10"Ke mana mereka?" tanya seiring pria bertopi bisbol hitam sambil memindai sekitar. "Aku tidak tahu," jawab pria kedua. "Padahal tadi mereka berhenti di sini," sela lelaki ketiga sembari memperhatikan sekeliling. "Mungkin mereka tahu bila tengah dibuntuti," sahut pria keempat. Lelaki bertopi bisbol hitam mengerutkan keningnya. Dia benar-benar tidak menduga jika keempat pengawal keluarga Yang, ternyata mengetahui jika tengah dipantau. Ketiga pria lainnya masih mengamati sekitar. Mereka bingung bagaimana caranya kelompok Chyou bisa menghilang. Padahal hanya dalam hitungan menit, terapi target mereka langsung lenyap. Derap langkah dari belakang salah satu stand pedagang, menjadikan keempat penguntit terkejut. Mereka bersiap menyambut kehadiran ketiga pengawal Nona muda Yang, dengan memasang kuda-kuda sesuai ilmu bela diri masing-masing. Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Kedua kubu sama-sama mengeluarkan segenap kemampuan untuk mengalahkan lawan. Kelompok penguntit merasa akan
11Jalinan waktu terus bergulir. Tidak adanya pergerakan terbaru dari pihak Dixon Zhang membuat Earlene lega. Namun, tidak demikian dengan Chyou. Dia justru mencurigai ketenangan kondisi dan menduga jika Dixon dan anak-anak serta menantunya, tengah menyusun rencana baru. Malam itu, Chyou keluar dari kediaman bosnya. Dia jalan dengan santai menuju deretan toko yang berada di ujung jalan. Setibanya di tempat tujuan, Chyou memasuki salah satu toko. Dia memindai sekitar, sebelum mendekati seorang pria berjaket biru yang sedang berdiri di lorong rak penuh kudapan. "Mobilku di belakang," tutur pria berjaket biru dengan suara pelan. "Tepatnya di mana?" tanya Chyou sembari berpura-pura mengambil keripik kentang dari rak."Sedan hitam, pojok kanan." "Oke." "Aku yang beli minuman." Chyou berdeham, kemudian dia mengambil beberapa bungkus lagi, lalu berbalik dan melangkah ke meja kasir. Chyou menyelesaikan transaksi pembayaran sebelum keluar dari toko dan jalan pelan menuju rumah sang bos,
12Earlene tiba di ruang makan tepat di saat papanya baru selesai bersantap. Pria tua berkemeja putih memandangi putri sulungnya yang terlihat segar, sambil mengingat-ingat percakapannya dengan Robert kemarin sore. Diana turut mengamati Earlene yang tengah berbincang dengan Carver. Sebetulnya sang mama kurang setuju dengan rencana perjodohan Earlene dengan putra keluarga Liao. Namun, sebagai menantu, dia tidak mungkin membantah keinginan pemimpin keluarga. "Earlene, besok malam kita akan bertemu dengan keluarga Liao," tutur Graham yang menyebabkan Earlene terdiam. "Di mana?" tanya Earlene setelah bisa jadi diri. "Restoran kesukaan kakekmu." "Kita bertemu di sana saja, Pa. Aku banyak kerjaan di kantor." "Hmm, ya." "Aku pernah ketemu Zi Rui," tukas Carver. "Dia salah satu pemain basket terbaik di kampus, dulu," lanjutnya. "Apa kalian seangkatan?" tanya Diana. "Tidak, Ma. Dia seniorku. Usianya setahun di atas Cici," terang Darren. "Mama lupa orangnya yang mana. Karena sudah lam
13Suasana di ruang VIP sebuah restoran mewah terlihat ramai orang. Selain Robert dan keluarganya, keluarga Liao turut mengangkut hampir semua anggota keluarga mereka. Earlene yang duduk diapit kedua adiknya, sedapat mungkin bersikap tenang. Sekali-sekali dia akan menjawab pertanyaan yang diajukan Willfred Liao, pimpinan keluarga tersebut, dengan ramah. Earlene menyadari bila dirinya menjadi pusat perhatian keenam cucu Willfred, terutama pria berparas manis yang lebih tinggi dari semua saudaranya. Seusai bersantap, Earlene memusatkan pandangan pada ponselnya yang sejak tadi berkedip-kedip. Panggilan seseorang dari belakang mengejutkan Earlene yang spontan menoleh, kemudian menengadah untuk memastikan pemanggilnya. "Bisa kita bicara sebentar? Berdua saja," pinta Matthew Zi Rui Liao."Ehm, ya," balas Earlene sambil berdiri. Matthew membungkuk sedikit untuk memberi hormat pada tetua keluarga Yang dan kedua orang tua Earlene. Kemudian dia menegakkan badan dan jalan berdampingan denga
14Rapat siang itu berlangsung sangat lama bagi Earlene. Perempuan berbaju krem berulang kali mengecek arlojinya, sebelum kembali memandang ke depan dan berusaha memfokuskan pikiran, setelah sebelumnya sempat berkelana.Carver yang turut dalam pertemuan tersebut, bertanya-tanya dalam hati tentang penyebab kakaknya terlihat gelisah. Pria bersetelan jas abu-abu menunggu hingga rapat usai, kemudian dia merangkul pundak Earlene yang sedang merapikan rambut dengan jemari. "Ci, nanti malam, ikut aku," tutur Carver. "Tidak bisa," tolak Earlene sembari menoleh ke kiri. "Kenapa?" "Aku sudah punya rencana sendiri." "Kencan?" Earlene menaikkan alis. "Aku tidak punya pacar." "Lalu, Cici mau ke mana?" "Berlatih bela diri." Carver mengamati perempuan yang balas menatapnya saksama. "Kenapa Cici tiba-tiba ingin berkung-fu?" "Tidak ada salahnya, kan? Jika aku bisa bela diri, para pengawal kita bisa istirahat bergantian. Tidak seperti sekarang. Mereka tegang hampir setiap saat." "Itu karena
15"Kenapa kalian hanya berdua di sini?" tanya Bobby Xian, ketua pengawal keluarga Yang. "Yuze tadi ada keperluan. Dia tengah menyusul ke sini," terang Chyou setelah bisa menguasai diri. Bobby menyipitkan mata. Dia mencurigai jika Chyou tengah merahasiakan sesuatu. "Segera ajak Nona pulang. Ini sudah malam." "Ya." Chyou mengamati rekan-rekannya. "Kalian ke sini, mau apa?" tanyanya. Bobby menunjuk ke dua lelaki muda yang sedang berbincang dengan Earlene. "Tuan muda Carver menemani temannya jalan-jalan. Pria itu baru kembali ke sini, dari Amerika." Chyou mengangguk paham. "Aku akan mengajak Nona pulang." "Berhati-hatilah." Chyou kembali mengangguk,kemudian dia menyambangi ketiga orang yang sedang memesan kudapan di salah satu stand pedagang. "Nona, kita harus segera pergi," ajak Chyou. "Kamu pulang duluan. Aku ikut dengan Carver," balas Earlene tanpa menoleh. Chyou terdiam. Dia tahu jika Earlene masih marah dan terang-terangan mengabaikannya. "Baik. Saya permisi." Chyou member
16Seorang pria berkumis tipis mengamati foto-foto yang diterimanya dari sang asisten. Sudut bibirnya melengkungkan senyuman, karena berhasil menemukan orang-orang yang sempat hilang dari Taiwan. Flint Xie, anak tertua mendiang Fang Xie, pimpinan mafia di Taiwan, melirik asistennya yang tengah duduk di kursi seberang. Dia meletakkan beberapa lembaran foto yang menampilkan sosok kedua cucu Daisy Cheung. "Sejak kapan mereka menjadi pengawal keluarga Yang?" tanya Flint. "Chyou, sekitar empat bulan. Kalau Yuze, baru dua bulan. Sebelumnya, Jianzhen yang berada di posisi Yuze," terang Jacob. "Kenapa dengan Jianzhen?" "Dia terluka karena dikeroyok orang-orangnya Danny Wei." "Kapan dan di mana?" "Shanghai. Sekitar dua bulan lalu." Flint mengerutkan keningnya. "Berarti, data-data di rumah Danny itu betul bukti transaksinya dengan keluarga Zhang?" "Ya, Tuan muda." Flint tersenyum miring. "Pantas saja ada orang suruhan Grandel yang memaksa masuk ke rumah Danny." "Namanya, Albern. Dia
17Carver mengangkat kedua alis ketika Earlene menjelaskan rencana liburannya esok hari. Pria berusia dua puluh enam tahun kian terkejut saat Earlene menerangkan jika Chyou yang akan menemaninya. "Hanya berdua?" tanya Carver. "Tentu saja tidak. Ketiga pengawal lain akan ikut," sanggah Earlene. "Ci, aku benar-benar penasaran. Apa Cici dan Chyou punya hubungan kasih?" "Kenapa kamu berpikir begitu?" "Tatapan mata dan gesture tubuh kalian, sangat berbeda dengan bos dan pengawal biasa." Earlene mengulaskan senyuman. "Daya khayalmu tinggi." "Aku banyak mendengar gosip tentang kalian." "Jika kamu percaya pada gosip, berarti kamu tidak mengenalku dengan baik." "Aku tidak bilang percaya, Ci. Hanya mendengar." "Tapi tujuanmu ke sana." Carver menggeleng. "Cici salah paham." Earlene mengangkat bahu, kemudian dia berdiri. "Aku mau istirahat lebih awal. Besok pagi-pagi kami berangkat." Carver tidak menyahut. Dia mengamati sang kakak yang sedang jalan menjauh, sebelum Earlene menaiki ta
124Jalinan waktu terus bergulir. Hari berganti menjadi minggu, hingga bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Situasi di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou dan beberapa kota lainnya telah kembali kondusif. Tidak ada lagi perkelahian antara kelompok mafia yang tergabung dalam koalisi. Di Kota Taipei, kondisinya telah jauh lebih aman dan nyaman. Hingga warganya bisa beraktivitas dengan tenang dan santai. Tanpa perlu khawatir akan adanya perkelahian kelompok mafia lokal. Kehidupan rumah tangga Chyou dan Earlene pun kian harmonis. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan nyaris tidak terpisahkan. Meskipun Chyou beberapa kali harus berangkat ke luar kota ataupun luar negeri, Earlene tetap merasa diperhatikan sekaligus dicintai. Walaupun terpisah jarak.Bila tengah berada di Kota Taipei, setiap pagi Chyou akan menemani istrinya jalan kaki mengelilingi kompleks. Pria bermata sipit kian takjub dengan kepopuleran Earlene yang selalu disapa para tetangga. Baik yang muda maupun tua, akan m
123Hari berganti hari. Waktu yang diberikan pada kelompok Mùyáng Fheng pun usai. Chyou meminta Flint untuk menghubungi Tengfei, karena hanya dia yang bisa diajak bicara dengan tenang. Tengfei mengajak bertemu nanti malam di tempat yang telah ditentukan. Namun, Flint mengubah lokasinya, karena khawatir ada jebakan menanti di tempat yang diketahuinya sebagai restoran milik kerabat Mùyáng Fheng. Tengfei menyanggupi dan berjanji untuk datang tepat waktu. Setelah menutup sambungan telepon, pria berpipi tirus memandangi kakaknya yang sedang berbincang dengan sang bos. Mùyáng Fheng telah menyetujui ketiga syarat yang diajukan pihak Aiguo. Namun, Zimo masih bersikeras untuk tidak melakukan syarat pertama. Tengfei berdebat dalam hati. Dia bimbang, antara mendukung Zimo, atau memaksa pria tersebut menyerahkan diri. Tengfei berpindah ke dekat jendela. Dia mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Flint. Tidak berselang lama anak tertua Fang Xie membalas pesan dengan mengirimkan nomor tele
122Dante, Jianzhen, To Mu dan Yuze memasuki ruangan besar di lantai tiga sambil merunduk untuk menghindari peluru yang ditembakkan beberapa orang lainnya. Zulfi, Yanuar dan Yoga menyusul. Bila kedua rekannya balas menembaki pihak lawan dengan pistol masing-masing, Yanuar melepaskan banyak anak panah yang berhasil melumpuhkan para penjaga. Wirya masih baku hantam dengan Jingguo. Sementara Chyou bertarung melawan Quan. Sedangkan Alvaro berhadapan dengan Kang. Dante dan yang lainnya memilih lawan masing-masing, kemudian berkelahi dengan mengeluarkan tenaga penuh. Seunit mobil MPV hitam berhenti di dekat belasan motor di halaman depan. Salman turun sambil membawa kamera beresolusi tinggi miliknya. Yanzou dan Rangga mendampingi Salman yang hendak memanjati dinding, menggunakan tali yang diulurkan Gwenyth dan Dionna dari balkon lantai dua. Rangga memanah siapa pun yang hendak mendekat. Benton yang menjadi sopir mobil tadi, bergegas turun sembari menembakkan pistolnya ke pihak lawan. C
121Sekelompok orang memasuki pekarangan sebuah vihara. Mereka bergegas menghampiri kelima anggota keluarga Bao yang sedang duduk di kursi-kursi, di tengah-tengah halaman depan. Zimo Kuang berhenti 10 meter dari para kerabatnya, tepat di garis pembatas yang telah dibuat tim PBK muda. Asisten kepercayaan Mùyáng Fheng memperhatikan sekeliling sambil menghitung jumlah orang yang menjaga tawanan. "Kupikir Chyou yang akan datang langsung. Tahunya dia hanya mengirim ajudan," ledek Zimo Kuang sambil memandangi Alvaro dan rekan-rekannya yang berada di belakang para tawanan. "Menghadapi babi sepertimu, cukup hanya kami," balas Yusuf yang berdiri di sebelah kanan Alvaro."Bahasamu kasar, Anak muda!" desis Zimo Kuang. "Tidak perlu berlaku sopan santun pada kalian. Karena bagi kami, kalian cuma sekumpulan babi bau dan jorok." "Jaga bicaramu!" Yusuf mengacungkan jari tengah kanan tangannya. "Aku tidak takut padamu." Zimo Kuang hendak maju, tetapi tangannya ditarik sang adik. Tengfei mengge
120Malam harinya, tiga unit mobil MPV hitam berhenti di depan rumah milik Paman Rebecca. Beberapa penjaga segera mendatangi mobil untuk membantu menurunkan barang-barang yang dibawa kelompok terakhir, yang akan bergabung dengan pasukan besar. Boris Dǒng keluar dari mobil pertama bersama Fernando. Keenam ajudan sang mantan mafia bergegas keluar sambil membawa beberapa koper berukuran sedang. Simon, Albern dan Noel turun dari mobil kedua bersama Haryono, Rangga dan kedua pengawal muda. Para penumpang mobil ketiga keluar dengan santai. Mereka melenggang memasuki ruang tamu dengan diikuti kedua kelompok lainnya. Dante menggertakkan gigi saat melihat kelima adiknya tiba di ruangan tersebut. Dia mengumpat pelan, sebelum memelototi pria tertinggi di keluarga Adhitama, yang telah tiba di hadapannya. "Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Dante sambil menatap sepupunya dengan tajam."Koko beraksi sendirian, aku kesal!" geram Samudra. "Betul, harusnya kita juga ikut kemarin dulu," timpal Har
119Matahari sudah menyorot ketika Chyou terbangun. Dia seketika mengaduh karena seluruh badannya sakit. Selama beberapa menit Chyou menggerak-gerakkan jemarinya sambil mengatur napas. Setelah rasa sakitnya mereda, pria berhidung mancung mengerjap-ngerjapkan mata, lalu memindai sekitar. Terlihat seorang lelaki yang tengah berbaring di sofa bed. Chyou hendak memanggil, tetapi suaranya tidak keluar. Pria berkaus putih berusaha menggerakkan bibirnya hingga berhasil berdeham. Shen spontan membuka mata, kemudian dia bangkit. Putra kedua Richard Cheung berdiri dan jalan menyambangi Kakak sepupunya yang berada di kasur besar. "Koko, mau minum?" tanya Shen yang dibalas Chyou dengan kedipan mata. Pria yang lebih muda mengambil botol minuman dari lantai..Dia membuka tutupnya, lalu mendekatkan botol agar Chyou bisa meminumnya. Sekian menit terlewati, suara Chyou telah berhasil dikeluarkan. Dia memegangi tangan Shen yang spontan memandanginya saksama. "Kita ada di mana?" tanya Chyou. "Ruma
118Loko yang masih berada di balkon, meminta Andri untuk merusak kunci pintu. Namun, usaha Andri gagal karena ada seseorang yang menembaki mereka dari jendela sisi kanan. Fajar balas menembaki orang yang tidak terlihat, sedangkan Loko dan Andri bekerjasama mendobrak pintu. Fabian mengangkat pot bunga di sudut kanan balkon, kemudian dia melemparkan benda itu sekuat tenaga hingga kaca pintu pecah. Loko melompat masuk tanpa memedulikan lengan dan kakinya tergores sisa kaca. Andri mundur sedikit, kemudian dia melompat dengan posisi tubuh miring agar tidak terkena pinggir kaca. Fabian dan ketujuh rekannya turut memasuki ruangan. Dia menerobos orang-orang di sekitar ruang tengah untuk mendatangi kamar ujung. Ketua regu pengawal Dante tersebut membuka pintu kamar sambil menunduk. Kemudian Fabian lari untuk menerjang sang penembak yang seketika gelagapan. Fabian menghentikan serangan kala menyadari bila lawannya adalah perempuan. Pria berambut cepak mundur dan hanya menangkis, saat perem
117Pesawat dari Hong Kong mendarat dengan mulus di bandara Taiwan awal malam itu. Lucas yang memimpin kelompok kecil, meminta anggotanya untuk menunggu hingga semua penumpang lainnya turun. Setelah orang terakhir keluar dari pesawat, Lucas mengajak kelompoknya jalan ke pintu. Pria bermata sipit memegangi lengan kanan Ying dan menuntun bibinya dengan hati-hati.Sekian menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di tempat pengambilan bagasi. Lucas meminta kedua ajudannya untuk memindahkan semua barang ke troli. Sementara dia dan kedua pengawal lainnya menjaga ketiga perempuan dan dua bocah laki-laki. Putra tertua Gui Xie ikut membantu Lucas memindai sekitar. Dia menyipitkan mata saat melihat sekelompok laki-laki yang sejak tadi mengamati mereka dari dekat pintu menuju toilet. "Paman, coba perhatikan sekelompok orang di sana," tutur Honghui sembari mengarahkan dagunya ke kanan. Lucas tidak langsung menoleh, melainkan berpura-pura merapikan kancing kemeja sang keponakan yang bada
116Benton terkejut ketika sekelompok orang memasuki ruang perawatannya malam itu. Pria berkumis tipis hendak turun dari ranjang, tetapi dicegah Jacob yang langsung menyambangi dan memeluknya erat. Benton mengurai pelukan seraya tersenyum. Dia senang bisa bertemu kembali dengan tangan kanan Flint Xie, yang memang cukup dekat dengannya selama beberapa tahun terakhir. Anak ketiga Fang Xie menyalami Chyou yang datang bersama ketiga adiknya, dan beberapa orang yang dikenali Benton sebagai kerabat keluarga Cheung dan Zheung. Donnel dan Scott bergegas menyiapkan kursi-kursi agar semua tamu bisa duduk. Kemudian mereka keluar untuk bergabung dengan ketiga rekannya, dan tim Loko. Benton dan Jacob berbincang mengenai keadaan masing-masing. Jason turut menimpali dengan beberapa informasi yang tidak diketahui keduanya. "Aku tidak menduga, jika kedua asisten Mùyáng Fheng yang menjadi otak pelaku kericuhan di banyak tempat," tutur Benton. "Saya pikir, mereka memanfaatkan celah runtuhnya kekua