Tuan, maaf saya tadi terlambat karena sedang bermain-main dengan pria sewaanku,"kata Adisty memulai serangannya.
Ayolah, kau tidak jijik dengan wanita nakal sepertiku, batin Adisty.
"Tidak masalah, aku mengerti kesibukan Anda," jawab Adisty santai.
"Tapi ... saya tadi habis bermain dengan pria lain, apa Anda tidak jijik?" Adisty menyilangkan kakinya, kulit putih mulus terpampang sempurna.
"Tidak masalah, Anda bermain dengan laki-laki manapun. Saya sangat menghargai Anda," balas Ricko.
Aku tidak pernah bertemu direktur sinting seperti ini. Mana ada laki-laki yang mau pada wanita yang hobinya main ranjang bersama pria lain, pikir Adisty.
"Saya tidak hanya bermain dengan satu pria tapi dua pria. Kebetulan tadi mantanku juga datang, jadi kita main-main bareng sekalian," jelas Adisty semakin ngelantur tak karuan.
Ya, ampun Adisty tidak cukupkah kau menghancurkan nama baikmu, batin Adisty.
"Tidak masalah, saya suka dengan wanita yang sudah berpengalaman," jawab Ricko seraya tersenyum pada Adisty.
Oh, senyum itu membuatku meleleh,batin Adisty. Sesaat Adisty terlena.melihat penampilan Ricko.
Sadar Adisty misimu adalah membuatnya menolak perjodohan ini, batin Adisty. Ia menampar pipinya sendiri.
"Kenapa Anda menampar pipi Anda sendiri?" tanya Ricko.
"Ooh, pikiran saya terlalu jorok. Membayangkan Anda sedang bercinta dengan saya di ranjang," Adisty menarik dasi Ricko membuat wajah mereka terlalu dekat. Bahkan bukit kenyalnya menekan setelan jas yang tengah di pakai Ricko.
Ya, Tuhan ... dia benar-benar tampan. Adisty tidak berhenti memandangi wajah Ricko.
Ia bisa merasakan bau parfumnya yang menyegarkan.
"Kau mau kita tidur bersama?" goda Adisty.
"Saya bisa gaya apapun ... tapi sayang hari ini aku sudah melakukannya beberapa ronde dengan pria lain," imbuh Adisty.
Ya ... ampun Adisty bicaramu tambah ngawur saja. Jika dia tahu kamu karyawannya ia pasti akan menggorok lehermu, Adisty memaki-maki dirinya dalam hati.
"Tidak mungkin kan, kamu mau seorang wanita yang sudah bekasnya orang lain," celoteh Adisty.
Ayo katakanlah ... kenapa kau hanya diam saja seperti patung, jerit Adisty dalam hatinya.
"Aku mau ...," jawab Ricko pendek.
"Ya ... mau apa?" tanya Adisty heran.
Oh ... my God, bagaimana jika ia ingin tidur denganku betulan, rintih Adisty dalam hati.
"Aku mau minta nomor ponselmu," ucapnya.
"Apa? Nomor ponsel?" tanya Adisty lagi.
"Iya, berikan nomor ponselmu," jawab Ricko dingin.
Adisty sedikit gemetaran seraya memberikan nomor ponselnya.
Kenapa aku mendadak menggigil ketakutan, apa karena dia bosku? pikir Adisty.
"Ini nomor ponselnya,"Adisty menyerahkannya pada Ricko. Pria muda itu memegang ponsel Adisty lalu memasukkan nomor Adisty di ponselnya.
Presdir Ricko melihat nomor Adisty, ia melihat adanya ketidakcocokan nomor pada nomor ponsel Adisty yang sebelumnya.
"Pantas saja saya hubungi tidak bisa. Ternyata salah nomornya," kata Presdir Ricko.
"Apa?" tanya Adisty.
Presdir Ricko menunjukkan nomor ponsel yang di pakainya untuk menelpon.
Bukannya itu nomor ponsel Rania, batin Adisty.
Astaga! Kenapa aku tidak kepikiran sampai sana, bagaimana kalau ia tahu aku hanyalah wanita bayaran, batin Adisty. Ia bertambah ketakutan.
"Terimakasih, saya akan menelpon Anda nanti. Saya masih ada urusan, maaf kalau meninggalkan Anda. Nanti ada orangku yang akan mengantarkan Anda," kata Presdir Ricko.
Yes!! Auto berhasilkah?! Adisty rasanya ingin jungkir balik.
Presdir Ricko tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Nanti saya akan menelepon Anda."
Lalu Presdir Ricko melanjutkan jalannya hingga ke luar dari ruangan.
Apa ini semua sudah selesaikah? pikir Adisty.
Itulah yang terjadi, sebelum Adisty menerima teror telepon dari presdirnya yang memaksa mengajak menikah dadakan.**
Di Kantor
Pagi-pagi Adisty berangkat bekerja seperti biasanya. Hari ini ia merapalkan doa baru yaitu tidak berpapasan dengan presdirnya. Ia tidak membayangkan bagaimana jika ketahuan. Entah kenapa ada rasa bersalah setelah melakukan kebohongan itu. Ia takut jika kebohongannya terbongkar maka tidak ada harapan lagi untuk bekerja di sana.
Adisty celingukan melihat ke sana kemari. Sampai-sampai ia tidak tahu jika di depannya ada dinding yang menghadang.
"JDUGH!"
Tubuhnya menatap dinding, karena pandangannya yang sedari tadi tidak fokus melihat ke kanan ke kiri. Lupa jika di depan juga perlu di lihat.
"Aww! Sakit!" keluhnya memegang kepalanya yang agak kliyengan karena terbentur dinding.
"Anda tidak apa-apa?" Suara itu sepertinya sangat familiar. Adisty mendongak ke atas. Ia melihat Presdir Ricko sudah berdiri di hadapannya.
Adisty seperti melihat hantu wajahnya pucat. Ia mundur selangkah ke belakang.
"Pagi Pak Presdir!" Adisty buru-buru membungkukkan badannya sebagai tanda hormat.
"Anda mau masuk sekalian?" tanya Presdir Ricko.
"I ... iya," jawab Adisty gugup.
Di dalam lift Adisty melihat punggung presdir Ricko.
Benar-benar sosok yang sempurna, sayangnya karakternya tidak normal. Masa mau menikah dengan wanita yang suka bercinta dengan pria lebih dari satu, batin Adisty.
Wiih ... parfumnya tidak menyengat tapi menyegarkan. Kira-kira berapa harga parfumnya? Alesa terus saja membatin presdirnya.
TING
Pintu lift terbuka.
"Maaf ... ini ruang khusus untuk presdir apa Anda tadi tidak salah menekan tombol?" tanya Presdir Ricko.
"Owh ... maaf ... saya yang pelupa," Adisty membalikkan badannya.
"Tunggu!" kata Presdir Ricko.
"Iya, Pak," jawab Adisty agak gemetar.
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Presdir Ricko.
"Tentu saja, bukankah saya karyawan Anda di sini. Jadi wajar kalau kita pernah bertemu," kata Adisty beralibi.
"Ya sudah, kembalilah ke ruanganmu," kata Presdir Ricko.
Adisty bisa bernafas dengan lega. Ia langsung menekan tombol lift dan berniat untuk turun. Ruangan presdir berada di lantai paling atas sedangkan ruangannya berada di lantai dua. Bagaimana bisa ia ikut masuk ke dalam lift yang khusus pejabat perusahaan. Otaknya sudah error karena saking takutnya ketahuan.
Di dalam lift ia masih saja memikirkan pertemuannya dengan presdirnya tadi.
Di lihat dari reaksinya tadi ... sepertinya Pak Presdir tidak mengenaliku. Apa begitu hebat riasan yang aku pakai waktu itu? batin Adisty.
Sudahlah ... bukankah urusanku sudah selesai. Aku sudah menolak lamarannya. Jadi tidak ada alasan bagiku untuk mengkhawatirkannya, pikir Adisty.
Adisty mencoba untuk menenangkan hatinya. Meskipun sebenarnya ia sangat takut jika ketahuan oleh bosnya. Kemungkinan terburuk ia bisa di depak dari perusahaan tempatnya bekerja.
DRRRRZT
Ponsel Adisty kembali berdering.
Disana tertulis 'Orang Gila' pada nama pemilik nomor telepon.
"Hah, presdir!" Adisty buru-buru langsung mematikannya.
Di Dalam Ruangan Presdir
Kenapa gadis itu mematikan teleponnya? batin Ricko.
Presdir Ricko tidak menyerah ia melakukan panggilan telepon berulangkali tapi tidak ada jawaban.
Dia menolak teleponku delapan kali, batin Ricko.
Ia pun duduk di kursinya dan melanjutkan pekerjaannya memeriksa dokumen yang sudah ada di mejanya. Namun kali ini mukanya terlihat menyeramkan. Ada amarah yang terpendam di wajahnya. Baru kali ini ada seorang wanita yang menolaknya.
---Bersambung---
Ricko sedari tadi di sibukkan dengan laptopnya, pandangannya fokus ke layar. Seperti biasa wajahnya minim ekspresi. Hanya Kevin yang berani mengajaknya bicara. Karena mereka sudah kenal sejak kecil. Meskipun begitu Kevin terkadang juga kesulitan menghadapi sikap Ricko yang terlalu kaku. "Pak, apa Anda jadi akan menerima perjodohan dengan Nona Rania?" tanya Asisten Kevin. "Menurutmu?" Ricko tidak melihat ke arah Kevin. Ia masih sibuk memeriksa berkasnya yang lain. "Sepertinya dari penampilan Nona Rania ia suka bermain-main," ungkap Asisten Kevin hati-hati. "Apa Tuan akan melanjutkannya menikah dengan wanita seperti ...," Asisten Kevin tidak berani melanjutkan kalimatnya melihat wajah Bosnya berubah masam. "Maaf, atas kelancangan saya," ucap Kevin kemudian. "Aku akan menikahinya," jawab Alex pendek. Ia menumpuk dokumen di atas mejanya lalu menyingkirkannya agak ke pinggir. Apa! Tentu saja siapa laki-laki yang tidak tergoda dengan
Di sebuah restoran mewah Adisty sudah menunggu dengan wajah cemas. Ia akhirnya setuju untuk bertemu dengan Presdir Ricko, tapi ia memakai wig rambut berwarna pirang. Ia tidak ingin terlihat terlalu kentara.Adisty melihat ke arah jendela seraya duduk sambil menunggu. Dalam hatinya ia juga merasa bersalah jika Rania menikah dengan orang yang tidak di cintainya.Ia memang butuh uang, tapi sebenarnya Adisty datang karena ingin bertanggung jawab atas kesalahannya. Apa yang telah ia bicarakan pada Ricko saat itu sudah kelewat batas yang mengatakan bahwa Rania memiliki kelainan dalam berhubungan seks.Adisty merasa cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Jonathan membuat pikirannya sudah tak waras. Ia terpaksa menerima tawaran Rania, untuk menggantikannya dalam acara perjodohannya. Sekarang situasinya malah semakin rumit. Adisty masih saja menyalahkan dirinya.Dulu
Kantor terlihat gelap sepertinya para karyawan sudah pulang. Ia heran kenapa lampu kantor bisa mati lampu. Saat Adisty meraba-raba mencari pegangan.Degh! Tiba-tiba tubuhnya menabrak sesuatu.Lampu tiba-tiba menyala, Adisty mendongakkan wajahnya."Sebentar ... kenapa Nona tampak familiar." Ricko mengernyitkan dahinya."Apa Anda Nona Rania yang datang di perjodohan itu?""Bu ... bukan, anda salah orang," jawab Adisty gugup. Keringat dingin bercucuran."Anda adalah karyawan yang ada di lantai dua itu!" tebak Ricko.Tubuh Adisty tambah menggigil ketakutan.Apa boleh buat, lebih baik aku kabur, batin Adisty.Adisty berlari kencang namun Ricko juga tak mau kalah ia mengejar Adisty hing
"Temui Nona Rania sekarang!" perintah Ricko."Kenapa bukan Anda, tapi saya?" tanya Asisten Kevin."Dia tidak mau menjawab teleponku. Hari ini apa ada jadwal kosong?" tanya Ricko."Tidak, semua jadwal Anda penuh," jawab Asisten Kevin."Bagaimana kalau Anda menyerah saja ... sepertinya dia memang sengaja tidak ingin bertemu dengan Anda," ungkap Asisten Kevin."Menyerah ... mana mungkin aku menyerah waktu itu dia menungguku sampai ketiduran. Berarti dia memang menunggu jodohnya datang," jawab Ricko beralasan.Huh, percaya diri sekali Tuan. Nona Rania pasti menunggu untuk menolak perjodohannya, batin Asisten Kevin."Saya kira Anda di campakkan, karena mungkin Nona Rania tidak berselera dengan Anda," kata Kevin."Kau sudah berani meledekku, apa kau bo
"Ampun kak ... ampun!" Darren berjongkok memohon-mohon pada Adisty."Kakak wanita cantik sedunia!" Darren memperbaiki kata-katanya.Adisty bersedekap, ia memalingkan mukanya pada Darren."Pacar? Apa benar kamu punya pacar?" tanya Papa Adisty."Kenapa kalian sepertinya tidak percaya jika aku punya pacar?" tanya Adisty."Ada pria yang jatuh cinta padaku," imbuh Adisty.Semua menatap aneh ke Adisty, seakan meremehkan jika perkataan Adisty benar atau tidak."Maaf, kak. Sepertinya aku butuh obat malam ini," kata Darren seraya pergi."Tuh, kan. Kalian tidak mempercayaiku!" keluh Adisty.Jonathan menepuk pundak Adisty."Bagaimana kalau kita double date, s
"Sekarang kau sudah menemukan pria tambatan hatimu, bagaimama denganku," keluh Adisty."Kau akan ku kenalkan dengan pria yang tampan juga sebagai imbalan kau telah membawaku pada jodohku," kata Rania."Tapi sebelum itu, kirimkan aku nomor teleponnya. Bukankah akhir-akhir ini ia sering menelponmu,"imbuh Rania."Benar, baiklah aku kirimkan dulu nomornya. Kau hubungi sendiri saja kalau begitu," ucap Adisty.'Yah, setidaknya tugasku sudah selesai. Aku tidak perlu lagi bersembunyi jika Rania menerima perjodohan itu," batin Adisty."Jangan lupa untuk mengenalkanku pada pria tampan kaya. Mukaku mau ku taruh mana jika ketahuan Kak Jo kalau aku tidak punya pacar," peringat Adisty."Tenang, akan ku carikan pria tampan untukmu. Sudah kusimpan nomor teleponnya
Jika mengingat amarah Adisty yang meledak-ledak Rania tidak mungkin menyuruhnya langsung untuk bertemu pria itu. Ia harus berpikir keras agar rencananya bisa terlaksana.TingTiba-tiba ada ide brilian masuk ke dalam otaknya.Maafkan aku Adisty, aku tidak mau berpisah dengan sekretaris Kevin. Bagaimanapun aku harus memperjuangkan cinta pertamaku, batin Adisty.**Di Restoran High Class"Emm, tumben kau mengajakku ke restoran mahal seperti ini," kata Adisty. Ia mengamati semua harga makanan yang tertera di daftar menunya."Gila, lebih baik kita pergi dari sini. Mahal sekali," bisik Adisty."Sudahlah, anggap saja ini sebagai ucapan rasa terima kasihku karena telah menolongku selama ini,"kata Rania."Tapi kamu bawa uang yang cukup kan? Bia
"Saya ... mau ke toilet dulu." Adisty berniat untuk berdiri tetapi Presdir Ricko menarik tangannya."Jangan kabur ... saya tahu Anda di sewa seseorang untuk mengikuti perjodohan itu," gertak Ricko.Adisty kembali duduk, akhirnya yang di takuti terjadi juga.Ya ampun, apa ia tahu siapa diriku? Apa ia tahu ... aku adalah karyawannya, batin Adisty.Matilah aku! pekik Adisty dalam hati.Rania ... kau jahat sekali sekali. Awas kau! Adisty ingin rasanya kabur dari pria di depannya tetapi tatapan membunuh Ricko membuatnya tidak berani berkutik."Kita bertemu lagi, Nona," sapa Ricko."I ... iya, langsung saja katakan apa keperluan Anda mencari saya?" Adisty berusaha untuk santai ... tapi tatapan Presdir Ricko seakan mau membunuhnya seketika itu juga.
Tiga tahun kemudian.Adisty memejamkan mata kala Ricko mau mendaratkan bibirnya di bibir Adisty.Melihat reaksi istrinya yang seolah membuka pintu untuknya. Ricko melanjutkan aksinya merebahkan Adisty di pembaringan. Kemudian mengecup kelopak mata wanita itu satu persatu. Jari-jari Ricko bergerak turun membuka kancing baju Adisty satu persatu."Tok ... tok ... tok!""Mama ... mama!" teriak Austin dari luar."Oh, sayang milikku sudah menegang haruskah kita berhenti lagi seperti kemarin," keluh Ricko."Iya, Austin di luar sayang. Kasihan dia, kalau lama menunggu. Kamu tahu sendirikan jika dia menangis, susah menenangkannya," sahut Adisty.Adisty membenarkan letak kancingnya lagi dan buru-buru membuka pintu untuk putra kecilnya."Ada sayang?" tanya Adisty."Austin, tidak bisa tidur. Boleh Austin tidur sama mama?" tanya Austin polos."Tidak boleh, Austin harus belajar mandiri tidur di kamar sendiri," ucap Ricko.
"Awas ya, kalau kau sampai meninggalkanku. Ku kejar sampai ujung dunia," balas Ricko. Keduanya tertawa bahagia. Mereka berpandangan satu sama lain, pandangan penuh cinta.Sebuah bunyi telepon mengagetkan keduanya yang sedang bernostalgia."Dari siapa sayang?" tanya Ricko."Kakek," ucap Adisty."Lalu, kenapa wajahmu pucat seperti itu?" tanya Ricko.Adisty tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Berita dari Kakek Fermount mengenai pelaku kejahatan yang mengakibatkan Ricko amnesia kini telah di ketahui siapa pelakunya."Ada apa sayang?" tanya Ricko."Tadi kakek memberitahu jika pelakunya sudah ketemu.""Oh, ya. Siapa pelakunya?" tanya Ricko."Ibu tirimu," jawab Adisty pendek."Sudah kuduga, hanya dia satu-satinya orang di dunia ini yang punya alasan ingin melenyapkanku," kata Ricko."Kata kakek, pihak keamanan telah melihat bukti lewat CCTV kota, orang suruhan itu juga merupakan penjahat yang menjadi buronan se
Setelah melakukan pergumulan semalam, pagi hari Rania mendapati tubuh polosnya tengah di peluk Kevin. Ia terperanjat kaget, melihat laki-laki tampan itu masih memeluknya dengan wajah tak bersalah. Sialnya lagi milik Kevin masih menancap lewat belakang. Rania seakan terjebak, ketika ia bergerak justru benda itu juga ikut bergerak di dalam. Dan Rania tanpa sadar mendesah pelan.Kevin sebenarnya pura-pura tidur, ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia tidak ingin wanita yang di cintainya segera pergi. Jadi, ia melakukan aksi pura-pura tidur.Lagi-lagi Kevin menghujamkan miliknya dalam keadaan mata terpejam. Rania mendesah hebat, dan Kevin menyukai suara desahan itu. Semakin cepat ia memompa milik Rania, semakin sering ia mendengar desahan wanita itu. Hingga akhirnya mereka melakukan pelepasan lagi.Rania baru sadar jika Kevin pasti tidak tidur. Lelaki itu hanya pura-pura saja. Ia mencubit lengan Kevin dengan kencang."Aww!" teriak Kevin.
"Bagaimana Dok, kondisi suami saya?" tanya Adisty cemas."Kami sudah melakukan pengecekan, setidaknya tidak ada pendarahan di otaknya. Itu sudah merupakan kabar yang bagus," kata dokter."Iya, tapi apakah dia akan koma ... atau_,""Tenanglah, Nyonya. Kami akan berusaha yang terbaik," kata dokter."Iya," jawab Adisty lemah. Ia kembali melihat Ricko di balik kaca. Air matanya mengalir dengan sendirinya. Ia menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus memaksa agar ingatan Ricko pulih."Berdoalah Nyonya, suami Anda bisa melewati masa kritisnya malam ini. Jika masa kritis berhasil di lewati, kemungkinan besar ia dapat sembuh," terang dokter.Adisty hanya menjawabnya dengan anggukan. "Kalau begitu, saya permisi dulu Nyonya untuk mengecek pasien lainnya," kata dokter pergi meninggalkan Adisty."Bagaimana keadaan Tuan Ricko?" tanya Kevin yang tiba-tiba muncul bersama Rania."Dia ... aku tidak bisa menjelaskannya. Kalian lihat s
"Tidak usah gugup, biasa saja," kata Adisty. Ricko tersenyum datar. Ia merasa Adisty bisa membaca pikirannya."Aku mandi dulu," kata Ricko untuk menghindari suasana yang canggung.ya," jawab Adisty. Wanita itu merebahkan tubuhnya yang penat karena jalan-jalan di Mall.Terdengar suara gemericik air shower kamar mandi. Adisty memilih memejamkan matanya sambil menunggu Ricko selesai mandi. Ia tiba-tiba terbangun teringat sesuatu. Lalu ia beringsut turun dari ranjang."Ada apa?" tanya Ricko yang baru saja keluar dari kamar mandi.Melihat tubuh Ricko yang hanya berbalut handuk saja sebatas perut dan buliran air menetes di rambutnya yang basah. Membasahi tubuh sixpack pria itu. Adisty menelan salivanya."Eh, tidak apa-apa. Aku hanya mau ambil ini," kata Adisty meraih ponselnya. Padahal sebelumnya ia ingin melihat sesuatu di dalam tasnya yang baru saja di beli di Mall tadi."Ada yang ingin kau telepon?" tanya Ricko mengernyitkan dahiny
Seperti biasa Adisty menunggu Ricko pulang kerja. Kali ini ia menunggu tidak di rumah melainkan di Mall untuk membeli keperluan bayi. Ia merasa bosan jika di rumah terus, apalagi Ricko kerja sampai sore. Malahan terkadang pulang sampai malam. Alhasil, Adisty bosan jika terus-terusan di rumah.Adisty memakai longdres pendek selutut dengan kardigan yang menutupi lengannya. Ia menenteng sebuah tas kecil berwarna putih mengkilap. Tak ada yang tahu jika tas yang di bawanya itu limited edition.Kaki Adisty yang berbalut flat shoes mengingat kehamilannya sudah usia tidak muda lagi. Tentunya ia akan mudah kecapekan tidak seperti dulu. Dua orang pelayan setianya mengikuti pergerakan Adisty kemanapun. Mereka selalu siap sedia jika Adisty menginginkan bantuan.Di telinga Adisty terdengar tawa yang tak begitu asing. Ia melihat dua orang wanita tengah mengobrol di cafe yang tak jauh dari temptanya berdiri. Adisty merasa kenal dengan wanita itu. Mereka adala
Adisty berdiri di depan pintu kamar Ricko menelan kekecewaan. Ia pun berlalu dan kembali ke kamarnya sendiri. Tak terasa air matanya menetes, ia merasa Ricko benar-benar sudah berubah seperti orang lain.Hari berikutnya, Adisty masih melayani kebutuhan Ricko seperti biasanya. Laki-laki itu memilih banyak diam. Meskipun Adisty sudah berusaha ramah padanya, tapi Ricko terlihat cuek. Semakin hari Adisty merasa hidupnya kesepian. Terlebih lagi kandungannya sekarang tambah membesar. Ia butuh perhatian. Jika ia banyak pikiran bisa mengganggu perkembangan janinnya."Bisa kita bicara?" tanya Adisty."Bicara tentang apa?" Ricko balik bertanya."Tentang kita," jawab Adisty.Ricko tersenyum sinis. "Tentang kita, bukankah kau sudah tahu hubungan kita seperti apa. Aku tidak bisa mengingat apapun. Jadi, aku tidak bisa menjadi suami yang kamu mau," ucap Ricko tegas."Ya, aku tahu. Tapi, bayi dalam kandunganku tidak tahu apa-apa. Aku ingin dia l
Adisty tidak berhenti menangis melihat kondisi Ricko yang masih terbaring koma. Darren datang bersama ibunya menjenguk Ricko di rumah sakit. Ricko belum sadarkan diri. Ia masih dalam keadaan koma. Merasa ada yang menepuk pundaknya, Adisty menoleh ke belakang. Ia tersenyum pada Darren dan menyeka air matanya. Adisty memeluk mamanya erat. Ia pun menangis lagi."Ricko, Ma ...," tangis Adisty."Ya, mama tahu. Kamu bersabarlah, ini ujian," kata mama Adisty. Wanita paruh baya itu mengelus rambut putrinya dengan penuh kasih sayang."Yang sabar, sayang. Semua sudah kehendak Yang Mah Kuasa," kata mama Adisty.Adisty masih menangis terisak-isak, menatap Ricko yang masih belum sadarkan diri. Ia semakin takut jika terjadi apa-apa pada Ricko."Kak, yang sabar ya. Kak Ricko sekarang juga sedang berjuang melawan maut," kata Darren menguatkan hati Adisty."Berdoalah kepada Tuhan, agar suamimu segera sembuh," kata mama Adisty.Adisty mengangguk. Ia pu
Rania masih tertidur pulas akibat obat bius yang di suntikkan padanya. Kevin terlihat duduk di samping Rania dengan menggenggam tangan istrinya. Mendengar pintu ruangan ada yang mendorong, Kevin menoleh ke belakang."Rupanya kau sudah di sini," tukas Ricko. Dari belakang punggung Ricko muncul Adisty."Bagaimana keadaannya?" tanya Adisty cemas."Sudah lebih baik," jawab Kevin sembari membuka kacamatanya. Terlihat dari wajahnya, sedih, muram dan kelelahan.Adisty mendekati Rania dan mengusap dahi sahabatnya dengan pandangan prihatin. "Kasihan, dia terus saja menangisi nasibnya," tutur Adisty."Ini salahku, tak seharusnya aku seceroboh itu," sesal Kevin."Ya, kau memang sangat ceroboh. Kau bisa membunuh istrimu sendiri dengan semua keteledoranmu!" ucap Adisty kesal.Kevin menunduk. Ia tidak membantah semua omongan Adisty. Karena ia tahu semua itu benar. Koni yang ia inginkan Rania segera siuman. Ia ingin kembali pada Rania. Meskipun anga