadi hal buruk pada dirinya.Dugaan Earlene ternyata tepat. Pria berjaket hitam menyambanginya sambil membawa gelas. Earlene memberontak, tetapi karena tangan dan kakinya diikat di keempat ujung tempat tidur, perempuan bermata sipit tidak bisa meloloskan diri.Pekikan protes Earlene tidak mampu dikeluarkan karena mulutnya telah dijejali minuman. Rasa panas dan pahit yang mengalir di tenggorokan menyebabkan Earlene nyaris tersedak.Belum hilang rasa tidak nyaman itu, Earlene dikejutkan dengan tingkah sang pria yang melucuti pakaiannya. Earlene hendak memekik meminta tolong, tetapi mulutnya disumpal kain.Sementara di luar bangunan, Chyou Cheung, pengawal Earlene, dan ketiga temannya baru saja tiba. Mereka hendak menerobos masuk, tetapi ditahan beberapa orang hingga perkelahian tidak terhindarkan."Selamatkan Nona. Biar kami yang menangani mereka!" seru Miguel Lim sambil memukuli lawannya dengan tongkat bisbol.Chyou lari secepat mungkin memasuki rumah. Dia membuka semua pintu untuk mencari Earlene. Pada pintu terakhir, Chyou tidak bisa membukanya. Tanpa pikir panjang dia menghantamkan pedang ke gagang pintu, lalu mendobraknya dengan mendorong meja hingga pintu berhasil terbuka."Sial!" umpat Chyou ketika melihat sang penculik tengah menindih Earlene.Chyou menghambur ke tempat tidur dan tanpa sungkan menyabetkan pedang ke punggung lawannya hingga menjerit kesakitan.Chyou menendang pria yang hendak bangkit sampai terjerembab ke lantai. Kemudian dia membuka jaketnya untuk menutupi tubuh Earlene yang nyaris polos.Chyou memotong keempat tali, lalu menggulung tubuh Earlene dengan seprai. Dia mengangkat dan menggendong sang nona yang tengah menangis. Kemudian jalan secepat mungkin menuju mobil di depan rumah tersebut."Kamu pergi saja. Jauhkan Nona Yang dari sini!" titah Miguel, sesaat setelah Chyou keluar dari pintu."Kalian, gimana?" tanya Chyou."Aku telah menelepon Steve. Dia tengah menuju ke sini.""Oke, aku pergi.""Hati-hati."Chyou mengangguk, kemudian meneruskan langkah menuju mobil. Dia bersusah payah membuka pintu belakang, lalu memasukkan Earlene. Seusai menutuppintu, Chyou memutari mobil dan memasuki bagian pengemudi.Puluhan menit terlewati, Chyou kaget saat mesin mobil tiba-tiba berulah. Dia mengecek indikator, kemudian mengumpat sambil memukuli kemudi."Ada apa?" tanya Earlene dengan suara serak."Bahan bakarnya habis, Nona," jawab Chyou."Apa tidak ada cadangannya?""Tidak ada.""Lalu, gimana?"Chyou mengamati sekeliling yang merupakan area perkebunan kosong. Derasnya salju yang turun malam itu kian mempersulit Chyou untuk melihat lebih jelas."Nona, saya khawatir, jika kita terpaksa bertahan di sini," tutur Chyou."Bertahan gimana?" desak Earlene."Tetap di mobil.""Tapi ....""Kita tidak punya pilihan lain. Nona lihat, sekarang saljunya sangat deras. Kalau kita memaksa keluar dan jalan terus, saya tidak yakin kita akan bisa hidup. Karena di luar sangat dingin."Earlene menggigit bibir bawah. Dia sebenarnya takut tetap berada di sana, karena bisa saja para penculik itu akan kembali mendapatkannya."Ehm, baiklah," ucap Earlene."Saya mau memindahkan mobil ke tempat yang lebih tertutup. Jika kita tetap di sini, bisa saja para penjahat itu akan muncul," papar Chyou."Bagaimana cara memindahkannya? Bukankah tadi kamu bilang, bahan bakarnya habis?""Nona pindah ke depan dan pegang kemudi. Saya akan mendorong mobil."Earlene mengangguk. Dia membuka seprai yang menutupi badannya, lalu merapikan pakaian yang sempat terbuka. Setelah Chyou keluar, Earlene berpindah ke bagian sopir.Chyou mendorong mobil sekuat tenaga hingga bisa bergeser sedikit demi sedikit. Dia meneriakkan perintah agar Earlene berbelok ke kanan yang segera dikerjakan sang nona.Setelah mobil SUV terparkir di belakang pohon besar, Chyou segera memasuki bagian tengah dan menyelimuti dirinya dengan seprai. Sebab hanya mengenakan kaus hitam tipis, Chyou benar-benar kedinginan hingga menggigil.Earlene membuka sedikit kedua kaca bagian depan agar ada udara yang masuk. Dia merunduk untuk mencari apa pun yang bisa dikonsumsi. Namun, perempuan berbibir penuh hanya menemukan sebotol air yang isinya hanya separuh.Earlene membuka tutup botol dan meminum airnya sedikit. Dia berpindah ke belakang untuk menawarkan Chyou minuman.Detik berlalu menjadi menit. Earlene merasakan tubuhnya panas dan bagian sensitifnya berdenyut. Perempuan berleher jenjang membuka jaket dan menyampirkannya ke jok kursi depan.Earlene menggerutu saat menyadari baguette bag-nya tertinggal di rumah tempat dirinya disekap. Padahal dia membutuhkan ponsel untuk menghubungi kedua adiknya dan meminta bantuan."Boleh kupinjam ponselmu?" tanya Earlene."Mohon maaf, Nona. Ponsel saya mati karena kehabisan baterai. Saya tinggalkan di rumah sakit," jelas Chyou."Apa ada pengawal yang terluka parah?""Ya, Jianzhen. Kepalanya bocor hingga harus dijahit.""Semoga dia bisa segera pulih.""Hmm."Earlene mendengkus. "Aku lapar, dan kesal karena tidak bisa mencari bantuan.""Lebih baik Nona tidur, itu bisa menghemat tenaga."Earlene hendak membantah, tetapi diurungkannya. Perempuan bergaun hitam bergelung ke kiri. Dia berusaha untuk tidur, tetapi denyutan di area sensitif kian menguat.Earlene mengatur napas agar bisa tenang. Namun, hal itu gagal karena gairahnya makin memuncak. Earlene bergerak-gerak gelisah hingga menimbulkan pertanyaan dalam benak Chyou.Tiba-tiba Earlene bangkit dan memegangi lengan Chyou. Pria berbibir tipis hendak bertanya, tetapi tidak bisa karena Earlene telanjur membungkamnya dengan ciuman panas."Nona, apa yang Anda lakukan?" tanya Chyou saat Earlene memutus keintiman dan berpindah duduk ke pangkuannya."Penjahat tadi memberiku sesuatu, yang kuduga sebagai obat perangsang," cicit Earlene sambil membelai wajah hingga leher Chyou. "Aku tidak bisa menahannya, Chyou. Bercintalah denganku," rengeknya."Tapi, Nona ...."Earlene memutus protes pengawalnya dengan kembali menciumi Chyou. Tangannya mengusap pelan rambut hingga pundak lelaki berhidung mancung. Earlene mengarahkan kedua tangan Chyou untuk menjamah tubuhnya, sembari memperdalam pagutan hingga hasratnya tidak terbendung lagi."Nona, jangan," bisik Chyou saat Earlene membuka sabuk dan kaitan celananya."Diamlah. Nikmati saja dan jangan protes!" desis Earlene.Chyou mengerjap-ngerjapkan mata. Otaknya memerintahkan untuk mencegah Earlene melakukan hal yang nantinya akan disesali. Namun, tubuhnya justru bereaksi lain.Alih-alih menolak, Chyou turut serta membuka ritsleting gaun Earlene. Dia menggeser kedua tali kecil hingga area bawah leher nonanya terpampang nyata.Chyou mengusap kedua lengan Earlene sambil menurunkan gaun. Keindahan di depannya menyebabkan Chyou melupakan kewarasan. Dia merunduk untuk menciumi sang nona yang spontan mendesah.02Pagi menyapa hari Earlene dengan suara orang-orang yang tengah berbincang. Dia membuka mata yang terasa berat, kemudian memindai sekitar. Earlene bangkit sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Sinar terang yang menyorot dari luar, membuat perempuan berhidung mancung kesulitan melihat jelas siapa yang tengah mengobrol.Seseorang berbalik dan mendekati mobil. Dia membuka pintu bagian pengemudi untuk menekan tombol supaya penutup tempat pengisian bahan bakar bisa terbuka. Orang kedua menyambangi, lalu menuangkan sesuatu ke tangki menggunakan botol berukuran cukup besar. Aroma khas bahan bakar menguar dan Earlene spontan menutup hidungnya dengan tangan. Sekian menit berlalu, Chyou memasuki bagian pengemudi. Sementara pria lainnya menaiki mobil sedan yang berada di jalan raya. Earlene memajukan badan ke tengah-tengah kedua kursi depan. Dia baru menyadari jika jalanan di depan telah dibersihkan dari salju tebal yang kemarin malam menutupinya. "Itu, siapa?" tanya Earlene, sesaat setelah m
03Earlene mematikan laptop, kemudian mengurut pangkal hidungnya yang sedikit berdenyut. Perempuan berbaju krem merentangkan kedua tangan, lalu menggeliat hingga tulang-tulangnya berbunyi. Earlene membulatkan mata. Dia baru menyadari jika saat itu sudah sore. Perempuan yang menjepit rambutnya dengan sirkam kecil, menimbang-nimbang sesaat, sebelum meraih ponsel dari meja dan mengetikkan pesan yang dikirimkan pada Chyou. Sekian menit berlalu, suara Chyou terdengar dari luar kamar. Earlene berdiri dan jalan untuk membuka pintu. Dia memandangi pria bersweter hijau yang balas menatapnya saksama. "Miguel mengajak kita makan di rumah makan. Tidak jauh dari sini," jelas Chyou. "Ya, sebentar. Aku mau ke toilet dulu," balas Earlene sembari berbalik untuk memasuki bilik mandi. Belasan menit terlewati, Earlene dan ketiga pria berbeda tampilan telah berada di sebuah tempat makan. Mereka sengaja memilih area depan lantai dua, agar bisa mengamati sekitar. "Jianzhen nanti malam menyusul kita k
04Hari berganti. Earlene bangun tidur sambil meringis. Sendi-sendinya sakit, demikian pula dengan kepalanya. Tenggorokan kering menjadikan Earlene curiga bila dirinya terserang gejala flu. Earlene memaksakan diri untuk bangkit dengan bertumpu pada kedua siku. Dia memejamkan mata sambil memijat pangkal hidung saat kepalanya kian berdenyut. Perempuan bersweter merah beringsut ke tepi kasur. Dia membuka mata, lalu berdiri dan jalan ke toilet sambil berpegangan pada dinding. Sekian menit berikutnya, Earlene sudah kembali bergelung di kasur. Meskipun selimut tebal telah menutupi badannya, perempuan berusia dua puluh delapan tahun tetap kedinginan. Earlene menahan gigil sambil membatin bila dirinya harus memesan minuman dan makanan hangat. Perempuan berbibir penuh mengeluh dalam hati karena merindukan sup ginseng buatan ibunya, yang jadi obat mujarab bila dirinya di rumah. Perempuan berambut panjang menggapai ponselnya dari bantal samping kiri. Dia terpaksa menghubungi Chyou agar pria
05Sepanjang siang hingga malam, Chyou menemani Earlene di kamarnya. Sekali-sekali pria berkaus hitam lengan panjang akan keluar kamar untuk meregangkan otot. Kemudian dia kembali karena mengkhawatirkan kondisi sang nona. Seusai bersantap malam, Earlene menekan-nekan remote televisi untuk mencari tayangan menarik. Namun, karena tidak menemukan yang sesuai dengan keinginannya, perempuan bermata sipit akhirnya memutuskan menonton film romantis dari negeri Hollywood. "Nona, kalau diizinkan, saya mau istirahat," tutur Chyou. Earlene melirik pengawalnya, kemudian mengangguk mengiakan. "Ya, boleh." "Terima kasih." "Besok kita ada pertemuan dengan Paman Liu Wei.""Baik. Saya akan menyiapkan teman-teman untuk ikut mengawal." "Setelahnya, aku mau jalan-jalan sebentar. Karena lusa kita sudah pulang." "Ya, Nona." Chyou berdiri dan merunduk sedikit. Dia menegakkan badan, lalu mengayunkan tungkai menuju pintu. Earlene memperhatikan lelaki bertubuh tegap hingga menghilang di balik pintu. Kem
06Earlene terbangun karena merasa haus. Dia membuka mata dan seketika terkesiap menyaksikan Chyou berada di samping kiri. Earlene baru menyadari bila dirinya sedang berbaring beralaskan lengan kanan lelaki tersebut. Selama beberapa saat Earlene mengamati Chyou. Kebersamaan mereka selama dua bulan terakhir menjadikan perempuan berambut panjang tidak menyadari betapa manisnya sang ajudan. Tanpa sadar Earlene mengulurkan tangan kanan untuk mengusap wajah pria berusia tiga puluh dua tahun. Dia tertegun kala merasakan kulit Chyou yang cukup halus. Pertanda lelaki berambut cepak rajin merawat kulit. Jemari Earlene bergerak pelan menyusuri rahang kokoh pria berkemeja putih. Janggut pendek tumbuh di dagu Chyou. Demikian pula dengan kumis yang menghiasi atas bibir tipis sang lelaki berhidung mancung. Tiba-tiba Chyou membuka mata. Earlene terkejut dan segera menarik tangannya. Namun, gerakan Chyou lebih cepat. Dia memegangi pergelangan tangan Nona muda, lalu mengamati Earlene yang pipinya
07Keesokan harinya, Earlene tiba di kediaman Robert untuk menghadiri jamuan makan malam. Meskipun sebetulnya dia enggan untuk bertemu rival, tetapi Earlene tidak punya pilihan lain dan mau tidak mau harus berhadapan dengan keluarga Zhang. Perempuan bergaun panjang salem mengayunkan tungkai memasuki ruangan besar, di mana semua anggota keluarga telah menunggu. Earlene mendatangi Kakek dan neneknya terlebih dahulu, sebelum berpindah menyalami kedua Adik papanya. Bila Seth Yang menyambut keponakannya dengan pelukan hangat, Sophie Yang justru berbeda. Dia menyalami Earlene dengan ujung jemari, kemudian melengos. Earlene tetap terlihat tenang, sama sekali tidak terusik dengan perlakuan Sophie yang kentara sekali tidak menyukainya. Earlene bergeser untuk menyalami Vinson dan Alfred yang merupakan anak-anak Seth dan Jenny. Kemudian berpindah untuk bersalaman dengan Pamela, istri Vinson. Setelahnya, Earlene melenggang untuk menempati kursinya di antara Carver dan Diana, tanpa berniat ber
08Dixon memijat dahinya saat melihat foto yang menampilkan Halton, suami Veronica yang sedang memberikan amplop pada seorang pria berjaket tebal. Sebuah foto lain memperlihatkan jika orang tersebut telah ditangkap polisi Shanghai. Foto selanjutnya menjadikan semua orang memandangi Grandel. Pria bermata tajam tetap berusaha tenang. Meskipun pada foto itu mencantumkan tanggal pengambilan gambar yang berbeda. Pada bagian atas, tercantum tiga tahun lalu, sedangkan bagian bawah menjelaskan bila foto yang sama tanggalnya berubah menjadi beberapa hari lalu. Padahal pakaian Earlene dan ketiga orang di belakangnya, sama sekali tidak berubah. Beberapa foto berikutnya, membuat Yvete dan Veronica saling melirik. Mereka mulai khawatir rahasia pekerjaan yang tidak becus dari suami masing-masing akan terungkap pada khalayak. "Ini, trik kuno," tutur Vinson. "Ya, tapi masih saja ada yang pakai," balas Darren. "Anehnya itu, yang percaya pada gambar editan," ledek Alfred seraya tersenyum. "Begit
09"Tadi malam, kamu masuk ke kamar jam berapa?" tanya Miguel sambil memandangi sahabatnya yang baru keluar dari toilet di ujung kanan ruangan. "Tidak lama setelah kamu tidur," balas Chyou sembari jalan ke lemari dan membuka pintunya. "Aku menunggumu sampai jam satu." "Kenapa harus menunggu?" "Apakah kamu bermain api dengan Nona muda?" Chyou segera mengenakan kaus putih, sebelum mengambil kemeja biru muda dari gantungan. Dia sengaja mengabaikan pertanyaan Miguel, dan bergegas menuntaskan berpakaian. "Chyou, kamu belum menjawab pertanyaanku," desak Miguel. "Aku tidak akan menjawabnya," cakap Chyou sembari memasang dasi biru tua motif bintik-bintik. "Berarti benar." Miguel mengulum senyuman. "Hati-hati, jangan sampai dia hamil," selorohnya. "Diamlah!" Miguel tergelak, sedangkan Chyou melengos. Yuze memasuki kamar bersama Steve sambil membawa nampan. Mereka memandangi Miguel yang masih terkekeh, kemudian keduanya mengalihkan pandangan pada Chyou yang sedang menyisiri rambut di
124Jalinan waktu terus bergulir. Hari berganti menjadi minggu, hingga bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Situasi di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou dan beberapa kota lainnya telah kembali kondusif. Tidak ada lagi perkelahian antara kelompok mafia yang tergabung dalam koalisi. Di Kota Taipei, kondisinya telah jauh lebih aman dan nyaman. Hingga warganya bisa beraktivitas dengan tenang dan santai. Tanpa perlu khawatir akan adanya perkelahian kelompok mafia lokal. Kehidupan rumah tangga Chyou dan Earlene pun kian harmonis. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan nyaris tidak terpisahkan. Meskipun Chyou beberapa kali harus berangkat ke luar kota ataupun luar negeri, Earlene tetap merasa diperhatikan sekaligus dicintai. Walaupun terpisah jarak.Bila tengah berada di Kota Taipei, setiap pagi Chyou akan menemani istrinya jalan kaki mengelilingi kompleks. Pria bermata sipit kian takjub dengan kepopuleran Earlene yang selalu disapa para tetangga. Baik yang muda maupun tua, akan m
123Hari berganti hari. Waktu yang diberikan pada kelompok Mùyáng Fheng pun usai. Chyou meminta Flint untuk menghubungi Tengfei, karena hanya dia yang bisa diajak bicara dengan tenang. Tengfei mengajak bertemu nanti malam di tempat yang telah ditentukan. Namun, Flint mengubah lokasinya, karena khawatir ada jebakan menanti di tempat yang diketahuinya sebagai restoran milik kerabat Mùyáng Fheng. Tengfei menyanggupi dan berjanji untuk datang tepat waktu. Setelah menutup sambungan telepon, pria berpipi tirus memandangi kakaknya yang sedang berbincang dengan sang bos. Mùyáng Fheng telah menyetujui ketiga syarat yang diajukan pihak Aiguo. Namun, Zimo masih bersikeras untuk tidak melakukan syarat pertama. Tengfei berdebat dalam hati. Dia bimbang, antara mendukung Zimo, atau memaksa pria tersebut menyerahkan diri. Tengfei berpindah ke dekat jendela. Dia mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Flint. Tidak berselang lama anak tertua Fang Xie membalas pesan dengan mengirimkan nomor tele
122Dante, Jianzhen, To Mu dan Yuze memasuki ruangan besar di lantai tiga sambil merunduk untuk menghindari peluru yang ditembakkan beberapa orang lainnya. Zulfi, Yanuar dan Yoga menyusul. Bila kedua rekannya balas menembaki pihak lawan dengan pistol masing-masing, Yanuar melepaskan banyak anak panah yang berhasil melumpuhkan para penjaga. Wirya masih baku hantam dengan Jingguo. Sementara Chyou bertarung melawan Quan. Sedangkan Alvaro berhadapan dengan Kang. Dante dan yang lainnya memilih lawan masing-masing, kemudian berkelahi dengan mengeluarkan tenaga penuh. Seunit mobil MPV hitam berhenti di dekat belasan motor di halaman depan. Salman turun sambil membawa kamera beresolusi tinggi miliknya. Yanzou dan Rangga mendampingi Salman yang hendak memanjati dinding, menggunakan tali yang diulurkan Gwenyth dan Dionna dari balkon lantai dua. Rangga memanah siapa pun yang hendak mendekat. Benton yang menjadi sopir mobil tadi, bergegas turun sembari menembakkan pistolnya ke pihak lawan. C
121Sekelompok orang memasuki pekarangan sebuah vihara. Mereka bergegas menghampiri kelima anggota keluarga Bao yang sedang duduk di kursi-kursi, di tengah-tengah halaman depan. Zimo Kuang berhenti 10 meter dari para kerabatnya, tepat di garis pembatas yang telah dibuat tim PBK muda. Asisten kepercayaan Mùyáng Fheng memperhatikan sekeliling sambil menghitung jumlah orang yang menjaga tawanan. "Kupikir Chyou yang akan datang langsung. Tahunya dia hanya mengirim ajudan," ledek Zimo Kuang sambil memandangi Alvaro dan rekan-rekannya yang berada di belakang para tawanan. "Menghadapi babi sepertimu, cukup hanya kami," balas Yusuf yang berdiri di sebelah kanan Alvaro."Bahasamu kasar, Anak muda!" desis Zimo Kuang. "Tidak perlu berlaku sopan santun pada kalian. Karena bagi kami, kalian cuma sekumpulan babi bau dan jorok." "Jaga bicaramu!" Yusuf mengacungkan jari tengah kanan tangannya. "Aku tidak takut padamu." Zimo Kuang hendak maju, tetapi tangannya ditarik sang adik. Tengfei mengge
120Malam harinya, tiga unit mobil MPV hitam berhenti di depan rumah milik Paman Rebecca. Beberapa penjaga segera mendatangi mobil untuk membantu menurunkan barang-barang yang dibawa kelompok terakhir, yang akan bergabung dengan pasukan besar. Boris Dǒng keluar dari mobil pertama bersama Fernando. Keenam ajudan sang mantan mafia bergegas keluar sambil membawa beberapa koper berukuran sedang. Simon, Albern dan Noel turun dari mobil kedua bersama Haryono, Rangga dan kedua pengawal muda. Para penumpang mobil ketiga keluar dengan santai. Mereka melenggang memasuki ruang tamu dengan diikuti kedua kelompok lainnya. Dante menggertakkan gigi saat melihat kelima adiknya tiba di ruangan tersebut. Dia mengumpat pelan, sebelum memelototi pria tertinggi di keluarga Adhitama, yang telah tiba di hadapannya. "Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Dante sambil menatap sepupunya dengan tajam."Koko beraksi sendirian, aku kesal!" geram Samudra. "Betul, harusnya kita juga ikut kemarin dulu," timpal Har
119Matahari sudah menyorot ketika Chyou terbangun. Dia seketika mengaduh karena seluruh badannya sakit. Selama beberapa menit Chyou menggerak-gerakkan jemarinya sambil mengatur napas. Setelah rasa sakitnya mereda, pria berhidung mancung mengerjap-ngerjapkan mata, lalu memindai sekitar. Terlihat seorang lelaki yang tengah berbaring di sofa bed. Chyou hendak memanggil, tetapi suaranya tidak keluar. Pria berkaus putih berusaha menggerakkan bibirnya hingga berhasil berdeham. Shen spontan membuka mata, kemudian dia bangkit. Putra kedua Richard Cheung berdiri dan jalan menyambangi Kakak sepupunya yang berada di kasur besar. "Koko, mau minum?" tanya Shen yang dibalas Chyou dengan kedipan mata. Pria yang lebih muda mengambil botol minuman dari lantai..Dia membuka tutupnya, lalu mendekatkan botol agar Chyou bisa meminumnya. Sekian menit terlewati, suara Chyou telah berhasil dikeluarkan. Dia memegangi tangan Shen yang spontan memandanginya saksama. "Kita ada di mana?" tanya Chyou. "Ruma
118Loko yang masih berada di balkon, meminta Andri untuk merusak kunci pintu. Namun, usaha Andri gagal karena ada seseorang yang menembaki mereka dari jendela sisi kanan. Fajar balas menembaki orang yang tidak terlihat, sedangkan Loko dan Andri bekerjasama mendobrak pintu. Fabian mengangkat pot bunga di sudut kanan balkon, kemudian dia melemparkan benda itu sekuat tenaga hingga kaca pintu pecah. Loko melompat masuk tanpa memedulikan lengan dan kakinya tergores sisa kaca. Andri mundur sedikit, kemudian dia melompat dengan posisi tubuh miring agar tidak terkena pinggir kaca. Fabian dan ketujuh rekannya turut memasuki ruangan. Dia menerobos orang-orang di sekitar ruang tengah untuk mendatangi kamar ujung. Ketua regu pengawal Dante tersebut membuka pintu kamar sambil menunduk. Kemudian Fabian lari untuk menerjang sang penembak yang seketika gelagapan. Fabian menghentikan serangan kala menyadari bila lawannya adalah perempuan. Pria berambut cepak mundur dan hanya menangkis, saat perem
117Pesawat dari Hong Kong mendarat dengan mulus di bandara Taiwan awal malam itu. Lucas yang memimpin kelompok kecil, meminta anggotanya untuk menunggu hingga semua penumpang lainnya turun. Setelah orang terakhir keluar dari pesawat, Lucas mengajak kelompoknya jalan ke pintu. Pria bermata sipit memegangi lengan kanan Ying dan menuntun bibinya dengan hati-hati.Sekian menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di tempat pengambilan bagasi. Lucas meminta kedua ajudannya untuk memindahkan semua barang ke troli. Sementara dia dan kedua pengawal lainnya menjaga ketiga perempuan dan dua bocah laki-laki. Putra tertua Gui Xie ikut membantu Lucas memindai sekitar. Dia menyipitkan mata saat melihat sekelompok laki-laki yang sejak tadi mengamati mereka dari dekat pintu menuju toilet. "Paman, coba perhatikan sekelompok orang di sana," tutur Honghui sembari mengarahkan dagunya ke kanan. Lucas tidak langsung menoleh, melainkan berpura-pura merapikan kancing kemeja sang keponakan yang bada
116Benton terkejut ketika sekelompok orang memasuki ruang perawatannya malam itu. Pria berkumis tipis hendak turun dari ranjang, tetapi dicegah Jacob yang langsung menyambangi dan memeluknya erat. Benton mengurai pelukan seraya tersenyum. Dia senang bisa bertemu kembali dengan tangan kanan Flint Xie, yang memang cukup dekat dengannya selama beberapa tahun terakhir. Anak ketiga Fang Xie menyalami Chyou yang datang bersama ketiga adiknya, dan beberapa orang yang dikenali Benton sebagai kerabat keluarga Cheung dan Zheung. Donnel dan Scott bergegas menyiapkan kursi-kursi agar semua tamu bisa duduk. Kemudian mereka keluar untuk bergabung dengan ketiga rekannya, dan tim Loko. Benton dan Jacob berbincang mengenai keadaan masing-masing. Jason turut menimpali dengan beberapa informasi yang tidak diketahui keduanya. "Aku tidak menduga, jika kedua asisten Mùyáng Fheng yang menjadi otak pelaku kericuhan di banyak tempat," tutur Benton. "Saya pikir, mereka memanfaatkan celah runtuhnya kekua