Kehamilan kedua ini membuat perubahan pada diri Wijaya bukan Tania, seperti waktu kehamilan Lucas. Sikap Wijaya membuat Tania dan yang lainnya menjadi malas dan mual secara bersamaan, Tania sendiri harus menahan untuk tidak memukul kepalanya.
“Heran yang hamil siapa, tapi papa manjanya minta ampun dan buat kesal.” Devan mengatakannya dengan penuh kekesalan dan membuat Tania meringis tidak enak.
Devan mulai menceritakan tentang apa yang terjadi di kantor hari ini, mulai datang sampai pulang tanpa ada terlewat. Wijaya memang masih mendatangi kantor meskipun Bima atau Rifat sering datang ke rumah, dirinya harus melihat secara langsung apa yang terjadi di kantor. Keputusan yang harus dibuat setelah mendengar dan menyaksikan langsung, biasanya Tania akan menemani bersama Lucas, mereka hanya menghabiskan waktu dengan bermain. Semenjak kehamilan kedua ini Tania dilarang mendatangi kantor dengan alasan jika Tania semakin seksi, mendengar alasan Wijaya membuat Tania
Perbedaan kehamilan Lucas dengan yang sekarang, sangat berbeda terutama pada Wijaya. Tania sendiri tidak mengalami perbedaan, Wijaya yang mendapatkan gejala ibu hamil. Lucas saat tiga bulan pertama Wijaya tidak akan bisa bangun dari ranjang, setiap makanan yang masuk selalu keluar, tapi nafsu makannya bangkit kalau sudah melakukan olahraga ranjang.Kehamilan sekarang yang terjadi adalah Wijaya lebih manja, tidak bisa menahan diri untuk melakukan olahraga ranjang setiap melihat Tania, hanya mau bersama Tania kemanapun pergi. Masalah cemburu dengan Lucas dari awal melahirkan sudah langsung cemburu, tidak mau Tania memperhatikan pria lain walaupun itu adalah anaknya.“Sudah tua malu sama bayi.” Tania menyindir Wijaya yang tampak tidak peduli.Satu lagi selama kehamilan kedua Wijaya lebih perhatian pada Lucas, setiap ditanya Tania jawabannya selalu sama nanti tidak ada waktu lagi dengan Lucas. Padahal alasan utamanya adalah Tania tidak boleh memegang Luc
“Tengkar lagi?” tembak Tina saat melihat Tania keluar menggendong Lucas dengan bibir cemberut.“Pasti tahu papa kamu gimana,” ucap Tania malas yang membuat Tina tertawa.“Memang apalagi?” tanya Tina penasaran.Tania memutar bola matanya malas, jujur jauh dalam hatinya malas menceritakan tentang apa yang Wijaya lakukan, meskipun begitu tetap bercerita dengan penuh semangat. Tina mendengarkan sambil menyuapi Rere dan Nisa, hanya mendengarkan tidak memberikan pendapat atau memotong perkataan Tania sama sekali.“Aku iri lihat kalian berdua.” Tina mengatakan tiba-tiba.Tania memberikan tatapan sedih, kehidupan pernikahannya dengan Devan mungkin tidak jauh berbeda Wijaya jaman dulu saat bersama Vita. Sejauh ini Tania tidak melihat Devan melakukan hal gila, semoga saja tidak ada berita tiba-tiba Devan mempunyai anak dari wanita lain, Tina akan lebih kasihan nantinya.“Aku kadang mikir sama kaya mama, kalau nanti Devan memili
“Semua pernikahan punya masalahnya sendiri, terus kamu mau aku gimana? Aku tahu apa yang terjadi sama mereka, Tina benar-benar Vita banget. Devan aku yakin nggak akan melakukan hal gila, anak-anakku selalu memegang dan mengikuti kata-kata mamanya.” Wijaya menjelaskan dengan santai.“Lalu kenapa kalian menyuruh mereka menikah? Kasihan mereka nggak merasakan cinta.” Tania menatap kesal pada Wijaya.Wijaya meringis mendengarnya “Vita dan Mira adalah sahabat, waktu itu mereka hanya iseng menginginkan anaknya berjodoh. Aku dan Regan sudah melarang mereka untuk tidak melakukan hal gila, tapi semua terjadi saat kami mendapati Devan dan Tina tidur bersama. Waktu itu mereka bilang pengaruh alkohol, tapi bagi kami apapun alasannya harus dipertanggungjawabkan karena Devan sudah mengambil kehormatan Tina. Aku dan Vita sangat menyayangi Tina seperti anak sendiri, saat tahu kejadian itu seakan dunia runtuh.”“Aku nggak mau anak kita besok mendapatkan hal gila kaya Devan.” Tania memberikan tatapan t
Kesedihan dan kebahagiaan menjadi satu, keluarga Hadinata harus kehilangan cucu laki-laki pertama karena permasalahan Via. Semua merasa sedih dan pastinya Via menjadi yang paling merasa bersalah, sebenarnya tidak hanya satu orang yang kehilangan tapi dua orang dan Via adalah salah satunya. Kebahagiaan hadir dengan keberadaan Zee diantara mereka, meskipun berada dalam situasi yang tidak menyenangkan tapi setidaknya bisa membuat suasana didalam rumah menjadi lebih hidup.“Lalu kamu sendiri bagaimana?” Tania hanya diam mendengar pembicaraan kedua pria berbeda usia.“Tina masih tanggung jawabku, Pa.” Devan mengatakan dengan tegas.“Kamu nggak berencana mencari wanita lain?” tanya Wijaya yang membuat Tania menatap tidak percaya “Papa tahu bagaimana rasanya hidup dengan orang yang tidak dicintai, tapi ini bukan berarti papa menyuruh kamu berselingkuh. Papa rasa Tina akan baik-baik saja jika nantinya kamu menikah dengan wanita yang kamu cintai.”
“Habis enak sih jadi aku nggak bisa menahan diri, apalagi aku harus puasa lama.” Wijaya mengatakan dengan tatapan penuh rasa bersalah “Bukannya kita memang mau punya anak banyak?” kali ini tatapannya berubah menjadi menginginkan sesuatu.Tania menghembuskan nafas panjang, sikap dan kelakuan pria tua dihadapannya memang tidak bisa diprediksi sama sekali. Tidak ada dalam bayangannya akan hamil kembali dalam waktu cepat, Tania benar-benar tidak menyangka kecepatan sperma Wijaya bisa membuatnya hamil dalam waktu singkat. Lucas dan Zee masih butuh perhatian, terlebih Zee masih harus menyusu dengannya secara langsung. Tania memang menginginkan anaknya mendapatkan ASI penuh, sejauh ini dua anak mereka mendapatkannya tanpa ada kendala.“Nanti begitu aku melahirkan langsung pasang kontrasepsi.” Tania mengatakan dengan nada kesalnya.“Aku bisa mengontrol jadi kamu nggak....” Tania memberikan tatapan tajam membuat Wijaya menutup bibirnya langsung.“K
“Nggak!” tolak Tania langsung.“Sayang, udah pengen banget ini.” Wijaya memberikan tatapan memohon pada Tania.“Sekali nggak tetap nggak! Kamu nggak dengar tadi Lucas bilang apa? Selama ini berarti suara desahan kita di dengar sama dia? Haduh! Anakku jadi ternodai kalau kaya gini.” Tania menggelengkan kepalanya sambil memukul pelan.“Dia hanya dengar-dengaran, lagian kamar ini kedap suara.” Wijaya kembali mencoba merayu Tania “Kamu nggak kasihan sama aku?”Tania memutar bola matanya malas “Tadi sudah, masa mau lagi? Nggak lelah?”“Mana ada aku lelah kalau itu kamu.” Wijaya menaik turunkan alisnya dengan nada menggodanya, Tania hanya menggelengkan kepala “Lagian menolak suami itu dosa.”“Bawa aja agama kalau buat menyenangkan kamu.” Tania menatap tajam “Kamu nggak kasihan aku yang lelah? Mengurus dua bayi kecil dan satu bayi dewas
Suara tangisan di kamar sebelah membuat Tania langsung bangun dari tidurnya, menyingkirkan lengan Wijaya yang menutupi tubuhnya. Mencari keberadaan pakaiannya, mengambil selimut untuk menggunakan pakaiannya kembali. Badannya terasa sakit terutama bagian bawahnya, Tania berjalan pelan dan tidak peduli dengan rasa sakitnya, terpenting baginya adalah anak-anak yang ada di kamar sebelah.“Maafkan mami,” ucap Tania saat sudah mengangkat Zee dalam gendongannya.“Mami sudah disini? Tadi aku mau nenangin Zee agar berhenti menangis, aku kira mami lagi tidur dan lelah.” Lucas mengatakan menatap Tania sekilas dan kembali tidur.Tania menatap tidak percaya dengan apa yang di dengarnya, menatap Zee yang sudah tenang setelah mendapatkan makanannya yaitu air susu milik Tania. Menimang tubuh mungil Zee dengan menatapnya lembut, tangannya menepuk punggung Zee pelan membuat bayi mungil memejamkan matanya kembali.“Lucas tidur?” suara Wij
“Rifat yang mengasuh Endi, dia mengambil untuk menjadi anak angkatnya.” Via mengatakan saat mereka berkumpul “Mas Bima nggak mau Rifat membawa Endi, bagi dia Endi adalah anaknya.”“Kan bukan anak Mas Bima? Anak dari pria lain, kenapa masih mau rawat?” Tari menatap tidak percaya.“Mas Bima dari kehamilan Mili sudah menganggap itu sebagai anaknya, sama kaya Billy. Mas Bima juga bilang siapa tahu nanti kalau Endi sama kita nanti nggak lama kemudian aku hamil lagi.” Via membelai perutnya setelah menjawab pertanyaan Tari.“Kalau niatnya begitu susah, semua harus atas nama Tuhan saat melakukan sesuatu. Endi bukan barang, dia masih anak kecil atau tepatnya bayi dan belum tahu apapun.” Tania membuka suaranya “Kalian bisa kerjasama membesarkan Endi, kalau sudah besar bisa bawa ke Singapore untuk pendidikannya, tapi harus seijin ayah kandungnya.”“Ayah kandungnya nggak peduli, gimana mau
“Jadi kita tidak perlu mencari tahu tentang Mona lagi?” tanya Rifat setelah membaca surat yang Tania bawa.“Memang ketemu?” tanya Tania penasaran.“Menurutmu?” tanya Rifat malas.“Wow...hebat banget kamu!” Tania menepuk lengan Rifat pelan dengan bangga “Aku sudah bilang ke Wijaya kalau menolak semua rencana dia tentang kita.”Rifat menganggukkan kepalanya “Aku terserah apa katamu.”“Apa kamu nggak lebih baik mencari wanita lain?” tanya Tania hati-hati.“Melihat kamu sedih pas aku menikah sama dia? No! Aku tidak akan melakukan hal itu, aku akan menunggu dan bisa jadi kita tidak akan bersatu sama sekali, setidaknya Rey ada di tengah-tengah kita.” Tania tidak bisa mengatakan apapun, hidup mati seseorang tidak bisa ditebak sama sekali. Meninggalkan Wijaya dengan kondisi sakit seperti saat ini jelas tidak akan dilakukannya, beda cerita jika Mona ada disamping pria itu, tapi nyatanya wanita itu hanya menginginka
Proses penyembuhan Wijaya berjalan lambat, walaupun setidaknya sudah mulai ada perkembangan. Wijaya sudah tidak bisa melakukan aktivitas berat, selama beberapa bulan hubungan intim mereka berkurang. Tania tidak memikirkan itu semua, begitu juga dengan Rifat. Kata-kata Wijaya di rumah sakit sama sekali tidak dihiraukan Tania, tetap berada disampingnya dengan membantu semua kebutuhannya, tidak hanya Tania tapi juga anak-anak. Satu bulan setelah Wijaya keluar dari rumah sakit kabar duka hadir dimana Tina meninggalkan mereka selamanya, Wijaya semakin terpuruk dengan kehilangan Tina yang sudah dianggap sebagai anak sendiri. Devan memutuskan kembali setelah lama di Kalimantan, tinggal bersama dengan Emma yang sudah menjadi istri sahnya. Wijaya sudah merasa gagal menjaga Tina, membiarkannya melihat suaminya bersama dengan wanita lain, janjinya pada sahabatnya benar-benar tidak bisa dilaksanakan.Tari mencari rumah yang jaraknya tidak jauh dengan rumah Wijaya, membuat
“Semua akan baik-baik saja,” ucap Rifat menenangkan Tania dengan menepuk punggung tangannya pelan.“Aku jadi kasihan, melihat seperti ini membuatku tidak tega meninggalkan dia.” Tania menghembuskan nafas panjangnya.Waktu berjalan sangat lambat, kedua anak Wijaya sudah meninggalkan rumah sakit. Biasanya di saat seperti ini Tania akan ditemani Tina, tapi kondisi Tina semakin lama semakin menurun dan harus di rawat. “Apa perlu kita mencari Mona?” tanya Rifat hati-hati.“Entahlah, aku tidak peduli dengan keberadaannya sekarang.” Tania menjawab dengan tatapan kosong.“Rencana kita lebih baik...”“Aku sudah tidak memikirkan itu, sekarang yang ada didalam kepalaku adalah Wijaya sembuh.” Tania memotong perkataan Rifat.Keheningan menemani mereka, berdoa di dalam hati dilakukan Tania untuk Wijaya. Tidak siap jika Wijaya meninggalkan dirinya dan anak-anak, walaupun sebenarnya bisa saja hal itu terjadi. Tania tetap
Wijaya mengenalkan Mona pada rekan kerjanya, Tania memilih tidak hadir di setiap acara yang mengundang Wijaya. Alasan utama Tania tidak datang adalah bermain dengan anak Wijaya dan Mona yang bernama Gita, kehadiran Gita membuat anak-anak sedikit melupakan Sabi. Gita adalah pengganti Sabi, membuat dunia mereka kembali lagi. Mona sementara tinggal dalam satu atap dengan Tania, kamar yang di tempati adalah kamar yang dulu digunakan anak-anak pada saat kecil.“Kamu nggak berencana menikahi dia resmi?” tanya Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Belum ada kearah sana.” Wijaya menjawab santai. “Sejauh ini aku masih adil sama kalian berdua.”“Aku yang merasa tidak baik-baik saja, Mona bisa merawatmu dengan baik jadi kamu bisa melepaskan aku.” “Melepaskan kamu?” tanya Wijaya dengan tatapan berpikir “Aku belum bisa.”Tania mengerucutkan bibirnya “Kamu benar-benar egois, aku tahu begini tidak akan mendukung atau membantumu saat
Mendatangi pengirim pesan dengan berbagai macam perasaan, sedikit terkejut ketika mendapatkan pesan tapi tetap berusaha untuk tenang. Menatap lingkungan sekitar dengan memastikan semuanya aman, menekan bel sebelum akhirnya yakin jika memang benar-benar aman.“Kamu datang juga, aku kira nggak akan datang.” Masuk ke dalam setelah diminta masuk, tidak menanggapi sama sekali perkataannya. Memilih masuk ke dalam dan duduk di tempat yang ada di ruangan, menatapnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu.“Maaf, kalau aku tiba-tiba kabur.”“Apa alasanmu kabur? Kamu tidak memikirkan perasaan Wijaya, Mona?” Tania langsung bertanya semuanya.“Aku tahu kalau salah masuk ke dalam hubungan kalian, melihat bagaimana tatapannya padamu membuatku cemburu, harusnya aku tidak perlu memiliki perasaan itu karena sudah tahu dari awal jika hanya pelampiasan. Aku adalah salah satu wanita yang beruntung dinikahi Wijaya, bukan hanya melakukan hubungan inti
Kata-kata yang keluar dari bibir Wijaya membuat Tania tidak bisa berkata-kata, pembicaraan mereka terhenti dan tidak ada lanjutannya. Tania meminta Rifat mencari keberadaan Mona dan anak Wijaya, sampai sejauh ini belum mendapatkan jawaban sama sekali.“Kamu seakan sudah melupakan mereka,” ucap Tania saat Wijaya melepaskan penyatuan mereka.“Aku masih mencari bukan berarti dengan begini aku melupakan mereka, bagaimanapun Mona membawa darah dagingku.” Wijaya membaringkan badannya dengan menatap langit kamar.“Dia tidak akan melakukan hal-hal yang aneh, bagaimanapun anak yang dibawanya juga darah dagingnya.” Tania mengatakan untuk menenangkan Wijaya.Tania memeluk Wijaya dari samping yang membuat tubuh mereka saling bersentuhan, membelai tubuh Wijaya tanpa busana dan pelukan erat diberikan yang membuat Tania bisa merasakan detak jantung Wijaya.“Aku hanya takut sesuatu terjadi pada mereka.” Wijaya membuka suaranya.“Semu
Kelahiran anak Wijaya dengan Mona membuat Wijaya bahagia, anak perempuan dan melihat itu membuat Tania teringat kembali Sabi. Kebahagiaan tidak berlangsung lama saat mereka berada di rumah mendapatkan kabar jika Mona keluar dari rumah sakit dengan membawa bayi mereka, pada saat mendapatkan kabar memang waktunya mereka keluar dari rumah sakit.“Bagaimana bisa dia mikir buat....” Wijaya tidak bisa berkata-kata sambil mengusap kasar wajahnya.Tania hanya menepuk punggung Wijaya pelan, tidak tahu harus berbicara apa karena memang sama-sama terkejut. Awalnya Tania berpikir jika ini adalah salah satu trik Wijaya, tapi melihat reaksinya membuat Tania percaya jika memang Mona kabur bersama dengan anak mereka.“Kamu ada bayangan akan kemana dia?” tanya Tania yang hanya dijawab Wijaya gelengan kepala.“Dia itu nggak punya siapa-siapa.” Wijaya mengingatkan Tania.“Coba ke tempat kalian dulu atau tempat tinggal masa kecilnya.” Tania memberi
“CERAI!” Wijaya sedikit teriak mendengar permintaan Tania. “Win win solution,” ucap Tania santai. “Aku salah dan mengakui tapi sebelum kamu bertemu dengan Mona tidak ada permintaan gila ini.” Wijaya menatap tidak percaya dengan permintaan Tania yang baru saja keluar dari mulutnya “Kamu sudah tidak mencintaiku?” “Aku masih mencintaimu, melihat Mona mengingatkanku pada awal pertemuan kita.” “BEDA! KAMU DENGAN MONA BERBEDA! Kalian berbeda dan perasaanku pada kalian juga berbeda.” “Aku tahu, tapi...” “Tidak ada tapi, pembicaraan tentang permintaan kamu tidak akan pernah terjadi dan case close.” Wijaya mengatakan dengan nada datar. “Loh. Nggak bisa begitu!” Tania menatap Wijaya tajam “Kamu harus memenuhi permintaanku yang ini.” “Apa alasan kamu mau cerai? Rifat? Kalian sudah aku beri kesempatan bersama bahkan sampai anak, lalu sekarang kamu minta pisah?” Wijaya menatap Tania frustasi “Aku memang SALAH melakukan hal ini pada wanita lain, aku ng
Rifat hampir saja menghentikan mobil tiba-tiba mendengar pertanyaan Tania, mencoba tenang dengan tidak menjawab pertanyaannya. Tujuan mereka adalah rumah Rifat, tempat mereka bisa saling berbicara satu sama lain tanpa gangguan. Memasuki rumah dan langsung menutup pagarnya, tidak ada orang yang akan mengganggu mereka. Rifat sendiri tidak mempekerjakan asisten di rumah, masalah bersih-bersih orang tuanya mengirim asisten yang ada di rumah mereka. “Apa maksud pertanyaanmu itu? Tidak mungkin suami kamu setuju dengan ide gila itu.” Rifat langsung mengatakan apa yang ditahannya tadi. “Aku kan cerita tentang wanita tadi, jadi aku...” “Jangan mikir yang aneh-aneh,” potong Rifat langsung. “Artinya kalau aku cerai kamu tidak akan menikahiku?” tanya Tania dengan menatap dalam Rifat. “Sayang, aku akan tetap menikahi kamu nanti tapi jika Wijaya meninggal dunia.” Rifat memegang lengan Tania dengan memberikan tatapan dalam. “Lihat dia hamil buat aku jadi pen