Aku mendengar suara napas Mas Gala yang tidak beraturan. Langkahnya juga tersendat-sendat. Sementara, Melica sudah berjalan di depan sana. Mungkin 10 meter dari kami. beberapa kali, Melica menunggu, tetapi mungkin, dia juga kesal karena langkah Mas Gala yang begitu lambat.
“Makannya .....” Mas Gala menarik napas panjang, “Kalau disuruh sama suami itu nurut!”
Tuh kan, Mas Gala mulai ngegas. Lagian, kenapa sih Nara, kamu nekat jalan sendirian? Kalau kamu nggak nekat, mungkin Mas Gala tidak akan kewalahan seperti ini. Perjalanan juga akan dilalui tanpa hambatan. Nah sekarang? Mas Gala harus menahan dua beban sekaligus. Beban badan sendiri, plus badan dirimu.
“Kamu nggak berubah ya!” tegas Mas Gala lagi. “Dari awal nikah, kamu egois banget. Kamu nggak bisa dengerin saya. Cemburulah, kaburlah. Nah sekarang, kamu sok jago karena merasa bisa lari cepet!”
Mas Gala bahkan membawa-bawa masalah rumah tangga. Lucu sekal
“Saya Cakra Bahuraksa!”Lelaki itu menyodorkan tangan kepada Mas Gala. Sementara Mas Gala diam sejenak. Dia seperti sedang meneliti orang di depannya.“Kamu tidak perlu khawatir, saya bukan orang jahat,” katanya. “Kalau saya jahat, buat apa saya nolong dia yang hampir mati?”Lelaki ini benar-benar berwibawa. Dulu, aku mengira jika hanya Mas Gala lelaki dengan segala kharismanya. Namun sekarang, ada orang baru yang kharismatik. Meskipun, Mas Gala nggak akan pernah tergantikan di hatiku.“Saya Gala Bahuwirya,” ucap Mas Gala sambil menerima uluran tangan itu.Giliran aku yang mendekat ke arah lelaki bernama Cakra. Lantas, aku ikut mengulurkan tangan. “Nara Candrakara.”“Nama yang bagus,” pujinya sambil tersenyum.Mendapat pujian itu, aku sedikit tersipu, meskipun Mas Gala melotot. Sepertinya, dia cemburu.“Kami mau ke Dunia Kesedihan,” ucap Melica.
Kami diizinkan untuk masuk ke perkampungan itu. Ya, Melica berhasil membujuk Nana. Anak itu bisa kembali ceria, setidaknya tidak semurung sebelumnya. Padahal kata Ibu Kasmi, anak itu selalu menghabiskan waktu di depan danau beberapa bulan belakangan. Dia akan kembali jika menjelang malam. Pernah beberapa kali Nana diawasi, tetapi dia malah marah. Bahkan mengancam akan meloncat ke danau. Sampai kemudian, Bu Kasmi membiarkan anak itu untuk melakukan apa yang dia mau.Setelah dibujuk Melica, anak itu juga sudah mulai tersenyum saat melihat laki-laki. Ternyata dia trauma dengan pesuruh kerajaan yang menangkap orangtuanya. Dia merasa benci jika melihat laki-laki asing. berkat Melica, anak itu bisa sedikit lebih terbuka.Dan di sinilah kami sekarang. Dunia Kesedihan. Ini adalah pemukiman khusus anak-anak yang orangtuanya ditangkap oleh kerajaan. Mereka yang memiliki kekuatan dipenjara di ruang bawah tanah. Kenapa mereka tidak bisa melawan? Kebanyakan dari mereka pasrah denga
Aku melihat Nana merengkuh Melica dengan begitu erat. Pedih, Nana baru menemukan orang yang cocok untuknya, tetapi orang itu harus segera pergi. Ya, pagi ini, kami harus segera melakukan perjalanan.“Kamu kenapa tinggalin Nana?” tanya anak perempuan itu.Melica berjongkok, mengacak rambut Nana, lantas mencium keningnya. “Saya kan sudah janji mau nyelamatin orangtua kamu. Kamu doain saya ya?”Nana mengangguk. Dia merengkuh Melica.Selain Nana, satu per satu dari anak-anak lain juga memeluk dan menyalami kami. Mereka terlihat sedih karena harus berpisah dengan kami. Sama denganku. Aku yang mulai nyaman karena dikelilingi anak-anak harus menerima kenyataan, bahwa kami memang harus segera pergi.“Ini untuk kalian,” Nana menyodorkan sebuah foto tua. “Ini foto orangtua Nana. Kalau kalian bertemu dengan mereka, sampaikan salam Nana kepada mereka.”Melica menerima foto itu. “Saya janji, saya akan berusaha un
Melica mendekat ke arah singa dengan langkah pelan. Langkah itu membuat dadaku berdegup kencang. Hei, apa yang akan Melica lakukan? Dia mau menyerahkan diri kepada singa itu? Bagaimana mungkin dia malah mendekati kematian? Aku tidak bisa membayangkan jika mulut singa merobek tubuh Melica.“Melica!” Mas Gala berteriak. “Kamu jangan nekat!”“Dia bahaya!” Cakra ikut bersuara meski napasnya tak beraturan. “Kamu mundur!”Melica tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengcungkan tangan ke belakang. Tanda jika kami semua harus diam. Ya ampun, suhu di tanah lapang ini mendadak panas. Apa yang akan terjadi? Aku tidak yakin Melica bisa menangani hewan itu.Aku menggigit bibir ketika tangan Melica mengacung. Tangan itu menyentuh kepala singa. Hampir saja aku berteriak karena tidak menyangka dengan semua yang Melica lakukan. Namun aku hanya bisa membekam mulut menggunakan kedua tangan.“Kau tenang,” desa
Entah kenapa, energiku seperti bertambah menjadi dua kali lipat. Energi itu membuat badanku terasa ringan. Aku juga merasa begitu lincah dari biasanya. Ah, tidak sia-sia aku menjadi seorang perempuan dengan lari tercepat semasa SD. Ternyata, itu semua bisa memberikan manfaat.Aku mengejar makhluk yang tadi menarik tubuh Melica. Awalnya, aku merasa ragu bisa menyusulnya. Namun ternyata, semua tidak ada yang mustahil. Aku bisa mengejarnya dari belakang. Terbukti, aku melihat tubuh mereka berdua yang semakin sini semakin terlihat jelas.“Hei, tunggu!” teriakku.Aku terus berusaha untuk bisa menyusul dan mencegah makhluk itu. Sampai kemudian, aku sedikit terkejut. Mereka berdua menghilang di depan sana. Mereka seperti menembus bumi. Dan kamu tahu? Aku tidak menyangka karena aku juga menembus ke sebuah ruang berbeda. Tubuhku muncul di pemukiman warga.Sejenak, aku berhenti. Aku masih pusing dengan ini semua. Baru saja aku berada di tengah hutan. Se
Setelah melakukan perjalanan selama tiga jam lebih, aku baru sadar jika kami sudah menginjak dataran rendah. Tempat yang tak terlalu banyak pohon. Digantikan menjadi hamparan padang rumput yang luas. Mungkin setelah melewati tempat ini, aku bisa melihat kerajaan. Seluas apa kerajaan itu?“Cakra, apakah lokasinya sudah dekat?” tanyaku tidak sabar.Cakrak yang berjalan duluan, menengok ke belakang. “Mungkin sekitar empat jam lagi.”“Empat jam?” Aku melotot.Mendapati tanggapanku, Cakra terkekeh pelan. Entahlah, dia senang sekali menertawakan kecemasanku. Kukira, kami akan segera sampai di tempat yang menyimpan batu merah. Ternyata empat jam lagi.“Apa kamu capek?” tanya Cakra. “Mau istirahat dulu?”Pertanyaan Cakra belum berhasil kujawab, sebab Mas Gala langsung menanggapi. “Lagian, kamu kan pakai sepatu super. Seharusnya, kamu nggak capek. Kita saja yang pakai sepatu biasa bisa
Kami semua berbaring di atas tanah dengan mata melihat ke langit sore ini. Setelah Mas Gala sadar, kami merasa tenaga ini terkuras. Bagaimana tidak? Setelah keluar dari Dunia Pelarian, maka perjalanan terpanjang adalah hari ini. Mana ada drama tenggelam. Dan detik ini, kami masih ada di pinggir danau.Aku bangun setelah sekian lama menenangkan diri, lantas membuka ransel yang sudah kering. Aku ingin melihat peta yang diberikan Tetua. Apakah masih jauh?“Nggak akan ada tempat yang menunjukkan keberadaan batu merah, Nara,” ucap Cakra sambil bangun.Ucapan itu membuat Melica dan Mas Gala ikut bergerak.“Yang saya dengar, batu merah akan muncul di sekitaran tempat terakhir batu biru berada,” ucapnya.“Di istana?” tanyaku dengan mata melotot. “Yakin?”“Ya tidak di istana juga.” Cakra menjawab pelan. “Bisa di luar istana. Misal berjarak puluhan meter. Bisa pula memang benar-benar di
“Apa kabar, Gala?” tanya Raja Fatah.Aku melirik Mas Gala. Kulihat ada gejolak di matanya. Aku tahu, ada berbagai perasaan di hati Mas Gala. Terutama saat dia bertemu dengan seseorang yang telah membuangnya ke bumi.“Kau sudah tahu saya?” tanya penguasa negeri bayangan itu.“Kau adalah orang yang sudah menghancurkan keluarga saya, kan?” tanya Mas Gala. Ucapannya penuh penekanan.Aku, Melica, dan Cakra masih diam di tempat. Sesekali, aku mengamati beberapa prajurit yang menatap tajam. Takut sekali jika mereka mendekat, kemudian mengambil kedua batu yang ada di tangan Mas Gala.Ucapan Mas Gala membuat Raja Fatah mendekat dengan senyum lebar. Aku melihat ada raut kemenangan di sana.“Setelah saya menunggumu, akhirnya kau datang,” ucapnya. “Saya pamanmu.”Mas Gala mundur satu langkah. Aku melihat kilatan tajam dari matanya. “Saya tidak sudi punya paman sepertimu!”