Cristian duduk di sofa kamar, mengahadap ke arah dinding kaca yang menghalanginya dengan dunia luar, menatap lurus ke depan dengan wajah lesu dan kantung mata yang membentuk sempurna. Semalaman dia tidak bisa tidur, Cristian mengingat pembicaraan dengan sang ayah.
"Apa kamu tahu di mana Evangeline sekarang?" tanya Kelvin.
Cristian terkejut dengan pertanyaan sang ayah, meletakkan alat makan dan tersenyum masam ke arah pria yang selalu saja bersikap tegas kepadanya itu.
"Kenapa menanyakannya? Apa Papah tidak puas dengan hanya mengucilkan dia?!" Cristian bicara dengan nada sindiran.
"Apa maksudmu? Tinggal jawab tahu atau tidak, kenapa harus menyindir Papah, hah?!" Kelvin terlihat tidak senang dengan ucapan Cristian.
Ibu Cristian terlihat bingung harus bagaimana, makan malam yang diharapkan bisa terasa hangat kini malah akan jadi medan perang yang dingin antara ayah dan ana
Terima kasih buat kalian yang masih dan terus mengikuti cerita My Evangeline, semoga dengan dukungan kalian, saya bisa terus menghasilkan karya yang menghibur🤗🤗
Evangeline terlihat termangu di ruangannya, jari telunjuk mengetuk-ngetuk meja. Ia sedang mengingat ucapan Devan saat di rumah, perasaannya menjadi kacau jika mengingat masa terkelamnya. "Ada apa? Kenapa ingin membuka kasus itu?" tanya Evangeline yang tidak mengerti ketika Devan meminta izin ingin membuka kasus kematian kedua orangtuanya. Bagi dirinya yang sejak awal tidak tahu menahu serta sudah melupakan tragedi itu, ingin rasanya menganggap itu hanya menjadi sejumput memori penyedap hidupnya. "Karena aku menemukan bukti yang ditutupi," jawab Devan dengan tangan yang langsung menggenggam telapak Evangeline. "Kedua orangtuamu, kemungkinan besar tidak meninggal karena keracunan biasa. Aku menemukan bukti yang menjuru ke sana. Pamanmu membayar pihak polisi untuk menutup kasus ini. Aku tidak akan langsung membuka ke publik, hanya ingin mengetahui siapa sebenarnya dalang dari kematian kedua orangtuamu. Aku ingin membe
Evangeline terlihat menatap siapa yang duduk di hadapannya, lebih dari tujuh tahun tidak bertemu, sepertinya pria itu sama saja, masih angkuh dan sombong."Apa yang membuat Anda datang mencari 'ku?" tanya Evangeline begitu formal.Kelvin menyeringai, kemudian terlihat enggan berbasa-basi, sedikit menegakkan badan hingga kemudian menjawab, "Paman ingin mengundangmu makan malam bersama. Ya, anggap saja makan malam keluarga karena sudah lama kita tidak berkumpul."Evangeline tersenyum getir, sebenarnya tahu maksud sang paman. Tentu saja Kelvin mau repot-repot mencari dan mengundangnya makan malam karena kedatangan Jonathan."Wah, gimana ya? Sayangnya saya sibuk!" tolak Evangeline halus.Beberapa tahun yang lalu, Evangeline hanya gadis remaja yang memilih takut dan tidak melawan, tapi sekarang keadaannya berbeda. Ia tidak mau lagi dianggap lemah."Hanya meluangka
Devan mengajak Evangeline berdiri, berjalan menuju teropong bintang yang berada di sisi lain dari tempat mereka makan. Evangeline semakin bingung dengan apa yang ingin dilakukan oleh Devan. Hingga kini mereka berdiri di depan teropong bintang, Devan berdiri tepat di belakang Evangeline. "Aku dengar malam ini ada hujan meteor, karena itu aku menyiapkan semuanya untukmu," bisik Devan, napasnya berembus menggelitik telinga Evangeline. Evangeline tersenyum, tangannya memegang teropong yang akan digunakan untuk melihat bintang. "Lalu, di mana kembaran 'ku?" tanya Evangeline dengan nada suara menggoda Devan. Devan menunjuk satu bintang yang begitu terang, kemudian menjawab, "Itu, sangat mirip denganmu. Bersinar terang dan bisa dilihat oleh siapa pun yang berpijak di bumi." Evangeline tersipu, menunduk menahan malu hingga kemudian menatap lagi ke angkasa.
"Maaf, saya sudah tidak berani menyerang perusahaan itu. Tuan Jonathan Smith membeli saham di perusahaan itu, artinya tidak ada yang berani menyentuh apalagi macam-macam dengan perusahaan tempat pria itu berinvestasi." Seorang pria menghubungi Cristian dan langsung mengakhiri setelah selesai bicara.Cristian melempar gelas yang sedang dipegang, menciptakan suara nyaring ketika membentur tembok."Bagaimana bisa tiba-tiba tuan Jonathan berinvestasi ke perusahaan itu?" Cristian begitu geram.Tujuan untuk menghancurkan perusahaan Devan secara pelan-pelan gagal sudah dengan adanya campur tangan dari Jonathan. Cristian sadar siapa Jonathan dan tidak akan ada yang berani menyentuh perusahaan yang ada nama pria itu. Karena itulah Kelvin sangat takut kalau Jonathan sampai menarik investasi dari perusahaan itu, bagi Kelvin lebih memilih merendah dari pada kehilangan sumber kekayaannya. Alasan kenapa Kelvin mencari keberadaan Evang
Sama halnya dengan Evangeline, Devan tampak terus tersenyum saat bekerja. Mengingat kegiatan semalam memang membuat pikiran terus berpikir mesum. Danny memperhatikan atasannya itu, sampai menggeleng berulang kali karena sikap Devan."Sungguh tidak normal, abnormal," batin Danny seraya mendesau. Tidak menyangka kalau atasannya kini seperti orang gila, senyum-senyum tak jelas. Tentu saja hal itu terasa aneh untuk Danny, biasanya melihat Devan yang dingin, galak, dan keras. Kini ia malah menyaksikan Devan seperti marsmallow yang lembek dan lembut.TOK! TOK! TOK!Suara ketukan pintu terdengar, Devan mempersilahkan masuk dengan suara lantang. Hingga ketika pintu terbuka, sepasang kaki kecil berlari dan langsung melompat kepangkuan Devan."Wow! Halo bocah kecil!" Devan mencolek hidung Angel."Kangen Papa Devan," ucap Angel manja, gadis kecil itu memeluk erat sang paman.
Sesaat sebelum alarm kebakaran berbunyi. Seorang pria berpakaian teknisi tampak berjalan masuk ke gedung, menenteng perkakas menuju ruang kendali. Hingga beberapa menit kemudian alarm kebakaran berbunyi, sistem operasi listrik mati membuat semua orang panik.Ketika Evangeline tengah berjibaku dengan orang-orang yang saling berdesakan untuk menyelamatkan diri, hingga membuatnya terpisah dari pengawal pribadinya, seseorang menarik Evangeline dan membuatnya kebingungan."Hei! Siapa kamu?" Evangeline berusaha melepas tangan yang digenggam pria itu tapi tidak berhasil.Hingga ada pria lain yang muncul dari belakang dan membekap Evangeline menggunakan sapu tangan yang sudah diberi obat bius, membuat wanita itu langsung terkulai lemas dan tidak sadarkan diri."Bawa dia cepat!" Salah satu memerintah dan berjalan cepat menuju mobil membuka pintu, sedangkan pria satu yang menerima perintah langsung mengg
Dua pria yang membawa seorang pria berumur berumur 45 tahun dari sebuah kota kecil. Sudah masuk ke kota besar di mana orang yang memerintah tengah menunggu. Hingga suara ponsel terdengar terus berbunyi, membuat salah satu pria berbadan kekar itu menjawab."Halo!" Pria itu menjawab panggilan dari nomor tak dikenal."Lepaskan pria yang kalian bawa, atau kalian akan melihat wanita bernama Evangeline mati sia-sia." Suara dari seberang panggilan tampak terdengar seperti sebuah ancaman."Apa maksudmu? Kami tidak kenal dengan wanita yang kalian maksud!" Pria yang menjawab panggilan itu menoleh pada rekan yang tengah mengemudikan mobil, kemudian menoleh ke kursi penumpang di mana pria yang mereka bawa duduk dengan kepala tertutup kain hitam dan kedua tangan yang diikat jadi satu."Tanyakan pada orang yang menyuruh kalian! Jika sampai sore ini tidak ada kepastian, maka kami akan mengirimkan mayat wanita ini k
Baru akan menemui Jonathan, Devan dan Jordan bertemu dulu dengan pria itu di depan lobi hotel tempat menginap Jonathan."Tuan, kebetulan bertemu dengan Anda," ucap Devan yang terlihat senang karena bisa bertemu Jonathan.Raut wajah Jonathan terlihat gusar dan cemas, pria itu langsung menggandeng tangan Devan. "Ikutlah denganku!" ajaknya."Tunggu! Saya ke mari karena ingin meminta bantuan, ini tentang--""Evangeline, aku tahu. Karena itu aku ingin mengajakmu." Jonathan memotong ucapan Devan, membuat pria itu terkejut."Anda tahu?" tanya Devan mengernyitkan dahi. Jordan yang menemani Devan juga terkejut.Jonathan mengangguk, kemudian berkata, " Anak buahku berhasil menemukan dan membawa orang yang menjadi saksi kunci jawaban kematian keluarga Angel. Namun, sepertinya orang yang membayar pria itu mengetahui dan kini tengah mengancam," ujar Jonathan.