Share

Nikah?

Penulis: Asterzh
last update Terakhir Diperbarui: 2021-02-03 10:57:37

“Tidak ada kata paksaan dalam cinta. Seperti halnya tidak ada yang terpaksa mencintai, tidak ada juga terpaksa mencintai.”

~♥~♥~♥~

What! Nikah? Yang benar saja!

Otak Adel langsung menyuarakan isi hatinya. Menolak mentah-mentah apa yang disarankan kakeknya. Tetapi Adel merasa penolakannya percuma saja. Kakek tetap keukeuh pada pendiriannya. Dan malah kian rumit kala kakek didukung oleh seluruh anggota keluarga yang ada di situ. Benar-benar konspirasi menyebalkan!

Jadi di sinilah Adel sekarang. Fitting baju pengantin dengan Bunda dan Tante Mut... em ralat! Mama Mutia.Tanpa didampingi calon pengantin pria.

"Ah, bodo amat! Dia enggak datang malah gue seneng banget. Semoga aja dia enggak datang,  enggak usah nikah sekalian aja," batin Adel. Ia menyeringai kecil sambil ikut membenarkan letak gaun pengantinnya.

Katanya enggak mau nikah, kok sekarang Adel malah ikut bantuin mbak-mbak pegawai butik buat memasangkan gaunnya? Gadis itu juga antusias memilih gaun pengantin yang sejak awal menarik perhatiannya. Karena cita-cita Adel sedari kecil adalah ingin mengenakan gaun seperti putri-putri kerajaan yang dulu sering diceritakan bundanya. Ia ingin menikah dengan pangeran berkuda putih yang akan memboyongnya ke istana.

Hei, bukankah itu adalah impian semua wanita? 

Begitupun dengan Adel, ia juga ingin menikah dengan pria yang ia cintai. Setelah itu menimang anak, membesarkan anak mereka sepenuh hati, melihat anak itu tumbuh dewasa, dan menemani anak mereka meminang gadis yang dicintainya. Adel sudah berpikir hingga sejauh itu. Tetapi masalahnya ... Adel kan tidak mencintai Beni.

"Maaf aku telat, Ma."

Lamunan Adel terpecah ketika suara rendah nan berat di belakangnya menyapa indra pendengarannya. Beni menghampiri ketiganya dengan napas terengah. Sepertinya cowok itu habis berlari. Adel mencebikkan bibirnya. Sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak kepadanya kali ini. Ia hanya tersenyum pada Beni saat pandangan mereka bertemu. 

"Kayaknya kamu antusias banget, Del," ledek Beni berbisik pada Adel.

Wajah Adel memerah. Ia meninju lengan Beni sambil berkata, "Narsis abis kamu! Ini tuh buat menghargai Bunda sama Tan ... eh Mama, tahu?" 

"Mama?" tanya Beni menaik-turunkan alisnya. 

"Iya. Mama kamu nyuruh aku manggil dia 'Mama'. Bunda juga nyuruh kamu manggil dia 'Bunda' bukan 'Bude' lagi," balas Adel.

Beni menganggukkan kepalanya. Cowok itu memandang Adel dari atas sampai bawah, seolah menilai gadis yang ada di hadapannya kini. 

Adel imut juga. Tubuhnya yang memang agak bongsor dari teman sebayanya membuat gaun ini tidak tampak dikenakan oleh anak kelas 3 SMA.Rambut Adel dicepol asal menampakkan leher jenjangnya. Hidung mungil bangirnya terlihat lucu saat dirias ringan oleh bundanya. Wajah Adel memang terbilang kecil dan tampak pas dengan bingkai bentuk wajahnya yang lonjong. Entah sejak kapan. Beni mulai membandingkan wajah Adel saat ini dengan wajah Adel dulu, 10 tahun yang lalu.

Adel kecil memang sangat imut. Dan tidak banyak berubah. Hanya rambut Adel yang sepertinya berubah. Kini rambutnya berwarna hitam kelam. Padahal Beni yakin, dulu rambut Adel berwarna cokelat bergelombang. Sampai-sampai berpikir jika Adel mungkin ada darah bule.

"Beni enggak kedip mandangin Adelnya," celetuk Mutia sambil cekikikan bersama bundanya Adel.

Beni salah tingkah. Ia menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, lalu segera menghampiri mbak-mbak pegawai butik yang kini menyodorkan tuksedo lengkap dengan jas ke arahnya. Cowok itu segera masuk ke ruangan khusus untuk pria. Beberapa menit kemudian, Beni keluar dari ruangan itu dengan gagahnya.

Adel hampir lupa cara mengatupkan bibirnya jika ia tidak segera disenggol bundanya. Ia bahkan tak berkedip menatap Beni.

Gantengnya calon suami gue!

Beni menyeringai mendapati Adel yang memandangnya tak berkedip. Ia tersenyum meledek saat akhirnya gadis itu sadar dengan tingkah bodohnya.

"Segitunya natap aku, Del. Ya, aku tahu kok aku ganteng. Tetapi enggak usah sampe ngiler juga kali, Del," ledek Beni sambil mencolek dagu Adel.  Cowok itu melenggang begitu saja menuju cermin besar di tengah butik. Dan diam-diam mengagumi ketampanannya sendiri.

Adel mendengus. Dia ikut melirik Beni di depan cermin. Ya, Adel akui Beni memang ganteng.

Tetapi Narsis!

Adel baru tahu setelah terlibat beberapa percakapan dengan Beni, kalau sebenarnya cowok itu narsis. Adel kira cowok itu  kalem gitu, tetapi ternyata …

Pandangan mereka bertabrakan. Beni tersenyum tulus ke arahnya. Berbeda dengan senyumnya yang biasanya meledek Adel. Lalu cowok itu melambaikan tangannya menginstruksi Adel agar mendekat kepadanya.

Adel mengangkat gaunnya, dan ikut menyejajarkan dirinya di samping Beni. Mereka sama-sama tersenyum melihat pantulan dari cermin. Mereka tampak serasi. Dan tanpa disadari keduanya, dua orang ibu di belakang mereka menyaksikan keakraban yang mulai timbul pada sepasang calon pengantin itu. Bundanya Adel dan Mutia saling berpandangan lalu tersenyum.

Besok akan menjadi hari paling bahagia untuk Keluarga Besar Djamil!

~♥~♥~♥~

Flashback

"Kalian berdua harus menikah."

Adel masih terbengong di tempat saat ucapan itu meluncur dengan indahnya dari bibir kakek. Barulah sepuluh detik kemudian gadis itu sadar.

"Apa!"

Adel terkejut hingga tak sadar berteriak. Bukan hanya gadis itu saja yang terkejut mendengar pernyataan kakek mereka, tetapi seluruh keluarga, kecuali bundanya.

"Benar. Kalian harus menikah!"  Bundanya tak kalah bersemangat.

Ayahnya mengerutkan kening lalu melontarkan tatapan tanya kepada keduanya. "Pak, Bapak yakin kalau menikah adalah solusi yang tepat untuk situasi ini?" tanyanya.

"Iya, Kek. Adel kan masih sekolah! Adel enggak mau menikah!" tolak Adel mentah-mentah. Ia bersungut menatap kakeknya.

"Untuk sekarang, Adel harus nurut sama Kakek," ucap kakek tenang menanggapi protes dari Adel.

"Kek, enggak bisa begitu, Beni masih menganggur, belum bisa biayain diri sendiri. Apalagi kalau harus ditambah biayain beban hidup Adel," kata Beni sambil sedikit menarik kain batik kakek. Ia kini merajuk kepada kakeknya. Sejak kecil ia sudah menganggap kakek Retno sama halnya kakek Beni sendiri, jadi  Beni bebas mengekspresikan perasaannya pada kakek.

"Aku juga enggak mau nikah sama pengangguran kayak kamu," hardik Adel. Beni hanya diam. Malas merespon ucapan gadis keras kepala sejenis Adel.

"Adel!"

Adel diam seketika setelah dibentak. Ia beripikir keras mencari alasan untuk menolak ide gila kakek. “Lagipula, Adel udah punya pacar, Kek.” 

Meiti mengerutkan kening menatap Adel. “Pacar? Bukannya kamu jomblo?”

Adel tersenyum miris mendengar kata ‘jomblo’ dari bibir bundanya. “Bukan pacar, sih … tetapi calon pacar! Gebetan!” Adel melipat tangan di depan dada. Hal itu membuat bundanya geram.

“Baru gebetan, kan?” sinis Meiti. Adel kali ini tidak bisa menjawab lagi. Ia kehilangan kata-kata. Ketika ingin membuka mulut, ia selalu bingung, dan berakhir dengan diam kembali. Sayangnya, Adel selalu kalah dengan bundanya jika urusan perdebatan.

"Adel, Beni, ikut kakek ke kamar sekarang juga. Kita bicakan baik-baik di sana", putus sang kakek.

Semua anggota keluarga hanya diam. Beni duluan yang mengambil langkah menghampiri kakek, sedangkan Adel menyusul di belakangnya. Oh, jangan lupakan wajah kesal setengah mati gadis itu.

Ketika berada di kamar kakek, Adel dan Beni saling berpandangan melihat diamnya kakek. Keduanya terlalu shock terhadap keputusan kakek hingga kakek mulai membuka suara.

"Kalian tahu betul kan kalau keluarga Djamil akhir-akhir ini mulai renggang. Bahkan hubungan bundanya Adel dengan tante kamu, Ben, yang sekarang sudah tidak bertegur sapa lagi, kalian tahu, kan?"

Ucapan kakek menyadarkan keduanya. Adel mengangguk ragu. 

"Niat kakek baik. Ingin menyatukan dua keluarga kecil yang retak hubungannya. Kakek ingin agar tali persaudaraan itu tidak putus hanya karena masalah sepele. Dan hanya kalian berdualah yang dapat menyatukan dua keluarga kecil itu agar tetap utuh di atas nama buyut kalian," ujar kakek menjelaskan. Kakek tersenyum sedih menatap Adel dan Beni.

Hubungan renggang yang dimaksud kakek memang benar adanya. Hubungan persaudaraan yang tidak sepatutnya hancur karena masalah kecil. Sebuah kesalahpahaman.

Semuanya bermula sejak 4 bulan lalu. Waktu itu Adel sedang mengendarai sepedanya sepulang sekolah dengan riang. Adel senang sekali saat itu, pasalnya nilai ulangan matematikanya mendapat skor 80 dan tertinggi di kelasnya. Jadi ia mengendarai sepedanya dengan santai tanpa memperhatikan jalan. Motor dari arah berlawanan melaju dengan cepat dan terkesan buru-buru kemudian menyerempetnya hingga Adel terjatuh. Ketika motor itu berhenti karena merasa bersalah sudah menyerempet seseorang, Adel bisa melihat wajah pengendara. Pengendara motor itu sangat dikenalnya. Itu Bayu, suami Lia. Lia adalah tetangga satu kompleks Adel, masih ada hubungan darah dengan keluarganya Om Rudi. Dan setahu Adel, Beni memanggil Lia itu Tante.

Motor Om Bayu yang berhenti mendadak di tengah jalan tampaknya bukan hal yang baik. Karena sebuah truk di belakang motor itu langsung menabraknya hingga motor dan penumpangnya terpental jauh. Adel menjerit di tempatnya. Baru kali ini ia menjadi saksi kecelakaan. Parahnya lagi, Adel mengidap Hematophobia, atau dalam kata lain yaitu phobia ketika melihat darah dalam jumlah banyak.

Gadis itu gemetar ketika mencoba berdiri dari jatuhnya. Ia meringis saat luka di lututnya bersentuhan dengan roknya. Adel melihat darah dimana-mana. Ia takut darah, tetapi ia paksakan kakinya untuk melangkah mendekati seseorang yang sedang tergeletak di sana. Adel juga melihat orang-orang yang melintas di jalan itu mulai mengerubungi Om Bayu sambil memasang wajah ngeri. Kemudian Tante Lia datang seraya menangis mendapati suaminya dalam keadaan seperti itu. Sayup-sayup dapat Adel dengar kata 'meninggal' dan tangis histeris Tante Lia disana. Adel menutup matanya berusaha menyingkirkan pikiran negatif perihal ucapan orang-orang itu.

"Meninggal? Siapa yang meninggal? Tidak mungkin Om Bayu meninggal!" batinnya.

Ambulan datang. Melintas begitu saja di depannya. Oh tidak! Adel sudah tidak kuat lagi mencium bau darah dan melihatnya. Pandangannya mulai menggelap. Dan hal terakhir yang ditangkap oleh ingatan sebelum akhirnya ia limbung adalah Tante Lia yang menunjuk ke arahnya sambil berkata, “Pembunuh!”

~♥~♥~♥~

Adel gemetar di tempatnya berdiri. Gadis itu selalu takut kala mengingat kejadian itu. Ia hampir saja jatuh bila tidak ada Beni yang merangkul pundaknya. Ya, Adel jelas mengingat apa yang baru saja melintas di ingatannya. Kejadian yang kini menjadi batas persaudaraan dengan Tante Lia, tantenya Beni. Sejak saat itu, keluarga Tante Lia jarang datang ke acara pertemuan keluarga. Mereka juga sudah tidak mau bertegur sapa dengan keluarganya Adel lagi. Benar-benar memutus tali persaudaraan.

"Kek, jika ini jalan satu-satunya untuk menyambung tali persaudaraan yang telah putus itu agar kembali bersatu, Adel mau menikah dengan Beni," ucap Adel tegas.

Beni terkejut, ia menoleh tiba-tiba meminta penjelasan Adel. Tetapi gadis itu hanya diam, dan Beni tidak menolak keputusan Adel. Karena ia juga yakin jika memang ini adalah jalan satu - satunya untuk menyambung tali persaudaraan keluarga mereka. Maka hari itu, Adel dan Beni siap menanggung segala konsekuensi atas pernikahan yang mereka jalani.

~♥~♥~♥~

Bab terkait

  • My Husband or My Teacher   Hari yang Paling Ditunggu

    “Ada hari di mana kau tidak ingin waktu berlalu dengan cepat. Tahu artinya? Kau bahagia dan menghargai waktu yang kau lalui bersamanya.”~♥~♥~♥~Beni sedari tadi tidak dapat menahan senyumnya tatkala melihat penampilan Adel. Benarkah yang ada di hadapannya itu Adel? Itulah yang sejak sepuluh menit lalu ia tanyakan pada penglihatannya. Adel begitu cantik dengan balutan dress berwarna putih salju yang kini ia kenakan. Gadis itu tampak anggun, tidak seperti Adel yang biasanya judes kepada semua orang yang baru dikenalnya.Beni menatap Adel untuk kesekian kalinya. Tetapi bukannya bosan, ia malah semakin kecanduan memandang wajah mungil itu. Itukah gadis yang dulu dengan lucunya mengajaknya berkenalan? Apa itu gadis yang dulu pernah mengobati luka di lututnya saat ia terjatuh? Beni mengenang, ingatannya jatuh pada bertahun-tahun yang lalu. Di mana ada Adel kecil di sana.Ya. Sepertinya ia memang gadis kecil itu, Ardela Maharani. Gadis y

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Senang Mendengar Kata ‘Kita’

    “Aku tidak ingin munafik dengan membohongi diriku sendiri. Tetapi aku senang kau menyebut perumpamaan antara kau dan aku dengan kata ‘kita’.”~♥~♥~♥~Selepas acara pernikahan, Kakek Retno mengumpulkan anggota keluarga besar Djamil di ruang aula besar.Ruangan ini terdapat di gedung hotel yang sengaja disewa kakek, lengkap dengan segala perlengkapan pernikahan.Adel bahkan baru tahu, bahwa Kakek Retno ternyata kaya raya. Buktinya, kakek bisa menyewa salah satu ruangan di hotel yang Adel taksir akan mencapai sekitar 50 juta.Belum lagi ditambah dengan tetek-bengek pernikahan ini.Adel benar-benar tidak menyangka sebelumnya."Kamu harus siap-siap untuk pulang ke rumah."Meiti menyentuh lengan Adel dan itu cukup menyadarkan Adel dari lamunannya."Hah, akhirnya!" Adel mengembuskan napasnya lalu mulai mengangkat gaunnya yang kebesaran dan berjalan ke pintu keluar."Eh, kamu mau kemana?" tanya Meiti menahan lengan Adel yang main

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Sedikit Lebih Dekat

    “Aku senang pada kenyataan di mana aku dan kau … sedikit lebih dekat. Itu awal yang baik untuk sebuah hubungan, bukan?”~♥~♥~♥~Mereka berdua sarapan dalam diam. Adel mengaduk-aduk makanannya tidak bersemangat. Sedangkan Beni malah memakan sarapannya dengan lahap. Beni menelan makanannya lalu meminum minumannya. Cowok itu menatap Adel prihatin dan berkata, "Kalau makanannya kamu aduk-aduk terus kayak gitu, nanti dingin, Del."Adel terus saja mengerucutkan bibirnya. Ia masih marah pada Beni, karena cowok itu semalam tidak mau mengalah padanya. Setelah Adel berpura-pura pingsan di ambang pintu kamar yang mereka perebutkan semalam, Beni dengan seenaknya menggendong Adel bagaikan karung beras dan menggiring gadis itu ke kamar bawah tangga. Adel sudah memohon pada cowok itu, tetapi lagi-lagi Beni mengusulkan untuk tidur sekamar dengannya. Sekali Adel merajuk, Beni akan dengan sekenanya menjawab, "Kenapa harus malu t

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Kabar Gembira atau Kabar Buruk?

    “Aku berbohong kalau berkata jika ini kabar yang buruk. Namun, aku juga tidak bisa menyebutnya kabar yang baik, mengingat bagaimana hubungan kita.”~♥~♥~♥~"Pagi." Adel tersenyum manis pada Beni saat cowok itu keluar dari kamarnya dengan setelan kemeja rapi."Pagi," sahut Beni cepat. Cowok itu mengacak rambut Adel gemas dan ikut mendudukkan dirinya di samping Adel."Kopi, please," pintanya.Adel buru-buru mengambil apa yang diinginkan Beni dan segera menyerahkannya."Thanks," kata Beni sambil menyesap kopinya."Kamu mau kemana pagi-pagi begini? Tumben. Enggak ada tuh pengangguran rapi yang cuma di rumah tetapi pakai kemeja kantoran," ledek Adel.Beni terkekeh lalu menyeringai pada Adel."Aku diterima kerja," katanya.Adel tersenyum dan bertepuk tangan di tempatnya. Kemudian ia beranjak dan tanpa sadar memeluk Beni."Selamat ya, suamiku. Aku seneng dengernya," katanya.Beni awalnya tersentak bing

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Guru Baru dan Hukuman

    “Well, guru baru dan hukumannya yang menyenangkan? Aku tidak ingin murid lain memiliki hukuman ini juga!”~♥~♥~♥~Adel memainkan sedotan dalam gelas jusnya dengan malas. Gadis itu juga berkali-kali mengembuskan napasnya lelah."Udahlah, Del, enggak usah dipikirin gitu banget. Lo kan baru pertama kalinya ada problem sama guru, lagian guru baru itu kayaknya juga biasa aja, kok."Reina memberikan sentuhan lembut di pundak Adel guna menenangkan gadis itu. Tetapi gadis itu tetap saja memakan siomainya dengan gerakan lambat. Adel benar-benar seperti zombie sekarang. Reina prihatin menatap wajahnya. Pucat, suram, seperti tidak mempunyai masa depan. Hampir mirip sama anak-anak alay yang lagi galau karena diputusin pacarnya.Adel menghela napasnya lalu berkata, "Lo sih gampang ngomong begitu, Re. Nah gue? Gue shock banget, tahu enggak, pas guru baru itu bilang kalimat telak kalau gue enggak boleh ikut pelajarannya lagi." Adel mencibir dalam diam

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Kebimbangan

    “Aku tidak ingin menyimpan perasaanku sendirian. Maka dari itu, tolong dengarkan, dan rasakan.”~♥~♥~♥~Adel menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya merah padam, bajunya kusut, berantakan, ditambah lagi dengan bibirnya yang merah mungkin membengkak karena di sela ciuman mereka, Beni beberapa kali menggigitnya.Adel menggeleng keras. "Apa sih yang udah kulakukan?"Pipinya memanas kala mengingatnya kembali. Lalu gadis itu segera membasuh wajahnya dan dengan cekatan merapikan dandanannya. Adel memutar knop pintu toilet dan langsung mendapati Beni yang bersandar di tembok di depannya. Ia berdehem untuk menyadarkan Beni yang menunggunya.Beni tersenyum, lalu menyuruh Adel berjalan terlebih dahulu di depannya. Mereka beriringan menuju parkiran."Maaf," ujar Beni sambil terus menunduk.Adel menatap Beni dari samping. "Buat apa?""Ciuman itu ...." sahut Beni. Wajah Adel kembali merona."Udahlah, enggak apa-apa kok. Toh pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Apa yang Harus Dilakukan?

    “Pernah berada di suatu titik di mana kau tidak tahu apa yang harus kau lakukan? Ketika kau maju, kau takut menyakiti seseorang. Ketika kau mundur, kau takut bukan hanya seseorang yang tersakiti, tetapi tiga orang.”~♥~♥~♥~Jogja, Sebelum UTS Semester 2, 2017Adel's POVSial!Gara-gara lupa dengan jadwal bulananku, jam segini aku masih harus terjebak di sekolah. Padahal bel pulang sudah berdering dengan nyaringnya sekitar setengah jam yang lalu, tetapi masih banyak murid SMA HARAPAN yang belum pulang. Andai saja tadi aku ikut pulang bareng Reina, aku enggak akan terjebak di sini, di saat semua anak lain sudah pulang dan bobok cantik di rumahnya.Lagi-lagi aku menolehkan kepalaku ke belakang, mengawasi situasi. Sambil tetap merapatkan bagian belakang rokku ke tembok, aku berjalan terseok-seok dengan menggenggam sekantong kresek yang kubeli tadi.Beruntung, warung Bu Sari masih buka, kalo enggak... aku mungkin enggak akan

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03
  • My Husband or My Teacher   Gut Nite

    “Tidak ada ucapan teromantis, selain ucapan selamat malam sebelum tidur. Maka kau akan bermimpi indah setelah mendengarnya.”~♥~♥~♥~Beni's POVMataku sebenarnya masih enggan untuk dibuka. Rasanya berat banget, seperti ada lem yang bikin kelopak mataku benar-benar nempel. Tetapi sesuatu yang berat yang menimpa lengan kiriku membuatku terpaksa membuka mata, karena enggak nyaman. Saat membuka mata, pemandangan yang aku dapati adalah Adel yang tengah terduduk di lantai sambil memejamkan matanya. Ia bersandar pada sofa tempatku berbaring kini, seraya menumpukkan kepalanya di lengan kiriku menghadapku. Adel ketiduran. Wajahnya yang benar-benar lesu dalam tidurnya kuyakin hasil ulahku karena membiarkannya pulang sendirian pada malam hari begini. Adel manis sekali. Istriku ini sangat manis bahkan dalam tampilan wajah lesunya yang polos.Aku beranjak bangkit dari posisi tidurku dan beralih memindahkan Adel yang tidur dengan posisi enggak n

    Terakhir Diperbarui : 2021-02-03

Bab terbaru

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status